Anda di halaman 1dari 19

TUGAS INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS TUMOR
SUBMANDIBULA DI RUANG OK CENTRAL
RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

Oleh :
NI PUTU GITA WIRANI, S.Kep
NIM 2030078

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan ini diajukan oleh :

Nama : Ni Putu Gita Wirani


Prodi : Profesi Ners
Topik : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Padapasien Dengan Diagnosa
Medis Tumor Submandibula Di Ruang Ok Central Rsal Dr. Ramelan Surabaya

Pembimbing Instritusi Pembimbing Ruangan

Christina Yuliastuti, S.Kep., Ns., M.Kep Irma Zuhalifa, S.Kep., Ns


NIP. 03017 Pembina IV/a
NIP. 196607301990032001
A. KONSEP TEORI TUMOR SUBMANDIBULAR
I. Tumor Submandibula
Tumor kelenjar submandibular merupakan tumor yang insidensinya jarang
ditemui, terdiri dari kurang dari 2% dari insidensi neoplasia kepala dan leher
(Rapidis, et al., 2004). Tumor pada sub mandibular merupakan masa jaringan
abnormal dengan pertumbuhan berlebihan dan tidak ada koordinasi dengan
pertumbuhan jaringan normal yang terjadi padakelenjar submandibular
(Mansjoer, 2001).
II. Tanda dan Gejala Tumor Submandibula
Biasanya terdapat pembengkakan di depan telinga dan biasanya penderita
kesulitan menggerakan salah satu sisi wajah. Adanya bengkak biasanya
mengurangi kepekaan wilayah tersebut terhadap rangsang dan menyebabkan
keluhan kesulitan menelan. Pada tumor jinak, biasanya asimptomatis, nyeri
dirasakan sebagian penderita. Tanda pada tumor jinak benjolan bisa digerakkan,
soliter, dan keras. Pada tumor ganas didapatkan adanya paralisis nervus
fascialis. Tanda pada tumor ganas didapatkan benjolan terfiksasi, konsistensi
keras, dan cepat bertumbuh besar (Rapidis, et al., 2004).
III. Etiologi Tumor Submandibula
Penyebab pasti dari tumor ini belum diketahui secara pasti, dicurigai adanya
faktor genetik dan lingkungan berperan dalam meningkatkan faktor risiko
munculnya tumor ini. Sejumlah virus telah terlibat dalam patogenesis tumor
kelenjar ludah. Ada hubungan yang kuat antara virus Epstein Barr (EBV) dan
karsinoma limfoepitelial. Selain itu, faktor radiasi juga dapat berpengaruh pada
perkembangan tumor ini. Studi lanjut jangka panjang menunjukkan warga yang
selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki menunjukkan
peningkatan risiko relatif 3,5 kali untuk terjadinya tumor jinak dan 11 kali
untuk terjadi neoplasma ganas pada kelenjar saliva. Tidak didapatkan
peningkatan risiko pada mereka yang terkena radon atau gelombang mikro dari
telepon seluler. Tidak ada hubungan yang ditemukan antara penggunaan
tembakau dan konsumsi alkohol dengan kanker kelenjar ludah. Namun, ada
hubungan yang kuat antara merokok dan tumor Warthin. Peningkatan tingkat
risiko terjadinya tumor ini juga didapatkan pada mereka yang merokok dan
mendapatkan asupan tinggi kolesterol (Rapidis, et al., 2004; Gani, et al., 2007)
IV. Pemeriksaan Penunjang Tumor Submandibula
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis tumor kelenjar liur
adalah, CT scan, USG, CT sialografi, dan MRI. MRI sangat membantu bila
tidak ada penyakit inflamasi. Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) dapat
memberikan hasil yang cepat, diagnosis tanpa bedah untuk membedakan
penyakit inflamasi atau tumor, sehingga dapat segera menentukan terapi operasi
atau medikamentosa (Nagarkar, et al., 2004).
V. Penatalaksanaan Medis Tummor Submandibula
Terapi utama pada tumor mandibular adalah pembedahan. Tingkat rekurensi
bersekitar antara 55 – 90 % setelah perawatan secara konsefatif. Mengingat
besarnya tingkat rekurensi tersebut, pendekatan secara radikla atau reseksi
dapat dipertimbangkan sesuai indikasi, meskipun berakibat hilangnya sebagian
tulang rahang, bridging platetitanium dapat digunakan untuk mengganti
sebagian tulang yang hilang dan berfungsai sebagai alat rekonstruksi. Dapat
juga rekonstruksi dengan memasang tandur ahli tulang kalau mungkin bisa
dikerjakan. Indikasi keperawtan ditentukan berdasarkan luas dan besarnya
jaringan yang terlibat, struktur histologis dari tumor dan keuntungan yang
didapat.
Menurut Ohishi indikasi keperawtan konserfatif adalah pada penderita usia
muda dan ameloplastoma yuunikistik. Sedangkan indikasi keperawatan radikal
adalah amelopblastoma tipesolid dengan tepi yang tidak jelas, lesi dengan
gambaran soapbubble, lesi yang tidak efektif dengan penatalaksanaan secara
konserfatif dan amelopblastoma ukuran besar. Penatalaksanaan secara radikal
berupa reseksi sekmental hemimandibulektomi dan reseksimarginal atau
reseksianblok. Reseksi marginal (reseksi enblok) merupakan tehnik untuk
mengankat jaringan tumor dengan mempertahankan kontinuitas korteks tulang
mandibula bagian bawah yang masih intake.
Reseksi enblok ini dilakukan secara garis lurus dengan bor dan atau pahat atau
gergaji, 1-2 cm dari tepi batas tumor secara rontgenologis yang diperkirakan
batas minimal reseksi. Adapun tindakan dapat dilakukan secara intra oral
maupun ekstra oral, hal ini tergantung pada seberapa besar untuk mendapat
eksposure yang ade kuat sampai ke ekstensi tumor. Rekonstruksi mandibula
adalah ditinjau dari fungsi dan kosmetik, organ ini mempengaruhi bentuk
wajah, fungsi bicara, mengunyah dan menelan. Beberapa cara yang dapat
dipakai antara lain dengan menggunakan bahan aloplastik, misalnya bridging
plate titanium dan auto genous bone grafting misalnya tandur tulang iga, krista
iliaka dan tibia serta dapat juga secara kombinasi aloplastik material dengan
auto genous bone grafting. Perawatan pasca operasi reseksi enblok mandibula :
medikasi antibiotik dan analgesik, tidak perlu inter maksila fiksasi hindarkan
trauma fisik pada muka atau rahang karena dapat menyebabkan fraktur
mandibula. Jaga oral higine hingga luka operasi sembuh sempurna. Diet lunak
dipertahankan 4-6 minggu. Jika diperlukan dapat di buatkan prostesi gigi
setelah dipertimbangkan bahwa telah terjadi interbone remodeling tulang
mandibula. Lebih kurang 6 bulan pasca operasi.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Kerangka dalam proses Keperawatan mencakup langkah berikut: pengkajian,
Diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi
keperawatan sebagai cara memecahkan masalah yang dihadapi individu dalam
hasil yang ingin dicapai penting proses tersebut dilalui (Potter & Perry,2006).
I. Pengkajian
1) Identitas pasien Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan,

pendidikan, alamat, medical record dan lain lain

2) Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit

ginjal kronik dan lain lain


b. Riwayat kesehatan sekarang Yang meliputi alasan klien masuk rumah

sakit, keluhan yang dirasakan saat ini

c. Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat keluarga yang pernah atau

sedang menderita hipertensi, penyakit jantung dan lain lain

3) Pola aktifitas sehari-hari

a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik

sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum

pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang

mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.

b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna,konsistensi. Adanya

perubahan pola miksi dan defeksi.BAB harus ada 3-4 hari post partum

sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam

Mukthar, 1995).

c. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran

dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.

d. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi,


keramas, baik sebelum dan selama dirawat
II. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Defisit Nutrisi
3. Ansietas
4. Risiko infeksi
III. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
N
KEPERAWATAN TUJUAN (SLKI) TINDAKAN / INTERVENSI (SIKI)
O
(SDKI)
1. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
SDKI 2016 (D.0142) keperawatan 2 x 24 Jam Observasi
(Kategori: Lingkungan diharapkan 1) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
Subkategori:Keamanan KH : sistemik
dan proteksi) 1) Kerusakan jaringan menurun Terapeutik
2) Kerusakan lapisan kulit 1) Batasi jumblah pengunjung
menurun 2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3) Nyeri menurun 3) Cuci tangan seblum dan sesudah tindakan
4) Nekrosis menurun kepada pasien
5) Suhu kulit membaik 4) Pertahankan Teknik aseptic pada pasien beresiko
tinggi
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
3) Ajarkan etika batuk
4) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
DIAGNOSA
N
KEPERAWATAN TUJUAN (SLKI) TINDAKAN / INTERVENSI (SIKI)
O
(SDKI)
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Management Nyeri
SDKI 2016 (D.0077) keperawatan diharapkan dalam Observasi
(Kategori : Psikologi 2x24 jam dengan kriteria hasil: 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Subkategori : Nyeri 1) Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
dan Kenyamanan) 2) Meringis menurun 2) Identifikasi skala nyeri
3) Gelisah menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Frekuensi nadi membaik 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis
2) Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1) Jelaskan penyebab nyeri
DIAGNOSA
N
KEPERAWATAN TUJUAN (SLKI) TINDAKAN / INTERVENSI (SIKI)
O
(SDKI)
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan menggunakan analgesic secara tepat
4) Anjarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri seperti latihan nafas
dalam.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian analgesic
3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Management nutrisi
SDKI 2016 (D.0019) keperawatan 2x24 jam Observasi
(Kategori: Fisiologis diharapkan 1) Identifikasi status nutrisi
Subkategori : Nutrisi KH : 2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Dan Cairan) 1) Porsi makan yang dihabiskan 3) Identifikasi makanan yang disukai
meningkat 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
2) Kekuatan otot mengunyah 5) Monitor asupan makanan
dan menelan meningkat 6) Monitor berat badan
3) Perasaan cepat kenyang Terapeutik
menurun 7) Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlu
4) Berat badan IMT membaik 8) Fasilitasi menentukan pedoman diet
DIAGNOSA
N
KEPERAWATAN TUJUAN (SLKI) TINDAKAN / INTERVENSI (SIKI)
O
(SDKI)
5) Nafsu makan membaik 9) Sajikan makanan secara menarik dan sesuai suhu
10) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Edukasi
11) Anjurkan posisi duduk, jika perlu
12) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
13) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri)
14) Kolaborasi dengan ahli gizi
4. Ansietas Setelah diberikan intervensi Terapi relaksasi (1.09326)
SDKI, D.0080 selama 3x4 jam setiap (SIKI, Hal. 436)
Hal. 180 pertemuan diharapkan tingkat Observasi :
ansietas menurun dengan kriteria 1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
Kategori : psikologis hasil : ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain
Subkategori : (SLKI, Hal. 132) yang mengganggu kemampuan kognitif
integritas ego 1. Verbalisasi kebingungan 2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif di
menurun gunakan
DIAGNOSA
N
KEPERAWATAN TUJUAN (SLKI) TINDAKAN / INTERVENSI (SIKI)
O
(SDKI)
2. Verbalisasi khawatir akibat 3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan
kondisi yang dihadapi teknik sebelumnya
menurun 4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan
3. Perilaku gelisah menurun darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan
4. Perilaku tegang menurun 5. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
5. Konsentrasi membaik Terapeutik :
6. Pola tidur membaik 1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lainnya, jika sesuai
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi
DIAGNOSA
N
KEPERAWATAN TUJUAN (SLKI) TINDAKAN / INTERVENSI (SIKI)
O
(SDKI)
yang tersedia (Mis. Music, mediasi, nafas dalam,
relaksasi otot progesif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang di pilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang
di pilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis.
Nafas dalam, peregangan, atau imajinasi terbimbing)
C. TINDAKAN KEPERAWATAN PREOPERATIF
I. Pengertian
Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang dilakukan
perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang dilakukan
perawat berdasarkan diagnosis keperawatan, pengobatan yang dilakukan dokter
berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting sehari – hari untuk
klien yang tidak dapat melakukannya ( Mc. Closkey dan Bulechek 1992 ) yang
dikutip Barbara J. G ( 2008 ). Tindakan keperawatan preoperatif merupakan
tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien
untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin
keselamatan pasien intraoperatif.
II. Persiapan klien di unit perawatan
1. Persiapan fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi.
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi menurut Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,
dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik,
tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan
pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di antaranya
adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium
serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50
mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi
ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obatobatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi
dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan
seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka
operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada
kasuskasus yang mengancam jiwa.
4) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya
infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan
sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien
diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi
dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin
(pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah
sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis,
operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan hemmoroidektomi.
Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan
pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
5) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan
daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
6) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan
kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
7) Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini
sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca
operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan
2. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka
dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus
dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah
berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain
seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk
melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan
terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan
penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan bahwa
pasien harus operasi maka dokter anestesi berperan untuk menentukan
apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anestesi
juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan laboratorium terutama
pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan
(clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah,
dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG. Berbagai
jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum
operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun
tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain :
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen,
foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan
(computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance Imagine),
BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop),
EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo
Grafi), dll.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin,
angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein
total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida),
CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada
sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi
biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau
hanya berupa infeksi kronis saja.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD). 5) Pemeriksaan KGD dilakukan
untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal
atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam
10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
3. Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi
kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik
yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
4. Informed consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien
maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi
sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan
menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan
dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi). Meskipun
mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam
kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi
yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali
ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera
setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor
seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan
terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama
dalam perawatan. Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan
pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya
sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan
informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan,
pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk
menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting
untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh
pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak
sesuai dengan gambaran keluarga.
Daftar Pustaka

Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2013. Nursing


Interventions Classification (NIC) 6th Edition. USA: Elsevier Mosby.
Gani, A.N., Shiraz, M.M.A.R., Aishah, S.M.A., Norazizah, M., Mazita, A., &
Sharifah, N.A. 2007. Pleomorphic Adenoma Originating from Submandibular
Salivary Gland in an 8-year-old Girl: A Case Report. Med & Health, 2(2): 164-
168
Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definition & Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.
Juwaeni, A. 2012. Tumor Kelenjar Liur. Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
dan Tenggorok Bedah Kepala Leher, Fakultas Kedokteran, Universitas
Padjadjaran.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA: Elsevier Mosby.
Nagarkar, N.M., Sandeep Bansal, S., Dass, A., Singhal, S.K., & Mohan, H. 2004.
Salivary Gland Tumors-Our Experience. Indian Journal of Otolaryngology and
Head and Neck Surgery, 56(1): 31-34.
Nurjannah, I. 2014. ISDA : Intan’s Screening Diagnoses Assesment. Versi Bahasa
Indonesia. Yogyakarta : Moco Media.
Rapidis, A.D., Stavrianos, S., Lagogiannis, G., & Faratzis, G. 2004. Tumors of The
Submandibular Gland: Clinicopathologic Analysis Of 23 Patients. J Oral
Maxillofac Surg.,62(10):1203-1208.
Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai