Anda di halaman 1dari 24

MANAJEMEN KEPERAWATAN

“Konsep Teoritis Penjaminan Mutu Dan Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (Evidence
Based Practice)”

Oleh:

Fitri Aulia

(183110254)

3.C

Dosen Pembimbing :

Ns. Idrawatai Bahar, S. Kep, M. Kep

PRODI D-III KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunia berupa kesehatan, sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Konsep
Teoritis Penjaminan Mutu Dan Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (Evidence Based Practice”
terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah Manajemen Keperawatan .
Kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi
penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima
dengan senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-
pihak yang membantu dan menyelesaikan makalah ini. Khususnya dosen kami, ibu yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Padang, 7 September 2020

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………......1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………….....2
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………...2

BAB II PEMBAHASAN

A. Agar mahasiswa mengetahui konsep teoritis penjamin mutu…………………..3


B. Agar mahasiswa mengetahui Konsep Teoritis Praktek Keperawatan
Berbasis Bukti (Evidence Based Practice……………………………..............12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………....…………….....20
B. Saran………………………………………………………...………...............20

DAFTARPUSTAKA………………….......................……………………………...21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu
pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak
lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus Pelayanan Kesehatan
Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga
stakeholders memperoleh kepuasan. (Suryadi,2009)
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit.
Hal ini terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien
yang membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan
lainnya yang hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan perlu
ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga
pelayanan rumahsakit akan meningkat juga seiring dengan peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan. (Ritizza, 2013)
Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi
dari manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu
tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola keperawatan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber
yang ada, baik sumber daya maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang efektif dan efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat.
(Donny, 2014)

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaskud dengan konsep teoritis penjamin mutu?
2. Apakah yang dimaksud Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti
(Evidence Based Practice)?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui konsep teoritis penjamin mutu
2. Agar mahasiswa mengetahui Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti
(Evidence Based Practice)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teoritis Penjaminan Mutu


Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu
pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak
lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus Pelayanan Kesehatan
Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga
stakeholders memperoleh kepuasan. (Suryadi,2009)
1. Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu
Komite keperawatan memiliki tujuan untuk mewujudkan profesionalisme
dalam pelayanan keperawatan, memberikan masukan kepada pimpinan rumah sakit
berkaitan dengan profesionalisme perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan, menyelesaikan masalah – masalah terkait dengan penerapan disiplin
dan etik keperawatan serta meningkatakan mutu pelayanan keperawatan.
Peran komite keperawatan dalam pengawasan mutu adalah sebagai berikut
a. Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan profesi keperawatan melalui
kegitan terorganisasi.
b. Mempertahankan pelayanan keperawatan berkualitas dan aman bagi pasien.
c. Menjamin tersedianya perawat yang kompeten, etis sesuai dengan
kewenangannya.
d. Menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan disiplin, etik dan moral
perawat.
e. Melakukan kajian berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan.
f. Menjamin diterapkannya standar praktik, asuhan dan prosedur keperawatan.
g. Membangun dan membina hubungan kerja tim di dalam rumah sakit.
h. Merancang, mengimplementasikan serta memantau dan menilai ide – ide baru.
i. Mengkomunikasikan, mendidik, negosiasi dan merekomendasikan hasil kinerja
perawat untuk pengembangan karir (Ayun,2014).

3
2. Kualitas Pelayanan (TQM)
a. Definisi TQM
Total Quality Management adalah kualitas menjadi hal utama yang
menjadi titik fokus setiap perusahaan. Berbagai hal dilakukan untuk
meningkatkan kualitas yang diterapkan pada produk, pelayanan dan manajemen
perusahaan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, lahirlah suatu
inovasi yang dikenal dengan TQM. Menurut Tjiptono & Anastasia (2003) TQM
merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.”
Dalam kualitas pelayanan yang baik, terdapat beberapa jenis kriteria
pelayanan, antara lain adalah sebagai berikut :
1) Ketepatan waktu pelayanan, termasuk didalamnya waktu untuk menunggu
selama transaksi maupun proses pembayaran. 
2) Akurasi pelayanan, yaitu meminimalkan kesalahan dalam pelayanan maupun
transaksi. 
3) Sopan santun dan keramahan ketika memberikan pelayanan. 
4) Kemudahan mendapatkan pelayanan, yaitu seperti tersedianya sumber daya
manusia untuk membantu melayani konsumen, serta fasilitas pendukung
seperti komputer untuk mencari ketersediaan suatu produk. 
5) Kenyaman konsumen, yaitu seperti lokasi, tempat parkir, ruang tunggu yang
nyaman, aspek kebersihan, ketersediaan informasi, dan lain sebagainya
b. Dimensi Kualitas Pelayanan
1) Tangibles
Tangibles adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan untuk
menampilkan yang terbaik bagi pelanggan. Baik dari sisi fisik tampilan
bangunan, fasilitas, perlengkapan teknologi pendukung, hingga penampilan
karyawan.

4
2) Reliability
Reliability adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan yang sesuai dengan harapan konsumen terkait kecepatan, ketepatan
waktu, tidak ada kesalahan, sikap simpatik, dan lain sebagainya.
3) Responsiveness
Responsiveness adalah tanggap memberikan pelayanan yang cepat
atau responsif serta diiringi dengan cara penyampaian yang jelas dan mudah
dimengerti.
4) Assurance
Assurance adalah jaminan dan kepastian yang diperoleh dari sikap
sopan santun karyawan, komunikasi yang baik, dan pengetahuan yang
dimiliki, sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya pelanggan.
5) Empati
Empati adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi
kepada pelanggan, hal ini dilakukan untuk mengetahui keinginan konsumen
secara akurat dan spesifik.
c. Prinsip - Prinsip TQM
Prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar
sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing dan
Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c.,
A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu Terpadu, mengatakan
bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya, melaksanakan sistem
manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam
budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada empat prinsip utama dalam TQM,
yaitu :
1) Kepuasan PelangganDalam Total Quality Management, konsep mengenai
kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian
dengan spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan.
Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek,
termasuk dalam harga, keamanan, dan ketepatan waktu.

5
2) Respek terhadap setiap orang.
Dalam perusahaan berkualitas, setiap karyawan dipandang sebagai individu
yang memiliki talenta dan kreatifitas yang khas. Dengan demikian, karyawan
merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu,
setiap orang dalam organisasi diperlukan dengan baik dan diberikan
kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3) Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan kelas berkualitas berorientasi pada fakta, maksudnya bahwa setiap
keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan. Ada dua
konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini: 
a) prioritas, yakni suatu konsep yang menyatakan bahwa perbaikan tidak
dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat
keterbatasan sumber daya yang ada; 
b) variasi atau variabilitas kinerja manusia, variasi/variabilitas (keragaman)
kinerja/kemampuan dari setiap anggota merupakan bagian yang wajar dari
setiap sistem organisasi. Maksudnya, setiap perbedaan yang terjadi dikaji,
kemudian ditetapkan langkah/kebijakan yang paling sesuai untuk
diterapkan. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil
dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4) Perbaikan yang berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam
melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku
disini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang terdiri dari
langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan koreksi terhadap hasil
yang diperoleh.
d. Metode Total Quality Management
Pembahasan mengenai metode TQM difokuskan pada tiga pakar utama
yang merupakan pelopor dalam pengembangan TQM. Mereka adalah W.
Edwards Deming, Joseph M. Juran, dan Philip B. Crosby.
Penjelasan selengkapnya dijelaskan Nasution (2004), sebagai berikut :
1) Metode W. Edwards Deming

6
Selama ini Deming dikenal sebagai Bapak gerakan TQM. Deming
mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang, yaitu
dengan memperkenalkan penggunaan teknik pemecahan masalah dan
pengendalian proses statistic (statistical process control = SPC). Deming
menganjurkan penggunaan SPC agar perusahaan dapat membedakan
penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia
berkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang tidak
dapat dihindari dalam kehidupan industri.
Siklus Deming (Deming Cycle), Siklus ini dikembangkan untuk
menghubungkan antara operasi dengan kebutuhan pelanggan dan
memfokuskan sumber daya semua bagian dalam perusahaan (riset, desain,
operasi, dan pemasaran) secara terpadu dan sinergi untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan (Ross, 1994: 237). Siklus Deming adalah model
perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan oleh W. Edward Deming
yang terdiri atas empat komponen utama secara berurutan yang dikenal
dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)
2) Metode Joseph M. Juran
Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok / sesuai untuk digunakan
(fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu barang atau jasa
harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Satu
kontribusi Juran yang paling terkenal adalah Juran’s Three Basic Steps to
Progress, diantaranya :
a) Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang
dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
b) Mengadakan program pelatihan secara luas. c.Membentuk komitmen dan
kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.

7
3) Metode Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan
pencegahan. Dalil manajemen kualitas menurut Crosby adalah sebagai berikut
:
a) Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.
Pada awalnya kualitas diterjemahkan sebagai tingkat kebagusan atau
kebaikan (goodness). Definisi ini memiliki kelemahan, yaitu tidak
menerangkan secara spesifik baik / bagus itu bagaimana. Definisi kualitas
menurut Corsby adalah memenuhi atau sama dengan persyaratan
(conformance to requirements). Kurang sedikit saja dari persyaratannya
maka suatu barang atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan
tersebut dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan, kebutuhan
organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi, serta pasar atau
persaingan.
b) Sistem Kualitas adalah pencegahan Pada masa lalu, sistem kualitas adalah
penilaian (appraisal). Suatu produk dinilai pada akhir proses. Penilaian
akhir ini hanya menyatakan bahwa apabila baik, maka akan diserahkan
kepada distributor, sedangkan bila buruk akan disingkirkan. Penilaian
seperti ini tidak menyelesaikan masalah, karena yang buruk akan selalu
ada. Maka dari itu, sebaiknya dilakukan pencegahan dari awal sehingga
output-nya dijamin bagus serta hemat biaya dan waktu. Dalam hal ini
dikenal the law of tens. Maksudnya, bila kita menemukan suatu kesalahan
di awal proses, biayanya cuma satu rupiah. Akan tetapi, bila ditemukan di
proses kedua, maka biayanya menjadi 10 rupiah. Atas dasar itulah sistem
kualitas menurut Corsby merupakan pencegahan.
c) Kerusakan Nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus
digunakan
Konsep yang berlaku di masa lalu, yaitu konsep mendekati (close enough
concept), misalnya efisiensi mesin mendekati 95 persen. Namun, coba
dihitung berapa besarnya inefisiensi 5 persen bila dikalikan dengan
penjualan. Bila diukur dalam rupiah, maka baru disadari besar sekali

8
nilainya. Orang sering terjebak dengan nilai persentase, sehingga Crosby
mengajukan konsep kerusakan nol, yang menurutnya dapat tercapai bila
perusahaan melakukan sesuatu dengan benar sejak pertama proses dan
setiap proses.

3. Penilaian Kinerja Perawat


Penilaian kinerja disebut juga sebagai performance appraisal, performance
evaluation, development review, performance review and development. Penilaian
kinerja merupakan kegiatan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, penilaian kinerja harus
berpedoman pada ukuran–ukuran yang telah disepakati bersama dalam standar kerja
(Usman,2011)
Penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai
dengan standar praktik professional dan peraturan yang berlaku. Penilaian kinerja
perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya standar praktek
keperawatan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh
manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses
penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku
pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume
yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk
mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing perencanaan karier serta
memberi penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam,2008).
Menurut Nursalam (2008) manfaat dari penilaian kerja yaitu:
a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok dengan
memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri
dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan di rumah sakit.
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan
mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan
hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka
tentang prestasinya.

9
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan
pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga
yang cakap dan trampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa
depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan
meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.
f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur
komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan
bawahan.
Nursalam, (2008) standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif
mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk menilai pelayanan keperawatan
yang telah diberikan pada pasien. Tujuan standar keperawatan adalah meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan melindungi
perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari
tindakan yang tidak terapeutik. Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan
kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktek keperawatan telah
di jabarkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesi) (2000) yang mengacu
dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa
keperawatan; (3) Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi.
a. Standar Satu: Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria
pengkajian keperawatan, meliputi:
1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan
fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan,
rekam medis, dan catatan lain.
3) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
a) Status kesehatan klien masa lalu

10
b) Status kesehatan klien saat ini
c) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
4) Respon terhadap terapi
5) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
6) Resiko-resiko tinggi masalah
b. Standar Dua: Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa
keperawatan. Adapun kriteria proses:
1) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah
klien, dan perumusan diagnosa keperawatan.
2) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan tanda atau
gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).
3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosa keperawatan.
4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.
c. Standar Tiga: Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya, meliputi:
1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana
tindakan keperawatan.
2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
4) Mendokumentasi rencana keperawatan.
d. Standar Empat: Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi:
1) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

11
4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang
digunakan.
5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon klien.
e. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan
dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun
kriteria prosesnya:
1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif,
tepat waktu dan terus menerus.
2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut perkembangan ke
arah pencapaian tujuan.
3) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.
4) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
5) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

B. Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (Evidence Based Practice)


1. Konsep POA (Plan Of Action)
Perencanaan adalah menetapkan hal-hal yang akan datang dan tidak akan
dilakukan pada menit, jam atau waktu yang akan datang. Perencanaan merupakan
jembatan antara dimana kita sekarang dengan dimana kita saat yang akan datang.
Perencanaan merupakan proses intelektual yang didasarkan pada fakta dan informasi,
bukan emosi dan harapan (Douglas, 1992; Gillies, 1994).
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk
mengatasi masalah kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan kegiatan
perlu dilakukan setelah suatu organisasi melakukan analisis situasi, menetapkan
prioritas masalah, merumuskan masalah, mencari penyebab masalah dengan salah
satunya memakai metode fishbone, baru setelah itu melakukan plan of action.

12
Planning of Action (POA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran kegiatan. Rencana
kegiatan dapat memiliki beberapa bentuk, antara lain:
a. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek,
b. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif pemecahan
masalah
c. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber daya
yang spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya.

Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang


dipertimbangkan sebelum menyusun Plan of Action (POA), yaitu dengan
memperhatikan kemampuan sumber daya organisasi atau komponen masukan (input),
seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme, Teknologi atau cara, dan Sumber
Daya Manusia (SDM).
a. Tujuan planning of action
1) Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan
2) Menguji dan membuktikan bahwa:
a) Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadualkan
b) Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran
c) Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh
d) Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat diperoleh
e) Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan
3) Berperan sebagai media komunikasi
a) Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi
memiliki peran yang berbeda dalam pencapaian
b) Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian sasaran.

13
b. Kriteria Planning of Action (POA) yang Baik
Dalam penerapannya, Plan of Acton (POA) harus baik dan efektif agar
kegiatan program yang direncanakan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan.
Berikut ini beberapa kriteria Plan of Acton (POA) dikatakan baik, antara lain:
1) Spesific (Spesifik)
Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan keadaan yang
ingin dirubah. Rencana kegiatan perlu penjelasan secara pasti berapa Sumber
Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan, siapa saja mereka, bagaimana dan
kapan mengkomunikasikannya.
2) Measurable (Terukur)
Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang sesungguhnya
telah dicapai.
3) Attainable/achievable (dapat dicapai)
Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk akal.
Ini berarti bahwa rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus
membutuhkan anggaran yang besar. Selain itu teknik dan metode yang
digunakan juga harus yang sesuai untuk bisa dilakukan.
4) Relevant (sesuai)
Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu organisasi
atau di suatu wilayah yang ingin di intervensi. Harus sesuai dengan pegawai
atau masyarakat di wilayah tersebut.
5) Timely (sesuai waktu)
Rencana kegiatan harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan sekarang
atau sesuatu yang segera dibutuhkan. Jadi waktu yang sesuai sangat
diperlukan dalam rencana kegiatan agar kegiatan dapat berjalan efektif.
c. Langkah Planning of Action (POA)
1) Mengidentifikasi masalah dengan pernyataan masalah (Diagram 6 kata: What,
Who, When, Where, Why, How), sebagai berikut:
a) Masalah apa yang terjadi?
b) Dimana masalah tersebut terjadi?
c) Kapan masalah tersebut terjadi?

14
d) Siapa yang mengalami masalah tersebut?
e) Mengapa msalah tersebut terjadi?
f) Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?
2) Setelah masalah diidentifikasi, tentukan solusi apa yang bisa dilakukan.
3) Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK).
Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun Plan of Action atau Rencana Usulan Kegiatan
(RUK), antara lain:
a) Pembahasan Ulang Masalah
Setelah menentukan masalah dan melakukan analisis penyebab masalah,
dapat dilihat keadaan atau situasi yang ada saat ini dan mencoba
menggambarkan keadaan tersebut nantinya sesuai dengan yang
diharapkan.
b) Perumusan Tujuan Umum
Dengan melihat situasi yang ada saat ini dengan gambaran situasi yang
diharapkan nantinya dan juga atas dasar tujan umum pembangunan
kesehatan, maka dapat dirumuskan tujuan umum program atau kegiatan
yang akan dilaksanakan.
Tujuan umum adalah suatu pernyataan yang bersifat umum dan luas yang
menggambarkan hasil akhir (outcome atau dampak) yang diharapkan.
c) Perumusan Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pernyataan yang bersifat spesifik, dapat diukur
(kuantitatif) dengan batas waktu pencapaian untuk mencapai tujuan
umum. Bentuk pernyataan dalam tujuan khusus sifatnya positif,
merupakan keadaan yang diinginkan. Penentuan indikator tujuan khusus
program dapat menggunakan kriteria SMARTS (Smart, Measurable,
Attainable, Realistic, Time-bound, Sustainable)
d) Penentuan Kriteria Keberhasilan
Penentuan kriteria keberhasilan atau biasa disebut indikator keberhasilan
dari suatu rencana kegiatan, perlu dilakukan agar organisasi tahu seberapa
jauh program atau kegiatan yang direncanakan tersebut berhasil atau

15
tercapai. Menentukan kriteria atau indikator keberhasilan disesuaikan
dengan tujuan khusus yang telah ditentukan.
Pada program kegiatan yang diusulkan harus mengandung unsur 5W+1H,
yaitu:
(1) Who : Siapa yang harus bertanggung jawab untuk melaksanakan
rencana kegiatan?
(2) What : Pelayanan atau spesifik kegiatan yang akan dilaksanakan
(3) How Much : Berapa banyak jumlah pelayanan atau kegiatan yang
spesifik?
(4) Whom : Siapa target sasaran atau populasi apa yang terkena program?
(5) Where : Dimana lokasi atau daerah dimana aktivitas atau program
dilaksanakan?
(6) When : Kapan waktu pelaksanaan kegiatan atau program?

Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dalam bentuk matriks (Gantt


Chart) yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, target, waktu, besaran
kegiatan (volume), dan hasil yang diharapkan. 

4) Langkah keempat, Bersama-sama dengan pihak yang berkepentingan menguji


dan melakukan validasi rencana kegiatan untuk mendapatkan kesepakatan dan
dukungan (Yuan,2016).

16
2. Konsep Evidence Based Practice
Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik
yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam
merawat individu pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu
berdasar bukti empiris, sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi.
a. Model Evidence Based Practice
1) Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian
diperbaiki tahun 1994 dan revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5
tahapan dalam menerapkan Evidence Base Practice Nursing.
a) Tahap persiapan.
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul,
kemudian menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang
kuat.
b) Tahap validasi.
Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik
bukti empiris, non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi
level setiap bukti menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa
berhenti di sini apabila tidak ada bukti atau bukti yang ada tidak
mendukung.
c) Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan.
Pada tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan pengambilan bukti
yang bisa dipakai. Pada tahap ini bisa muncul keputusan untuk melakukan
penelitian sendiri apabila bukti yang ada tidak bisa dipakai.
d) Tahap translasi atau aplikasi.
Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan penelitian
(individu, kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian,
menentukan strategi untuk melakukan diseminasi formal dan memulai
melakukan pilot projek.

17
e) Tahap evaluasi.
Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri
atas evaluasi formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi
biaya.
2) Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger
bisa berupa knowledge focus atau problem focus. Jika masalah yang ada
menjadi prioritas organisasi, maka baru dibentuklah tim. Tim terdiri atas
dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik dan paham dalam
penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang
ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba
dan hasilnya harus dievaluasi dan didiseminasikan.
3) Model konseptual Rosswurm & Larrabee
Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change
yang terdiri dari 6 langkah yaitu :
Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis
Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik
Tahap 3 : kritikal analisis evidence
Tahap 4 : design perubahan dalam praktek
Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perunbahan
Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek
Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke
lahan paktek harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan
dan kereliabilitasan metode yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur
yang standar.

b. Pentingnya Evidence Based Practice


Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :
1) Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
2) Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
3) Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan

18
4) Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
5) Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian
terbaru
6) Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk
meningkatkan kualitas perawatan pada pasien.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu
pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak
lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus Pelayanan Kesehatan
Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga
stakeholders memperoleh kepuasan. (Suryadi,2009).
Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (Evidence Based Practice)
1. Konsep POA (Plan Of Action)
Planning of Action (POA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran kegiatan.
2. Konsep Evidence Based Practice
Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang
jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat
individu pasien

B. Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini akan dapat menambah pengetahuan
pembaca dan dengan makalah ini pembaca dapat lebih memahami tentang konsep
keluarga. Penulis juga mengharapkan kritikan dan sarannya untuk hasil yang lebih baik
lagi di kemudian hari.

20
DAFTAR PUSTAKA
Ayun, Q., 2014. Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu dan Audit Keperawatan.
SlideShare, p.24.
Nasution, M., 2004. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), Jakarta: Ghalia
Indonesia..
Suryadi, T., 2009. Pengertian dan Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Scribd..
Tjiptono, F. & Anastasia, D., 2003. Total Quality Management Edisi Kedu., Yogyakarta: Andi
Offset. Utami, P., 2012. Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Kepala
Ruang Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Di
Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang. UNIMUS. Available at:
Yuan, H., 2016. Planning Of Action (POA) & Implementasi Manajemen Keperawatan. Scribd.

21

Anda mungkin juga menyukai