2. Etiologi
Hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum pasien.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih
kurang 10 hari. Dari tipe-tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen daripada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen
daripada yang lainnya belum diketahui dengan jelas. Mungkin faktor iklim atau
alergi yang mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman
Streptococcus. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam
tridion), penyakit amiloid, thrombosis vena renalis, purpur anafilaktoid, dan lupus
erimatosis.
3. Patofisiologi
Suatu reaksi radang pada glomerulus dengan sebutan lekosit dan proliferasi sel,
serta eksudasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruang Bowman.
Gangguan pada glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu respon
imunologi yang terjadi dengan adanya perlawanan antibodi dengan
mikroorganisme yaitu streptokokus A.
Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang
menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding kapiler
dan menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil yang mana akan
menurunkan filtrasi glomerulus, insuffisiensi renal dan perubahan permeabilitas
kapiler sehingga molekul yang besar seperti protein dieskresikan dalam urine
(proteinuria).
a. Pathogenesis
Menurut penyelidikan klinik-imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik menunjukkan hipotesis sebagai berikut:
1) Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya
2) Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus
3) Streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti
yang berlangsung merusak membrane basalis ginjal
b. Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks. Mikroskopik tampak hamper semua glomerulus
terkena sehingga dapat disebut glomerulus difus. Tampak proliferasi sel
endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan
ruang simpai Bowman menutup. Disamping itu terdapat pula infiltrasi sel
epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada
pemerksaan mikroskop electron akan tampak membrane basalis menebal
tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin
dibentuk oleh globulin-gama, komplemenbdan antigen streptokokus.
4. Menifestasi klinis
a. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
b. Proteinuria (protein dalam urine)
c. Oliguria (keluaran urine berkurang)
d. Nyeri panggul
e. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian
menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang
mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan
baik).
f. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi
sekali pada hari pertama.
g. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama
dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika
terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya
menjadi kronik.
h. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
dan diare.
i. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan
kesadaran menurun.
j. Fatigue (keletihan atau kelelahan).
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laju Endap Darah (LED) meningkat
b. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)
c. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bila fungsi
ginjal mulai menurun.
d. Jumlah urine berkurang
e. Berat jenis meninggi
f. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 % pasien.
g. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit
dan hialin.
h. Titer antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan infeksi
tenggorok, kecuali kalau infeksi streptokokus yang mendahului hanya
mengenai kulit saja.
i. Kultur sampel atau asupan alat pernapasan bagian atas untuk identifikasi
mikroorganisme.
j. Biopsi ginjal dapat diindikasikan jika dilakukan kemungkinan temuan
adalah meningkatnya jumlah sel dalam setiap glomerulus dan tonjolan
subepitel yang mengandung imunoglobulin dan komplemen.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Tidak ada pengobatan yag khusus yang memengaruhi penyembuhan kelainan
di glomerulus.
1) Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dahulu dianjurkan selama 6-8
minggu. Tetapi penyelidikan terakhir dengan hanya istirahat 3-4 minggu
tidak berakibat buruk bagi perjalanan penyakitnya.
2) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotic ini tidak
memengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi streptococcuk yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksi yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan
karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoretis anak dapat
terinfeksi lagi dengan kuman neritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil.
3) Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kg
BB/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada
pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu normal kembali.
Bila ada anuria atau muntah, diberikan IVFD dengan larutan glukosa
10%. Pada pasien dengan tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan
dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti ada gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4) Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kg BB secara
intramuscular. Bila terjadi dieresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya
pemberian sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena member efek
toksis.
5) Bila anuria berlangsung lama (5-7hari), maka ureum harus dikeluarkan
dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialysis, hemodialisisi,
tranfusi tukar dan sebagainya.
6) Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-
akhir ini pemberian furosamid (Lasix) secara intravena (1mg/kg BB/kali)
dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan
filtrasi glomerulus.
7) Bila timbul gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen
b. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien GNA perlu dirawat dirumah sakit karena memerlukan
pengobatan/pengawasan perkembangan penyakitnya untuk mencegah penyakit
menjadi lebih buruk. Hanya pasien GNA yang tidak terdapat tekanan darah
tinggi, jumlah urine satu hari paling sedikit 400ml dan keluarga sanggup setra
mengerti boleh dirawat diruah di bawah pengawasan dokter. Masalah pasien
yang perlu diperhatikan adalah gangguan faal ginjal, resiko terjadi komplikasi,
diet, gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.
Gangguan faal ginjal. Ginjal diketahui sebagai alat yang salah satu dari
fungsinya adalah mengeluarkan sisa metabolism terutama protein sebagai
ureum, juga kalium, fosfat, asam urat, dan sebagainya. Karena terjadi
kerusakan pada glumerolus (yang merupakan reaksi autoimun terhadap adanya
infeksi streptococcus ekstrarenal) menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus
dan mengakibatkan sisa-sia metabolism tidak dapat diekskresikan maka di
dalam darah terdapat ureum, dan lainnya lagi yang disebutkan di atass
meninggi. Tetapi tubulus karena tidak terganggu maka terjadi penyerapan
kembali air dan ion natrium yang mengakibatkan banyaknya urine berkurang,
dan terjadilah oliguria sampai anuria.
Untuk mengetahui keadaan ginjal, pasien GNA perlu dilakukan pemeriksaan
darah untuk fungsi ginjal, laju endp darah (LED), urine, dan foto radiologi
ginjal. Urine perlu ditampung selama 24 jam, diukur banyaknya dan berat
jenisnya (BJ) dicatat pada catatan khusus (catatan pemasukan/pengeluaran
cairan). Bila dalam 24 jam jumlah urine kurang dari 400 ml supaya
memberitahukan dokter. Tempat penampung urine sebaiknya tidak dibawah
tempat tidur pasien karena selain tidak sedap dipandang juga menyebabkan
bau urine didalam ruangan. Penampung urine harus ada tutpnya yang cocok,
diberi etiket selain nama juga jam dan tanggal mulai urine ditampung. Hati-
hati jika ada nama yang sama jangan tertukar; tuliskan juga nomor tempat
tidur atau nomor register pasien. Tempat penampung urine harus dicuci bersih
setiap hari; bila terdapat endapan yang sukar digosok pergunakan asam cuka,
caranya merendamkan dahulu beberapa saat baru kemudian digosok pakai
sikat. Untuk mebantu lancarnya dieresis di samping obat-obatan pasin
diberikan minum air putih dan dianjurkan agar anak banyak minum (ad
libitum) kecuali jika banyaknya urine kurang dari 200 ml. berapa banyak
pasien dapat menghabiskan minum air supaya dicatat pada catatan khusus dan
dijimlahkan selama 24 jam. Kepada pasien yang sudah mengerti sbelum mulai
pencatatan pengeluaran/pemasukan cairan tersebut harus diterangkaan dahulu
mengapa ia harus banyak minum air putih dan mengapa air kemih harus
ditampung. Jika anak akan buang air besar supaya sebelumnya berkemih
dahulu ditempat penampungan urine baru ke WC atau sebelumnya gunakan
pot lainnya. Dengan demikian bahwa banyaknya urine adalah benar-benar dari
keseluruhan urine pada hari itu.
Resiko terjadi komplikasi.Akibat fungsi ginjal tidak fisiologis menyebabkan
produksi urine berkurang, sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan sehingga
terjadi uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, hidremia, dan sebagainya.
Keadaan ini akan menjadi penyebab gagal ginjal akut atau kronik
(GGA/GGK) jika tidak secepatnya mendapatkan pertolongan. Karena adanya
rretensi air dan natrium dapat menyebabkan kongesti sirkulasi yang kemudian
menyebabkan terjadinya efusi ke dalam perikard dan menjadikan pembesaran
jantung. Jika keadaan tersebut berlanjut akan terjadi gagal jantung. Keadaan
uremia yang makin menngkat akan menimbulkan keracunan pada otak yang
biasanya ditandai dengan adanya gejala hipertensif ensefalopati, yaitu pasien
merasa pusing, mual, muntah, kesadaran menurun atau bahkan lebih parah
atau untuk mengenal gejala komplikasi sedini mungkin pasien memerlukan:
1) Istirahat
2) Pengawasan tanda-tanda vital bila terdapat keluhan pusing
3) Jika mendadak terjadi penurunan haluaran urine periksalah dahulu apakah
pasien berkemih di tempat lain dan keadaan umumnya.
4) Jika pasien mendapat obat-obatan berikanlah pada waktunya dan tunggu
sampai obat tersebut betul-betul telah diminum (sering terjadi obat tidak
diminum dan disimpan di bawah bantal pasien). Jika hal itu terjadi
penyembuhan tidak seperti yang diharapkan.
5) Diet. Bila ureum darah melebihi 60 mg % di berikan protein 1 g/kg
BB/hari dan garam 1 g/hari (rendah garam). Bila ureum antara 40-60 mg%
protein diberikan 2 g/kg BB/hari dan masih rendah garam. Jika pasien
tidak mau makan karena merasa mual atau ingin muntah atau muntah-
muntah segera hubungi dokter, siapkan keperluan infuse dengan cairan
yang biasa dipergunakan ialah glukosa 5-10% dan selanjutnya atas
petunjuk dokter. Jika infuse diberikan pada pasien yang tersangka ada
kelainan jantung atau tekanan darahnya tinggi, perhatikan agar tetesan
tidak melebihi yang telah dipergunakan dokter, bahayanya memperberat
kerja jantung.
6) Gangguan rasa aman dan nyaman.
Untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien disarankan agar sering
kontak dan berkomunikasi dengan pasien akan menyenangkan pasien..
agar pasien tidak bosan pasien dibolehkan duduk dan melakukan kegiatan
ringan misalnya membaca buku (anak yang sudah sekolah), melihat buku
gambar atau bermain dengan teman yang telah dapat berjalan. Sebagai
perawat kita juga harus mendampingi/mengajak bermain dengan pasien
yang memerlukan hiburan agar tidak bosan.
7) Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Penjelasan yang perlu disampaikan kepada orang tua pasien adalah:
a) Bila ada anak yang sakit demam tinggi disertai rasa sakit menelan atau
batuk dan demam tinggi hendaknya berobat ke dokter/pelayanan
kesehatan supaya anak mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat.
b) Jika anak sudah terlanjur menderita GNA selama dirawat dirumah
sakit, orang tua diharapkan dapat membantu usaha pengobatannya
misalnya untuk pemeriksaan atau tindakan, sering memerlukan biaya
yang cukup banyak sedangkan rumah sakit tidak tersedia keperluan
tersebut. (sebelumnya orang tua diberi penjelasan mengenai perlunya
pengumpulan urine dan mencatat minum anak selama 24 jam, untuk
keperluan pengamatan perkembangan penyakit anaknya)
c) Bila pasien sudah boleh pulang, dirumah masih harus istirahat cukup.
Walaupun anak sudah diperbolehkan sekolah tetapi belum boleh
mengikuti kegiatan olahraga. Makanan, garam masih perlu dikurangi
sampai keadaan urine benar-benar normal kembali (kelainan urine,
adanya eritrosit dan sedikit protein akanmasih diketemukan kira-kira 4
bulan lamanya). Jika makanan dan istirahatnya tidak diperhatikan ada
kemungkinan penyakit kambuh kembali. Hindarkan terjadinya infeksi
saluran pernapasan terutama mengenai tenggorokan untuk mencegah
penyakit berulang. Kebersihan lingkungan perlu dianjurkan agar selalu
diperhatikan khususnya streptococcus yang menjadi penyebab
timbulnya GNA. Pasien harus control secara teratur untuk mencegah
timbulnya komplikasi yang mungkin terjadi seperti glomerulus kronik
atau bahkan sudah terjadi gagal ginjal akut. Juga petunjuk mengenai
kegiatan anak yang telah boleh dilakukan.
7. Komplikasi
Komplikasi glomerulonefritis akut:
a. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun
oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi
diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
b. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietik yang menurun.
e. Gagal Ginjal Akut (GGA)
8. Prognosis
Gejala fisik menghilang dalan minggu ke-2 atau minggu ke-3 dan tekanan
darah umumnya menurun dalam waktu 1 minggu. Kimia darah menjadi normal
pada minggu ke-2. Hematuria mikroskopik dan makroskopik dapat menetap
selama 4-6 minggu. Hitung Addis menunjukan kenaikan jumlah eritrosit untuk 4
bulan atau lebih, dan LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan. Protein
sedikit dalam urine dan menetap untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-
kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya
tidak mengubah proses penyakitnya. Pasien tetap mennjukan kelainan urine
salama 1 tahun dianggap menderita glomerulonefritis kronik, walaupun dapat
terjadi penyembuhan sempurna. Laju endap darah (LED) digunakan untuk
mengukur progresivitas penyakit ini karena umumnya tetap meninggi pada
kasus-kasus yang menjadi kronik. Diperkirakan 95%akan sembuh sempurna, 2%
meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis
kronik.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Genitourinaria
1) Urine berwarna coklat keruh
2) Proteinuria
3) Peningkatan berat jenis urine
4) Penurunan haluaran urine
5) Hematuria
b. Kardiovaskular
Hipertensi ringan
c. Neurologis
1) Letargi
2) Iritabilitas
3) Kejang
d. Gastro Intestinal
1) Anoreksia
2) Muntah
3) Diare
e. Mata, Telinga, hidung dan tenggorokan
Edema periorbital sedang
f. Hematologis
1) Anemia sementara
2) Azotemia
3) Hiperkalemia
g. Integumen
1) Pucat
2) Edema menyeluruh
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan retensi air dan
hipernatremia
b. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan oliguria
c. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia
d. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelelahan
e. Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas dan
edema
f. Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan rawat inapo anak dirumah
sakit
g. Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan pemahaman intruksi perawatan
dirumah
3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan
retensi air dan hipernatremia
Hasil yang diharapkan: anak memiliki perfusi jaringan normal yang
ditandai oleh TD normal, penurunan retensi cairan, dan tidak ada tanda
hipernatremia.
Intervensi:
1) Pantau dan catat TD anak setiap 1-2 jam selama fase akut
Rasional: pemantauan sering memungkinkan deteksi dini, dan
penanganan segera terhadap TD anak
2) Lakukan tindakan kewaqspadaan berikut ini bila terjadi kejang:
a) Pertahankan jalan napas melalui mulut dan letakkan peralatan
penghisap disisi tempat tidur anak
b) Sematkan tanda diatas tempat tidur anak dan pada pintu, berisi
peringatan tentang status kejang anak yang ditujukan untuk
petugas kesehatan.