Anda di halaman 1dari 60

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PATOLOGI DARI SISTEM


PENCERNAAN DAN METABOLI ENDOKRIN: KKP, STUNTING, THYPOID
DAN DM JUVENILE.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.

Dosen Pembimbing:

Asmarawati S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 7

1. Dudi Rianto 32722001D20025


2. Hilda Yasri 32722001D20039
3. M. Rendra Maulana 32722001D20049
4. Neng Reista Djeniary 32722001D20067
5. Restu Amanda Delianna 32722001D20079

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

TAHUN 2020/2021.
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
innayah kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan
Nutrisi Patologi dari Sistem Pencernaan dan Metaboli Endokrin: KKP, Stunting, Thypoid
dan Dm Juvenile” dalam memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang diampu
oleh Ibu Asmarawati S.Kep.,Ners.,M.Kep. Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan
teman - teman sekelompok. Oleh karena itu kami sampaikan terima kasih atas waktu,
tenaga dan pikirannya yang telah diberikan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, maka dari itu kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk kelompok kami khususnya, dan umumnya bagi pembaca.

Sukabumi, 13 Oktober 2021

Penulis.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii

BAB I ..................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang............................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 1

C. Tujuan .......................................................................................................................... 2

BAB II .................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN .................................................................................................................... 3

1. Pengkajian .................................................................................................................. 3

1.1 Anamneses pada anak Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi .......................... 3

1.2 Pemeriksaan Fisik terhadap status Nutrisi ........................................................... 4

1.3 Persiapan Pasien Anak Untuk Pemeriksaan Diagnostic dan Laboratorium ......... 6

2. Masalah Keperawatan anak pada gangguan kebutuhan Nutrisi ......................... 7

2.1 KKP ...................................................................................................................... 7

2.2 Stunting .............................................................................................................. 17

4.3 Thypoid .............................................................................................................. 27

4.4 Diabetes Juvenile................................................................................................ 43

BAB III ................................................................................................................................ 54

PENUTUP ........................................................................................................................... 54

A. Simpulan .................................................................................................................... 54

B. Saran .......................................................................................................................... 54

iii
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 55

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan sadar manusia yang
sangat penting. Dilihat dari segi kegunaannya, nutrisi merupakan sumber energy untuk
segala aktivitas dalam system tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh berasal dari dalam
tubuh sendiri seperti glikogen yang terdapat dalam otot dan hati ataupun protein dan
lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari luar tubuh seperti yang sehari
hari dimakan oleh manusia. Nutrisi sangat penting bagi manusia karena nutrisi
merupakan kebutuhan fital bagi semua makhluk hidup, mengkonsumsi nutrient (zat
gizi) yang buruk bagi tubuh tiga kali sehari selama puluhan tahun kan menjadi racun
yang menyebabkan penyakit dikemudian hari.

Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi ada sistemm yang berperan di dalamnya


yaitu system pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ asessoris,
saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai usu halus bagian distal. Sedangkan organ
asesoris terdiri dari hati, kantong empedu dan pancreas. Nutrisi sangat bermanfaat bagi
tubuh kita karena apabila tidak ada nutrisi maka gizi dalam tubuh kita. Sehingga bisa
menyebabkan penyakit atau terkena gizi buruk oleh karena itu kita harus
memperbanyak nutrisi. Begitu pentingnya nutrisi bagi tubuh sehingga setiap manusia
tidak boleh kekurangan nutrisi. Namun, pada kenyataannya masih banyak yang
kekurangan nutrisi sehingga berdampak pada organ-organ di dalam tubuh. Maka dari
itu penulis akan menjelakan beberapa gangguan karena kurangnya nutrisi serta
bagaimana perawatannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang dilakukan pada saat pengkajian nutrisi?
2. Apa saja yang dilakukan pada saat pemeriksaan fisik?

1
3. Apa saja persiapan anak untuk pemeriksaan diagnosik dan laboratorium?
4. Apa defenisi, etiologi, manifestasi klinik, gejala, patofisiologi dan konsep asuhan
keperawatan pada penyakit KKP?
5. Apa defenisi, etiologi, klasifikasi,manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan
penumpang, penatalaksanaan medis dan manajemen asuhan keperawatan pada
penyakit Stunting?
6. Apa defenisi, etiologi, tanda dan gejala, manifestasi dan konsep asuhan keperawatan
dari penyakit thyroid?
7. Definisi, etiologi, patofisologi, konsep asuhan keperawatan dari penyakit DM
Juvenile?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami pengertian dari nutrisi dan cara pengkajian nutrisi.
2. Mahasiswa dapat memahami apa saja persiapa anak untuk pemeriksaan diagnostic
dan laboratorium.
3. Mahasiswa dapat memahami defenisi, etiologi, manifestasi klinik, gejala,
patofisiologi dan konsep asuhan keperawatan pada penyakit KKP.
4. Mahasiswa dapat memahami defenisi, etiologi, klasifikasi,manifestasi klinik,
komplikasi, pemeriksaan penumpang, penatalaksanaan medis dan manajemen
asuhan keperawatan pada penyakit Stunting.
5. Mahasiswa dapat memahami defenisi, etiologi, tanda dan gejala, manifestasi dan
konsep asuhan keperawatan dari penyakit thyroid.
6. Mahasiswa dapat memahami Definisi, etiologi, patofisologi, konsep asuhan
keperawatan dari penyakit DM Juvenile.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengkajian
1.1 Anamneses pada anak Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Pengkajian nutrisi merupakan bagian penting dari penilaian kesehatan
lengkap. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi status nutrisi anak-status
keseimbangan antara masukan nutrien pada penggunaan atau kebutuhan nutrien.
Pengkajian nutrisi yang menyeluruh mancakup informasi tentang masukan diet,
pengkajian klinis terhadap status diet, pengkajian klinis terhadap status nutrisi, dan
status biokimia. Pengkajian nutrisi merupakan langkah awal yang penting dalam
asuhan keperawatan dan pelayanan kesehatan preventif. Pengkajian nutrisi
membantu dalam mengidentifikasi kebiasaaan makan, kesalahpahaman, dan gejala-
gejala yang dapat memberi petunjuk adanya masalah nutrisi. Pada pengkajian
nutrisi ada beberapa hal yang perlu di perhatiakan adalah sebagai berikut :
a. Pengukuran Berat Badan
Pengukuran berat badan dipetakan pada grafik pertumbuhan. Berat
badan normal tetap dalam persentil yang sama dari pengukuran ke pengukuran
selanjutnya. Peningkatan atau penurunan berat badan yang tiba-tiba harus
diperhatikan.
b. Pengukuran tinggi badan
Pengukuran tinggi badan anak dapat digambarkan pada suatu kurva atau
grafik sehingga dapat terlihat pola perkembangannya.
c. Riwayat makanan
Meliputi informasi atau keterangan tentang pola makanan, tipe makanan
yang dihindari ataupun diabaikan, makan yang lebih disukai yang dapat
digunakan untuk membantu merencanakan jenis makan untuk sekarang, dan
rencana makanan untuk masa selanjutnya.
d. Kemampuan makan

3
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam hal kemampuan makan, antara lain
kemampuan mengunyah, menelan, dan makan sendiri tanpa bantuan orang lain.
e. Pengetahuan tentang nutrisi
Aspek lain yang sangat penting dalam pengkajian nutrisi adalah
penentuan tingkat pengetahuan pasien mengenai kebutuhan nutrisi.
f. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah pemeriksaan albumin serum, hb, glukosa,
elektrolit, dan lain-lain.

1.2 Pemeriksaan Fisik terhadap status Nutrisi


Penilaian status gizi secara klinis merupakan metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini
dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata,
rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan
tubuh seperti kelenjar tiroid (Gabr, 2001). Penggunaan metode ini umumnya
digunakan untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini
dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan
salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat
status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan
gejala (symptom) atau riwayat penyakit. Penilaian status gizi langsung metode klinis
meliputi dua cara, yaitu :

A. Riwayat medis atau riwayat kesehatan


Merupakan catatan mengenai perkembangan penyakit dalam riwayat medis kita
mencatat semua kejadian yang berhubungan dengan gejala yang timbul pada
penderita beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Catatan riwayat medis
haruslah meliputi :
a. Identitas penderita secara lengkap.
b. Riwayat kesehatan saat ini.

4
c. Riwayat kesehatan masa lalu yang berkaitan dengan penyakit saat ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga yang berkaitan.
e. Data lingkungan fisik dan sosial budaya yang berhubungan dengan gizi.
f. Data-data tambahan yang diperlukan misalnya adalah riwayat alergi
terhadap makanan, jenis diet dan pengobatan yang sedang atau pernah
dijalani pasien, dll.
B. Pemeriksaan fisik
Yaitu melakukan pemeriksaan fisik dari kepala sampai ujung kaki untuk melihat
tanda-tanda dan gejala adanya masalah gizi (Ariawan, 1998). Pemeriksaan fisik
dapat dilakukan melalui teknik :
a. Inspeksi atau periksa pandang
Inspeksi adalah proses pengamatan dengan menggunakan mata (periksa
pandang) inspeksi dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang
berhubungan dengan status fisik. Inspeksi dilakukan secara terperinci dan
terfokus pada ukuran, bentuk, posisi, kelainan anatomis organ, warna,
tekstur, penampilan, pergerakan dan kesimetrisan. Mulailah melakukan
inspeksi saat bertemu dengan klien, amati dari hal – hal umum kemudian ke
hal – hal khusus.
b. Palpasi atau periksa raba
Perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau
tangan. Digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran,
pergerakan, bentuk, konsistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan
dari jaringan/organ tubuh.merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi,
disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
c. Perkusi atau periksa ketuk
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh
tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan)
dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk
mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan.
d. Auskultasi atau pemeriksaan menggunakan stetoskop

5
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut
dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara
nafas, dan bising usus.

1.3 Persiapan Pasien Anak Untuk Pemeriksaan Diagnostic dan Laboratorium


A. Laboratorium
Suatu tindakan dan prosedur tindakan pemeriksaan khusus dengan pengambilan
bahan atau sepal dari penderita dapat berupa, air kecing, dahak (spartum), darah.
Tujuan beberapa tujuan dari pemeriksaan laboratorium:
a. Mendeteksi penyakit.
b. Menentukan risiko.
c. Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis.
d. Komfirmasi pasti diagnosis.
e. Menemukan kemungkinan diagnostic yang dapat menyamarkan gejala klinis
B. Pra Instrumentasi
Yang termasuk dalam tahapan ppara instrumentasi meliputi:
a. Pemahaman Instruksi dan Pengisian Formulir Laboratorium
Pada tahap ini perlu diperhatikan bener, apa yang diperintahkan oleh dokter
dan dipindahkan ke dalam formulir
b. Persiapan Penderita
a) Puasa.
b) Obat.
c) Waktu pengabilan.
d) Posisi pengambilan.
c. Persiapan Alat yang Akan Dipakai
a) Persiapan alat.
b) Pengambilan darah.
c) Penampungan urine.
d) Penampungan khusus.

6
d. Cara Pengambilan Sample
Penanganan awal sample (termasuk pengawetan) dan transportasi
C. Diagnostic
Penilaian tentang respon individu, keluarga dan komunikasi terhadap suatu
masalah kesehatan dan proses kehidupan actual maupun potensial.
Tujuan pemeriksaan diagnostic:
a. Uji diagnostic untuk mendektesi penyakit.
b. Uji diagnostic untuk memperkuat kondisi sebenarnya.
c. Uji diagnostic untuk menyingkirkan dugaan adanya penyakit.

Jenis pemeriksaan diagnostic

a. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG).


b. Rontgen.
c. PAP SMEAR (Papanicolaou Smear).
d. Mammografi.
e. Endoskopi.
f. Kolonoskopi.
g. CT. Scaning.
h. EEG.
i. EKG.

2. Masalah Keperawatan anak pada gangguan kebutuhan Nutrisi


2.1 KKP
a. Definisi KKP
Calori Protien Malnutrition atau CPM adalah suatu penyakit difisiensi
gizi dari keadaan ringan sampai berat, disebut juga Protien Energi Malnutrisi
(PEM). Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak yang
kurang mendapat masukan makanan yang cukup bergizi, atau asupan kalori dan
protein kurang dalam waktu yang cukup lama (Ngastiyah, 1997). Kurang kalori
protein (KKP) adalah suatu penyakit gangguan gizi yang dikarenakan adanya

7
defisiensi kalori dan protein dengan tekanan yang bervariasi pada defisiensi
protein maupun energi (Sediatoema, 1999).
Kekurangan kalori protein diklasifikasi menjadi dua berdasarkan berat
tidaknya yaitu KKP ringan atau sedang disebut juga sebagai gizi kurang
(undernutrition) ditandai oleh adanya hambatan pertumbuhan dan KKP yang
meliputi kwasiorkor, marasmus dan kwashiorkor marasmus. Malnutrisi kalori
protein adalah tidak adekuatnya intake protein dan kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001). Kurang energi protein adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari – hari sehingga tidak memenuhi angka kebutuhan gizi (AKG)
(Arief Mansjoer, 2000).
b. Etiologi
Kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup
serta kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-
anak terganggu, karena kelainan metabolik, atau malformasi congenital. Pada
bayi dapat terjadi karena tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare (Nelson, 2000). Secara umum, masalah
KKP disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling dominan adalah tanggung
jawab negara terhadap rakyatnya karena bagaimana pun KKP tidak akan terjadi
bila kesejahteraan rakyat terpenuhi. Berikut beberapa faktor penyebabnya
menurut (Nelson, 2000) :
 Faktor social
Yang dimaksud faktor sosial adalah rendahnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya makana bergizi bagi pertumbuhan anak, sehingga banyak
balita tidak mendapatkan makanan yang bergizi seimbang hanya diberi
makan seadanya atau asal kenyang. Selain itu, hidup di negara dengan
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sosial dan politik tidak stabil,
ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan
berlangsung turun-temurun dapat menjad hal yang menyebabkan terjadinya
kwashiorkor (Nelson, 2000).

8
 Kemiskinan
Kemiskinan sering dituding sebagai biang keladi munculnya
penyakit ini di negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan
masyarakat menyababkan kebutuhan paling mendasar, yaitu pangan pun
sering kali tidak biasa terpenuhi apalagi tidak dapat mencukupi kebutuhan
proteinnya (Nelson, 2000).
 Laju pertumbuhan penduduk
Yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersedian bahan
pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun menjadi penyebab
munculnya penyakit KKP (Nelson, 2000).
 Infeksi
Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi
dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh.
Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh
yang pada gilirannya akan mempermudah masuknya beragam penyakit.
Tindakan pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor
penyebabnya dapat dihindari. Misalnya, ketersediaan pangan yang
tercukupi, daya beli masyarakat untuk dapat membeli bahan pangan, dan
pentingnya sosialisasi makanan bergizi bagi balita serta faktor infeksi dan
penyakit lain (Nelson, 2000).
 Pola Makan
Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori
yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein atau asam amino
yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein
dari Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan ibunya. Namun, bayi yang tidak
memperoleh ASI protein dari suber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu, dan
lain-lain) sangatlah dibutuhkan.Kurangnya pengetahuan ibu mengenai
keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya

9
kwashiorkor terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI
(Nelson, 2000).
 Tingkat pendidikan
Orang tua khususnya ibu mempengaruhi pola pengasuhan balita.
Para ibu kurang mengerti makanan apa saja yang seharusnya menjadi asupan
untuk anak-anak mereka (Nelson, 2000).
 Kurangnya pelayanan kesehatan, terutama imunisasi
Imunisasi yang merupakan bagian dari system imun mempengaruhi
tingkat kesehatan bayi dan anak-anak (Nelson, 2000).
c. Manifestasi Klinis (Nelson, 2000)
 KKP Ringan:
 Pertumbuhan linear terganggu.
 Peningkatan berat badan berkurang, terhenti, bahkan turun.
 Ukuran lingkar lengan atas menurun.
 Maturasi tulang terlambat.
 Ratio berat terhadap tinggi normal atau cenderung menurun.
 Anemia ringan atau pucat.
 Aktifitas berkurang.
 Kelainan kulit (kering, kusam).
 Rambut kemerahan.
 KKP Berat:
 Gangguan pertumbuhan.
 Mudah sakit.
 Kurang cerdas.
 Jika berkelanjutan menimbulkan kematian.
d. Gejala dari KKP menurut (Nelson, 2000) adalah:
 Badan kurus kering tampak seperti orang tua.
 Abdomen dapat kembung dan datar, berat badan menurun.
 Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni.
 Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat.

10
 Kulit keriput (turgor kulit jelek).
 Ubun-ubun cekung pada bayi
e. Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan
kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan
kekuranganmakanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup
dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh
untukmempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat
dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya
kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jamsudah dapat terjadi kekurangan (Nelson, 2000).
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan
ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira - kira
kehilangan separuh dari tubuh (Nelson, 2000).

11
f. Pathway (Carpenito, 2000 dan Dongoes, 1999)

Sosial ekonomi yang


berkurang.

Tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-


hari (makanan yang bergizi).

Cadangan karbohidrat dan lemak dipecah


untuk memenuhi kebutuhan tubuh

Lemas dan cengeng.

Cadangan metabolisme menurun

Nutrisi semakin Resiko tinggi Mual, muntah, diare


buruk. infeksi saluran cerna berkepanjangan.

BB menurun. Kekurangan
volume cairan.

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh.

12
g. Pengkajian
a) Identitas klien.
b) Riwayat kesehatan.
a) Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya pada klien tidak terlihat gejala KKP tetapi klien sering
mengalami penyakit infeksi seperti diare, ISPA, dan klien jarang dibawa
ke posyandu dan puskesmas.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien tampak lemah dan lesu dengan kondisi tubuh yang sangat
kurus tinggal tulang terbungkus kulit wajah klien tampak seperti orang
tua dengan kulit keriput, ubun-ubun cekung, tulang pipi dan dagu
menonjol, mata klien tampak besar dan perut klien tampak membuncit
serta denganb atropi otot.selain itu klien juga mengalami diare, muntah,
nafsu makan menurun serta klien cengeng dan rewel, berat badan klien
menurun (kurang dari 60% berat badan ideal)
c) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama
dengan klien serta penyakit menular lain seperti TB dan hepatitis
c) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan Antropometri
BB tidak sesuai dengan pertumbuhan umur lingkar lengan atas sangat
kurang sekali karena sering atropi otot-otot dan menipisnya jaringan
lemak subkutis. Kekebalan lipatan kulit sangat kurang karena
menipisnya jaringa lemak.
b) Rambut dan Kepala
Rambut kepala Biasanya jarang dan halus serta berwarna kemerahan
dan rontok
c) Mata
Cekung, melotot dan besar, pandangan sayu dan air mata tidak ada,
konjungtiva anemis.

13
d) Mulut
Lidah kotor, nafas bau, bibir kering.
e) Pipi
Cekung dan kering ,wajah seperti orang tua dan pandangan sayu.
f) Thorak
Simetris, nafas dalam dan cepat.
g) Perut
Kelihatan mengalami distensi atau tetap datar kadang-kadang disertai
asites adanya pembesaran hati.
h) Genetalia
Tidak ada kelainan
i) Ekstermitas
Biasanyan terjadi edema pada kedua tangan dan kaki.
d) Pemerikasaan Labor
a) Anemia ringan, Hb menurun.
b) Albumin menurun.
c) Limfosit total menurun.
d) Kreatinin menurun.
e) Globulin meningkat.
e) Pemeriksaan feses
a) Konsistensi : cair 3x sehari.
b) Warna : hijau tua.
c) Jumlah : sedikit
d) Disertai : lendir
f) Sosial ekonomi
Klien berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah.
g) Psikologis
Klien tampak gelisah dan rewel, keluarga klien tampak cemas.
h. Diagnosa Keperawatan

14
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
intake makanan.
2) Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif.
i. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan.
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh b.d diharapkan nutrisi klien terpenuhi untuk menentukan jumlah
penurunan intake dengan kriteria hasil : kalori dan nutrisi yang
makanan. 1. Adanya peningkatan BB dibutuhkan pasien.
sesuai tujuan. 3. Anjurkan pasien untuk
2. BB ideal sesuai dengan tinggi meningkatkan protein dan
badan. vitamin C.
3. Mampu mengidentifikasi 4. Monitor jumlah nutrisi dan
kebutuhan nutrisi. kandungan kalori.
4. Tidak ada tanda gejala 5. Monitor adanya penurunan
malnutrisi. BB.
5. Tidak ada penurunan berat 6. Monitor turgor kulit.
badan yang berarti. 7. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
8. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
2. Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan catatan intake
cairan b.d kehilangan keperawatan selama 3 x 24 jam dan output yang akurat.
cairan aktif. diharapkan cairan klien dalam 2. Monitor vital sign.
batas normal dengan kriteria hasil:

15
1. Mempertahankan urine output 3. Monitor masukan makanan
sesuai dengan usia dan BB, Bj atau cairan dan hitung intake
urine normal, HT normal. kalori harian.
2. Tekanan darah, nadi, suhu 4. Monitor status nutrisi.
dalam batas normal. 5. Kolaborasi dengan dokter.
3. Tidak ada tanda dehidrasi, 6. Monitor tingkat Hb dan
elastisitas turgor kulit baik, hematokrit.
membran mukosa lembab, 7. Monitor BB.
tidak ada rasa haus yang
berlebihan.

j. Intervensi dan Evaluasi


Hari, Diagnosa Implementasi sesuai NIC Evaluasi Nama
Tanggal, Keperawatan &
Jam. Paraf
Rabu, Ketidakseimbangan 1. Kaji adanya alergi 1. Tidak ada penurunan
13 nutrisi kurang dari makanan. berat badan.
Oktober kebutuhan tubuh 2. Kolaborasi dengan ahli 2. Masukan kalori,
2021 b.d penurunan gizi untuk menentukan protein adekuat
pukul intake makanan. jumlah kalori dan nutrisi ditandai dengan
08.00 yang dibutuhkan pasien. peningkatan berat
WIB. 3. Anjurkan pasien untuk badan dan nafsu makan
meningkatkan protein dan meningkat.
vitamin C. 3. Sebagian masalah
4. Monitor jumlah nutrisi sudah teratasi.
dan kandungan kalori. 4. Intervensi dihentikan.

16
5. Monitor adanya
penurunan BB.
6. Monitor turgor kulit.
7. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
8. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
Rabu, Kekurangan 1. Pertahankan catatan intake 1. Tidak ada penurunan
13 volume cairan b.d dan output yang akurat. berat badan.
Oktober kehilangan cairan 2. Monitor vital sign. 2. Suhu tubuh turun.
2021 aktif. 3. Monitor masukan 3. Pertumbuhan tidak
pukul makanan atau cairan dan terhambat, tidak ada
08.00 hitung intake kalori perubahan pigmen pada
WIB. harian. rambut atau kulit.
4. Monitor status nutrisi. 4. Anak ceria, tidak apatis
5. Kolaborasi dengan dokter. dan tidak cengeng.
6. Monitor tingkat Hb dan 5. Masalah tertasi.
hematokrit. 6. Intervensi dihentikan.
7. Monitor BB.

2.2 Stunting
a. Definisi
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan
gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir,
kondisi stunting baru terlihat setelah bayi berusia 2 tahun. Stunting menurut
Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2010 adalah status gizi yang didasarkan

17
pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut
umur (TB/U) dalam standar penilaian status gizi anak, dengan hasil pengukuran
yang berada pada nilai standar atau z-score< -2 SD sampai dengan -3 SD untuk
pendek (stunted) dan < -3 SD untuk sangat pendek (severely stunted).
b. Etiologi
Faktor keluarga menjadi faktor penyebab dari stunting, dapat
dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi, kehamilan dan laktasi.
Selain itu, perawakan ibu yang pendek, infeksi, kesehatan jiwa, kehamilan
muda, persalinan prematur, hipertensi, lingkungan rumah, ketidak nyamanan
pangan, serta rendahnya edukasi pengasuh juga dapat memengaruhi.
1) Infeksi
Contoh infeksi seperti gastreoenteritis, enteropati, dan penyakit lain
yang disebabkan oleh infeksi dapat mengakibatkan anoreksia atau
menurunnya nafsu makan.
2) Kelainan Endokrin
Stunting dapat diakibatkan oleh kelainan endokrin dan non endokrin,
kelainan endokrin dalam faktor penyebab stunting berhubungan dengan
defisiensi GH, IGF-1, hipotiroidisme, diabetes melitus. Penyebab terbanyak
ialah kelainan non endokrin yaitu penyakit infeksi kronis, gangguan nutrisi,
penyakit jantung bawaan, gastrointestinal, dan faktor sosial ekonomi.
Batubara (2010) menyebutkan bahwa terdapat beberapa penyebab
perawakan pendek diantaranya dapat berupa variasi normal, penyakit
endokrin, displasia skeletal, sindrom tertentu, penyakit kronis dan
malnutrisi.
3) Asupan Nutrisi Yang Tidak Adekuat
Kualitas makanan yang tidak bergizi sangat mempengaruhi dan
menjadi penyebab dari stunting, praktik pemberian asupan makanan yang
tidak memadai meliputi pemberian makanan yang jarang, konsistensi
makanan yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi.
Analisis terbaru menunjukkan bahwa rumah tangga yang menerapkan

18
program diet yang beragam, termasuk diet yang diperkaya oleh nutrisi yang
lengkap akan meningkatkan asupan nutrisi atau gizi dan dapat mengurangi
stunting.
4) Problem Dalam Pemberian ASI
Tidak memberikan ASI eksklusif dan pengentian dini konsumsi ASI
menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting, karena ASI merupakan
nutrisi utama pada bayi. Disarankan pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal, setelah 6
bulan baru lah bayi mendapat makanan pendamping yang adekuat
sedangkan ASI dilanjutkan hingga usia 24 bulan. Menyusui yang
berkelanjutan selama 2 tahun dapat memberikan kontribusi signifikan
terhadap asupan nutrisi yang penting.
c. Klasifikasi
Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan
cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi.16 Beberapa indeks antropometri
yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang
dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score).
Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat
badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan
standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih
pendek dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar
Z score dari WHO. Normal, pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek)
dan severely stunted (sangat pendek).
d. Manifestasi Klinis

19
1) Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal,atau BBLR (berat badan
pada keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya tumbuh kelenjarnya
tidak sempurna.
2) Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun.
3) Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4cm/ tahun kemungkinan ada
kelainan hormonal.
4) Umur tulang (bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.
5) Pertumbuhan tanda tanda pubertas terlambat.
e. Komplikasi
1) Gampang sakit.
2) Kemampuan otak berkurang.
3) Pertumbuhan ekonomi terhambat.
4) Masalah keturunan.
f. Patofisiologi
Pemeriksaan antropometri stunting Antropometri berasal dari kata
“anthropos” (tubuh) dan “metros” (ukuran) sehingga antropometri secara
umum artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka
antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi.
Dimensi tubuh yang diukur, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di
bawah kulit. Perubahan dimensi tubuh dapat menggambarkan keadaan
kesehatan dan kesejahteraan secara umum individu maupun populasi. Dimensi
tubuh yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu umur dan tinggi badan, guna
memperoleh indeks antropometri tinggi badan berdasar umur (TB/U).
1) Umur
Umur adalah suatu angka yang mewakili lamanya kehidupan
seseorang. Usia di hitung saat pengumpulan data, berdasarkan tanggal
kelahiran. Apabila lebih hingga 14 hari maka dibulatkan ke bawah,

20
sebaliknya jika lebih 15 hari maka dibulatkan ke atas. Informasi terkait umur
didapatkan melalui pengisian kuesioner.
2) Tinggi Badan
Tinggi atau panjang badan ialah indikator umum dalam mengukur
tubuh dan panjang tulang. Alat yang biasa dipakai disebut stadiometer. Ada
dua macam yaitu: ‘stadiometer portabel’ yang memiliki kisaran pengukur
840-2060 mm dan ‘harpenden stadiometer digital’ yang memiliki kisaran
pengukur 600-2100 mm. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak
lurus, tanpa alas kaki dan aksesoris kepala, kedua tangan tergantung rileks di
samping badan, tumit dan pantat menempel di dinding, pandangan mata
mengarah ke depan sehingga membentuk posisi kepala Frankfurt Plane
(garis imaginasi dari bagian inferior orbita horisontal terhadap meatus
acusticus eksterna bagian dalam). Bagian alat yang dapat digeser diturunkan
hingga menyentuh kepala (bagian verteks).
Sentuhan diperkuat jika anak yang diperiksa berambut tebal. Pasien
inspirasi maksimum pada saat diukur untuk meluruskan tulang belakang.
Pada bayi yang diukur bukan tinggi melainkan panjang badan. Biasanya
panjang badan diukur jika anak belum mencapai ukuran linier 85 cm atau
berusia kurang dari 2 tahun. Ukuran panjang badan lebih besar 0,5-1,5 cm
daripada tinggi. Oleh sebab itu, bila anak diatas 2 tahun diukur dalam
keadaan berbaring maka hasilnya dikurangi 1 cm sebelum diplot pada grafik
pertumbuhan. Anak dengan keterbatasan fisik seperti kontraktur dan tidak
memungkinkan dilakukan pengukuran tinggi seperti di atas, terdapat cara
pengukuran alternatif. Indeks lain yang dapat dipercaya dan sahih untuk
mengukur tinggi badan ialah: rentang lengan (arm span), panjang lengan
atas (upper arm length), dan panjang tungkai bawah (knee height). Semua
pengukuran di atas dilakukan sampai ketelitian 0,1 cm.

21
g. Pathway

Faktor nutrisi, penyakit infeksi, pemberian


ASI dan MP-ASI, sosial ekonomi.

Intake nutrisi menurun.

Gizi berkurang.

Kegagalan melakukan perbaikan gizi


yang terjadi dalam waktu lama.

Stunting

Asam amino dan


Daya tahan tubuh Intake kurang dari kebutuhan tubuh, produksi albumin
menurun. defisit protein dan kalori. menurun.

Keadaan umum
Gangguan
melemah.
pertumbuhan dan imun
tubuh berkurang.
Resiko infeksi
saluran pernapasan.
Gangguan tumbuh
kembang.
Anoreksia

Defisit Nutrisi. 22
h. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stunting antara lain :
1) Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan
darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain : ikan
teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan
2) Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid
mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Yodium
juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan makanan
sumber yodium: ikan laut, udang, dan kerang.
3) Zink
Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi
kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan makanan
sumber zink: hati, kerang, telur dan kacang-kacangan.
4) Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak,
dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan,
kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.
5) Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan
pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia.
Sumber asam folat antara lain: bayam, lobak, kacang-kacangan, sereal dan
sayur-sayuran.
i. Pengkajian
a) Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan
pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada
tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya
gangguan kekurangan gizi.

23
b) Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan,
tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk),
psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu
dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak
(riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan
rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi
dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-
lain.
d) Riwayat penyakit alergi
Meliputi pengkajian terkait riwayat alergi yang dimiliki pasien,
untuk mencegah terjadinya keslahan dalam melakukan pemberian obat,
makanan dll.
e) Riwayat imunisasi
Meliputi pengkajian terkait riwayat imunisasi apa saja yang sudah
didapatkan, pada usia berapa saja mendapatkan imunisasi tesebut dan reaksi
pasca imunisasi.
f) Riwayat tumbuh kembang
 Riwayat prenatal : meliputi pengkajian terkait kehamilan anak seperti
keluhan yang dialami saat hamil, riwayat pengobatan, asupan nutrisi saat
hamil.
 Riwayat natal : meliputi pengkajian terkait riwayat kelahiran anak, dan
kendala selama melahirkan.
 Riwayat post natal : meliputi pengkajian terkait kondisi anak setelah
dilahirkan.
j. Diagnosa Keperawatan

24
1) Defisit nutrisi b.d keengganan makan.
2) Gangguan tumbuh kembang b.d ketidakmampuan fisik.
k. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (1.03119)
keengganan makan keperawatan selama 2 x 12 jam 1. Identifikasi status nutrisi
(D.0019) didapatkan kriteria hasil status 2. Identifikasi alergi dan
nutrisi (L.03030) : intoleransi makanan
1. Berat badan 3. Identifikasi makanan yang
2. IMT disukai
3. Frekuensi makan 4. Identfikasi kebutuhan kalori
4. Nafsu makan dan jenis nutrient
5. Membrane mukosa 5. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
6. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
8. Anjurkan posisi duduk
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan
10. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(antlemetik)
2. Gangguan tumbuh Setelah dilakukan tindakan Perawatan perkembangan
kembang b.d keperawatan selama 2 x 12 jam (1.10339) :
ketidakmampuan didapatkan kriteria hasil status 1. Identifikasi pencapaian tugas
fisik (D.0106) perkembangan (L.10101) : perkembangan anak

25
1. Keterampilan/perilaku sesuai 2. Identifikasi isyarat perilaku
usia. dan fisiologis yang
2. Kemampuan melakukan ditunjukkan
perawatan diri. 3. Motivasi anak berinteraksi
3. Respon social. dengan anak lain
4. Kontak mata. 4. Sediakan aktivitas yang
5. Afek. memotivasi anak berinteraksi
dengan anak lain
5. Dukung anak
mengekspresikan diri melalui
penghargaan positif atau
umpan balik atas usahanya
6. Pertahankan kenyamanan
anak
7. Anjurkan orangtua
berinteraksi dengan anaknya
8. Ajarkan anak keterampilan
berinteraksi
9. Ajarkan anak Teknik asertif
10. Rujuk untuk konseling, jika
perlu

l. Implementasi dan Evaluasi


Hari, Diagnosa Implementasi Evaluasi Nama
Tanggal, Keperawatan &
Jam. Paraf
Rabu, Defisit nutrisi b/d 1. Berat badan. 1. Tidak ada penurunan
13 keengganan 2. IMT. berat badan.
Oktober makan (D.0019) 3. Frekuensi makan.

26
2021 4. Nafsu makan. 2. Nafsu makan
pukul 5. Membrane mukosa. bertambah.
08.00 3. Membran mukosa
WIB. lembab, turgorkulit
baik, tidak
menunjukkan adanya
edema.
4. Masalah teratasi.
5. Intervensi dihentikan.
Rabu, Gangguan 1. Keterampilan/perilaku 1. Melakukan kontak
13 tumbuh kembang sesuai usia. mata.
Oktober b/d 2. Kemampuan melakukan 2. Beradaptasi dengan
2021 ketidakmampuan perawatan diri. teman atau lingkungan.
pukul fisik (D.0106) 3. Respon social. 3. Masalah teratasi.
08.00 4. Kontak mata. 4. Intervensi dihentikan.
WIB. 5. Afek.

4.3 Thypoid
a. Definisi
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia
atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit
monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan dapat menular pada orang lain
melalui makanan atau air yang terkontaminasi. (Sumarmo, 2002)
b. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan salmonela yang lain, adalah bakteri fram-
negatif yang mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakulatif
anaerob. Mempunyai antigen somatic (o) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar

27
antigen (h) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (k) yang terdiri dari
polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi
dapat memperoleh plasmid factor-r yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multiple antibiotic.
c. Manifestasi Klinis
 Gejala pada anak : inkubasi antara 5 – 40 hari dengan rata – rata 10-14 hari.
 Demam meninggi sampai akhir minggu pertama.
 Demam turun pada minggu ke-4, kecuali demam tidak tertangani maka akan
menyebabkan syok, stupor dan koma.
 Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
 Nyeri kepala dan nyeri perut.
 Kembung, mual, muntah, diare dan kosntipasi.
 Pusing, bradikardi dan nyeri otot.
 Batuk.
 Epitaksis.
 Lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepian ujung merah serta tremor).
 Hepatomegali, splemonegali dan meteroismus.
 Gangguan mental berupa samnolen.
 Delirium atau psikosis.
 Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda
sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia. (Sudoyo
Aru, dkk 2009).

Periode infeksi demam tifoid, gejala dan tanda :


Keluhan Gejala Patologi
Minggu pertama Panas berlangsung Gangguan saluran Bakteremia.
insidious, tipe cerna.
panas stepladder
yang mencapai

28
39-40oc,
menggigil dan
nyeri kepala.
Minggu kedua Rash, nyeri Rose sport, Vaskulitis,
abdomen, diare splenomegali dan hiperplasi pada
atau konstipasi hepatomegali. peyer’s patches.
dan derilium. Nodul tifoid pada
limpa dan hati.
Minggu ketiga Komplikasi : Melena, ilius, Ulserasi pada
perdaraham ketegangan payer’s patches,
saluran cerna, abdomen dan nodul tifoid pada
perforasi dan koma. limpa dan hati.
syok.
Minggu keempat, Keluhan menurun, Tampak sakit berat Kolelitiasis dan
dst. relaps dan dan kakeksia. carner kronik.
penurunan BB.

d. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
 Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
 Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya

29
aglutinin dalam serum penderita thypoid. Akibat adanya infeksi oleh
salmonella thyphi maka penderita membuat antibodi (aglutinin).
 Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama.
Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kedua.
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.
 Anti Salmonella Typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4
terjadinya demam.
e. Patofisiologi
Kuman salmonella thypi, salmonella paratyphy yang menjadi penyebab
demam thypoid masuk ke saluran cerna. Saat berada dalam saluran cerna
sebagian diantaranya dimusnahkan dalam asam lambung, namun sebagian lagi
masuk kedala usus halus, dan membentuk limfoid plaque peyeri. Ada yang
hidup dan bertahan ada juga yang menembus lamina propia dan masuk ke aliran
limfe serta masuk ke kelenjar limfe dan menembus aliran darah sehingga
bersarang dihati dan limfa. Dan terjadi hepatomegali yang akan menimbulkan
nyeri tekan dan infeksi yang menyebabkan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan meradang dan ini yang menyebabkan demam tifoid sehingga terjadi
peningkatan suhu badan atau panas.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu food (makanan),fingers (jari tangan/kuku), fomitus
(muntah), fly(lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid
dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut
dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan
yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui
mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan

30
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk
limpa, usus halus dan kandung empedu (Mansjoer et, al 2008).
f. Pathway

Kuman salmonella typhi yang


masuk ke saluran gastrointestinal.

Lolos dari asam lambung.

Bakteri masuk usus halus.

Inflamasi

Pembuluh limfe.

Peredaran darah
(bakteremia primer).

31
Masuk retikulo endothelial
(RES) terutama hati dan limfa.

Inflamasi pada hati dan Masuk kealiran darah


limfa. (bakteremia sekunder).

Endotoksin

Hepatomegali. Pembesaran limfa.


Terjadi kerusakan sel.

Nyeri akut. Splenomegali


. Merangsang melepas
zat epinogren oleh
Penurunan mobilitas usus. leukosit.

Penurunan peristaltic usus.


Mempengaruhi pusat
thermoregulator di
Peningkatan asam lambung.
hipotalamus.

Anoreksia mual muntah. Ketidakefektifan


termogulasi.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.

32
g. Pengkajian
1) Anamnese (Data subyektif)
a). Identitas Pasien.
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, jenis kelamin, usia,
agama, suku bangsa, Pendidikan nomor registrasi, dan penanggung
jawab. (Yudi Elyas 2013).
b). Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan oleh klien yaitu panas
naik turun, yang menyebabkan klien dating untuk mencari bantuan
kesehatan. pada anak jika anak yang sadar dapat langsung ditanyakan
pada klien tetapi jika anak yang tidak dapat berkomunikasi keluhan
dapat ditanyakan pada orang tua klien yang sering berinteraksi dengan
klien (Utomo, 2017).
c). Riwayat penyakit sekarang
Ditemukan adanya keluhan klien yang mengalami peningkatan suhu
tubuh >37,5℃ selama lebih dari 1 minggu, disertai menggigil. Naik
turunnya panas terjadi pada waktu pagi dan sore dan berlangsung selama
lebih dari 1 minggu. Keadaan semakin lemah ,kadang disertai dengan
keluhan pusing, akral hangat, takikardia, serta penurunan kesadaran.
(Purwanti 2015).
d). Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah menderita penyakit demam tifoid, atau menderita
penyakit lainnya (Elyas, 2013).
e). Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga pernah menderitahi pertensi, diabetes melitus (Elyas,
2013)
f). Pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolisme

33
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali (Aru, 2015).
 Pola eliminasi
Eliminasi klien dapat mengalami diare oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan
merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh
(Aru, 2015).
 Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu (Aru,
2015).
 Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang dewasa terhadap keadaan
penyakitnya (Aru, 2015).
 Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh (Aru, 2015).
 Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pada klien (Aru, 2015).
 Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total (Aru, 2015).
 Pola penanggulangan stress
Biasanya orang dewasa akan tampak cemas (Aru, 2015).
g). Pemeriksaan Fisik

34
1) Keadaan umum :
 Keadaan umum: klien tampak lemas
 Kesadaran : Composmentis
 Tanda Vital :Suhu tubuh tinggi >37,5°c ; Nadi dan frekuensi
nafas menjadi lebih cepat (Elyas, 2013).
2) Pemeriksaan kepala
 Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya bentuk kepala
normal cephalik, rambut tampak kotor dan kusam.
 Palpasi: Pada pasien demam tifoid dengan hipertermia umumnya
terdapat nyeri kepala (Muttaqin, 2014).
3) Mata
 Inspeksi: Pada klien demam tifoid dengan serangan berulang
umumnya salah satunya, besar pupil tampak isokor, reflek pupil
positif, konjungtiva anemis, adanya kotoran atau tidak.
 Palpasi: Umumnya bola mata teraba kenyal dan melenting
(Muttaqin, 2014).
4) Hidung
 Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya lubang hidung
simetris, ada tidaknya produksi secret, adanya pendarahan atau
tidak, ada tidaknya gangguan penciuman.
 Palpasi: Ada tidaknya nyeri pada saat sinus di tekan (Debora,
2013).
5) Telinga
 Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya simetrsis, ada
tidaknya serumen.
 Palpasi: Pada klien demam tifoid umumnya tidak terdapat nyeri
tekan pada daerah tragus (Muttaqin, 2014).
6) Mulut

35
 Inspeksi: Lihat kebersihan mulut dan gigi, pada klien demam
tifoid umumnya mulut tampak kotor, mukosa bibir kering
(Setyadi, 2014).
7) Kulit dan Kuku
 Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya muka tampak pucat,
kulit kemerahan, kulit kering, turgor kullit menurun (Elyas,
2013).
 Palpasi: Pada klien demam tifoid umumnya turgor kulit kembali
<2 detik karena kekurangan cairan dan Capillary Refill Time
(CRT) kembali <2 detik.
8) Leher
 Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya kaku kuduk jarang
terjadi, lihat kebersihan kulit sekitar leher (Satyanegara, 2015).
 Palpasi: Ada tidaknya bendungan vena jugularis, ada tidaknya
pembesaran kelenjar tiroid, ada tidaknya deviasi trakea (Debora,
2013)
9) Thorax (dada)
Paruparu
 Inspeksi : Tampak penggunaan otot bantu nafas diafragma,
tampak Retraksi interkosta, peningkatan frekuensi pernapasan,
sesak nafas.
 Perkusi :Terdengar suara sonor pada ICS 1-5 dextra dan ICS 1-2
sinistra.
 Palpasi : Taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri, taktil
fremitus teraba lemah.
 Auskultasi : Pemeriksaan bisa tidak ada kelainan dan bisa juga
terdapat bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien dengan
peningkatan produksi secret, kemampuan batuk yang menurun
pada klien yang mengalami penurunan kesadaran (Mutaqin,
2014; Debora, 2013).

36
10) Abdomen
 Inspeksi : Persebaran warna kulit merata, terdapat distensi perut
atau tidak, pada klien demam tifoid umumnya tidak terdapat
distensi perut kecuali ada komplikasi lain (Mutaqin, 2014).
 Palpasi : Ada atau tidaknya asites, pada klien demam tifoid
umumnya terdapat nyeri tekan pada epigastrium, pembesaran hati
(hepatomegali) dan limfe.
 Perkusi : Untuk mengetahui suara yang dihasilkan dari rongga
abdomen, apakah timpani atau dullness yang mana timpani
adalah suara normal dan dullness menunjukan adanya obstruksi.
 Auskultasi : Pada klien demam tifoid umumnya, suara bising
usus normal >15x/menit (Mutaqin, 2014).
11) Musculoskeletal
 Inspeksi : Pada klien demam tifoid umumnya, dapat
menggerakkan ekstremitas secara penuh (Elyas, 2013).
 Palpasi : periksa adanya edema atau tidak pada ekstremitas atas
dan bawah. Pada klien demam tifoid umumnya, akral teraba
hangat, nyeri otot dan sendi serta tulang (Elyas, 2013; Debora,
2013).
12) Genetalia dan Anus
 Inspeksi : bersih atau kotor, adanya hemoroid atau tidak, terdapat
perdarahan atau tidak, terdapat massa atau tidak. Pada klien
demam tifoid umumnya tidak terdapat hemoroid atau peradangan
pada genetalia kecuali klien yang mengalami komplikasi
penyakit lain.
 Palpasi : Terdapat nyeri tekanan atau tidak. Pada klien demam
tifoid umumnya, tidak terdapat nyeri kecuali klien yang
mengalami komplikasi penyakit lain (Mutaqin, 2014).
h. Diagnosa Keperawatan

37
1) Ketidakseimbangan termoregulasi b.d fluktuasi suhu lingkungan dan proses
penyakit.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat.
3) Nyeri akut b.d proses inflamasi atau peradangan.
i. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Temperature Regulation
termoregulasi b.d keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Monitor suhu setiap 2 jam.
fluktuasi suhu diharapkan termogulasi klien 2. Rencanakan monitoring suhu
lingkungan dan proses seimbang dengan kriteria hasil : secara kontinyu.
penyakit. 1. Keseimbangan antara 3. Monitor warna dan suhu kulit.
produksi panas, panas yang 4. Monitor tanda – tanda
diterima, dan kehilangan hipertermi dan hipotermi.
panas. 5. Tingkatkan intake cairan dan
2. Temperatur stabil 36,5 – 37oc. nutrisi.
3. Tidak ada kejang. 6. Selimuti pasien untuk
4. Tidak ada perubahan warna mencegah hilangnya
kulit. kehangatan tubuh.
5. Pengendalian risiko : 7. Berikan anti piretik jika perlu.
hipertermia.
6. Pengendalian risiko :
hipotermia.
7. Pengendalian risiko : proses
menular.
8. Pengendalian risiko : paparan
sinar.

38
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan.
nutrisi kurang dari keperawatan selama 2 x 24 jam 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh b.d diharapkan nutrisi klien dalam untuk menentukan jumlah
intake yang tidak batas normal dengan kriteria hasil: kalori dan nutrisi yang
adekuat. 1. Adanya peningkatan BB dibutuhkan pasien.
sesuai dengan tujuan. 3. Anjurkan pasien untuk
2. BB ideal sesuai dengan TB. meningkatkan protein dan
3. Mengidentifikasi kebutuhan vitamin C.
nutrisi. 4. Monitor jumlah nutrisi dan
4. Tidak ada tanda malnutrisi. kandungan kalori.
5. Tidak terjadi penurunan BB 5. Monitor adanya penurunan
yang berarti. BB.
6. Monitor turgor kulit.
7. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
8. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
3. Nyeri akut b.d proses Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian secara
inflamasi atau keperawatan selama 1 x 24 jam komprehensif termasuk lokasi,
peradangan. diharapkan nyeri akut klien dapat durasi, frekuensi, kualitas dan
teratasi dengan kriteria hasil: faktor presipitasi.
1. Mampu mengontrol nyeri 2. Kontrol lingkungan yang
(tahu penyebab nyeri, mampu dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan teknik seperti suhu ruangan,
nonfarmakologi untuk pencahayaan dan kebisingan.
mengurangi nyeri dan mencari 3. Pilih dan lakukan penanganan
bantuan). nyeri (farmakologi, non

39
2. Melaporkan bahwa nyeri farmakologi dan
berkurang dengan interpersonal).
menggunakan manajemen 4. Ajarkan tentang teknik non
nyeri. farmakologi.
3. Menyatakan rasa nyaman 5. Kolaborasi dengan dokter jika
setelah nyeri berkurang. ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil.
6. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
7. Cek intruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi.

j. Implementasi dan Evaluasi


Hari, Diagnosa Implementasi sesuai NIC Evaluasi Nama
Tanggal, Keperawatan &
Jam. Paraf
Rabu, Ketidakseimbangan 1. Monitor suhu setiap 2 1. Tidak ada kenaikan
13 termoregulasi b.d jam. suhu secara tiba – tiba.
Oktober fluktuasi suhu 2. Rencanakan monitoring 2. Dapat mempertahankan
2021 lingkungan dan suhu secara kontinyu. dan menstabilkan suhu
pukul proses penyakit. 3. Monitor warna dan suhu pasien.
08.00 kulit. 3. Mendapatkan
WIB. 4. Monitor tanda – tanda kehangatan tubuh.
hipertermi dan hipotermi. 4. Masalah teratasi
5. Tingkatkan intake cairan sebagian.
dan nutrisi. 5. Intervensi dilanjutkan.

40
6. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh.
7. Berikan anti piretik jika
perlu.
8. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
Rabu, Ketidakseimbangan 1. Kaji adanya alergi 1. Tidak ada penurunan
13 nutrisi kurang dari makanan. berat badan.
Oktober kebutuhan tubuh 2. Kolaborasi dengan ahli 2. Masukan kalori,
2021 b.d intake yang gizi untuk menentukan protein adekuat
pukul tidak adekuat. jumlah kalori dan nutrisi ditandai dengan
08.00 yang dibutuhkan pasien. peningkatan berat
WIB. 3. Anjurkan pasien untuk badan dan nafsu makan
meningkatkan protein dan meningkat.
vitamin C. 3. Membran mukosa
4. Monitor jumlah nutrisi lembab, turgorkulit
dan kandungan kalori. baik, tidak
5. Monitor adanya menunjukkan adanya
penurunan BB. edema.
6. Monitor turgor kulit. 4. Masalah teratasi.
7. Monitor pertumbuhan dan 5. Intervensi dihentikan.
perkembangan.
Rabu, Nyeri akut b.d 1. Lakukan pengkajian 1. Panas berkurang.
13 proses inflamasi secara komprehensif 2. Nyeri berkurang.
Oktober atau peradangan. termasuk lokasi, durasi, 3. Pemberian obat dan
2021 teknik non farmakologi.

41
pukul frekuensi, kualitas dan 4. Masalah teratasi.
08.00 faktor presipitasi. 5. Intervensi dihentikan.
WIB. 2. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
3. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal).
4. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi.
5. Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil.
6. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
7. Cek intruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi

42
4.4 Diabetes Juvenile
a. Definisi
Diabetes Juvenile atau Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan
metabolisme kronik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah
atau hiperglikemia. Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan,
di antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari
hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Menurut American Diabetes Association atau ADA (2010), diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan insulin, kerja insulin atau kedua –
duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Diabetes mellitus (DM) tipe-1 adalah DM akibat insulin tidak cukup
diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga terjadi hiperglikemia (WHO, 2017).
Tipe -1 ini ditandai dengan berkurangnya sel beta pankreas yang diperantarai
oleh imun atau antibodi, sehinga sepanjang hidup penderita ini tergantung pada
insulin eksogen (Chiang JL, 2014). Penyakit DM dapat disebabkan oleh tidak
adekuatnya produksi insulin karena penurunan fungsi pada sel - sel beta
pankreas yang dikenal dengan DM tipe 1 atau tidak efektifnya kerja insulin di
jaringan yang dikenal dengan DM 2. DM tipe 1 sering disebut Juvenile Diabetes
atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dengan jumlah penderita 5 –
10% dari seluruh penderita DM dan biasanya terjadi pada anak-anak dan usia
muda. DM tipe 2 disebut juga Adult Diabetes atau Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Jumlah penderita ini mencapai 90 – 95 % dari
seluruh penderita DM.
Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak
terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan 4
pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah,
nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat

43
dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes Mellitus sehingga
dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian (Pulungan, 2010).
b. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes
tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik
atau keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui
faktor genetik.
1) Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses
imun lainnya.
2) Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
c. Patofisiologi
Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada bagian
islet sel beta pankreas dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha, sel delta, dan
sel PP namun hanyalah sel beta yang mengalami penghancuran oleh proses
autoimmunitas. Secara patologis islet sel beta pankreas di infiltrasi oleh limfosit
(insulitis), hal ini mengakibatkan terjadinya atopikasi dari sel beta pulau

44
langerhans pankreas dan sebagian besar penanda immunologis yang melindungi
pankreas dari serangan limfosit hilang.
Toeri yang menjelaskan kematian sel beta masih belum jelas sampai
sekarang namun ada perkiraan penghancuran ini melibatkan pembentukan
metabolit nitrit oksida, apoptosis, dan sitotoksisitas dari T limfosit CD8.
Sebenarnya penghancuran sel beta oleh autoantigen tidaklah spesifik pada sel
beta. Sebuah teori yang ada sekarang membantu menjelaskan bahwa sebuah sel
autoimmun menyerang 1 molekul sel beta pankreas lalu menyebar pada sel beta
lainnya menciptakan sebuah seri dari proses autoantigen. Penghancuran islet sel
beta pankreas cenderung di mediasikan oleh sel T limfosit, dibandingkan
dengan antigen islet sel beta pankreas sendiri. Pada klasifikasi diatas telah di
jelaskan mengenai antigen serta agen autoimmunitas yang berperan dalam
proses penghancuran sel beta pulau langerhans pankreas. Perjalanan penyakit ini
melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice Consensus
Guidelines tahun 2009, yaitu:
1) Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena
baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai
berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang
berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun.Pada periode ini autoantibodi
mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
2) Periode Manifestasi Klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah
terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat
kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah
yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin
(poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake
kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan

45
semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar
gula darah di-up take ke dalam sel.
3) Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada
periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan
diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin
dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat 9
badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam
hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua
bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.
4) Periode ketergantungan insulin yang menetap
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada
periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh
seumur hidupnya.
d. Pathway

Faktor genetik, infeksi dan Ketidakseimbangan


Kerusakan sel beta.
pengrusakan imunologik. produksi insulin.

Gula dalam darah tidak dapat


dibawa masuk dalam sel.

Hiperglikemia. Anabolisme protein


menurun.
Batas melebihi ambang ginjal.

Kerusakan pada
antibodi.
Glukosuria.

46
Dieresis osmotik.
Kehilangan kalori. Kekebalan tubuh menurun.

Sel kekurangan bahan Neuropati sensori perifer.


untuk metabolisme.

Klien merasa tidak sakit.


Merangsang hipotalamus.

Nekrosis luka.
Pusat lapar dan haus.

Gangrene.

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Kerusakan integritas
kulit.

e. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan
klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan
kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum
dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran,
perubahan perilaku.
b) Riwayat penyakit sekarang
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur
atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
c) Riwayat penyakit dahulu

47
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4,
oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan
antibodi.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat
mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
e) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Meliputi usia, tingkat perkembangan, toleransi / kemampuan memahami
tindakan, koping, pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua,
pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya.
f) Pemeriksaan Fisik
i. Aktivitas / istrahat
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
Letargi / disorientasi, koma.
ii. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural :
hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah
iii. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
iv. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk,
lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan

48
memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam (RTD)
menurun (koma), aktifitas kejang.
v. Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi: tampak sangat berhati – hati.
vi. Keamanan
Kulit kering, gatal: ulkus kulit, demam diaporesis.
vii. Eliminasi
Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria), diare, Urine
encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria /
anuria jika terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus
lemah dan menurun: hiperaktif (diare).
viii. Integritas Ego
Stress, ansietas
ix. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
f. Pemeriksaan Penunjang
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL.
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.
e) Elektrolit :
i. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun.
ii. Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
iii. Fosfor : lebih sering menurun 23
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama
hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA

49
dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden
(mis, ISK baru).
g) Gas Darah Arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis:
hemokonsentrasi;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal). Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan
adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
j) Insulin darah: mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada (pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten
insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .(
autoantibody).
k) Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
l) Urine: gula dan aseton positif: berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
m) Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
g. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
ketidakseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
2) Kerusakan integritas kulit b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka
gangrene).
h. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan

50
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan.
nutrisi kurang dari keperawatan selama 2 x 24 jam 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh b.d diharapkan nutrisi klien terpenuhi untuk menentukan jumlah
gangguan dengan kriteria hasil : kalori dan nutrisi yang
ketidakseimbangan 1. Adanya peningkatan BB dibutuhkan pasien.
insulin, makanan dan sesuai dengan tujuan. 3. Anjurkan pasien untuk
aktivitas jasmani. 2. BB ideal sesuai dengan TB. meningkatkan protein dan
3. Mengidentifikasi kebutuhan vitamin C.
nutrisi. 4. Monitor jumlah nutrisi dan
4. Tidak ada tanda malnutrisi. kandungan kalori.
5. Tidak terjadi penurunan BB 5. Monitor adanya penurunan
yang berarti. BB.
6. Monitor turgor kulit.
7. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
8. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
2. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk
kulit b.d nekrosis keperawatan selama 3 x 24 jam menggunakan pakaian yang
kerusakan jaringan diharapkan integritas kulit klien longgar.
(nekrosis luka membaik dengan kriteria hasil: 2. Jaga kulit agar tetap bersih
gangrene). 1. Perfusi jaringan normal. dan kering.
2. Tidak ada tanda – tanda 3. Mobilisasi pasien (ubah
infeksi. posisi) setiap 2 jam sekali.
3. Ketebalan dan tekstur jaringan 4. Monitor kulit akan adanya
normal. kemerahan.
4. Menunjukkan terjadinya 5. Monitor aktivitas dan
proses penyembuhan luka. mobilisasi pasien.

51
6. Monitor status nutrisi pasien.
7. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat.
8. Lakukan teknik perawatan
luka dengan steril.

i. Implementasi dan Evaluasi


Hari, Diagnosa Implementasi sesuai NIC Evaluasi Nama
Tanggal, Keperawatan &
Jam. Paraf
Rabu, Ketidakseimbangan 1. Kaji adanya alergi 1. Tidak ada penurunan
13 nutrisi kurang dari makanan. berat badan.
Oktober kebutuhan tubuh 2. Kolaborasi dengan ahli 2. Masukan kalori,
2021 b.d gangguan gizi untuk menentukan protein adekuat
pukul ketidakseimbangan jumlah kalori dan nutrisi ditandai dengan
08.00 insulin, makanan yang dibutuhkan pasien. peningkatan berat
WIB. dan aktivitas 3. Anjurkan pasien untuk badan dan nafsu makan
jasmani. meningkatkan protein dan meningkat.
vitamin C. 3. Masalah teratasi.
4. Monitor jumlah nutrisi 4. Intervensi dihentikan.
dan kandungan kalori.
5. Monitor adanya
penurunan BB.
6. Monitor turgor kulit.
7. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.

52
8. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
Rabu, Kerusakan 1. Anjurkan pasien untuk 1. Gatal berkurang pada
13 integritas kulit b.d menggunakan pakaian badan pasien.
Oktober nekrosis kerusakan yang longgar. 2. Kulit tampak bersisik
2021 jaringan (nekrosis 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan pasien tampak
pukul luka gangrene). dan kering. menggaruk badannya.
08.00 3. Mobilisasi pasien (ubah 3. Masalah teratasi.
WIB. posisi) setiap 2 jam sekali. 4. Intervensi dihentikan.
4. Monitor kulit akan adanya
kemerahan.
5. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien.
6. Monitor status nutrisi
pasien.
7. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat.
8. Lakukan teknik perawatan
luka dengan steril.

53
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Nutrisi merupakan suatu ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh untuk
melakukan fungsinya sehingga membentuk suatu energy di dalam tubuh. Nutrisi adalah
zat kimia organic dan anorgatik yang ditemukan dalam makanan dan diperoleh untuk
penggunaan fungsi tubuh. Nutrien atau hara adalah unsur atau senyawa kimia yang
digunakan untuk digunakan untuk metabolisme atau fisiologi bagi organisme.

Nilai kebutuhan gizi tiap individu berbeda, antara lain tergantung dari factor
genetic. Sedangkan kecukupan gizi yang dianjurkan atau lebih dikenal dengan angka
kecukupan gizi (AKG), sebagai suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi
hampir semua orang munurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktifitas
untuk mencapai derajat kesehatan optimal.

B. Saran
Diharapkan mahasiswa mampu memahami isi dari makalah yang kami susun ini.
Mohon dimaklumkan bila terdapat kekurangan ataupun kesalahan dalam menyusun
makalah ini karena kami masih dalam tahap belajar. Semoga bermanfaat bagi pembaca
terimakasih.

54
DAFTAR PUSTAKA

2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIABETES MELITUS


JUVENILE. Diakses Oktober 14, 2021. https://pdfcoffee.com/askep-pada-anak-
diabetes-melitus-juvenile-pdf-free.html.

Depras, Anggia. 2020. LP Thypoid pada Anak. 13 Januari. Diakses Oktober 16, 2021.
https://id.scribd.com/document/442769552/LP-Thypoid-pada-anak-docx.

Handoko, Yayan Priyo. 2019. Makalah Penilaian Status Gizi. 19 September. Diakses
Oktober 15, 2021. https://id.scribd.com/document/359318496/Makalah-Penilaian-
Status-Gizi.

Nurarif, Amin Huda, dan Hardi Kusuma. 2015. ASUHAN KEPERAWATAN


BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC NOC. Vol. 1. Yogyakarta:
MediAction. Diakses Oktober 14, 2021.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Pratamawati, Mia. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI


THYPOID. Diakses Oktober 15, 2021.
http://repository.stikespantiwaluya.ac.id/349/3/STIKES_Mia%20Pratama%20Full%
20Texs.pdf.

Warni, Yeni. 2019. Askep KKP. 28 September. Diakses Oktober 15, 2021.
https://id.scribd.com/document/427793155/ASKEP-KKP.

55
Yessica. 2020. LP anak Stunting. 1 Desember. Diakses Oktober 16, 2021.
https://id.scribd.com/document/486554571/Lp-Anak-Sakit-Stunting.

56

Anda mungkin juga menyukai