Anda di halaman 1dari 120

POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

HIDROSEFALUS DI RUANGAN AKUT ANAK

IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP

DR. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

PUTRI RAHMADHANI
163110257

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG

TAHUN 2019
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

HIDROSEFALUS DI RUANGAN AKUT ANAK

IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP

DR. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Ahli Madya Keperawatan

PUTRI RAHMADHANI
163110257

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG

TAHUN 2019
ii Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Hidrosefalus di Ruangan Akut Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr.M.Djamil Padang”.

Peneliti menyadari dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini terdapat banyak
kesulitan, dengan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, peneliti bisa
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Ibu Ns. Zolla Amely Ilda, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing 1 dan Ibu
Delima S. Pd, M. Kes selaku pembimbing II, yang telah mengarahkan,
membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian dalam pembuatan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM,M.Si selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
3. Ibu Ns.Hj. Sila Dewi Anggreni, S.Pd,M.Kep,Sp.KMB selaku ketua
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Padang.
4. Ibu Heppi Sasmita, M.Kep,Sp.Jiwa selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Padang.
5. Bapak/ibu dosen serta staf Program Studi Keperawatan Padang
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang yang telah
memberikan bekal ilmu untuk penelitian Proposal Karya Tulis Ilmiah
ini.
6. Bapak Dr.dr.H.Yusirman Yusuf, Sp.B,Sp.BA(K)MARS selaku
Direktur RSUP DR. M Djamil Padang dan staf Rumah Sakit yang
telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang
diperlukan oleh peneliti.

iii Poltekkes Kemenkes Padang


7. Kepada orang tua yang telah memberikan dorongan, semangat, do’a
restu dan kasih sayang.
8. Teman-teman dan semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu
persatu yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan
semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga
nantinya dapat membawa manfaat bagi penegmbangan ilmu keperawatan.Amin.

Padang, Mei 2019

Peneliti

iv Poltekkes Kemenkes Padang


v Poltekkes Kemenkes Padang
vi Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Putri Rahmadhani

Tempat/Tanggal Lahir : Padang/ 23 Januari 1998

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Hang Tuah Gang Telkom no 42, Perawang

Nama Orang Tua

Ayah : Gusrial

Ibu : Risildani

Riwayat Pendidikan

No Pendidikan Tahun Lulus


1. TK Nurul Haq 2004
2. SD Islam Nurul Haq 2010
3. SMP Negeri 1 Tualang 2013
4. SMA Negeri 1 Tualang 2016
5. Poltekkes Kemenkes RI Padang 2019

vii Poltekkes Kemenkes Padang


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN

Karya Tulis Ilmiah, Mei 2019

Putri Rahmadhani

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hidrosefalus di IRNA Kebidanan


dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang

Isi : xii + 60 Halaman + 2 Tabel + 11 Lampiran

ABSTRAK

Hidrosefalus dapat terjadi secara kongenital atau yang didapat. Dampaknya bisa
berupa peningkatan tekanan intrakranial, gangguan penglihatan, peningkatan suhu
tubuh dan berujung akan terjadi gangguan tumbuh kembang. Tahun 2018 di
RSUP Dr. M. Djamil Padang 2018 44 anak yang dirawat dengan hidrosefalus.
Tujuan penelitian adalah untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
dengan hidrosefalus.

Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang bersifat
deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Ruang Akut Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang dengan jumlah sampel 1 anak, dimulai pada tanggal 19 Februari 2019
sampai 23 Februari 2019. Instrumen pengumpulan data berupa format pengkajian
sampai evaluasi. Pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi. Analisis dilakukan pada semua temuan ditahapan proses
keperawatan dengan membandingkan dengan teori dan penelitian sebelumnya.

Hasil penelitian didapatkan keluhan utama pada partisipan adanya demam tinggi
disertai kejang, spastik, malas minum susu dan muntah. Diagnosis keperawatan
yang diangkat ada empat, diagnosis utama adalah risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak. Dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari, beberapa masalah
keperawatan dapat diatasi sesuai dengan kriteria hasil namun intervensi masih
dilakukan dengan memonitor tekanan intra kranial (TIK) dan memonitor status
neurologis dan dilanjutkan ke perawat ruangan.

Diharapkan perawat di ruang Akut Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk
dapat memantau status neurologis dan TIK pasien secara berkala untuk
menghindari resiko kejang berulang.

Kata Kunci: Asuhan Keperawatan, Hidrosefalus


Daftar pustaka: 27 (2008 – 2018)

viii Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
LEMBAR ORISINALITAS .......................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Hidrosefalus
1. Pengertian ...................................................................................... 7
2. Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal ................................. 8
3. Etiologi ........................................................................................... 10
4. Klasifikasi....................................................................................... 11
5. Patofisiologi ................................................................................... 14
6. WOC............................................................................................... 16
7. Manifestasi Klinis .......................................................................... 17
8. Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 19
9. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis .............................. 19
10. Penatalaksanaan ............................................................................. 20
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus
1. Pengkajian ...................................................................................... 22
2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan .......................................... 24
3. Perencanaan Keperawatan.............................................................. 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................................. 34
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 34
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 34
D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ............................................... 34
E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ............................................. 35
F. Jenis-Jenis Data .................................................................................... 37
G. Analisa Data ......................................................................................... 37
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. DESKRIPSI KASUS
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 38
2. Diagnosis Keperawatan ................................................................... 40

ix Poltekkes Kemenkes Padang


3. Perencanaan Keperawatan ............................................................... 41
4. Implementasi Keperawatan ............................................................. 44
5. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 45
B. PEMBAHASAN KASUS
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 46
2. Diagnosis Keperawatan ................................................................... 49
3. Perencanaan Keperawatan ............................................................... 52
4. Implementasi Keperawatan ............................................................. 54
5. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 59
B. Saran .................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ukuran Rata-Rata Lingkar Kepala ................................................... 24


Tabel 2.2 Perencanaan Keperawatan ............................................................... 25

xi Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembaran konsultasi KTI pembimbing 1


Lampiran 2 Lembaran konsultasi KTI pembimbing 2
Lampiran 3 Lembaran konsultasi proposal pembimbing 1
Lampiran 4 Lembaran konsultasi proposal pembimbing 2
Lampiran 5 Lembaran Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 6 Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
Lampiran 7 Surat Izin Pengambilan Data Dari Institusi Poltekkes Kemenkes
Padang
Lampiran 8 Surat Izin Pengambilan Data Awal Dari RSUP Dr.M.Djamil
Padang
Lampiran 9 Surat Izin Penelitian Dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 10 Surat Izin Penelitian Dari RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 11 Surat Keterangan Selesai Penelitian Dari RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Lampiran 12 Format Pengkajian Keperawatan Anak
Lampiran 11 Daftar Hadir Penelitian
Lampiran 13 Format Denver

xii Poltekkes Kemenkes Padang


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jumlah cairan serebrospinal (CSS) dalam rongga serebrospinal yang berlebihan
dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini
disebut dengan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan keadaan yang disebabkan
gangguan keseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal dalam
ventrikel otak. Jika sistem produksi cairan serebrospinal lebih besar dari pada
absorpsi, cairan serebrospinal akan terakumulasi dalam system ventrikel, dan
biasanya peningkatan tekanan akan menghasilkan dilatasi pasif ventrikel (Wong,
2008). Hidrosefalus dapat terjadi sejak lahir (congenital hydrocephalus) dan dapat
juga terjadi karena didapat di kemudian hari (acquired hydrocephalus) ( Espay,
2010 ).

Hidrosefalus dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe obstruksi dan usia.


Berdasarkan tipe obstruksi dibagi menjadi hidrosefalus non komunikans, yaitu
adanya obstruksi aliran CSS dan hidrosefalus komunikans yaitu gangguan
penyerapan CSS. Berdasarkan usia dibagi menjadi hidrosefalus infantil
(kongenital) pada bayi dan hidrosefalus juventil pada orang dewasa (Ayu, 2016).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2018 melaporkan


bahwa setiap hari lebih dari 7200 bayi lahir mati, sebagian besar diantaranya
(98%) terjadi di negara berpendapatan rendah hingga sedang. WHO juga mencatat
(40%) kasus angka lahir mati disebabkan karena kelainan kongenital (labioskizis
dan palatoskiziz, atresia esofagus, esofagus, atresia ani, atresia doudenum,
hirschprung, omfakokel, hidrosefalus).

Menurut penelitian Bott (2014) jumlah kasus hidrosefalus di dunia cukup tinggi.
Amerika kejadian hidrosefalus dijumpai sekitar 0,5 per 1000 kelahiran hidup.
Jepang kejadian hidrosefalus 0,2 per 1000 kelahiran. Hidrosefalus dapat terjadi
pada semua umur. Hidrosefalus infantil; 46% diantaranya adalah akibat

1
1
Poltekkes Kemenkes Padang
2

abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan


meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.

Penelitian Rahmayani (2017) tentang Profil klinis dan faktor risiko hidrosefalus
komunikans dan non komunikans pada anak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
diperoleh 80 data pasien yang menderita hidrosefalus dengan 33 orang menderita
hidrosefalus komunikans dan 47 orang menderita hidrosefalus non komunikans.

Penelitian Arma (2011) penyebab kematian bayi di Provinsi Sumatera Barat


adalah asfiksia (65,3%), kelainan kongenital (11,8%), infeksi (8,3%), diare
(6,1%), tetanus neonatorum (1,4%), dan faktor lain-lain (7,1%). Berdasarkan data
dari Dinkes Kota Padang (2015), keadaan bayi saat lahir, 17.767 orang lahir hidup
dan kematian neonatal sebanyak 73 orang, kasus 16 orang BBLR, 25 orang
asfiksia, 6 orang infeksi dan 26 orang lain-lainnya (mengalami hipotermi, ,aspirasi
jalan nafas, premature, hidrosefalus).

Hasil penelitian Fitriyah (2013) hidrosefalus menjadi kasus yang banyak terjadi di
perkotaan. Angka kejadian kasus hidrosefalus di RSUP Fatmawati di ruang rawat
bedah anak lantai III utara selama 3 bulan dari bulan Januari-Maret 2013 adalah
sebanyak 22 kasus. Hasil penelitian Neila (2013) di ruang anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang, kepala ruang anak menyatakan rata-rata pasien yang di rawat pada
tahun 2013 terdapat 1.200 orang pasien. Pada ruang bedah anak kasus yang sering
muncul dengan kelainan bawaan seperti, labioskhizis, hipospadia, dan
hidrosefalus. Data dari rekam medik RSUP Dr.M.Djamil pada tahun 2017 didapat
50 anak yang mengalami hidrosefalus, sedangkan pada tahun 2018 didapat 45
anak yang mengalami hidrosefalus.

Banyak nya angka kejadian hidrosefalus pada anak akan berdampak pada
keberlangsungan hidup mereka. Penelitian Riris (2014) anak yang mengalami
hidrosefalus umumnya tampak pembesaran di kepala (makrosefali). Perkusi pada
kepala anak memberi sensasi yang khas. Hal ini menggambarkan adanya
pelebaran sutura. Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol, terutama bila anak

Poltekkes Kemenkes Padang


3

menangis. Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang khas,


yaitu sunset phenomena (skelera yang tampak diatas iris ). Pada masa neonatus
gejala klinis belum tampak jelas, gejala yang paling umum dijumpai adalah
iritabilitas dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai penurunan kesadaran kearah
letargi. Balita umumnya mengeluh nyeri kepala (peningkatan TIK) dengan lokasi
nyeri yang tidak khas dan muntah.

Hidrosefalus banyak terjadi pada bayi tetapi tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi pada orang dewasa. Pada bayi gejala klinis hidrosefalus lebih terlihat
dikarenakan ubun-ubun bayi yang masih terbuka sehingga terlihat pembesaran
pada lingkar kepala bayi yang masih dalam masa pertumbuhan. Penumpukan CSS
pada rongga kepala dapat menyebabkan meningkatnya tekanan pada intrakranial
dalam tengkorak serta menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat mental,
dalam kasus yang berat dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015).

Penatalaksanaan bagi anak yang mengalami hidrosefalus dapat dilakukan dengan


terapi sementara yaitu berguna untuk mengurangi cairan pleksus khoroid dan
hanya bisa diberikan sementara saja karena menyebabkan gangguan metabolik.
Operasi shunting, tindakan ini untuk membuat saluran baru antara aliran likuor
dengan kavitas drainase. Komplikasi operasi ini dapat berupa, infeksi, kegagalan
mekanis, dan kegagalan funsional. Endoscopic third ventriculostomy (ETV)
merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif (Apriyanto, 2013).

Belleza (2017) mengatakan peran perawat dalam kasus ini, memberikan asuhan
keperawatan dengan penanganan yang cepat pada anak yang mengalami
hidrosefalus, dan berkolaborasi dengan semua tim layanan kesehatan,
memberikan informasi yang akurat dalam melakukan penilaian terhadap penyakit
anak, melakukan pemeriksaan fisik seperti lingkar kepala, neurologi, tanda vital
yang akurat, dan memantau peningkatan tekanan intrakranial. Selanjutnya
memberikan informasi yang jelas dan sesuai dengan yang ditemukan, menjelaskan
jenis, etiologi penyakit, dan penanganan yang akan dilakukan kepada anak,
sehingga keluarga dapat menerima dan siap dengan asuhan yang diberikan seperti
pemasangan shunt . Peran perawat setelah dilakukan prosedur pemasangan shunt

Poltekkes Kemenkes Padang


4

adalah untuk menjaga kepala bayi agar tidak mudah bertukar posisi, memeriksa
pembalut atau perban yang membalut kepala bayi, mencegah infeksi dengan
perawatan luka secara menyeluruh. Perawat juga berperan memberikan pelayanan
dalam meningkatkan dan merangsang stimulasi anak dengan melakukan
permainan, menyediakan permainan yang sesuai dengan anak.

Pengamatan awal yang dilakukan peneliti di RSUP Dr.M. Djamil Padang tanggal
13 Desember 2018, berdasarkan data dari tiga bulan terakhir terdapat 44 orang
anak yang mengalami penyakit hidrosefalus di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Saat
peneliti melakukan survei awal tanggal 18 Desember 2018 di dapatkan anak yang
mengalami penyakit hidrosefalus nonkomunikans sebanyak 1 orang anak,
diagnosa yang di dapat adalah risiko infeksi, tindakan yang dilakukan monitor
TTV, teknik isolasi dan pemberian antibiotik sesuai terapi. Evaluasi yang di dapat
anak tampak lemah, kepala membesar, sutura cekung, sunset phenomena pada
mata dan papilla edema, adanya bekas luka operasi pada area kepala.
Pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan perawat diruangan
ditemukan bahwa pendokumentasian mengacu pada shift sebelumnya. Padahal
pendokumentasian merupakan salah satu komponen penting yang dapat
memberikan sumber kesaksian bagi perawat dalam pertanggung jawab dan
pertanggung gugat dalam memberikan asuhan keperawatan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan
judul “Asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus di RSUP Dr.M.
Djamil Padang tahun 2019”.

B. Rumusan masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Penerapan Asuhan
Keperawatan Anak dengan Hidrosefalus di RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun
2019”.

Poltekkes Kemenkes Padang


5

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus
hidrosefalus di RSUP Dr.M. Djamil Padang.
2. Tujuan khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus
hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil
Padang
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak
dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr.M. Djamil Padang
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan
kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil
Padang
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan
kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil
Padang
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi tindakan keperawatan pada anak
dengan kasus hidrosefalus di IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr.M. Djamil Padang.

D. Manfaat penelitian
1. Aplikasi
a. Bagi peneliti
Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan peneliti dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada anak dengan kasus hidrosefalus.
b. Bagi rumah sakit
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
tenaga kesehatan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak
dengan kasus hidrosefalus.
c. Institusi pendidikan

Poltekkes Kemenkes Padang


6

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi


mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan
kasus hidrosefalus.

2. Pengembangan keilmuan
a. Bagi institusi
Dapat digunakan sebagai referensi sehingga dapat meningkatkan keilmuan
dalam bidang keperawatan anak khususnya pada klien dengan hidrosefalus
b. Bagi mahasiswa
Dapat menjadi referensi dan rujukan dalam pembuatan ataupun
pengaplikasian asuhan keperawatan.

Poltekkes Kemenkes Padang


7

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Penyakit Hidrosefalus


1. Pengertian
Hidrosefalus berasal dari bahasa latin “ hydro” berarti air dan “cepalus” berarti
kepala, secara singkat artinya “ air didalam kepala”. Hidrosefalus pertama kali
dijelaskan oleh ilmuan dari yunani bernama hippocrates. Penderita hidrosefalus
memiliki kelainan cairan serebrospinal (CSS) didalam ventrikel atau selaput otak.
Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan pada intrakranial dalam tengkorak
serta menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat mental, dalam kasus yang
berat dapat menyebabkan kematian (Marmi, 2015).

Hidrosefalus adalah penambahan volume cairan serebrospinalis (CSS) di ruang


ventrikel dan ruang subarakhnoid. Keadaan ini disebabkan karena tidak
seimbangnya produksi dan absorpsi cairan serebrospinalis (Afdhalurrahman,
2013).Hidrosefalus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
intrakranial yang disebakan karena adanya penumpukan cerebrospinal fluid
didalam ventrikel otak (Ayu, 2016).

Hidrosefalus menyumbat aliran cairan serebrospinal didalam ventrikel atau di


subarachnoid. Secara normal cairan tersebut seharusnya mengalir melalui
ventrikel dan keluar dari sisterna (penampungan kecil) yang terletak di dasar otak.
Cairan tersebut berfungsi mengeluarkan makanan dan membuang sisa hasil
metabolisme dari otak melalui pembuluh darah. selain hidrosefalus disebabkan
oleh masalah tersebut, penyakit ini juga di sebabkan oleh adanya produksi
berlebihan CSS (cairan otak) karena kelainan sejak lahir atau juga karena adanya
benturan dan infeksi pada kepala (Marmi, 2015).

6
7
Poltekkes Kemenkes Padang
8

2. Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal


Afdhalurrahman (2013) menyebutkan anatomi dan fisiologi cairan serebrospinal,
yaitu :
Ruangan cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada minggu kelima masa
embrio. Ruangan ini terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak
dan ruangan subarakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang
dibentuk di dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis, berjalan kembali ke
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi
seluruh sususan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang
subarakhnoid adalah melalui foramen Magendie di sebelah medial dan foramen
Luschka di sebelah lateral ventrikel IV

Gambar 2.1 Sirkulasi Cairan Serebrospinal


Sumber : Afdhalurrahman (2013)

Sebagian besar CSS yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis akan mengalir ke
foramen monro dan ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus sylvius ke
ventrikel IV. Setelah itu, CSS mengalir melalui foramen magendi dan foramen
luschka menuju sisterna magna dan rongga subarakhnoid di bagian kranial
maupun spinal.

Setelah mencapai ruang subarakhnoid, CSS keluar melalui sistem vaskular karena
sistem saraf pusat tak mengandung sistem getah bening. Sebagian besar cairan
serebrospinal di reabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang

Poltekkes Kemenkes Padang


9

dinamakan vili araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang menonjol dari


ruang subarakhnoid ke sinus sagitalis superior otak.

Bagi anak-anak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan liqour adalah 90 mlRata-
rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari,
sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu.
Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan
absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam
sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.

CSS mempunyai fungsi:


a. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok
pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi
mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem
saraf
b. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam
tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari
keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak
c. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti
CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai
sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah,
bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan
dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
d. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari
lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat
dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral
e. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS
dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat
pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus,
atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang mempunyai
kemampuan mengembang sekitar 30%.

Poltekkes Kemenkes Padang


10

3. Etiologi
Marmi (2015) menyebutkan beberapa dari etiologi penyakit hidrosefalus adalah:
1. faktor keturunan
2. Gangguan tumbuh kembang janin seperti spina bifida, atau enchefalokel
(hernia jaringan saraf karena cacat tempurung kepala).
3. Komplikasi persalinan prematur (perdarahan intaventrikular, meningitis,
tumor, cidera kepala traumatis, atau perdarahan sub arachnoid)
4. Tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihnya produksi cairan
serebrospinalis.

Hidrosefalus dapat terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan
tempat absorbsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi
dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat
pada bayi dan anak ialah:
1) Kelainan bawaan atau kongenital

1)) Stenosis aquaduktus sylvii

2)) Spina bifida dan kraniom bifida

3)) Sindrom dandy-walker

4)) Kista arachnoid dan anomali pembuluh darah


2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan diameter dan arachnoid sekitar siterna basalis dan
daerah lain.Penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.

3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV/aquaduktus sylfii bagian terakhir biasanya suatu glioma
yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kranio faringioma.

Poltekkes Kemenkes Padang


11

4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

4. Klasifikasi
Menurut Ayu (2016) hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara
lain:
1) Berdasarkan anatomi / tempat obstruksi CSS
1) Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikans
Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem
ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem
ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital: stenosis
akuaduktus sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel
III. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Jatang
ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker,
atresia foramen, Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawaan. Radang
(eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan / trauma (hematoma subdural).
Tumor dalam sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor parasellar,
tumor fossa posterior).
2) Hidrosefalus tipe komunikans
Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan
penyerapan (gangguan di luar sistem ventrikel).
3) Perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu
menimbulkan blokade villi arachnoid.
4) Radang meningeal
5) Kongenital:
1)) Perlekatan arachnoid / sisterna karena gangguan pembentukan
2)) Gangguan pembentukan vili arachnoid
3)) Papilloma plexus choroideus.
2) Berdasarkan etiologi
Tipe obstruksi
1) Kongenital

Poltekkes Kemenkes Padang


12

1)) Stenosis akuaduktus serebri


Mempunyai berbagai penyebab, kebanyakan disebakan oleh infeksi
atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis kongenital sejati
adalah sangat jarang, (Toxoplasma/T.gondii, rubella, X-linked
hidrosefalus)
2)) Sindrom Dandy-Walker
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus.
Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik
ventrikel IV dan hipoplasia vermis serebelum. Hidrosefalus yang
terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan
rongga subarachnoid yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil
pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam 3
bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan
anomali lainnya seperti agenesi korpus kolosum,
labiopatalatoskhisis, anomali okulet, anomali jantung, dan
sebagainya.
3)) Malformasi Arnold-Chiari
Anomali kongenital yang jarang dimana 2 bagian otak yaitu batang
otak dan cerebelum mengalami perpanjangan dari ukuran normal
dan menonjol keluar menuju canalis spinalis.
4)) Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara
normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusisa beberapa bulan.
Hal ini terjadi karena vena galen mengalir di atas akuaduktus sylvii,
menggembung dan membentuk kantong aneurisma. Seringkali
menyebabkan hidrosefalus.
5)) Hidrancephaly
Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti dengan
kantong CSS.
2) Didapat (acquired)
1)) Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan) infeksi
oleh bakteri meningitis, menyebabkan radang pada selaput

Poltekkes Kemenkes Padang


13

(meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang


ketika jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran css
dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem
ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam vili arachnoid.
2)) Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
3)) Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan
darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan
perubahan neurologis. Kemungkian hidrosefalus berkembang
disebabkan oleh penyumbatan atau penurunan kemampuan otak
untuk menyerap CSS.
4)) Tumor (Ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10
tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belaknag otak yang dapat
menyebabkan hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus
yang sering terjadi adalah tumor plexus choroideus (termasuk
papiloma dan carsinoma). Tumor ini yang berada di bagian belkang
otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang keluar dari
ventrikel IV.
Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati hidrosefalus yang
berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyabab
sumbatan.
5)) Abses/granuloma
6)) Neoplasma
7)) Kista arakhnoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan.
Jika terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi
dengan jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya ditemukan
pada anak-anak dan berada di ventrikel otak atau pada ruang
subarachnoid. Kista subarachnoid dapat menyebakan hidrosefalus
non komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS dalam ventrikel
khususnya ventrikel III. Berdasarkan lokasi kista, dengan

Poltekkes Kemenkes Padang


14

mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada tempat yang


tidak dapat dioperasi (dekat batang otak), dokter memsangkan shunt
untuk mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini akan
menghentikan pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.
3) Berdasarkan usia
1)) Hidrosefalus tipe kongenital / infantil (bayi)
2)) Hidrosefalus tipe juventile / adult (anak-anak/ dewasa)
Selaian pembagian berdasarkan anatomi, etiologi, dan usia, terdapat
juga hidrosefalus tekanan normal, sasuai konversi, sindroma
hidrosefalik termasuk tanda dan gejala peningkatan TI, seperti
kepala yang besar dengan penonjalan fontanel. Akhir-akhir ini,
dilaporkan temuan klinis hidrosefalus yang tidak bersamaan dengan
peningkatan TIK. Seseorang bisa didiagnosa mengalami hidrosefalus
tekanan normal jika ventrikel otaknya mengalami pembesaran, tetapi
hanya sedikit atau tidak ada peningkatan tekanan dalam ventrikel.
Biasanya dialami oleh pasien lanjut usia, dan sebagain besar
disebabkan aliran CSS yang terganggu dan compliance otak yang
tidak normal.

5. Patofisiologi
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan
tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah
peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan
sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masib belum
dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana
akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda
beda tiap saat tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi
sebagai akibat dari :
a. Kompensasi sistem serebrovascular

Poltekkes Kemenkes Padang


15

b. Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan ekstraseluler atau kedunya


dalam susunan sistem saraf pusat.
c. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)
d. Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)
e. Hilangnya jaringan otak
f. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan
abnormal pada sutura cranial.

Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus
khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan
menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam mempertahankan
keseimbangan antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan
membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihan
tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat
hipervitaminosis.

Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang
seimbang. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor adan kecepatan
perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis
(Khalilullah, 2011).

Poltekkes Kemenkes Padang


16

6. WOC

l i i l
i l

Radang jaringan HIDROSEPALUS i i l i


l otak
i l

Hidrosepalus i j l l i l
nonkomunikas i i l i

l i l i Ti

li

i
i

Pembuluh darah tertekan kejang Mual muntah Saraf pusat semakin tertekan

Aliran darah menurun Risiko cedera Penurunan BB Kesadaran menurun Sakit kepala

i Nyeri akut
l i i

Bagan 2.1

Nuzul, 2012, https://id.scribd.coom/doc/106905461/pathway-hydrocephalus Poltekkes Kemenkes Padang


17

7. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul oleh
gangguan neorologik akibat tekanan likuor yang menngkat yang menyebabkan
hipotrofi otak.

Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1 tahun)
didaptkan gambaran :
a. Kepala membesar
b. Sutura melebar
c. Fontanella anterior makin menonjo, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak
d. Mata kearah bawah (sunset phenomena)
e. Nistagmus horizontal
f. Perkusi kepala: “cracked pot sign” atau seperti semangka masak
g. Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat bayi menangis
h. Terdapat cracked pot sign
i. Mudah terstimulasi
j. Rewel
k. Lemah
l. Kemampuan makan kurang
m. Perubahan kesadaran
n. Opisthonus
o. Spastik pada ekstremitas bawah
p. Pada masa bayi, dengan malformasi Arnold-Chiari, bayi mengalami kesulitan
menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, apnea, aspirasi, dan tidak
ada reflek muntah.

Tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti :


a. Mual, muntah, oedema papil saraf, gelisah, menangis, dengan suara tinggi,
peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor

Poltekkes Kemenkes Padang


18

b. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan sutura belum menutup/melebar, CSS


denganatau tanpa kuman dengan biakan dimana protein CSS normal atau
menurun, leukosit meningkat/tetap dan glukosa menurun atau tetap
c. Peningkatan tonus otot ekstremitas.

Tanda – tanda fisik lainnya:


a. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah
terlihat jelas
b. Alis mata dan bulu mata keatas, sehingga sklera terlihat seolah – olah di atas
iris
c. Anak/bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas. Penyakit ini
biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya infeksi generalpada
umumnya seperti demam, mungkin juga didapatinya tanda kernig dan tanda
brudzinski.

Gejala pada anak-anak:


a. Sakit kepala
b. Kesadaran menurun
c. Gelisah
d. Mual, muntah
e. Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
f. Gangguan perkembangan fisik dan mental
g. Papil edema, ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutuhan bila terjadi atrofi papila
Tekanan intraktranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah
menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas
fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang
sering dijumpai seperti: respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian
tidak mampu merencanakan aktivitasnya (Ayu, 2016).

Poltekkes Kemenkes Padang


19

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Cecilly (2009) pemriksaan penunjang antara lain:
1 CT-scan
2 Tap ventrikuler
3 Magnetic resonance imaging (MRI)

9. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


Menurut Marni (2015) respon tubuh terhadap perubahan fisiologis adalah :
a. Peningkatan Tekanan intrakranial
Respon tubuh anak karena adanya pengumpulan cairan serebrospinal
dikepala akan terjadi peningkatan TIK. Dengan gejala anak akan
muntah, TTV menjadi kacau, nyeri hebat, suhu tubuh meningkat dan
kepala akan bertambah besar serta akan mengalami penurunan
kesadaran.

b. Gangguan cairan dan elektrolit


Penyumbatan cairan serebrospinal menyebabkan tekanan pada
intrakranial.akibatnya akan terjadi mual muntah, yang dapat
mengganggu cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan suhu tubuh
akan meningkat.
c. Sistem integument
Cairan serebrospinal yang tersumbat akan berdampak pada ukuran
kepala yang abnormal, kulit kepala akan merenggang dan tipis sehingga
akan berisiko terjadinya kerusakan pada integritas kulit.
d. Mobilitas fisik
Anak yang menderita penyakit hidrosefalus mengalami kelemahan dan
ketidakseimbangan akibat pembesaran pada daerah kepala. Hal tersebut
mengakibatkan anak tidak bisa beraktifitas dan tejadi kelemahan pada
fisik.
e. Tumbuh dan kembang
Anak dengan Hidrosefalus mengalami gangguan tumbuh kembang
akibat desakan pada medula oblongata sehingga mengalami anoreksia

Poltekkes Kemenkes Padang


20

dan menyebabkan anak kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh.
f. Sistem persyarafan
Respon sistem saraf akibat penekanan pada jaringan dan syaraf otak adalah
terjadinya sakit kepala, kesadaran menurun, gelisah, mual muntah,
hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak, ketajaman penglihatan
akan menurun dan lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi
atrofi pada papila N.II.
g. Sistem muskuloskeletal
Penyumbatan cairan serebropsinal (CSS) diotak menyebabkan terjadinya
pembesaran ukuran kepala anak, sehingga tulang tengkorak anak akan
terlihat membesar.
h. Sistem imunitas
Salah satu tindakan pengobatan hidrosefalus yaitudilakukan pembedahan
shunt, pembedahan ini akan menyebabkan risiko infeksi pada anak yang
berisiko dapat mengganggu pada sistem imun tubuh anak.
i. Sistem endokrin
Cairan serebrospinal (CSS) yang tersumbat akan menekan jaringan dan
syaraf otak, yang menyebabkan kerusakan pada bagian otak anak, salah
satunya terjadi kerusakan Hipotalamus yang dapat mengganggu proses
metabolisme tertentu dan kegiatan lain dari sistem saraf otonom,
kerusakan ini menyebabkan suhu tubuh yang tidak terkontrol, respon
emosional yang tidak baik, serta tidak dapatmengontrol asupan makanan
dan air seperti merasakan lapar dan haus.

10. Penatalaksanaan
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus menurut Nurarif (2015):
a. Dengan mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus
koroidalis, dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak
memuaskan.
b. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subarachnoid. Misalnya,

Poltekkes Kemenkes Padang


21

ventrikulor-sisternostomi torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak


hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi fungsi absrobsi.
c. Pengeluaran CSS kedalam organ ekstrakranial

Menurut Ayu ( 2016) penatalaksanaan untuk anak penderita hidrosefalus adalah:


1. Terapi
a. Terapi medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya.
Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat
kesehatan dimana sarana bedah saraf tidak ada.
Obat yang sering digunakan adalah :
1) Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis; per oral 2-3x125mg/hari, dosis ini dapat
ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari.
2) Furosemid
Cara pemberian dan dosis; per oral 1,2mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6
mg/kgBB/hari. Bila tidak adamperubahan setelah satu minggu pasien
diprogramkan untuk operasi.
2. Lumbal pungsi (LP) berulang
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan progresivitas
hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal berulang akan
terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan
absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah.
Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada
hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular-
intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga pada hidrosefalus
komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi
herniasi.

Poltekkes Kemenkes Padang


22

3. Terapi operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada
penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan: mannito per
infus 0,5-2g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
a. Third ventrikulostomi / ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,
dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga Cdari
ventrikel III dapat mengalami keluar.
b. Operasi pintas / Shunting
Ada 2 macam :
1) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal.
2) Internal
c. Lumbo peritoneal shunt
CSS dialirkan dari resessus spinalis lumbalis ke rongga peritoneum dengan
operasi terbuka atau dengan jarum touhy secara perkutan
Komplikasi shunting;
a. Infeksi
b. Hematoma subdural
c. Obstruksi
d. Keadaan CSS yang rendah
e. Asites
f. Kraniosinostosi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus


1. Pengkajian
a. Biodata
Dapat terjadi pada semua tingkat usia, namun sering pada bayi ( kongenital)
diketahui setelah usia 4-6 bulan. Sering dijumpai pada bayi dengan usia ibu
sangat muda, ekonomi rendah, dan status gizi.

Poltekkes Kemenkes Padang


23

b. Keluhan utama
1) Pada bayi kepala lebih besar dari pada bayi seusia.
2) Anak mual dan muntah
3) Nyeri
4) Kesadaran menurun
5) Menangis
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat infeksi meningen, riwayat terjadi trauma saat hamil,
penggunaan obat, radiasi, penyakit infeksi, kurang gizi, kelainan bawaan,
neoplasma, dan trauma.
6) Riwayat kesehatan sekarang
Pembesaran tengkorak, adanya keluhan neurologi seperti mata yang
mengarah ke bawah, gangguan perkembangan motorik, gangguan
penglihatan, kejang, mual dan muntah, menangis, serta penurunan
kesadaran.
7) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat ibu infeksi intrauterus: virus atau bakteri, seperti TORCH.
Keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama yaitu hidrosefalus.
d. Data psikologi
1) Ibu
Orang tua bayi biasanya mengalami:
a) Depresi
b) Merasa bersalah
c) Menarik diri
d) Perselisihan keluarga
e. Tumbuh kembang
1. Tumbuh kembang lebih rendah dari bayi atau anak yang seusianya
2. Tidak dapat berbicara
3. Tidak mampu berjalan, IQ di bawah normal: khususnya bagi bayi yang
terlambat memperoleh pertolongan
f. Pemeriksaan fisik

Poltekkes Kemenkes Padang


24

1. Kedaan umum
a) Terjadinya penurunan kesadaran
b) Perubahan tanda-tanda vital (TTV)
2. Kepala
a) Adanya pembesaran tengkorak
Tabel 2.1
Ukuran rata-rata lingkar kepala

Lahir 35 cm

Umur 3 bulan 41 cm

Umur 6 bulan 44 cm

Umur 9 bulan 46 cm

Umur 12 bulan 47 cm

Umur 18 bulan 48,5 cm

b) Sutura yang masih terbuka terlihat lingkar kepala yang fronto oksipital
yang makin membesar
c) Sutura yang makin merenggang dengan fontanel cembung dan tegang
d) Vena kulit kepala sering terlihat menonjol
e) Sunset Phenomena
f) Pada perkusi kepala, bunyi seperti pot kembang yang retak (cracked pot
sign).
3. Mata
a) Terdapat papila edema
b) Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan penipisan tulang supraorbital
c) Skelera tampak diatas iris
d) Pergerakan bola mata tidak teratur
4. Sistem gastrointestinal
5. Mual dan muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
6. Ekstremitas
Gangguan perkembangan motorik, seperti kelumpuhan.

Poltekkes Kemenkes Padang


25

2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan


Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017), Nanda (2015)
diagnosa yang mungkin muncul:
a. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
embolisme (SDKI, 2017)
b. Risiko cedera berhubungan dengan kejang (Nanda, 2015)
c. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (SDKI, 2017)
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( peningkatan
TIK) (Nanda, 2015)
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera kimiawi
(SDKI, 2017)
f. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
(SDKI, 2017)
g. Hipertermi b.d proses penyakit ( infeksi) (SDKI, 2017)
h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
(Nanda, 2015)
i. Gangguan tumbuh dan kembang b.d kelainan genetik atau kongenital
(hidrosefalus) (SDKI, 2017).
3. Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.2
Perencanaan keperawatan
NO DIAGNOSA PERENCANAAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN NOC NIC
1. Risiko perfusi Setelah dilakukan asuhan Monitor tanda-tanda vital
jaringan serebral tidak keperawatan diharapkan risiko 1. Monitor tekanan darah,
efektif b.d embolisme perfusi jaringan serebral tidak nadi, suhu, dan
efektif teratasi dengan kriteria hasil: pernapasan
Definisi: Berisiko a. Status sirkulasi 2. Monitor kualitas dari
mengalami penurunan kriteria hasil : nadi
sirkulasi darah ke a. Tekanan sistole dan diastole 3. Monitor frekuensi dan
otak. dalam rentang yang diharapkan irama pernapasan
b. Tidak ada orthostatik hipertensi 4. Monitor pola
Faktor risiko: c. Tidak ada tanda-tanda pernapasan abnormal
1. Embolisme peningkatan TIK 5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
b. Perfusi jaringan otak 6. Monitor sianosis perifer
Kriteria hasil: 7. Identifikasi penyebab

Poltekkes Kemenkes Padang


26

a. Berkomunikasi dengan jelas dari perubahan tanda-


sesuai dengan kemampuan tanda vital
b. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi. Monitor neurologi
c. Memproses informasi 1. Pantau ukuran pupil,
d. Menunjukkan fungsi motorik bentuk, kesimetrisan
dan sensorik kranial yang utuh dan reaktivitas
(tingkat kesadaran membaik, 2. Monitor refleks kornea
tidak ada gerakan involunter). 3. Monitor tingkat
kesadaran
4. Monitor kekuatan
pegangan
5. Hindari kegiatan yang
bisa meningkatkan TIK
6. Monitor tanda-tanda
vital : suhu, tekanan
darah, denyut nadi dan
respirasi

2. Risiko cedera b.d Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Kejang


kejang keperawatan diharapkan risiko 1. Sediakan tempat tidur
cedera pada pasien teratasi dengan yang rendah, dengan
Definisi: Berisiko kriteria hasil : tepat
mengalami bahaya a. Kontol risiko 2. Monitor pengelolaan
atau kerusakan fisik Kriteria hasil: obat
yang menyebabkan a. Klien terbebas dari cedera 3. Instruksikan keluarga
seseorang tidak lagi b. keluarga mampu menjelaskan untuk memberikan
sepenuhnya sehat cara/metode untuk mencegah pertologan pertama saat
dalam kondisi baik. injury cedera kejang
c. keluarga mampu menjelaskan 4. Singkirkan obyek
Faktor risiko: faktor risiko dari lingkungan / potensial yang
1. Hipoksia jaringan prilaku personal membahayakan yang
2. Kegagalan b. Kontrol kejang ada di lingkungan
mekanisme Kriteria Hasil : 5. Gunakan penghalang
pertahanan tubuh a. keluarga mampu tempat tidur yang lunak
3. Perubahan fungsi menggambarkan faktor-faktor 6. Instruksikan keluarga
kognitif. yang memicu kejang untuk melapor ke
b. keluarga menggunakan obat- petugas kesehatan saata
obat yang sesuai dengan resep ada tanda kejang
dokter dirasakan.
c. keluarga mampu mencegah
faktor risiko / pemicu kejang. Manajer lingkungan
1. Ciptakan lingkungan
yang aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan

Poltekkes Kemenkes Padang


27

fungsi kognitif pasien


dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
3. Hindari lingkungan yang
berbahaya
4. Pasang side rail tempat
tidur
5. Sediakan tempat tidur
yang nyamam dan bersih
6. Batasi pengunjung
7. Anjurkan keluarga untuk
menemani pasien
8. Kontrol lingkungan dari
kebisingan
memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
9. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
3. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi
efek prosedur invasif keperawatan diharapkan risiko 1. Bersihkan lingkungan
infeksi pada pasien teratasi dengan setelah dipakai pasien
Definisi: kriteria hasil : yang lain
Berisiko mengalami 2. Pertahankan teknik
peningkatan terserang a. Status imun isolasi
organisme patogenik. Kriteria hasil: 3. Cuci tangan sebelum
a. Menunjukkan perilaku dan sesudah
Faktor risiko: hidup sehat melakukan tindakan
1. Efek prosedur b. Suhu tubuh dalam batas normal keperawatan
invasif c. Jumlah sel darah putih normal. 4. Pertahankan
2. Peningkatan d. lingkungan aseptik
paparan organisme b. Pengetahuan kontrol infeksi selama pemasangan
patogen luar Kriteria hasil: alat
3. Ketidakadekuatan a. Klien bebas dari tanda dan 5. Tingkatkan intake
pertahan tubuh gejala infeksi nutrisi
primer: kerusakan b. Menunjukkan kemampuan 6. Berikan terapi
integritas kulit untuk mencegah timbul nya antibiotik bila perlu
4. Ketidakadekuatan infeksi 7. Monitor, hitung
pertahanan tubuh c. Pasien mampu granulosit, WBC
sekunder. mengidentifikasi tanda dan 8. Monitor kerentanan
gejala infeksi terhadap infeksi
d. Melakukan imunisasi 9. Inspeksi kulit dan
yang direkomendasikan membran mukosa
e. Pasien mengetahui terhadap kemerahan

Poltekkes Kemenkes Padang


28

konsekuensi terkait infeksi. dan drainase


10. Dorong masukan
cairan
11. Ajarkan keluarga tanda
dan gejala infeksi
12. Laporkan jika ada
kecurigaan infeksi.

4. Nyeri akutSetelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri


berhubungan dengan keperawatan diharapkan nyeri akut 1. Lakukan pengkajian
agen pencedara pada pasien teratasi dengan kriteria nyeri secara
fisiologi (peningkatan hasil : komprehensif yang
TIK) meliputi lokasi,
Definisi: a.Tingkat nyeri karakteristik, frekuensi
Pengalaman sensorik Kriteria hasil : durasi, kualitas,
atau emosional yang a. Mengerang dan menangis tidak intensitas atau beratnya
berkaitan dengan ada nyeri
kerusakan jaringanb. Tidak ada ekspresi nyeri pada 2. Observasi adanya
aktual atau wajah petunjuk nonverbal
fungsional, dengan mengenai
onset mendadak atau ketidaknyamanan
lambat dan terutama pada mereka
berintesitas ringan yang tidak dapat
hingga berat yang berkomunikasi secara
berlangsung kurang efektif
dari 3 bulan. 3. Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
Gejala dan tanda untuk mengetahui
mayor pengalaman nyeri dan
Subjektif sampaikan penerimaan
a. Mengeluh nyeri pasien terhadap nyeri
b. Merasa depresi 4. Berikan individu
Objetif : penurunan nyeri yang
a. Tampak meringis optimal dengan
b. Gelisah persepsi analgesik
c. Tidak mampu 5. Dukung pasien untuk
menuntaskan istirahat adekuat untuk
aktivitas. menurunkan rasa nyeri
6. Monitor kepuasan
Gejala dan tanda terhadap manajemen
minor: nyeri dalam interval
Subjektif spesifik
a. takut mengalami
cidera berulang Pemberian analgesik
Objetif : 1. Tentukan lokasi,
a. Bersikap protektif karakteristik, kualitas
b. Waspada dan keparahan nyeri
c. Sikap tubuh sebelum mengobati

Poltekkes Kemenkes Padang


29

berubah pasien
d. Anoreksia 2. Cek perintah
e. Fokus menyempit pengobatan meliputi
Berfokus pada diri obat, dosis, dan
sendiri frekuensi obat
analgesik yang
diresepkan
3. Cek adanya riwayat
alergi obat
4. Tentukan pilihan obat
analgesik berdasarkan
tipe dan keparahan
nyeri
5. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah memberikan
analgesik
6. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktifitas lain yang dapat
membantu relaksasi
untuk memfasilitasi
nyeri
7. Berikan analgesik
sesuai waktunya,
terutama pada nyeri
yang berat
Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping.
5. Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan Perlindungan infeksi
kulit berhubungan keperawatan diharapkan gangguan 1. Monitor adanya tanda
dengan imobilisasi integritas kulit pada pasien teratasi dan gejala infeksi
dengan kriteria hasil : sistemik dan lokal
Definisi: Kerusakan 2. Monitor kerentanan
kulit (dermis dan/atau a. Integritas jaringan: kulit terhadap infeksi
epidermis) atau Kriteria hasil: 3. Batasi jumlah
jaringan (membran a. Lesi pada kulit tidak ada pengunjung
mukosa, kornea, b. Suhu kulit tidak terganggu 4. Pertahankan asepsi
fasia, otot, tendon, c. Integritas kulit tidak terganggu untuk pasien berisiko
tulang, kartilago, d. Perfusi jaringan tidak terganggu 5. Berikan perawatan
kapsul sendi dan/atau e. Pengelupasan tidak ada. kulit yang tepat
ligamen). 6. Tingkatkan asupan
Batasan b. Keparahan infesi nutrisi yang cukup
karakteristik: Kriteria hasil: 7. Ajarkan anggota
a. Kerusakan integritas a. Kemerahan tidak keluarga bagaimana
kulit b. Demam tidak ada cara menghindari

Poltekkes Kemenkes Padang


30

Faktor c. Nyeri tidak ada infeksi.


berhubungan: d. Hilang nafsu makan tidak
a. Faktor mekanik terganggu
(tekanan, e. Hipotermia tidak ada. Perawatan luka
mobilitas fisik) 1. Bersihkan dengan
b. Gangguan turgor pembersih yang tepat
kulit 2. Oleskan salep yang
c. Gangguan sensasi sesuai dengan kulit/lesi
3. Periksa luka sesaui
balutan luka
4. Dorong cairan yang
sesuai
5. Dokumentasikan lokasi
luka, ukuran dan
tampilan
6. Berikan balutan sesuai
dengan luka
7. Tempatkan area yang
terkena pada air yang
mengalir
66 6. Gangguan persepsi Setelah dilakukan asuhan Monitor neurologi
sensori berhubungan keperawatan diharapak gangguan 1. Pantau ukuran pupil,
dengan gangguan persepsi sensori pada pasien teratasi bentuk, kesimetrisan,
penglihatan dengan kriteria hasil: dan reaktivitas
2. Monitor refleks
Definisi: Perubahan a. Status neurologi: sensori kranial / kornea
persepsi terhadap fungsi motorik 3. Monitor tingkat
stimulus baik internal kesadaran
maupun eksternal a. Pasien mampu mempertahankan 4. Monitor kekuatan
yang disertai dengan fungsi optimal indera pegangan
respon yang b. Menunjukkan tanda dan gejala 5. Hindari kegiatan yang
berkurang, berlebihan persepsi sensori, penglihatan, bisa meningkatkan TIK
atau terdistorsi. pendengaran, makan dan minun 6. Monitor tanda-tanda
dengan baik vital: suhu, tekanan
Gejala dan tanda c. Mampu mengungkapkan fungsi darah, denyut nadi dan
mayor persepsi dan sensori dengan respirasi.
1. Respons tidak tepat.
sesuai
2. Distorsi sensori b. Fungsi sensori: penglihatan
a. Ketajaman pandangan di garis
Gejala dan tanda tengah (kiri) tidak terganggu
minor b. Ketajaman pandangan di garis
1. Curiga tengah (kanan) tidak terganggu
2. Konsentrasi c. Ketajaman pandangan perifer
waktu (kiri) tidak terganggu
d. Ketajaman pandangan perifer
(kanan) tidak terganggu
e. Lapangan pandang pusat tidak

Poltekkes Kemenkes Padang


31

terganggu.

7. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan Perawatan demam


berhubungan dengan keperawatan diharapkan hipertermi 1. Pantau suhu dan tanda
proses penyakit pada pasien teratasi dengan kriteria vital lainnya
(infeksi) hasil : 2. Monitor warna kulit
dan suhu
a. Keparahan infeksi 3. Monitor asupan dan
Kriteria hasil: keluaran, sadari
a. Tidak ada kemerahan pada kulit perubahan kehilangan
b. Suhu tubuh dala rentang normal cairan yang tak
c. Mengidentifikasi tanda dan dirasakan
gejala hipertermi. 4. Fasilitasi istirahat,
b. Kontrol risiko: hipertermi terakan pembatasan
Kriteria hasil: aktivitas.
a. Melakukan tindakan mandiri 5. Pastikan tanda laian
untuk mengontrol suhu tubuh dari infeksi yang
b. Monitor lingkungan terkait terpantau oleh orang
faktor yang meningkatkan suhu tua
tubuh 6. Lembabkan bibir dan
mukosa yang kering.

Pengaturan suhu
1. Monitor suhu paling
tidak tiap 2 jam, sesuai
kebutuhan
2. Monitor tekanan darah,
nadi dan respirasi,
sesuai kebutuhan
3. Monitor dan laporkan
jika ada tanda dan
gejala hipertermi
4. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi yang
adekuat
5. Berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
8. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan gangguan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh nutrisi kurang dari kebutuhan makanan
berhubungan dengan tubuh pada pasien teratasi dengan 2. Kolaborasi dengan ahli
anoreksia kriteria hasil: gizi untuk menetukan
jumlah kalori dan
a. Status nutrisi nutrisi yang dibutuhkan
Kriteria hasil: pasien
a. Asupan gizi dalam batas 3. Berikan makanan yang

Poltekkes Kemenkes Padang


32

normal terpilih (udah


b. Asupan makanan dalam batas dikonsulkan dengan
normal ahli gizi)
c. Asupan cairan dalam batas 4. Monitor turgor kulit
normal pasien
d. Energi dalam batas normal 5. Monitor adanya mual
dan muntah
e. Rasio berat badan dalam batas 6. Identifikasi perubahan
normal nafsu makan akhir-
akhir ini
b. Nafsu makan 7. Identifikasi adanya
Kriteria hasil: ketidaknormalan dalm
a. Hasrat/ keinginan untuk makan rongga mulut
tidak terganggu 8. Monitor diet dan supan
b. Energi untuk makan tidak kalori.
terganggu
c. Intake nutrisi tidak terganggu
d. Adanya rangsangan untuk
makan
9. Gangguan tumbuh dan Setelah dilakukan asuhan Peningkatan
kembang kperawatan diharapkan gangguan perkembangan anak:
berhubungan dengan tumbuh kembang pada pasien 1. Bangun hubungan
kelainan genetik teratasi dengan kriteria hasil: saling percaya dengan
(hidrosefalus) anak
a. Pertumbuhan dan perkembangan 2. Lakukan interaksi
yang tertunda personal dengan anak
Kriteria hasil: 3. Bangun hubungan
a. Anak berfungsi optimal sesuai saling percaya dengan
tingkatannya orang tua
b. Keluarga dan anak mampu 4. Ajarkan orang tua
melakukan koping terhadap mengenal tingkat
tantangan karena adanya perkembangan normal
kemampuan diri anak dan perilaku
c. Keluarga mampu mendapatkan yang berhubungan
sumber-sumber saran 5. Bangun suasan yang
komunitas nyaman bagi anak
d. Kematangan fsik wanita: untuk mencari bantuan
perubahan fisik normal pada dari orang lain ketika
wanita yang terjadi transisi anak memang
dari masa kanak-kanak ke memerlukan bantuan
dewasa 6. Dengan dan diskusikan
e. Status nutrisi seimbang tentang musik
f. Berat badan normal. 7. Dampingi aktifitas
menggunting,
memmotong berbagai
bentuk dan mengelem
8. Ajarkan anak untuk
mengenali dan

Poltekkes Kemenkes Padang


33

memanipulasi bentuk
9. Ceritakan atau bacakan
cerita bagi anak
10. Bantu untuk mengenal
bentuk dan ruang
11. Berikan kesempatan
dan mendukung
aktifitas motorik
12. Sediakan kesempatan
untuk bermain di area
bermain
13. Berjalan-jalan bersama
anak
14. Yakinkan bahwa tes
medis dan perawatan
dilakukan pada waktu
yang tepat sesuai
dengan aktifitas anak.

Manajemen nutrisi
1. Tentukan status gizi
anak dan kemampuan
anak untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
2. Identifikasi adanya
alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki
pasien
3. Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
4. Ciptakan lingkungan
yang optimal saat
mengkonsumsi
makanan (misalnya
bersantai)
5. Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan

Sumber: SDKI, NANDA International (2015-2017), NIC-NOC (2016)

Poltekkes Kemenkes Padang


34

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Jenis penelitian ini adalah
deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk
membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif.
Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana Penerapan asuhan keperawatan pada
anak dengan Hidrosefalus di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2019
(Nursalam, 2015).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian telah dilaksanakan di ruangan akut anak IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Waktu penelitian dilakukan selama 5 hari, yaitu
pada tanggal 19 sampai 23 Februari 2019

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua anak yang mengalami penyakit
hidrosefalus di IRNA kebidanan dan anak serta ruang akut anak IRNA
Kebidanan dan Ank RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jumlah populasi satu
anak.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah satu orang anak yang mengalami penyakit
hidrosefalus yang berada di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Adapun kriteria dalam penelitian ini yaitu, keluarga bersedia anaknya jadi
responden dan pasien yang lama rawat minimal 5 hari.

D. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah format pengkajian asuhan
keperawatan anak, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan alat pemeriksaan fisik

34
34
Poltekkes Kemenkes Padang
35

yang terdiri dari termometer, timbangan, penlight, stetoskop, reflek hammer,


mikrotoa, dan meteran. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa,
pemeriksaan fisik, observasi langsung, dan studi dokumentasi.

E. Teknik dan prosedur pengumpulan data


1. Teknik pengumpulan data
a. Pengamatan (observasi)
Dalam penelitian ini, pengamatan yang digunakan peneliti yaitu
mengobservasi atau melihat kondisi anak, yang sesuai dengan kriteria
atau manifestasi klinis dari penyakit, seperti keadaan umum, tingkat
kesadaran, ciri-ciri peningkatan intrakranial, kelemahan fisik dan
bentuk kepala.
b. Wawancara
Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan yaitu
wawancara bebas terpimpin, dimana wawancara ini merupakan
kombinasi dari wawancara terpimpin dan wawancara tidak terpimpin.
Wawancara jenis ini mempunyai ciri fleksibilitas (keluwesan) tetapi
arahnya jelas. Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara
dengan perawat dan orang tua untuk mengetahui kondisi anak secara
jelas dan untuk mendapatkan data primer dengan tepat, seperti riwayat
kesehatan dahulu ( penyakit infeksi, kurang gizi, trauma) , riwayat
kesehatan keluarga (keluarga yang mempunyai penyakit infeksi atau
menular, tumor atau kanker), riwayat kesehatan ibu selama hamil
(terkontaminasi oleh virus dan bakteri seperti kuman TBC, strococus,
toxoplasma),activity daily living.
c. Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik ini peneliti melakukan pemeriksaan meliputi,
kondisi umum, suhu tubuh, menghitung frekuensi pernafasan, frekuensi
nadi, balance cairan, tingkat kesadaran, pemeriksaan nervous,
pengukuran besar lingkar kepala, BB (berat badan), TB (tinggi badan)
d. Dokumentasi

Poltekkes Kemenkes Padang


36

Dokumentasi keperawatan berisi tentang hasil data pengkajian,


diagnosa yang telah dirumuskan, intervensi yang telah di tetapkan,
implementasi yang telah dilakukan, evaluasi yang telah dibuat, hasil
pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan lumbal punksi (cairan
serebrospinal), eritrosit, jenis bakteri atau virus), dan pemeriksaan
diagnostik yang terkait dengan penyakit pasien (CT scan kepala, X foto
kepala, dan USG).
2. Prosedur Pengumpulan Data
Adapun langkah-langkah prosedur pengumpulan data yang digunakan oleh
peneliti adalah :
a. Prosedur administrasi :
1) Peneliti mengurus surat rekomendasi pengambilan data dan surat
izin pengambilan data dari institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes
Padang ke RSUP Dr.M. Djamil Padang.
2) Peneliti menyerahkan surat izin pengambilan data dari institusi untuk
mendapatkan surat izin melakukan survey awal di RSUP Dr.M.
Djamil Padang.
3) Peneliti berkoordinasi dengan perawat tentang data pasien kunjungan
hidrosefalus dalam 3 bulan terakhir.
4) Peneliti mengurus surat izin penelitian dari institusi pendidikan
Poltekkes Kemenkes Padang ke RSUP Dr.M. Djamil Padang
5) Peneliti mendapatkan surat izin melakukan penelitian di ruang akut
anak RSUP Dr.M. Djamil Padang
b. Prosedur asuhan keperawatan
1) Peneliti memilih anak dengan hidrosefalus sebagai pasien
2) Peneliti memberikan Informed consent kepada keluarga responden
dengan memberikan keterangan sebelumnya
3) Peneliti menanyakan ketersediaan waktu responden untuk
melakukan pengkajian menggunakan format pengkajian asuhan
keperawatan anak dan wawancara menggunakan kuisioner
4) Peneliti melakukan pemeriksaan fisik pada anak dengan metode
head to toe

Poltekkes Kemenkes Padang


37

5) Peneliti melakukan intervensi, implementasi dan evaluasi, dan


terminasi pada anak

F. Jenis-jenis Data
a. Jenis Data
1) Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden,
meliputi: identitas pasien dan keluarga, riwayat kesehatan pasien, pola
aktifitas sehari-hari dirumah, data psikososial pasien, dan data
pemeriksaan fisik.
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung
dari rekan medis di RSUP dr.M. Djamil Padang. Data sekunder umumnya
berupa hasil data pengkajian, diagnosa yang telah dirumuskan, intervensi
yang telah di tetapkan, implementasi yang telah dilakukan, evaluasi yang
telah dibuat, hasil pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan lumbal
punksi (cairan serebrospinal), eritrosit, jenis bakteri atau virus), dan
pemeriksaan diagnostik yang terkait dengan penyakit pasien (CT scan
kepala, X foto kepala, dan USG).

G. Analisis Data
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan
pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori
keperawatan pada pasien hidrosefalus. Data yang didapat dari hasil melakukan
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penegakan diagnosa, merencanakan
tindakan, melakukan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan
dinarasikan. Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan apakah ada
kesesuaian antara data yang ditemukan pasien kelolaan dengan teori dan
penelitian terdahulu.

Poltekkes Kemenkes Padang


38

BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada 1 orang partisipan yaitu An.M berumur 11 bulan
(Perempuan) dengan hidrosefalus komunikans. Pengkajian keperawatan
dilakukan pada tanggal 19 sampai 25 Februari 2019 di ruang akut anak,
IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 26 Januari
2019 melalui rujukan RS Adnan WD Payakumbuh. Pasien masuk dengan
keluhan demam tinggi, kejang 5-7x/hari, spastik atau tegang otot, ibu juga
mengatakan anak malas menyusu, muntah 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Selama dirawat di RS Adnan Payakumbuh anak telah diberikan terapi IVFD
kaen IB 30 tetes/i, paracetamol infus 4x100 mg, ceftriaxone 2x400 mg iv,

Hasil wawancara yang didapatkan pada Selasa, 19 Februari 2019 pukul 13.00
wib didapatkan Ibu mengatakan An. M sebelumnya dirawat di RS Adnan WD
Payakumbuh, karena demam disertai kejang. Setelah 3 hari dirawat di
Payakumbuh An. M Ibu mengatakan An. M demam tidak turun-turun dan
masih kejang lalu di rujuk ke RS M.Djamil Padang. Ibu mengatakan An. M
telah dilakukan pemasangan VP shunting pada tanggal 2 Februari pada jam
12.00 sampai 13.30, ibu mengatakan anak masih demam, kejang sudah tidak
ada, spastik masih ada, terkadang muntah saat diberikan susu, bibir pucat dan
kering, terdapat luka dimata kaki karena terkena cairan KCL, luka menghitam
belum dilakukan pembersihan luka, dibagian ketika juga terdapat bekas
jahitan bekas longline yang belum mengering.

An.M merupakan anak keempat dari 4 bersaudara, tidak ada anggota keluarga
yang mememiliki penyakit yang sama seperti An. M dan tidak ada juga
riwayat penyakit keturunan di keluarga.An.M sebelumnya sudah melakukan
41
operasi untung pemasangan VP shunting pada tanggal di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Ibu pasien mengatakan anak lahir normal di rumah bidan

38
38
Poltekkes Kemenkes Padang
39

dengan usia kehamilan 9 bulan. Ibu mengatakan sejak dilahirkan sampai usia
7 bulan anak sehat tidak pernah sakit.

Ibu mengatakan anak nya sudah 2 kali masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang,
masuk pertama pada bulan Desember 2018 saat usia 8 bulan, anak mengalami
demam tinggi disertai kejang, dan anak didiagnosa meningitis. Anak
menderita penyakit hidrosefalus sejak usia 10 bulan. Ibu mengatakan
imunisasi anak lengkap, imunisasi campak tidak didaptkan karena anak sakit.
Sebelum sakit anak sudah bisa bediri dan berjalan dengan memegang dinding
atau dibantu, saat sakit anak hanya bisa terbaring di kasur dan menangis.

Saat dilakukan pemeriksaan fisik keadaan umum pasien nampak lemah, berat
badan 8.5 kg dengan tinggi badan 75 cm. Hasil pengukuran tekanan darah:
90/60 mmHg, suhu 38,3 ºc, nadi 98 x/menit.Hasil pemeriksaan fisik
ditemukan kepala membesar, lingkar kepala 60 cm, dahi menonjol, saat
diperkusi terdengar bunyi cracked pt sign, sutura melebar dan mencekung.
Konjungtiva tidak anemis, skelera tidak ikterik, pupil isokor, iris mata
normal, mata Cortical Visual Impairment (CVI). Tidak ada pernapasan
cuping hidung, mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis disekitar mulut, tidak
ada pembengkakan dan pembesaran kelenjer getah bening di leher.

Pemeriksaan thoraks simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi dinding dada,
pergerakan dinding dada saat inspirasi dan ekspirasi sama, fremitus teraba
sama kiri dan kanan, saat diauskultasi suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada. Pemeriksaan jantung iktus kordis tidak terlihat, iktus
kordis teraba 2 jari mid clavicula RIC IV sinistra, suara jantung terdengar
reguler, irama jantung teratur. Pemeriksaan abdomen tidak tampak distensi
abdomen, bising usus normal, hepar dan ginjal tidak teraba, saat diperkusi
terdengar timpani. Pemeriksaan kulit turgor kembali cepat, teraba hangat,
warna kulit putih, tidak ada sianosis dan tidak ada perdarahan dibawah kulit.
Pemeriksaan ekstremitas atas, akral teraba hangat, CRT kecil dari 2 detik.
Pada ekstremitas bagian bawah akral teraba hangat, terdapat luka di mata kaki
sbelah kanan terkena cairan KCL.

Poltekkes Kemenkes Padang


40

An.M memiliki kebiasaan minum susu formula jenis soya 3 kali sehari,
sebanyak 450 cc pertiap pemberian. Susu dimasukkan melalui OGT. Ibu
mengatakan jika dimasukkan kedalam OGT susu yang diberikan habis.

Pola tidur siang anak teratur dengan jam tidur lebih kurang 3 atau 4 jam.
Sedangkan pola tidur malam anak juga teratur dengan jam tidur lebih kurang
8-12 jam, kadang anak terbangun saat tidur malam karena menangis.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 18 Februari 2019 ditemukan


3 3
hemoglobin 10,1 g/dl, leukosit 10.650/mm , trombosit 537.000/mm ,

hemtokrit 33%, ureum darah 11 mg/dl, kreatinin darah 0.3 mg/dl, kalsium 9,3
mg/dl, natrium 134 Mmol/L, kalium 4.4 Mmol/L, total protein 6.1 g/dl.

An.m mendapatkan terapi medis Luminal 2 x 18 mg, diazepam 3 x 0.5 mg,


cefotaxime 2 x 4 mg, dan fusilex(cream), paracetamol 3 x 150 mg, dan
dexametason 4 x 0,75 mg.

2. Diagnosis Keperawatan
Hasil pengkajian diatas, didapatkan diagnosis keperawatan yang bisa
ditegakkan, yaitu:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor risiko
embolisme yang ditandai dengan data subjektif ibu mengatakan anak
pernah kejang, ibu mengatakan anak demam, sedangkan data objektif
akral anak teraba dingin, GCS 11, anak mengalami spastik atau kejang
otot.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Hidrosefalus) yang
disebabkan oleh kejang, dengan data subjektif didapatkan Ibu
mengatakan sudah 3 hari anak demam, kulit anak teraba panas,
sedangkan data objektif didapatkan suhu: 38,3ºc, kulit teraba panas, anak
tampak rewel dan malas menyusui. Klien mendapatkan obat paracetamol
3 x 150 mg.

Poltekkes Kemenkes Padang


41

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit


yang disebabkan oleh cairan KCL dan bekas jahitan longline yang masih
basah, dengan data subjektif didapatkan Ibu mengatakan terdapat luka
akibat terkena air KCL, Ibu mengatakan bekas luka jahitan longline
belum mengering, sedangkan data objektif didapatkan luka menghitam di
mata kaki sebelah kanan, luka bekas jahitan longline tampak belum
mengering diketiak sebelah kanan. Klien mendapatkan terapi pengobatan
fusilex (cream).
d. Risiko keterlambatan perkembangan dengan faktor risiko infeksi yang
ditandai dengan data subjektif ibu mengatakan pada usia 7 bulan anak
sudah bisa berdiri dengan memegang dinding, tetapi semenjak sakit anak
tidak bisa apa-apa, ibu mengatakan anak mengalami kejang otot / spastic,
sedangkan data objektif didapatkan kepala anak tampak membesar,
lingkar kepala 60 cm, dan anak hanya bisa berbaring di tempat tidur.

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan dilakukan dengan menetukan kriteria hasil dan


rencvana kegiatan yang dilakukan. Rencana keperawatan dari masing-masing
diagnosis keperawatan sebagai berikut :

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan kriteria hasil :


tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada
orthostatik hipertensi, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK,
menunjukkan fungsi motorik dan sensorik kranial yang utuh (tingkat
kesadaran membaik, tidak ada gerakan involunter).
Rencana tindakan tersebut diantara nya:
1) Monitor tanda-tanda vital dengan indikator : memonitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan pernapasan, memonitor kualitas dari nadi, memonitor
frekuensi dan irama pernapasan, memonitor pola pernapasan abnormal,
memonitor suhu, warna, dan kelembaban kulit, memonitor sianosis
perifer, identifikasi penyebab dari perubahan tanda-tanda vital.
2) Monitor tekanan intra kranial (TIK) dengan indikator : monitor status
neurologis, monitor suhu, monitor jumlah, nilai dan karakteristik

Poltekkes Kemenkes Padang


42

pengeluaran cairan serebrospinal, berikan antibiotik, periksa pasien


terkait adanya gejala kaku kuduk.
3) Monitor neurologi dengan indikator : monitor refleks kornea, monitor
tingkat kesadaran, monitor kekuatan pegangan, hindari kegiatan yang
bisa meningkatkan TIK, monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah,
denyut nadi dan respirasi.
b. Hipertermi dengan kriteria hasil : tidak ada peningkatan suhu kulit, tidak
terjadi dehihdrasi, tidak terjadi hipertermi, tidak berkeringat saat panas,
intake makanan tidak terganggu, intake cairan tidak terganggu, suhu
tubuh kembali normal.
Rencana tindakan tersebut diantaranya
1) Pengaturan suhu dengan indikator : Monitor suhu paling tidak setiap 2
jam sesuai kebutuhan, monitor suhu dan warna kulit, sesuaikan suhu
lingkungan untuk kebutuhan pasien, tingkatkan intake cairan dan nutrisi
adekuat, berikan pengobatann antipiretik, sesuai kebutuhan.
2) Perawatan demam dengan indikator : Pantau suhu dan tanda tanda-tanda
vital lainnya, monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan
cairan yang tak dirasakan, dorong konsumsi cairan, pantau komplikasi-
komplikasi yang berhubungan dengan demam serta tanda dan gejala
kondisi penyebab demam (misalnya: kejang, penurunan tingkat
kesadaran).
3) Manajemen kejang dengan indikator : pertahankan jalan nafas, balikkan
bada klien kesatu sisi, pandu gerakan klien untuk mencegah terjadinya
cedera, monitor arah kepala dan mata selama kejang, longgarkan
pakaian, monitir status neurologis, monitor tanda-tanda vital, catat lama
kejang, berikan obat anti kejang dengan benar.
c. Kerusakan integritas kulit dengan kriteria hasil : integritas kulit yang
baik bida dipertahankan, perfusi jaringan baik, faktor risiko
teridentifikasi, faktor risiko personal termonitor, faktor risiko lingkungan
termonitor.

Poltekkes Kemenkes Padang


43

Rencana tindakan tersebut diantaranya:


1) Perawatan luka dengan indikator : monitor karakteristik luka, bersihkan
luka dengan normal saline, oleskan salep yang sesuai dengan kulit,
berikan balitan yang sesuia dengan jenis luka, periksa luka setiap kali
perubahan balutan, dorong cairan yang sesuai,pertahankan teknik balutan
steril ketika melakukan perawatan luka dengan tepat.
2) Nutritional management (manajemen nutrisi) dengan indikator : tentukan
status gizi anak dan kemampuan anak untuk memnuhi kebutuhan gizi,
identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien,
ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkonsumsi makanan
(misalnya: bersih, dan bebas bau), monitor kalori dan asupan makanan.
3) Manajemen cairan dengan indikator : monitor berat badan, pertahankan
catatan intake dan output yang akurat, dorong masukan oral, monitor
status hidrasi ( kelembapan membran mukosa, nadi adekuat), berikan
cairan sesuai dnegan keutuhan.
d. Risiko keterlambatan perkembangan dengan kriteria hasil : anak
berfungsi optimal sesuai tingkatannya, keluarga dan anak melakukan
koping terhadap tantangb karena adanya ketidakmampuan, keluarga
mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas, kematangan
fisik: wanita: perubahn fisik normal yang terjadi transisi dari masa
kanak-kanak ke dewasa, status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana tindakan tersebut diantaranya :
1) Peningkatan perkembangan anak dengan indikator : bangun hubungan
saling percaya dengan orang tua, ajarkan orang tua mengenal tingkat
perkembangan normal dari anak dan perilaku yang berhubungan, bangun
suasana yang nyaman bagi anak, berikan kesempatan dan mendukun
aktifitas motorik, sediakan kesempatan untuk bermain di area bermain
terapeutik.

Poltekkes Kemenkes Padang


44

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang dilakukan pada klien sesuai dengan asuhan keperawatan


adalah sebagai berikut :

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak tindakan keperawatan


yang telah dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan pada pupil mata,
melakukan pemeriksaan GCS, melakukan pemeriksaan rangsangan
meningeal, melakukan pemeriksaan TIK (kaku kuduk, adanya muntah
yang menyemprot, ubun-ubun yang cembung), pantau kondisi apakah
anak ada menangis menjerit dan pantau keaktifan anak minum susu,
melakukan pemeriksaan lingkar kepala, melakukan vital sign,
memberikan obat cefotaxim 2x4 mg dan obat dexametason 4x0,75 mg
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (hidrosefalus) tindakan
keperawatan yang telah dilakukan yaitu mengukur suhu anak setiap 2
jam, menganjurkan ibu untuk memberikan susu ke anak nya agar tidak
dehidrasi, memantau komplikasi seperti kejang, menganjurkan ibu untuk
mengompres anak dengan air hangat dibgaian lipatan tubuh, memebrikan
obat PCT 3x150 mg, dan diazepam 3x0,5 mg.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit
tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu monitor adanya
kerusakan kulit anak, menjaga kulit anak tetap bersih, menjaga agar
lingkungan anak tetap bersih, membersihkan luka dengan tekhnik steril,
memberikan susu untuk mendorong asupan nutrisi, memberikan obat
fusilex (cream).
d. Risiko keterlambatan perkembangan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan yaitu membina hubungan saling percaya dengan orang tua dan
anak, memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang terapi
bermain yang sesuai dengan umur anak, seperti perlihatkan buku yang
bergambar, kenalkan suara binatang, rangsang anak dengan memberi
makanan ditangan nya, bermain bersama dengan anak dengan
mendengarkan suara-suara binatang.

Poltekkes Kemenkes Padang


45

5. Evaluasi Keperawatan
Hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan selama 5 hari yaitu:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak, ibu mengatakan pda hari pertama
anak masih mengalami kejang, hari kedua sampai hari kelima anak sudah
tidak mengalami kejang, demam masih ada, anak tampak masih
mengalami spastik, anak sudah mau minum susu dan dihari kelima susu
yang diberikan habis diminum,dan terlihat lemah, nadi 90x/m. Masalah
belum teratasi intervensi masih dilanjutkan yaitu dengan memonitor
tanda-tanda vital dan melakukan pemebrian obat cefotaxim 2x4 mg dan
dexametason 4x0,75 mg, melakukan pemeriksaan rangsangan meningeal.
b. Hipertermi
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (hidrosefalus) pada hari pertama
ibu mengatakan badan anak masih teraba panas, anak tidak mau minum
susu, saat dilakukan pengukuran suhu yang dilakukan setiap 2 jam, jam
09.00 suhu anak 38,3 ºc dan pada jam 11.00 suhu anak turun menjadi
38,0 ºc, anak juga diberikan obat demam paracetamol 3x150 mg, dan
obat anti kejang diazepam 3x0,5 mg, pada hari pertama, kedua, dan
ketiga masalah ini belum teratasi. Saat hari keempat ibu mengatakan
badan anak sudah tidak teraba panas, anak sudah mau minum susu, saat
diukur suhu anak sudah turun menjadi 36,7 ºc dan pemberian obat
dihentikan.
c. Kerusakan integritas kulit
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit pada hari pertama ibu
mengatakan luka dimata kaki masih menghitam dan belum dibersihkan.
Hanya diberi obat cream yaitu fusilex. Saat hari kedua luka sudah

Poltekkes Kemenkes Padang


46

dibersihkan dan dibalut dengan kassa. Dihari ketiga, keempat dan kelima
luka masih basah, masalah belum teratasi , intervensi dilanjutkan yaitu
dilakukan perawatan luka dan diberi obat fusilex
d. Risiko keterlambatan perkembangan
Setelah dilakukan implementasi pada An. M dan evaluasi yang
didapatkan selama 5 hari pada An. M pada diagnosis risiko
keterlambatan perkembangan yaitu ibu mengatakan anak hanya bisa
berbaring, anak tampak lemah, tidak berespon saat diajak tertawa.
Masalah belum teratasi, intervensi masih dilanjutkan dengan
menyarankan keluarga untuk bermain terapeutik dengan merangsang
motorik halus dan kasar anak.

B. Pembahasan Kasus

Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas kesinambungan antara


teori dengan laporan kasus asuhan keperawatan pada anak dengan
hidrosefalus yang telah dilakukan sejak tanggal 19 Februari 2019 sampai
tanggal 23 Februari 2019 di ruang rawat akut anak IRNA kebidana dan anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Dimana pembahasan ini sesuai dengan tahapan
asuhan keperawatan yaitu dimulai dari tahap pengkajian, merumuskan
diagnosis keperawatan, menyusun rencana keperawatan, mendeskripsikan
implementasi dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian asuhan keperawatan yang dilakukan pada An. M (10 bulan 27
hari) didapatkan keluhan demam tinggi disertai kejang, spastik atau tegang
otot, malas untuk minum susu dan muntah 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.

Hal ini sesuai dengan penelitian Khailullah (2011) mengatakan


hidrosefalus dapat memberi gejala neurologis berupa gangguan kesadaran,
kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital.

Poltekkes Kemenkes Padang


47

Menurut analisa peneliti keluhan yang terjadi pada anak sesuai denga teori
yang ada, umumnya anak yang menderita hidrosefalus mengalami kejang
dan disertai demam tinggi. Adanya penyumbatan aliran cairan
serebrospinal sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial sehingga
menekan saraf diotak. Sehingga anak muntah dan malas untuk minum
susu.

Hasil pengkajian pada An. M ditemukan demam yang tidak turun-turun,


post pemasangan VP shunting, mengalami spastik, muntah saat diberikan
susu, bibir pucat dan kering, terdapat luka yang menghitam di mata kaki
karena terkena cairan KCL. Ibu mengatakan pada usia 9 bulan anak pernah
dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan demam yang
disertai kejang dan diagnosa meningitis.

Menurut Dwi (2017) hidrosefalus adanya hubungan antara hodrosefalus


dengan meningitis, infeksi dari meningitis menyebabkan bakteri
menyumbat aliran cairan serebrospinal, sehingga aliran tersebut menjadi
tersumbat maka menyebabkan hidrosefalus. Akibat dari infeksi tersebut
anak juga mengalami demam tinggi disertai dengan kejang. Adanya
tekanan yang menyumbat ruang sub arachnoid sehingga menyebabkan
anak menjadi muntah dan anak malas untuk minum susu, sehingga anak
terlihat pucat dan lemah. Menurut Apriyanti (2013) hidrosefalus tidak
hanya penyakit kelainan kongenital, tatapi dapat juga didapat setelah
kelahiran biasanya penyebab nya merupakan infeksi salah satu nya bakteri
dari penyakit meningitis.

Menurut analisa peneliti keluhan yang didapat seperti demam, malas


minum susu dan muntah sesuai dengan teori yang ada. Demam terjadi
karena adanya infeksi yang menyerang otak sehingga tubuh berespon
terjadi peningkatan suhu, dan akibta dari infeksi tersebut juga membuat
aliran cairan serebspinal terhambat dan membuat adanya tekanan di otak

Poltekkes Kemenkes Padang


48

sehingga membuat anak menjadi muntah dan malas untuk minum susu,
sehingga anak tampak pucat dan lemah.

Hasil pemeriksaan fisik pada An. M ditemukan keadaan umum tampak


lemah, konjungtifa anemis, terdapat gangguan penglihatan berupa cortical
visual impairment, kepala membesar, lingkar kepala 60 cm (normal 43-49
cm), sutura melebar, terdapat chracked pot sign pada dahi, anak
mengalami penurunan kesdaran dengan GCS 11, terdapat luka bakar
akibat terkena cairan KCL di mata kaki sebelah kanan.

Menurut Dewi (2016) manifestasi klinis penyakit hidrosefalus adalah


kepala membesar karena adanya absorbsi cairan serebrospinal sehingga
menyebabkanSutura melebar, Fontanella anterior makin menonjol, tegang,
keras, perkusi kepala: “carcked pot sign” atau seperti semangka masak,
vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat anak menangis. Anak
mudah terstimulasi, rewel dan lemah, kemampuan makan kurang,
perubahan kesadaran akibat penekanan pada saraf otak, Opisthotonus,
spastik pada ekstremitas bawah. Hasil penelitian Khalilullah (2011)
mengatakan gejala klinis yang tampak pada anak dengan hidrosefalus
berupa peningkatan tekanan intrakranial yang meninggi, pembesaran
abnormal yang progresif dan ukuran kepala.

Menurut analisa peneliti gejala yang terjadi pada anak sesuai dengan teori
yang ada, pembesaran pada kepala anak disebabkan oleh penyumbatan
cairan serebrospnial yang menyebabkan pembesaran ventrikel sehingga
tulang tengkorak tampak membesar. Keluhan lain yang sering muncul
yaitu sutura melebar, terjadinya peningkatan intrakranial, kejang, muntah,
dan strabismus. Peningkatan tekanan intrakranial mengakibatkan
kerusakan pada nervus yang menyebabkan mata anak mengalami
gangguan yaitu cortical visuual impairment.

Poltekkes Kemenkes Padang


49

Menurut Dermawati (2017) gejala hidrosefalus berupa sakit kepala,


kesadaran menurun, gelisah, mual muntah, hiperfleksi seperti kenaikan
tonus anggota gerak, gangguan perkembangan fisik dan mental dan
papilaedema. Menurut Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
(2012) bahwa terganggunya respon pada anak tidak selalu disertai
gangguan kesadaran, bayi yang tidak dapat menggerakkan ekstremitas atau
kelopak mata dalam merespon setiap rangsangan, bayi terlihat koma
padahal dia sadar penuh, penilaian tingkat kesadaran dapat dinilai selain
dengan skala numerik, juga dapat dinilai secara kualitatif seperti kompos
mentis, apatis, letargi, stupor dan koma.

Menurut analisa peneliti, anak yang mengalami hidrosefalus akan terjadi


penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran disebabkan oleh adanya
peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan anak
mengalami gangguan perkembangan motorik halus dan motorik kasar.
Peningkatan tekanan intrakranial juga bisa menyebabkan adanya
kerusakan nervus pada anak seperti nervus occulomotorius,nervus
assesorius, nervus vagus dan nervus medianus.

2. Diagnosis Keperawatan
Hasil pemgakajian menunjukkan bahwa diagnosis yang muncul pada An.
M adalah risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit, kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan cedera kimiawi kulit dan risiko keterlambatan
perkembangan.

Berdasarkan diagnosis keperawatan Nanda (2015 – 2017) dan SDKI


(2017) terdapat sembilan diagnosis yang mungkin muncul antara lain:
risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan tumor
otak, neoplasma otak, cedera kepala, risiko cedera berhubungan dengan
kejang, risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive, nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (peningkatan TIK),

Poltekkes Kemenkes Padang


50

gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, gangguan


persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan, hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (infeksi), ketidakseimbangan nutrsi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, gangguan
tumbuh dan kembang berhubungan dengan kelainan genetik atau
kongenital.

Berdasarkan kasus yang peneliti temukan diagnosa utama yang peneliti


angkat untuk An. M yaitu risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
yang ditandai dengan Ibu mengatakan anak pernah kejang dan demam,
muntah saat diberikan susu, GCS 11, tampak mengalami spastik.

Hasil penelitian Dermawati (2017) gejala hidrosefalus berupa sakit kepala,


kesadaran menurun, gelisah, mual muntah, hiperfleksi seperti kenaikan
tonus anggota gerak , ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih
lanjut akan mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.

Menurut analisa peneliti, tegaknya diagnosis keperawatan risiko


ketidakefektifan perfusi jaringan serebral sesuai dengan teori yang ada
karena pelebaran ventrikel otak akibat infeksi dari meningitis sehingga
terjadi penyumbatan aliran cairan serebrospinal dan terjadi pembesaran di
kepala. Ini ditandai dengan anak malas untu minum susu, muntah,
kesadaran menurun.

Diagnosis keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses


penyakit ditandai dengan ibu mengatakan anak sudah demam semenjak
masuk rumah sakit, suhu 38,3oc, leukosit 10.650/mm3, anak rewel dan
malas untuk minum susu.

Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel


host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi
karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara

Poltekkes Kemenkes Padang


51

fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer


sehingga suhu tubuh meningkat (Suriadi & Yuliani, 2010).

Menurut analisa peneliti tegaknya diagnosis keperawatan hipertermi


berhubungan dengan proses penyakit karena demam merupakan respon
tubuh terhadap kuman, bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh.
Ketika kuman, bakteri, atau virus masuk ke tubuh kita, sel-sel darah putih
dalam tubuh memproduksi hormon interleukin yang kemudian berjalan ke
otak untuk memberi perintah kepada hypothalamus (pusat pengatur suhu
di otak) agar menaikkan suhu tubuh. Hal ini terjadi karena dengan suhu
tubuh yang tinggi, sistem pertahanan tubuh akan meningkat dan lebih
mampu memerangi infeksi.

Diagnosis keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


cedera kimiawi kulit ditandai dengan ibu mengatakan saat dirawat HCU
anak, An.M terkena cairan KCL di mata kaki sebelah kanan, luka
menghitam.

Diagnosis keperawatan risiko keterlamabatan perkembangan ditandai


dengan ibu mengatakan anak hanya bisa berbaring di tempat tidur, saat
dilakukan pemeriksaan denver II anak mengalami keterlamatan di 4 sektor
yaitu motorik halus, motorik kasar, bahasa dan personal sosial, kepala
tampak membesar.

Menurut Marmi (2015) Pada bayi khususnya dibawah usia 1 tahun,


terjadinya hidrosefalus di tandai dengan membesarnya kepala karena
tulang tengkorak bayi sebelum satu tahun belum menyatu, selain itu diikuti
dengan tanda-tanda perkembangan motorik terlambat, Perkembangan
mental terlambat, tonus otot meningkat, hiperrefleksi (reflek lutut atau
akiles).

Poltekkes Kemenkes Padang


52

Menurut asumsi peneliti masalah keperawatan berdasarkan data yang


diperoleh saat penelitian pada An. M ditegakkan diagnosa keperawatan
gangguan tumbuh dan kembang berhubungan dengan kelainan kongenital
(hidrosefalus) sesuai dengan teori, pembesaran pada kepala membuat anak
tidak dapat beraktifitas, kelebihan berat kepala dan berat tubuh yang tidak
seimbang menyebabkan anak tidak bisa mengangkat kepala sehingga anak
tidak dapat beraktifitas secara normal dan perkembangan motorik anak
terlambat. Penyempitan pada saraf otak juga dapat menyebabkan
gangguan pada perkembangan motorik halus dan kasar anak.

Diagnosa keperawatan merupakan respon pasien terhadap perubahan


patologis dan fisiologis, dimana perubahan itu timbul akibat dari proses
penyakit yang setiap orang akan mengalami suatu perubahan yang berbeda
sehingga kesenjangan antara teori dan studi kasus dapat terjadi.

3. Perencanaan keperawatan
Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis keperawatan
yang muncul pada An. M, berdasarkan kasus tindakan yang dilakukan
selama 5 hari seusuai dengan intervensi yang telah peneliti susun.

Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan yaitu risiko


ketidakefektifan perusi jaringan otak intervensi yang dilakukan yaitu
monitor tanda-tanda vital, yaitu memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan
pernapasan, monitor frekuensi dan irama pernafasan.

Rilantono (2013) melakukan tindakan memonitor tanda-tanda vital untuk


mengetahui kondisi pasien dari tekanan darah, pernafasan, nadi dann suhu
yang dialami pasien. Fitriyah (2013) Tipe dari pola pernapasan merupakan
tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang
terkena. Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.

Poltekkes Kemenkes Padang


53

Menurut analisa peneliti intervensi pemantauan tanda-tanda vital sangat


perlu dilakukan pada anak yang mengalami risiko ketidakefektifan perfusi
otak agar dapat mengetahui perfusi otak atau aliran darah ke otak.

Rencana tindakan selanjutnya monitor tekanan intra kranial (TIK)


intervensi yang dilakukan adalah kolaborasi dalam pemberian antibiotik,
memonitor suhu, periksa tanda dan gejal kaku kuduk.

Menurut penelitian Fitriyah (2013) Pengkajian kecenderungan adanya


perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat
berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan
dari kerusakan serebral.

Menurut analisa peneliti memonitor TIK perlu juga dilakukan pada anak
yang mengalami risiko ketidakefektifan perfusi otak. Memantau tanda
gejala kaku kuduk merupakan salah satu tindakan untuk memantau TIK,
terjadi nya kaku kuduk menadakan adanya hambatan aliran darah akibat
tekanan di ventrikel otak. Kolaborasi pemberian antibiotik juga dilakukan
untuk menekan jumlah bakteri yang menyerang otak.

Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan hipertermi


yaitu pengaturan suhu intervensi yang dilakukan adalah memonitor suhu
setiap 2 jam, meningkatkan intake cairan dan nutrisi, kolaborasi dalam
pemberian obat antipiretik.

Memonitor suhu setiap 2 jam dilakukan untuk memantau suhu apakah ada
kenaikan atau penurunan suhu setiap 2 jam sekali. Rencanan
meningkatkan intake cairan dan nutrisi sangat perlu agar ank tidak
mengalami dehidrasi akibat kehilangan cairan tubuh. rencan kolaborasi
pemberian obat antipiretik juga sangat perlu, karean suhu tubuh yang
tinggi tidak dapat diturunkan hanya dengan mengompres saja, tetapi juga
diperlukan bantuan dari obat-obatan.

Poltekkes Kemenkes Padang


54

Rencana tindakan selanjutnya yaitu perawatan demam intervensi yaitu


pantau suhu dan tanda-tanda vital, menganjurakn untuk mengompres.
rencana mengompres dilakukan untuk memindahkan suhu badan ke suhu
lingkungan.

Rencana tindakan selanjutnya yaitu manajeman kejang intervensi nya yaitu


mempertahankan jalan nafas, dan melakukan manajemen kejang apabila
anak mengakami kejang. rencana manajemen kejang dilakuakn karena
anak memiliki riwayat kejang dan meminimalisir terjadinya kejang
berulang.

Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan yaitu


kerusakan integritas kulit intervensinya yaitu perawatan luka, monitor
tekanan, manajemen nutrisi dan cairan.

Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan yaitu risiko


keterlambatan perkembangan intervensinya yaitu peningkatan
perkembangan anak. Rencana keperawatan ini dilakukan untuk
menstimulasi perkembangan anak, karena anak mengalami keterlambatan
perkembangan.

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dengan diagnosis keperawatan risiko
ketidakefektifan perfusi otak yaitu melakukan pemeriksaan pupil mata,
GCS, melakuakan pemeriksaan rangsangan meningeal dan TIK,
melakukan pengukuran lingkar kepala, memberikan obat cefotaxim 2 x 4
mg dan dexametason 4 x 0,75 mg

Menurut penelitian Fitriyah (2013) perubahan tekanan CSS mungkin


merupakan potensi adanya risiko herniasi batang otak yang memerlukan

Poltekkes Kemenkes Padang


55

tindakan untuk memeriksa apakah ada tanda peningkatan TIK seperti kaku
kuduk dan muntah yang menyemprot.

Menurut analisa peneliti pelaksanaan intervensi pada diagnosis ini penting


untuk melihat adanya gangua perfusi di dalam otak. Seperti pemantauan
tanda peningkatan TIK, pmeriksaan GCS, pengukuran lingkar kepala dan
pemberian obat.

Implementasi keperawatan dengan diagnosis keperawatan hipertermi


berhubungan dengan proses penyakit yaitu mengukur suhu anak setiap 2
jam, menganjurkan ibu untuk memberikan anak susu, memantau
komplikasi seperti kejang, menganjurkan ibu untuk mengompres hangat
anak, memberikan obat PCT 2x150 mg dan diazepam 3x0,5 mg sesuai
terapi medis

Kompres hangat merupakan tindakan keperawatan untuk menurunkan


demam dengan menggunakan cairan yang hangat menggunakan handuk
atau kain atau sesuatu yang dapat digunakan untuk media yang diberikan
terhadap tubuh yang memerlukan (Asmadi, 2008). Menurut penelitian
tentang kompres hangat yang dilakukan oleh Mohamad (2012), pada
penanganan hipertermi anak diusahakan agar tidak menggunakan obat-
obatan terlebih dahulu kecuali suhu tubuh anak diatas 38oc karena
berdampak buruk efek toksik pada si anak. Pada pemberian kompres
hangat terdapat mekanisme tubuh terhadap kompreshangat tersebut,
dengan pemberian kompres hangat maka tubuh akan memberikan sinyal
kepada hipotalamus melalui sumsum tulang belakang dan akan
merangsang pusat pengaturan panas

Pada kasus hidrosefalus demam yang dialami anak merupakan respon


tubuh dari infeksi yang mnyerang tubuh, pemantauan suhu dilakukan
untuk mengukur adanya peningktan atau penurunan suhu tubuh anak.
Memberikan susu bertujuan untuk menghindari terjadi nya dehidrasi

Poltekkes Kemenkes Padang


56

karena saat anak demam anak banyak kehilangan cairan tubuh karena
tubuh mengeluarkan panas melalui keringat dan air kencing anak.
Mengompres juga bertujuan untuk mengalihkan suhu tubuh ke benda.
Pemberian obat juga dilakukan agar suhu anak kembali normal.

Implementasi keperawatan dengan diagnosis keperawatan kerusakan


integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit yaitu
memonitor adanya kerusakan kulit anak, menjaga kulit anak tetap bersih,
membersihkan luka dengan teknik steril, mendorong asupan nutrisi dengan
memberikan susu, memberi obat fusilex.

Penelitian oleh Maxwell dan Sinclair (2012) terhadap 38 kasus kerusakan


integritas kulit dilakukan pada bulan September 2011 sampai Januari akhir
2012 pada neonatus dan anak yang mengalami kerusakan kulit yang
dilakukan dengan membersihkan luka dengan teknik steril. Hasil
penelitian menunjukkan 79% anak mengalami peningkatan kondisi kulit
yang baik atau sembuh dengan waktu penyembuhan 3-21 hari.

Menurut analisa peneliti melakukan tindakan memonitor adanya kerusakan


kulit bertujuan untuk melihat adanya kerusakan kulit yang terjadi pada
bagian yang terkena cairan. Menjaga kebersihan kulit bertujuan untuk
mengurangi faktor infekdi yang masuk ke kulit yang rusak. Membersihkan
luka dengan teknik steril juga bertujuan untuk mengurangi risiko infeksi.
Pemberian obat fusilex bertujuan untuk mengembalikan kulit yang rusak
seperti semula juga didorong dengan asupan nutrisi.

Implementasi keperawatan dengan diagnosis keperawatan risiko


keterlambatan perkembangan yaitu memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga tentang terapi bermain yang cocok untuk umur anak nya,
serta mengajak anak bermain untuk merangsang perkembangannya.

Poltekkes Kemenkes Padang


57

Status kesehatan anak dapat berpengaruh pada pencapaian pertumbuhan


dan perkembangan. Bila anak menderita penyakit kronis, maka pencapaian
kemampuan untuk maksimal dalam tumbuh kembang akan terhambat
karena anak memiliki masa kritis. Maka untuk merangsang perkembangan
anak, diperlukan metode yang tepat seperti mengajak anak bermain sambil
melihatkan gambar, mendengarkan musik dan lain-lain (Hidayat, 2008).

Menurut analisa peneliti anak yang menderita hidrosefalus sangan berisiko


mengalami masalah keperawatan gangguan tumbuh kembang dengan
adanya stimulasi bermain peneliti bisa merangsang kekuatan motorik
pasien.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan dari tanggal 19 Februari sampai 23 Februari 2019
dengan metode penilaian subjektif, objektif, assasement, planing (SOAP)
untuk mengetahui keefektifan dari tindakan yang telah dilakukan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari dengan diagnosis


risiko ketidakefetifan perufusi jarimgan otak sudah terdapat kemajuan
pada hari ketiga. Hasil evaluasi pada An. M ibu mengatakan anak sudah
sadar, demam juga sudah berkurang, spastik masih ada, tidak ada juga
tanda peningkatan TIK, hasil dari pemeriksaan rangsangan meningeal
negative.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari dengan diagnosis


hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, sudah terdapat kemajuan
pada hari keempat. Hasil evaluasi pada An. M ibu mengatakan suhu sudah
turun menjadi 36,7 ºc, susu yang diberikan juga habis yaitu sebanyak 450
cc, sudah tidak ada muntah dan juga kejang.

Menurut penelitian Wibisono (2015) adapun evaluasi yang didapatkan


setelah tindakan keperawatan 3x24 jam suhu tubuh di batas normal dengan

Poltekkes Kemenkes Padang


58

kriteria hasil yang telah dicapai adalah data subyektif : ibu mengatakan
anaknya sudah tidak panas, obyektif: suhu 36,5oC, akral teraba hangat.
Masalah teratasi sehingga dipertahankan lingkungan yang nyaman

Menurut analisa peneliti hasil evaluasi yang didapatkan dengan hasil


evaluasi Wibisono sama. Demam anak sudah berkurang dan suhu kembali
normal. Sehingga masalah keperawatan teratasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari dengan diagnosis


kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit, sudah
terdapat kemajuan ada hari ketiga. Hasil evaluasi pada An. M ibu
mengatakan luka yang menghitam sudah dibersihkan dan dibalut dengan
kassa tetapi luka masih basah.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari dengan diagnosis


risiko keterlambatan perkembangan belum tampak kemajuan pada An. M.
Hasil evaluasi pada An. M ibu mengatakan anak hanya bisa berbaring di
tempat tidur, anak bekum merespon untuk diiajak tersenyum.

Asumsi peneliti tidak terdapat kesenjangan dalam evaluasi keperawatan


menurut teori dan penelitian, hal ini karena hidrosefalus ditangani dengan
cepat dalam melakukan evaluasi. Adapun faktor pendukung adalah
kerjasama yang baik antara peneliti dengan perawat ruangan dan keluarga
pasien peneliti tidak menemukan adanya faktor penghambat. Ini
dikarenakan orang tua dari kedua partisipan sangat kooperatif.

Poltekkes Kemenkes Padang


59

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian yang dilakukan pada An. M (10 bulan) didapatkan anak
mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 11, demam tinggi sihu
38,3oc kadang terjadi kejang, spastik, anak malas untuk minum susu,
muntah, terdapat luka terkena cairan KCL di mata kaki sebelah kanan, saat
dilakukan penilaian perkembangan menggunakan denver II anak
mengalami keterlambatan di 4 sektor.
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan pada An. M yaitu risiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak, hipertermi berhubungan dengan proses penyakit, kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit dan risiko
keterlambatan perkembangan.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan yang disusun tergantung pada masalah
keperawatan yang ditemukan. Intervensi untuk diagnosis utama yaitu
monitor tanda-tanda vital, monitor TIK dan monitor neurologis.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan selama lima hari. Implementasi
keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun.
Implementasi keperawatan pada risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
otak yaitu melakukan pemeriksan pupil mata, melakukan pemeriksaan
GCS, melakukan pemeriksaan rangsangan meningeal dan TIK, pantau
keaktifan bayi dalam meminum susu, mengukur lingkar kepala, memonitor
tanda-tanda vital, memberikan obat cefotaxim dan dexametason.
5. Evaluasi keperawatan
Hasil evaluasi keperawatan yang dilakukan selam limahri pada An. M
untuk diagnosis risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak teratasi
sebagian pada hari kelima, hipertermi pada hari keempat sudah teratasi,

59
Poltekkes Kemenkes Padang
60

kerusakan integritas kulit teratasi sebagian pada hari kelima, risiko


ketelambatan perkembangan pada hari kelima belum teratasi dengan
kriteria anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya, merangsang
perkembangan anak dilanjutkan oleh perawat ruangan.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Studi kasus yang peneliti lakukan dapat menjadi masukan bagi perawat di
ruang IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan hidrosefalus dan dapat
melanjutkan intervensi yaitu memantau status neurologis anak dan monitor
TIK pada diagnosis keperawatan yang belum teratasi dan memberikan
discharge planning jika pasien diperbolehkan pulang.
2. Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan pengkajian komprehensif
pada pasien dengan penyakit hidrosefalus dan mengambil diagnosis
keperawatan yang tepat menurut pengkajian yang didapatkan,
melaksanakan tindakan keperawatan dengan lebih dahulu memahami
masalah dengan baik, dan mendokumentasikan hasil penelitian yang
dilakukan.
b. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggunakan atau
memanfaatkan waktu seefetif mungkin, sehingga dapat memebrikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan hidrosefalus.
c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data pembanding dalam
menerapkan asuhan keperawatan yang lainnya.

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR PUSTAKA

Afdhalurrahman. (2013). Gambaran Neuroimaging Hidrosefalus pada Anak.


Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 13(2), 117–122. doi:10.1016/0039-6028(76)90107-2

Andriati,Riris. 2014. Studi literatur mengenai hidrosefalus kongenital. Vol:1


nomor 1, Februari 2014. Jurnal ISSN 2461081003 Diambil dari:
http://stikes.wdh.ac.id/media/pdf Tanggal 12 Desember 2018

Apriyanto, Agung, R. P., & Sari, F. (2013). Hidrosefalus Pada Anak. Jmj, 1,
61,67.

Asmadi. (2012). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Arma, M. Z. A. F. A. M. H. H. M. F. (2011). Study of Maternal Mortality and


Infant Mortality in West Sumatera Province: Problem and Determinant Factor.
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 6(5), 2–6.

Ayu, N. T. A. ke. (2016). patologi dan fisiologi kebidanan. Yogyakarta: Nuha


Medika

Bulecheck, dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby


Elseiver: USA

Bott, R. (2014). Universitas sumatera utara. Igarss 2014, (X), 1–5.


doi:10.1007/s13398-014-0173-7.2

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat. 2015 . Profil Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatra Barat Tahun 2015. Padang

Espay, A.J., 2010. Hydrocephalus. Available at www.emedicine.com. Diakses


pada: Desember 2018.

Fitriyah, H., & Kep, S. (2013). Universitas indonesia.

Hidayat, A, Alimul, 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk pendidikan


Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Khalilullah, S. A., Ass, C.-, Syiah, U., & Banda, K. (2011). Review Article
Hidrosefalus, c, 1–9.

Marmi dan Raharjo,kukuh. 2015. Asuhan nonatus, bayi, balita dan anak
prasekolah. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Maxwell, J. & Sinclair, D. (2012). Treatment of moisture related lesions in
children. Presented at EWMA 2012. Vienna. Austria.
Mohamad, F. (2012). Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Demam
Di Ruang GI Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Moorhead.dkk. 2016. Nursing out comes Classification (NOC).
Singapore:Elseiver Inc

Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT RINEKA


CIPTA.

Nuraini, Belleza. (2017). Peran Perawat Terhadap Anak Sakit. Jakarta

Nursalam. (2015). Metodologi Ilmu Keperawatan (4th ed.). Jakarta: Salemba


Mediika.

Permana, K. R. (2018). Hidrosefalus dan Tatalaksana Bedah Sarafnya, 45(11),


820–823.

Rahmayanti dkk. 2017. Profil klinis dan faktor risiko hidrosefalus komunikans
dan non komunikans di RSUP dr. Soetomo.jurnal sari pediatri. Di akses dalam
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1085. Tanggal 12
Desember 2018

Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualititatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

Sulung,Neila. 2013. “Pengembangan karir perawat terhadap peningkatan


mutu pelayanan keperawatan profesional di ruang rawat anak RSUP. Dr.M.
DjamilPadang”. Di akses dalam: http://etd.repository.ugm.ac.id/index.
php?mod=penelitiandetail&sub=PenelitianDetail&actview&typ=html&buku_
id=65574.Tesis.Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Tanggal 28 Desember
2018
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
WHO (2018). Global Health Observatory Data. Diperoleh dari
http://www.who.int./ghi/child_health/mortality/neonatal_infant_text/en.
Diakses pada Selasa 11 Desember 2018

Wong. (2008). buku ajar keperawatan pediatrik.


FORMAT PENGKAJIAAN KEPERAWATAN ANAK

Hari Tanggal Jam


Waktu pengkajian
Selasa 19 Februari 2019 13.00 WIB

Rumah sakit/ klinik/ puskesmas : RSUP Dr. M. Djamil Padang


Ruangan : Akut, IRNA Kebidanan dan Anak
Tanggal masuk RS : 26 Januari 2019
No. Rekam Medik : 01.03.43.73
Sumber informasi : Ibu pasien
I. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA
1. IDENTITAS ANAK
Nama/ panggilan An.M
Tanggal lahir/ umur 17 Maret 2018 / 10 bulan 27 hari
Jenis kelamin Perempuan
Agama Islam
Pendidikan Belum sekolah
Anak ke/ jumlah saudara 4 / 3 orang
Diagnose Medis Hidrosefalus komunikans post vp shunting

2. IDENTITAS ORANGTUA IBU AYAH


Nama Ny. O Tn. S
Umur 39 tahun 42 tahun
Agama Islam Islam
Suku bangsa Minang Minang
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan PNS Pegawai Bank
Alamat Kelurahan Tanjung Gadang, Payakumbuh

3. IDENTITAS ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH


No Nama Usia Jenis Hub. Pendidikan Status ket
(inisial) (bl/th) kelamin Dg kesehatan
KK

1. Tn. S 42 th Laki-laki Suami SMA Sehat


2. Ny. O 39 th Perempuan Istri SMA Sehat
3. An. I 15 th Laki-laki Anak SMP Sehat
4. An. S 13 th Perempuan Anak SD Sehat
5. An. A 9 th Perempuan Anak SD Sehat
6. An. M 10 bl Perempuan Anak - Sakit Pasien
27 hari
II. RIWAYAT KESEHATAN
KELUHAN UTAMA An. M dibawa orang tua ke RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggl 26 Januari 2019 di rujuk dari RS Adnan di
Payakumbuh masuk melalu IGD dengan keluhan demam
tinggi, kejang 5-7x/hari, spastik atau tegang otot, anak
malas minum susu dan muntah 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 Februari 2019 jam 13.00 WIB, Ibu
mengatakan An. M sebelumnya dirawat di RS Adnan WD Payakumbuh, karena
demam disertai kejang. Setelah 3 hari dirawat di Payakumbuh An. M Ibu
mengatakan An. M demam tidak turun-turun dan masih kejang lalu di rusujuk ke
RS M.Djamil Padang. Ibu mengatakan An. M telah dilakukan pemasangan VP
shunting pada tanggal 2 Februari pada jam 12.00 sampai 13.30, ibu mengatakan
anak masih demam, kejang sudah tidak ada, spastik masih ada, terkadang muntah
saat diberikan susu, bibir pucat dan kering, terdapat luka di mata kaki karena
terkena cairan KCL saat dirawat diruangan HCU, luka menghitam belum
dilakukan pembersihan luka, dibagian ketika juga terdapat bekas jahitan bekas
longline yang belum mengering.
2. Riwayat kesehatan dahulu

a. Prenatal
Ny.A mengatakan sewaktu hamil tidak pernah sakit dan merasa badannya
sehat-sehat saja. Ny.A juga mengatakan nutrisinya baik saat hamil.
Riwayat gestasi P4 A0 H4

HPHT -

Pemeriksaan kehamilan Rutin

Frekuensi 2x / bulan

Imunisasi HB 0 Ada

Masalah waktu hamil Tidak ada

Sikap ibu sewaktu kehamilan Ny.O mengatakan sikapnya biasa saja

Emosi ibu sewaktu hamil Ny.O mengatakan emosinya stabil saat hamil

Obat- obat yang digunakan Obat vitamin untuk kehamilan dari bidan

Perokok Tidak

Alkohol Tidak

b. Intranatal
Tanggal persalinan 17 Maret 2018

BBL/PBL BBL: 3.600 gr PBL: 49 cm

Usia gestasi saat lahir 9 bulan 9 hari

Tempat pesalinan Bidan

Penolong persalinan Bidan

Jenis persalinan Normal

penyulit persalinan Tidak ada

c. Post natal (24 jam)


APGAR skor -

Inisiasi menyusui dini (IMD ) Ada

Kelainan kongenital -

d. Penyakit yang pernah diderita anak

Saat berusia 9 bulan yaitu pada bulan Desember 2018 ibu mengatakan An.M
pernah dirawat di RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan keluhan demam tinggi
disertai kejang, dan anak tidak mau menyusu. Anak dirawat selama 1 bulan dan
didiagnosa meningitis. Infeksi dari meningitis tersebut menyerang otak dan
membuat aliran cairan serebrospinal terhambat sehingga anak juga didiagnosa
hidrosefalus dan membuat tekanan didalam otak semakin meningkat, sehingga
tampak pembesaran di kepala.
3. Riwayat kesehatan keluarga

Anggota keluarga pernah sakit Ny.O mengatakan tidak ada anggota keluarga
yang memiliki penyakit yang sama dengan
An.M
Riwayat penyakit keturunan Ny.O mengatakan tidak ada keluarga yang
mempunyai penyakit keturunan seperti DM,
hipertensi dan lain-lain
Genogram Ayah Ibu
Ket:
: laki- laki : perempuan

: klien : tinggal
serumah

III. RIWAYAT IMUNISASI


BCG Ada Simpulan:
DPT Ada Tidak lengkap
Polio Ada
Hepatitis B Ada
Campak -
IV. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Ussai anak saat:
1. Berguling : 3 bulan
2. Duduk : 6 bulan
3. Merangkak : 3 bulan
4. Berdiri : 7 bulan
5. Berjalan :-
6. Tersenyum pertama kali kepada orang tua : -
7. Bicara pertama kali (satu kosa kata) :-
8. Berpakaian tanpa bantuan : -

Hasil penilaian perkembangan anak dengan Denver II

a. motorik halus
a) Anak belum bisa membenturkan 2 kubus
b. motorik kasar
a) Anak belum mampu berdiri sendiri
b) Anak belum mampu berdiri selama 2 detik

c. bahasa
a) Anak belum mampu mengoceh
b) Anak belum mampu kombinasi silabel
c) Anak belum mampu mengucapkan mama/papa

d. personal sosial
a) Anak tidak bisa daag-daag dengan tangan
b) Anak tidak bisa tepuk tangan

Kesimpulan: Anak mengalami keterlambatan perkembangan, karena mengalami


keterlambatan lebih dari 2 sektor.

V. LINGKUNGAN
Rumah: Permanen dan bersih
Halaman pekarangan: Ny.O mengatakan perkarangan nya banyak ditumbuhi
pohon dan selau dibersihkan
Jamban/ WC: Ny.O mengatakan menggunakan WC
Sumber air minum: Air galon
Sampah: Ny.O mengatakan sampah dibuang ke tempat sampah
VI. PENGKAJIAN KHUSUS
A. ANAK
1. Pemeriksaan fisik
a. kesadaran Compos mentis
GCS: E: 3 M : 4 V: 4 jumlah: 11
b. tanda vital Suhu: 38,3 c RR: 26 x/m HR: 98 x/m TD: mmHg
c. posture BB: 8500 Gr PB/TB: 75Cm
d. kepala Bentuk : Bulat dan membesar
Kebersihan : Bersih
Lingkar kepala : 60 cm
Benjolan: Tidak ada teraba benjolan
Data lain: Sutura melebar, dahi menonjol, perkusi di
dahi : Cracked-pot sign

e. mata Simetris kiri dan kanan


Sklera: Tidak ikterik
Refleks cahaya: positif
Pupil: isokor
Konjungtiva: anemia
Palpebra: tidak edema
Data lain: terdapat cortical visual impairment
f. hidung Letak: simetris
Pernafasan cuping hidung: tidak ada
Kebersihan: bersih
Data lain: -
g. mulut Mukosa bibir kering, warna sedikt pucat, tidak sianosis,
rongga mulut tampal bersih, terpasang OGT
h. telinga Bentuk : simetris kiri dan kanan
Kebersihan : bersih
Posisi puncak pina : sejajar dengan kontus mata
Pemeriksaan pendengaran : baik
Data lain: -
i. leher Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening
j. dada
- thoraks Inspeksi : dada tidak menonjo, simetris kiri dan
kanan, tidak ada retraksi dinding dada
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Palpasi : fremitus kiri dan kanan
Perkusi : redup
- jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Auskultasi : irama janrung reguler
Palpasi : iktus cordis teraba 2 jari midclavicula
RIC IV sinistra
k. abdomen Inspeksi : sinetris, tidak ada lesi, tidak kembung
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hepar dan limpa
tidak teraba
Perkusi : timpani
l. Kulit Turgor : kembali cepat
Kelembaban: lembab
Warna : putih
Data lain: terdapat luka terkena cairan di kulit yaitu di
mata kaki sebelah kanan
m. ekstremitas atas Capillary refil: < 2 detik, akral teraba hangat
n. ekstremitas bawah Tidak ada gangguan fungsi gerak, akral teraba hangat.
Ada luka terkena cairan di mata kaki sebelah kanan
o. genitalia dan anus Labia minora dan mayora normak, tampak bersih
p. pemeriksaan tanda Kaku kuduk: negatif
rangsangan meningeal Kernig : negatif
Bruzinsky : negatif
Babinsky : negatif
2. kebiasaan sehari- hari
a. nutrisi dan cairan ASI + PASI
>6 bln:
Jenis: Susu soya
Jumlah: 3x450cc/hari
Pola makan: tidak teratur
Minum: jenis: susu soya dan air putuh
Jumlah: tidak teratur
Masalah: terkadang muntah dalam menyusui
b. istrahat dan tidur Siang: Malam:
Pola tidur: teratur Pola tidur: teratur
Jumlah jam tidur: ±3-4 Jmlh jam tidur: 8-12 jam
jam Masalah: sering
Masalah: tidak ada terbangun, karena
masalah menangis

c. eliminasi BAK: BAB:


Jumlah: ±500 cc Jumlah: -
Warna: menggunakan Warna: kuning
pempers Masalah: tidak ada
Masalah: tidak ada
d. personal hygiene Mandi: mandi dengan sabun 1x/hari
Cuci rambut: -
Sikat gigi: -
Masalah: tidak ada masalah
e. aktifitas bermain Ny.O mengatakan anak hanya bisa bermain ditempat
tidur
VII. DATA PENUNJANG
Laboratorium 18 Februari 2019
Hemoglobin : 10,1 g/dl (12–14 g/dl)
Leukosit : 10.650/mm (5000-10.000/mm3)
3

Trombosit : 537.000/mm3(150.000-400.000/mm3)
Hemtokrit : 33% (37-43%)
Ureum darah : 11 mg/dl (10,0-15,0 mg/dl)
Kreatinin darah : 0.3 mg/dl (0,6-1,2 mg/dl)
Kalsium : 9,3 mg/dl (8,1-10,4 mg/dl)
Natrium : 134 Mmol/L(136-145 Mmol/L)
Kalium : 4.4 Mmol/L (35-5,1 Mmol/L)
Total protein : 6.1 g/dl (6,6-8,7 g/dl)
Terapi medis Luminal 2 x 18 mg
Diazepam 3 x 0.5 mg
Cefotaxime 2 x 4 mg
Fusilex(cream)
Paracetamol 3 x 150mg
Dexametason 4 x 0,75mg

Perawat Yang Melakukan


Pengkajian

Putri Rahmadhani
163110257
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS: Embolisme Resiko
a. Ibu mengatakan anak ketidakefektifan
pernah kejang perfusi jaringan
b. Ibu mengatakan anak otak
demam
c. Ibu mengatakan anak
terkadang muntah saat
diberikan susu

DO:
a. Akral teraba dingin
b. GCS 11
c. Anak tampak mengalami
spastik atau kejang otot
2 DS: Proses penyakit Hipertermi
a. Ibu mengatakan sudah 3 (hidrosefalus)
hari anak demam
b. Ibu mengatakan kulit
anak teraba panas
DO:
e. Suhu: 38,3 ºc
f. Leukosit 10.650/mm3
g. Kulit teraba panas
h. Anak tampak rewel dan
malas untuk minum susu
3 DS: Cedera kimiawi Kerusakan
a. Ibu mengatakan terdapat kulit integritas kulit
luka akibat terkena air
KCL
b. Ibu mengatakan bekas
luka jahitan longline
belum mengering
DO:
a. Luka menghitam di mata
kaki sebelah kanan
b. Luka bekas jahitan
longline tampak belum
mengering diketiak
sebelah kanan
4 DS: Infeksi Resiko
a. Ibu mengatakan pada keterlambatan
usia 7 bulan anak sudah perkembangan
bisa berdiri dengan
memegang dinding atau
bantuan lainnya,
semenjak sakit anak
tidak bisa apa-apa
b. Ibu mengatakan anak nya
mengalami kejang
otot/spastik
DO:
a. Kepala anak tambak
membesar
b. Lingkar kepala 60 cm
c. Anak hanya bisa
berbaring di tempat tidur
d. Anak mengalami
keterlambatan di 4 sektor
yaitu, motorik halus,
motorik kasar, bahasa
dan personal sosial saat
dilakukan pengukuran
perkembangan melalui
denver II
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA Tanggal Tanggal teratasi


KEPERAWATAN ditemukan
Tanggal Paraf Tanggal Paraf
1 Resiko ketidakefektifan perfusi 19
jaringan otak Februari
2019
2 Hipertermi berhubungan 19 22
dengan proses penyakit Februari Februari
(hidrosefalus) 2019 2019
3 Kerusakan integritas kulit 19
berhubungan dengan cedera Februari
kimiawi kulit 2019
4 Resiko keterlambatan 19
perkembangan Februari
2019
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1 Resiko Setelah dilakukan asuhan Monitor tanda-tanda
ketidakefektifan keperawatan diharapkan vital
perfusi jaringan otak resiko ketidakefektifan 8. Memonitor tekanan
perfusi jaringan otak darah, nadi, suhu,
teratasi dengan kriteria dan pernapasan
hasil: 9. Memonitor kualitas
a. status sirkulasi dari nadi
kriteria hasil : 10. Memonitor
d. Tekanan sistole dan frekuensi dan irama
diastole dalam rentang pernapasan
yang diharapkan 11. Memonitor pola
e. Tidak ada orthostatik pernapasan
hipertensi abnormal
f. Tidak ada tanda-tanda 12. Memonitor suhu,
peningkatan TIK warna, dan
kelembaban kulit
b.Tissue perfusion 13. Memonitor sianosis
cerebral perifer
Kriteria hasil: 14. Identifikasi
e. Menunjukkan fungsi penyebab dari
motorik dan sensorik perubahan tanda-
kranial yang utuh tanda vital
(tingkat kesadaran
membaik, tidak ada Monitor tekanan intra
gerakan involunter) kranial (TIK)
1. Monitor status
neurologis
2. Monitor suhu
3. Monitor jumlah,
nilai, dan
karakteristik
pengeluaran cairan
serebrospinal
4. Berikan antibiotik
5. Periksa pasien
terkait adanya
gejala kaku kuduk.

Monitor neurologi
7. Monitor refleks
kornea
8. Monitor tingkat
kesadaran
9. Monitor kekuatan
pegangan
10. Hindari kegiatan
yang bisa
meningkatkan TIK
11. Monitor tanda-
tanda vital : suhu,
tekanan darah,
denyut nadi dan
respirasi
2 Hipertermi Setelah dilakukan asuhan Pengaturan Suhu
berhubungan dengan keperawatan diharapkan 4) Monitor suhu paling
proses penyakit hipertermi teratasi dengan tidak setiap 2 jam,
(hidrosefalus) kriteria hasil: sesuai kebutuhan
a. Termoregulasi 5) Monitor suhu dan
Kriteria hasil: warna kulit
a. Tidak ada peningkatan 6) Sesuaikan suhu
suhu kulit lingkungan untuk
b. Tidak terjadi dehidrasi kebutuhan pasien
c. Tidak tejadi 7) Tingkatkan intake
hipertermi cairan dan nutrisi
d. Tidak berkeringat saat adekuat
panas 8) Berikan
pengobatann
b. Status kenyamanan: antipiretik, sesuai
fisik kebutuhan
Kriteria hasil:
a. Intake makanan tidak Perawatan Demam
terganggu 1. Pantau suhu dan
b. Intake cairan tidak tanda tanda-tanda
terganggu vital lainnya
c. Suhu tubuh normal 2. Monitor asupan dan
keluaran, sadari
perubahan
kehilangan cairan
yang tak dirasakan
3. Dorong konsumsi
cairan
4. Pantau komplikasi-
komplikasi yang
berhubungan dengan
demam serta tanda
dan gejala kondisi
penyebab demam
(misalnya: kejang,
penurunan tingkat
kesadaran)
Manajemen Kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan
klien kesatu sisi
3. Pandu gerakan klien
untuk mencegah
terjadinya cedera
4. Monitor arah kepala
dan mata selama
kejang
5. Longgarkan pakaian
6. Monitor status
neurologis
7. Monitor tanda-tanda
vital
8. Catat lama kejang
9. Berikan obat anti
kejang dengan benar
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka
kulit berhubungan keperawatan diharapkan 1. Monitor
dengan cedera kerusakan integritas kulit karakteristik luka,
kimiawi kulit teratasi dengan kriteria warna, ukuran, dan
hasil: bau
a. integritas jaringan : 2. Bersihkan luka
kulit dan membrane dengan normal
mukosa saline atau
Kriteria hasil: pembersih yang
a. Integritas kulit yang tidak beracun,
baik bisa dengan tepat
dipertahankan 3. Oleskan salep yang
( sensasi, elastisitas, sesuai dengan kulit
hidrasi). 4. Berikan balutan
b. Perfusi jaringan baik. yang sesuai dengan
jenis luka
b. kontrol resiko 5. Periksa luka setiap
kriteria hasil : kali perubahan
a. Faktor resiko balutan
teridentifikasi 6. Dorong cairan yang
b. Faktor resiko personal sesuai
termonitor 7. Pertahankan teknik
c. Faktor resiko balutan steril ketika
lingkungan termonitor melakukan
perawatan luka
dengan tepat

Manajemen Tekanan
1. Anjurkan untuk
menggunakan
pakaian yang
longgar
2. Hindari kerutan
pada tempat tidur
3. Jaga kebersihab
kulit agar tetap
bersih dan kering
4. Mobilisasi ( ubah
posisi pasien ) setiap
dua jam sekali.
5. Monitor akan
adanya kemerahan
6. Monitor aktivitas
dan mobilisasi
pasien.
7. Memandikan pasien
dengan sabun dan
air hangat

Manajemen nutrisi
1. Tentukan status gizi
anak dan
kemampuan anak
untuk memnuhi
kebutuhan gizi
2. Identifikasi adanya
alergi atau
intoleransi makanan
yang dimiliki pasien
3. Ciptakan lingkungan
yang optimal saat
mengkonsumsi
makanan (misalnya:
bersih, dan bebas
bau)
4. Monitor kalori dan
asupan makanan

Manajemen Cairan
1. Monitor berat badan
2. Pertahankan catatan
intake dan output
yang akurat
3. Dorong masukan
oral
4. Monitor status
hidrasi ( kelembapan
membrane mukosa,
nadi adekuat).
5. Berikan cairan
sesuai dengan
kebutuhan
4 Resiko Setelah dilakukan asuhan Peningkatan
keterlamabatan keperawatan diharapkan perkembangan anak
perkembangan gangguan tumbuh 1. Bangun hubungan
kembang teratasi dengan saling percaya
kriteria hasil: dengan orang tua
a. Pertumbuhan dan 2. Ajarkan orang tua
perkembangan yang mengenal tingkat
tertunda perkembangan
Kriteria hasil: normal dari anak
a. Anak berfungsi dan perilaku yang
optimal sesuai berhubungan
tingkatannya 3. Bangun suasana
b. Keluarga dan anak yang nyaman bagi
melakukan koping anak
terhadap tantangb 4. Berikan kesempatan
karena adanya dan mendukung
ketidakmampuan aktifitas motorik
c. Keluarga mampu 5. Sediakan
mendapatkan sumber- kesempatan untuk
sumber sarana bermain terapeutik.
komunitas
d. Kematangan fisik:
wanita: perubahn fisik
normal yang terjadi
transisi dari masa
kanak-kanak ke
dewasa
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

TGL/ DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF


HARI KEPERAWATAN
JAM
19 Resiko a. Melakukan Jam 13.00
Februari ketidakefektifan pemeriksaan pada S:
2019 perfusi jaringan otak pupil mata a. Ibu mengatakan
07.00 – b. Melakukan anak sesekali
14.00 pemeriksaan GCS mengalami
WIB c. Melakukan kejang
pemeriksaan b. Ibu megatakan
rangsangan suhu anak masih
meningeal tinggi
d. Melakukan O:
pemeriksaan TIK, a. Anak tampak
yaitu kaku kuduk, mengalami
adanya muntah spastik
yang menyemprot, b. Anak tampak
ubun-ubun yang lemah dan malas
cembung untuk minum
e. Pantau kondisi susu
apakah ada c. Suhu: 38.3 ºc
menagis menjerit d. Nadi 92x/m
karena nyeri yang e. Lingkar kepala 60
dirasakan dan cm
pantau keaktifan f. Tidak ada tanda-
anak untuk minum tanda peningkatan
susu TIK
f. Melakukan g. Hasil dari
pengukuran lingkar pemeriksaan
kepala rangsangan
g. Melakukan vital meningeal negatif
sign A:
h. Memberikan obat Masalah belum
Cefotaxim 2x4 mg teratasi
dan, Dexametason P:
4 x 0,75mg sesuai Intervensi dilanjutkan
terapi medis :
a. Memberikan obat
sesuai terapi medis
b. Melakukan
pengukuran lingkar
kepala
c. Melakukan vital
sign
d. Melakukan
pemeriksaan
rangsangan
meningeal dan TIK

07.00 – Hipertermi a. Mengukur suhu Jam 13.00


14.00 berhubungan dengan anak setiap 2 jam S:
WIB proses penyakit sekali, suhu jam a. Ibu mengatakan
(hidrosefalus) 09.00: 38.3 ºc anak nya demam
Suhu jam 11.00 : b. Ibu mengatakan
38,0 ºc anak malas minum
b. Menganjurkan ibu susu
untuk memberi O:
anak susu agar a. Anak muntah saat
tidak dehidrasi diberikan susu
c. Memantau oleh ibu, hanya
komplikasi, seperti masuk 200 cc
kejang b. Suhu masih tetap
d. Menganjurkan ibu 38 ºc
untuk mengompres A:
anak dengan air Masalah belum
hangat dibagian teratasi
lipatan tubuh, P:
seperti ketiak dan Intervensi dilanjutkan
paha :
e. Memberikan obat a. Memberikan obat
PCT 3x150 mg, sesuai terapi
diazepam 3 x 0.5 medis
mg sesuai dengan b. Mengompres
terapi medis anak dengan air
hangat
07.00 – Kerusakan integritas a. Monitor adanya Jam 13.00
14.00 kulit berhubungan kerusakan kulit S:
WIB dengan cedera anak a. Ibu mengatakan
kimiawi kulit b. Menjaga kulit anak terdapat luka kena
tetap bersih cairan KCL di mata
c. Menjaga agar kaki sebelah kanan
lingkungan anak b. Ibu mengatakan
tetap bersih luka bekas jahitan
d. Membersihkan longline juga
luka dengan teknik belum mengering
steril c. Ibu mengatakan
e. Mendorong asupan luka belum pernah
nutrisi dengan dibersihkan dan
memberika susu akan dibersihakan
f. Memberikan obat esok hari nya.
fusilex (cream) O:
a. Tampak luka yang
menghitam di mata
kaki sebelah kanan
b. Anak demam
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
a. Memberikan obat
sesuai terapi medis
b. Mendorong asupan
nutris anak dengan
memberikan susu
c. Membersihkan
luka
07.00 – Resiko a. Membina Jam 13.00
14.00 keterlembatan hubungan saling S:
WIB perkembangan percaya dengan a. Ibu mengatakan
orang tua dan anak anak hanya bisa
b. Membeikan berbaring
pendidikan b. Ibu mengatakan
kesehatan kepada dulu anak sdah bisa
orang tua tentang berdiri, semenjak
terapi bermain sakit tidak bisa
yang sesuai dengan apa-apa
umur anak, seperti O:
perlihatkan buku a. Anak tampak
yang bergambar, lemah
kenalkan dengan b. Anak kurang
suara-suara berespon, seperti
binatang, rangsang diajak untuk
anak dengan tersenyum
memberi makanan A:
ditangan nya. Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
a. Memberikan
pendidikan
kesehatan tentang
terapi bermain
yang sesuai dengan
usia anak
20 Resiko a. Melakukan Jam 13.00
Februari ketidakefektifan pemeriksaan pada S:
2019 perfusi jaringan otak pupil mata a. Ibu mengatakan
07.00 – b. Melakukan anak sudah tidak
14.00 pemeriksaan GCS mengalami
WIB c. Melakukan kejang
pemeriksaan b. Ibu megatakan
rangsangan suhu anak masih
meningeal tinggi
d. Melakukan O:
pemriksaan TIK, a. Anak tampak
yaitu kaku kuduk, mengalami
adanya muntah spastik
yang, ubun-ubun b. Anak tampak
yang cembung lemah dan malas
e. Pantau kondisi untuk minum
apakah ada susu
menagis menjerit c. Suhu: 38.3 ºc
karena nyeri yang d. Nadi 92x/m
dirasakan dan e. Tidak ada tanda-
pantau keaktifan tanda peningkatan
anak untuk minum TIK
susu f. Hasil dari
f. Melakukan pemeriksaan
pengukuran lingkar rangsangan
kepala meningeal negatif
g. Melakukan vital A:
sign Masalah belum
h. Memberikan obat teratasi
Cefotaxim 2x4 mg P:
dan, Dexametason Intervensi dilanjutkan
4 x 0,75mg :
a. Memberikan obat
sesuai terapi medis
b. Melakukan
pengukuran lingkar
kepala
c. Melakukan vital
sign
d. Melakukan
pemeriksaan
rangsangan
meningeal dan TIK
07.00 – Hipertermi a. Mengukur suhu Jam 13.00
14.00 berhubungan dengan anak setiap 2 jam S:
WIB proses penyakit sekali, suhu jam a. Ibu mengatakan
(hidrosefalus) 09.00: 38 ºc anak nya demam
Suhu jam 11.00 : b. Ibu mengatakan
37,9 ºc anak malas minum
b. Menganjurkan ibu susu
untuk memberi O:
anak susu agar a. Anak muntah saat
tidak dehidrasi diberikan susu
c. Memantau oleh ibu, hanya
komplikasi, seperti masuk 200 cc
kejang b. Suhu 38 ºc
d. Menganjurkan ibu A:
untuk mengompres Masalah belum
anak dengan air teratasi
hangat dibagian P:
lipatan tubuh, Intervensi dilanjutkan
seperti ketiak dan :
paha a. Memberikan obat
e. Memberikan obat sesuai terapi
PCT 3x150 mg, medis
diazepam 3 x 0.5 b. Mengompres
mg sesuai dengan anak dengan air
terapi medis hangat
07.00 – Kerusakan integritas a. Monitor adanya Jam 13.00
14.00 kulit berhubungan kerusakan kulit S:
WIB dengan cedera anak a. Ibu mengatakan
kimiawi kulit b. Menjaga kulit anak terdapat luka kena
tetap bersih cairan KCL di mata
c. Menjaga agar kaki sebelah kanan
lingkungan anak b. Ibu mengatakan
tetap bersih luka bekas jahitan
d. Merubah posisi longline juga
pasien sekali 3 jam belum mengering
e. Membersihkan c. Ibu mengatakan
luka dengan teknik luka sudah
steril dibersihkan oleh
f. Meberikan obat dokter.
fusilex (cream) O:
a. Tampak luka yang
menghitam di mata
kaki sebelah kanan
b. Anak demam
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
:
a. Memberikan obat
sesuai terapi medis
b. Mendorong asupan
nutris anak dengan
memberikan susu
c. Membersihkan
luka
07.00 – Resiko a. Membina Jam 13.00
14.00 keterlambatan hubungan saling S:
WIB perkembangan percaya dengan a. Ibu mengatakan
orang tua dan anak anak hanya bisa
b. Ajarkan keluarga berbaring
terapi bermain b. Ibu mengatakan
yang sesuai dengan dulu anak sdah bisa
umur anak, seperti berdiri, semenjak
perlihatkan buku sakit tidak bisa
yang bergambar, apa-apa
kenalkan dengan O:
suara-suara a. Anak tampak
binatang, rangsang lemah
anak dengan b. Anak kurang
memberi makanan berespon, seperti
ditangan nya diajak untuk
c. Bermain dengan tersenyum
anak dengan A:
mendengarkan Masalah belum
suara-suara teratasi
binatang. P:
Intervensi dilanjutkan
:
a. Memberikan
pendidikan
kesehatan tentang
terapi bermain
yang sesuai dengan
usia anak
21 Resiko a. Melakukan Jam 13.00
Februari ketidakefektifan pemeriksaan pada S:
2019 perfusi jaringan otak pupil mata a. Ibu mengatakan
07.00 – b. Melakukan anak sudah tidak
14.00 pemeriksaan GCS mengalami
WIB c. Melakukan kejang
pemeriksaan b. Ibu megatakan
rangsangan suhu anak masih
meningeal tinggi
d. Melakukan O:
pemriksaan TIK, a. Anak tampak
yaitu kaku kuduk, mengalami
adanya muntah spastik
yang, ubun-ubun b. Anak tampak
yang cembung lemah dan malas
e. Pantau kondisi untuk minum
apakah ada susu
menagis menjerit c. Suhu: 37,7 ºc
karena nyeri yang d. Nadi 90x/m
dirasakan dan e. GCS 14
pantau keaktifan f. Tidak ada tanda-
anak untuk minum tanda peningkatan
susu TIK
f. Melakukan g. Hasil dari
pengukuran lingkar pemeriksaan
kepala rangsangan
g. Melakukan vital meningeal negatif
sign A:
h. Memberikan obat Masalah belum
Cefotaxim 2x4 mg teratasi
dan, Dexametason P:
4 x 0,75mg sesuai Intervensi dilanjutkan
terapi medis. :
a. Memberikan obat
sesuai terapi medis
b. Melakukan
pengukuran lingkar
kepala
c. Melakukan vital
sign
d. Melakukan
pemeriksaan
rangsangan
meningeal dan TIK
07.00 – Hipertermi a. Mengukur suhu Jam 13.00
14.00 berhubungan dengan anak setiap 2 jam S:
proses penyakit sekali, suhu jam a. Ibu mengatakan
(hidrosefalus) 09.00: 37,8 ºc anak nya demam
Suhu jam 11.00 : b. Ibu mengatakan
37,7 ºc anak malas minum
b. Menganjurkan ibu susu
untuk memberi O:
anak susu agar a. Anak muntah saat
tidak dehidrasi diberikan susu
c. Memantau oleh ibu, hanya
komplikasi, seperti masuk 200 cc
kejang b. Suhu 37,7 ºc
d. Menganjurkan ibu A:
untuk mengompres Masalah belum
anak dengan air teratasi
hangat dibagian P:
lipatan tubuh, Intervensi dilanjutkan
seperti ketiak dan :
paha a. Memberikan obat
e. Memberikan obat sesuai terapi
PCT 3x150 mg, medis
diazepam 3 x 0.5 b. Mengompres
mg sesuai dengan anak dengan air
terapi medis hangat
07.00 – Kerusakan integritas a. Monitor adanya Jam 13.00
14.00 kulit berhubungan kerusakan kulit S:
WIB dengan cedera anak a. Ibu mengatakan
kimiawi kulit b. Menjaga kulit anak terdapat luka kena
tetap bersih cairan KCL di mata
c. Menjaga agar kaki sebelah kanan
lingkungan anak b. Ibu mengatakan
tetap bersih luka bekas jahitan
d. Merubah posisi longline juga
pasien sekali 3 jam belum mengering
e. Membersihkan O:
luka dengan teknik a. Tampak luka yang
steril dibalut dengan
f. Memberikan obat kassa.
fusilex sesuai b. Anak demam
terapi medis A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
:
a. Membersihkan
luka
b. Memberikan obat
fusilex
c. Mendorong asupan
nutrisi
07.00 – Resiko a. Membina Jam 13.00
14.00 keterlembatan hubungan saling S:
WIB perkembangan percaya dengan a. Ibu mengatakan
orang tua dan anak anak hanya bisa
b. Memberikan berbaring
pendidikan b. Ibu mengatakan
kesehatan terhadap dulu anak sdah bisa
keluarga tentang berdiri, semenjak
terapi bermain sakit tidak bisa
yang sesuai dengan apa-apa
umur anak, seperti O:
perlihatkan buku a. Anak tampak
yang bergambar, lemah
kenalkan dengan b. Anak kurang
suara-suara berespon, seperti
binatang, rangsang diajak untuk
anak dengan tersenyum
memberi makanan A:
ditangan nya. Masalah belum
c. Bermain dengan teratasi
anak dengan P:
mendengarkan Intervensi dilanjutkan
suara-suara :
binatang. a. Mengajak anak
bermain secara
terapeutik
22 Resiko a. Melakukan Jam 13.00
Februari ketidakefektifan pemeriksaan pada S:
2019 perfusi jaringan otak pupil mata a. Ibu mengatakan
07.00 – b. Melakukan anak sudah tidak
14.00 pemeriksaan GCS ada mengalami
WIB c. Melakukan kejang
pemeriksaan b. Ibu mengatakan
rangsangan anak mengalami
meningeal spastik
d. Melakukan O:
pemriksaan TIK, a. Anak tampak
yaitu kaku kuduk, mengalami
adanya muntah spastik
yang, ubun-ubun b. Anak tampak
yang cembung lemah dan sudah
e. Pantau kondisi mau minum susu,
apakah ada habis sesuai diit
menagis menjerit nya yaitu 450 cc
karena nyeri yang c. Suhu: 37 ºc
dirasakan dan d. Nadi 92x/m
pantau keaktifan A:
anak untuk minum Masalah belum
susu teratasi
f. Melakukan P:
pengukuran lingkar Intervensi dilanjutkan
kepala :
g. Melakukan vital a. Memberikan obat
sign sesuai terapi medis
h. Memberikan obat b. Melakukan
Cefotaxim 2x4 mg pengukuran lingkar
dan, Dexametason kepala
4 x 0,75mg sesuai c. Melakukan vital
terapi medis. sign
d. Melakukan
pemeriksaan
rangsangan
meningeal dan TIK
07.00 – Hipertermi a. Mengukur suhu Jam 13.00
14.00 berhubungan dengan anak setiap 2 jam, S:
WIB proses penyakit Suhu 09.00: 37,0 ºc a. Ibu mengatakan
(hidrosefalus) Suhu 11.00: 36,7 ºc demam sudah tidak
a. Menganjurkan ibu demam
untuk memberikan b. Ibu mengatakan
anak susu agar anak sudah mau
tidak dehidrasi minum susu dan
b. Mengompres anak tidak muntah
c. Memantau
komplikasi, seperti O:
kejang a. Suhu 36,7 ºc
d. memberikan obat b. Susu yang
PCT 3x150 mg, diberikan habis
diazepam 3x0,5 mg sebanyak 450 cc
sesuai terapi medis A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
07.00 – Kerusakan integritas a. Monitor adanya Jam 13.00
14.00 kulit berhubungan kerusakan kulit S:
WIB dengan cedera anak a. Ibu mengatakan
kimiawi kulit b. Menjaga kulit anak terdapat luka kena
tetap bersih cairan KCL di mata
c. Menjaga agar kaki sebelah kanan
lingkungan anak b. Ibu mengatakan
tetap bersih luka bekas jahitan
d. Merubah posisi longline juga
pasien sekali 3 jam belum mengering
e. Membersihkan O:
luka dengan teknik a. Luka masih belum
steril kering, masih
f. Memberikan obat basah
fusilex (cream) A:
sesau terapi medis Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
:
a. Memberikan obat
fusilex (cream)
sesuai terapi medis
b. Mendorong asupan
cairan dan nutrisi
07.00 – Resiko a. Membina Jam 13.00
14.00 keterlambatan hubungan saling S:
WIB perkembangan percaya dengan a. Ibu mengatakan
orang tua dan anak anak hanya bisa
b. Ajarkan keluarga berbaring
terapi bermain b. Ibu mengatakan
yang sesuai dengan dulu anak sdah bisa
umur anak, seperti berdiri, semenjak
perlihatkan buku sakit tidak bisa
yang bergambar, apa-apa
kenalkan dengan O:
suara-suara a. Anak tampak
binatang, rangsang lemah
anak dengan b. Anak kurang
memberi makanan berespon, seperti
ditangan nya. diajak untuk
c. Bermain dengan tersenyum
anak dengan A:
mendengarkan Masalah belum
suara-suara teratasi
binatang. P:
Intervensi dilanjutkan
:
a. Mengajak anak
bermain dengan
mengenalkan
suara-suara
binatang
23 Resiko a. Melakukan Jam 13.00
Februari ketidakefektifan pemeriksaan pada S:
2019 perfusi jaringan otak pupil mata a. Ibu mengatakan
07.00 – b. Melakukan anak sudah tidak
14.00 pemeriksaan GCS ada mengalam =i
WIB c. Melakukan kejang
pemeriksaan b. Ibu mengatakan
rangsangan anak mengalami
meningeal spastik
d. Melakukan O:
pemriksaan TIK, a. Anak tampak
yaitu kaku kuduk, mengalami
adanya muntah spastik
yang, ubun-ubun b. Anak tampak
yang cembung lemah
e. Pantau kondisi c. GCS 14
apakah ada d. Anak sudah mau
menagis menjerit minum susu
karena nyeri yang e. Suhu: 36,7 ºc
dirasakan dan f. Nadi 90x/m
pantau keaktifan g. Tidak ada tanda-
anak untuk minum tanda peningkatan
susu TIK
f. Melakukan A:
pengukuran lingkar Masalah belum
kepala teratasi
g. Melakukan vital P:
sign Intervensi dilanjutkan
a. Memberikan obat oleh perawat ruangan
Cefotaxim 2x4 mg :
dan, Dexametason a. Memberikan obat
4 x 0,75mg sesuai sesuai terapi
terapi medis. medis
07.00 – Kerusakan integritas a. Monitor adanya Jam 13.00
14.00 kulit berhubungan kerusakan kulit S:
WIB dengan cedera anak a. Ibu mengatakan
kimiawi kulit b. Menjaga kulit anak terdapat luka kena
tetap bersih cairan KCL di mata
c. Menjaga agar kaki sebelah kanan
lingkungan anak b. Ibu mengatakan
tetap bersih luka bekas jahitan
d. Merubah posisi longline juga
pasien sekali 3 jam belum mengering
e. Membersihkan O:
luka dengan teknik a. Luka masih belum
steril kering, masih
f. Memberikan obat basah
fusilex (cream) A:
sesaui terapi medis Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
oleh perawat ruangan :
a. Mebersihkan luka
b. Memberikan obat
fusilex
07.00 – Resiko a. Membina Jam 13.00
14.00 keterlambatan hubungan saling S:
WIB perkembangan percaya dengan a. Ibu mengatakan
orang tua dan anak anak hanya bisa
b. Ajarkan keluarga berbaring
terapi bermain b. Ibu mengatakan
yang sesuai dengan dulu anak sudah
umur anak, seperti bisa berdiri,
perlihatkan buku semenjak sakit
yang bergambar, tidak bisa apa-apa
kenalkan dengan O:
suara-suara a. Anak tampak
binatang, rangsang lemah
anak dengan b. Anak kurang
memberi makanan berespon, seperti
ditangan nya. diajak untuk
c. Bermain dengan tersenyum
anak dengan A:
mendengarkan Masalah belum
suara-suara teratasi
binatang. P:
Intervensi dilanjutkan
oleh perawat ruangan
dengan memberikan
rangsangan terhadap
perkembangan si
anak.

Anda mungkin juga menyukai