Anda di halaman 1dari 58

lOMoARcPSD|25942557

Asuhan Keperawatan pada Anak Berkebutuhan Khusus


(Autisme)
Keperawatan Anak (Universitas Jember)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)
lOMoARcPSD|25942557

KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS: AUTISME

KEPERAWATAN ANAK

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak dengan dosen
pengampu Ns. Ira Rahmawati, M.Kep., Sp.Kep.An.

Disusun Oleh:
Kelompok 17/Kelas D 2020
Oktaviana Yuslianti 202310101088
Annisa Permatasari 2023101011

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya, sehingga kelompok kami dapat
menulis makalah yang telah terselesaikan dengan judul “Asuhan Keperawatan
pada Anak Berkebutuhan Khusus: Autisme”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak di Fakultas Keperawatan
Universitas Jember. Dengan ini saya ucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Nuning Dwi Merina, M.Kep. selaku dosen Penanggung Jawab mata kuliah
Keperawatan Anak.
2. Ns. Ira Rahmawati, M.Kep., Sp.Kep.An. selaku dosen pembimbing saya pada
mata kuliah Keperawatan Anak.
3. Dan segenap rekan kelas D Angkatan 2020 yang membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan
bagi segenap pihak yang telah membaca makalah dari kelompok kami.Kami
sangat menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari kata sempurna dan
memiliki banyak kekurangan dari segi kata, materi, maupun penyusunan. Maka
dari itu, saya meminta kritik beserta saran dari pembaca, supaya pada saat
penyusunan makalah selanjutnya akan menjadi lebih baik dari sebelum-
sebelumnya.

Jember, 16 November 2022

Penulis

ii

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Definisi Autisme.............................................................................................4
2.2 Etiologi Autisme.............................................................................................4
2.4 Patofisiologi Autisme.....................................................................................6
2.5 Klasifikasi Autisme........................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis Autisme............................................................................8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Autisme...................................................................9
2.8 Penatalaksanaan............................................................................................11
2.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Autisme..............................................14
2.10 Pathway Autisme........................................................................................25
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN................................................................26
3.1 Kasus............................................................................................................26
3.2 Pengkajian Keperawatan..............................................................................26
3.3 Analisa Data dan Masalah............................................................................36
3.4 Diagnosa Keperawatan.................................................................................38
3.5 Intervensi Keperawatan................................................................................39
3.6 Implementasi................................................................................................42
3.7 Evaluasi........................................................................................................43
BAB IV ANALISIS JURNAL.............................................................................46
BAB V PENUTUP................................................................................................51
5.1 Kesimpulan...................................................................................................51
5.2 Saran.............................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................52

iii

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan spektrum autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD)


adalah istilah yang digunakan untuk sekelompok gangguan perkembangan
saraf pervasif yang ditandai dengan gangguan keterampilan sosial dan
komunikasi disertai dengan perilaku berulang dan restriktif (Grove et al.,
2019). Menurut ICD (International Classification of Diseases), autisme pada
anak adalah gangguan perkembangan yang gejalanya muncul sebelum
seorang anak mencapai usia 3 tahun. ASD ini dapat menghambat bakat serta
kreatifitas anak secara normal. Kreativitas dan bakat memegang peranan
sentral dalam pembelajaran dan perkembangan anak pada umumnya,
sehingga akibat kurang berkembangnya kreativitas dan bakat ini dapat
mempengaruhi tumbuh kembang anak tersebut di kemudian hari
(Suryaningsih, 2020).
Prevalensi ASD di dunia semakin meningkat setiap harinya. Menurut
WHO (2019), diperkirakan satu dari 160 anak di seluruh dunia menderita
ASD. Pada tahun 2020, Centers for Disease and Control Prevention (CDC)
menetapkan bahwa sekitar satu dari 54 anak menderita ASD. Kejadian ASD
pada anak laki-laki 4 kali lebih sering terjadi daripada anak perempuan.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, kejadian ASD di Indonesia diperkirakan sekitar 2,4 juta
kasus dengan penambahan 500 penderita baru per tahun. Sebagian besar
kasus berada di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi seperti Jawa
Barat, di mana diperkirakan terdapat 2.500 kasus (Nurhidayah et al., 2021).
Sementara itu pada tahun 2020, diketahui bahwa Kabupaten Jember memiliki
193 anak dengan gangguan spektrum autisme yang tersebar di beberapa
sekolah luar biasa (SLB) di Kabupaten Jember (Suryaningsih, 2021).
Autisme dipengaruhi oleh faktor risiko genetik, lingkungan, dan
interaksi gen dengan lingkungan. Studi lain menyebutkan bahwa merokok
oleh ibu hamil meningkatkan risiko memiliki anak dengan kemampuan

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

intelektual rendah sebesar 1,46 kali. Sebuah buku berjudul “Autism Spectrum
Disorder” juga menyebutkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian gangguan spektrum autisme adalah faktor genetik, faktor otak, dan
faktor pencernaan. Penelitian lain juga menyatakan bahwa durasi menyusui
kurang dari 6 bulan merupakan faktor risiko autisme, faktor risiko lain yang
ditemukan adalah riwayat berat badan lahir abnormal (Alfinna et al., 2019).
Gejala autisme memang bisa diamati sejak dini. Bayi dengan autisme
menunjukkan tanda-tanda tidak responsif terhadap sentuhan dan kasih sayang
serta tidak mampu melakukan kontak mata dengan orang lain. Anak-anak
dengan autisme juga jarang berbicara, dan jika mereka berbicara, maka
berbicaranya seperti tanpa ekspresi wajah atau gerak tubuh. Namun masih
banyak kasus autisme di Indonesia yang tidak terdeteksi dan ditangani secara
dini, sehingga menjadi salah satu permasalahan dalam penanganan autisme di
Indonesia (Novianti, 2022). Melalui makalah ini, penulis akan membahas
lebih dalam mengenai Autism Spectrum Disorder (ASD) dan juga asuhan
keperawatan kepada pasien anak yang menderita autisme.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi autisme?
2. Bagaimana etiologi dari autisme pada anak?
3. Apa sajakah faktor risiko dari autisme?
4. Bagaimana patofisiologi dari autisme?
5. Apa sajakah klasifikasi autism pada anak?
6. Bagaimana manifestasi klinis pada autisme?
7. Apa saja pemeriksaan yang digunakan untuk mendiagnosa autisme?
8. Intervensi apa yang diberikan kepada anak dengan autisme?
9. Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan autisme?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi autisme.


2. Mengetahui etiologi dari autisme pada anak.
3. Mengetahui faktor risiko dari autisme.
4. Memahami patofisiologi dari autisme.

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

5. Mengetahui klasifikasi autisme pada anak.


6. Mengetahui manifestasi klinis anak dengan autisme.
7. Mengetahui pemeriksaan yang digunakan untuk mendiagnosa autisme.
8. Mengetahui intervensi yang diberikan kepada anak dengan autisme.
9. Mengetahui lebih lanjut terkait pemberian asuhan keperawatan pada anak
dengan autisme.

1.4 Manfaat

Makalah ini disusun dengan harapan agar dapat menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca mengenai asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan
khusus yaitu autisme. Selain itu, makalah ini juga diharapkan dapat menjadi
bahan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan dalam mata kuliah
Keperawatan Anak.

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Autisme

Kata autisme merujuk pada kata "autos" dalam bahasa Yunani yang
berarti "diri". Penggunaan nama autisme ini berakar dari sejarahnya, dimana
autisme ini digunakan untuk menunjukkan pikiran yang berpusat pada dirinya
sendiri. Anak-anak dengan autisme akan menghindari interaksi
dengan orang lain dan terisolasi secara sosial (Kalalo et al., 2019).
Gangguan spektrum autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD)
merupakan serangkaian gangguan pada perkembangan otak yang
mempengaruhi kemampuan komunikasi seseorang baik verbal dan nonverbal.
Selain itu, autisme juga mempengaruhi kemampuan interakasi sosial
seseorang dengan sekitarnya. Penggunaan kata spektrum disini merujuk pada
rentang yang lebar dari berbagai gejala, keterbatasan, dan keterampilan anak-
anak dengan gangguan ini. Beberapa anak mungkin memiliki gejala ringan,
sementara yang lain mungkin memiliki gejala yang berat (Kalalo et al., 2019).

2.2 Etiologi Autisme

Hingga saat ini belum ditemukan secara pasti penyebab tunggal yang
mendasari kejadian autisme ini. Akan tetapi, para ahli sepakat bahwa autisme
disebabkan oleh ketidaknormalan pada struktur dan fungsi otak, serta pola
perkembangannya (Kalalo et al., 2019). Dalam hal ini, ketidaknormalan yang
dimaksud disebabkan oleh sejumlah faktor seperti proses autoimun, genetik,
kelainan kromosom (sindrom x yang mudah pecah atau fragil), penyakit
medis, lingkungan, dan metabolisme, dimana kondisi tersebut merupakan
faktor yang saling berkaitan pada tubuh pasien anak dengan ASD
(Koesdiningsih et al., 2019).

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Gambar 2. Perbedaan otak anak yang normal dengan anak autis


(sumber: google.com)

2.3 Faktor Risiko Autisme


Berikut ini adalah faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian anak yang
lahir dengan Gangguan Spektrum Autisme.
a. Faktor Genetik
Menurut Gayatri Pamoedji dalam Maisaroh (2018) menyebutkan
gejala autisme pada anak disebabkan oleh faktor keturunan. Setidaknya
terdapat dua puluh gen telah ditemukan terkait dengan autisme. Namun,
gejala autisme baru bisa muncul jika ada kombinasi dari banyak gen.
b. Faktor Risiko Prenatal
Menurut Guinchat dalam Alfinna (2019), faktor prenatal ini terdiri
dari faktor keluarga dan faktor kehamilan. Faktor keluarga contohnya
seperti usia orang tua dan wanita primipara. Faktor kehamilan yaitu
perdarahan, pre-eklampsia, serta obat-obatan yang dikonsumsi oleh ibu
selama kehamilan. Dalam penelitian lain disebutkan bahwa ibu hamil yang
memiliki kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko memiliki anak
dengan kemampuan intelektual yang rendah sebesar 1.46 kali lebih besar.
c. Faktor Risiko Perinatal
Faktor perinatal antara lain durasi kehamilan, presentasi bokong, umur
kehamilan yang muda, paritas ≥4, persalinan spontan, persalinan diinduksi,
sectio caesarea, preeklampsia, dan gawat janin (Alfinna, 2019).
d. Faktor Risiko Neonatal

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Faktor neonatal yaitu prematuritas, rendahnya skor APGAR,


hiperbilirubinemia, berat badan lahir rendah (BBLR), ensefalopati dan
cacat lahir. Kelahiran prematur (usia kehamilan <37 minggu kehamilan)
meningkatkan risiko sebesar 15% kelahiran di AS. Bayi yang lahir kurang
dari 28 minggu kehamilan memiliki risiko tertinggi masalah neurologis
dalam jangka panjang (Alfinna, 2019).
e. Peradangan Dinding Usus
Sebagian besar anak dengan gangguan autisme umumnya memiliki
pencernaan yang buruk dan radang usus. Peradangan tersebut diyakini
disebabkan oleh virus.
f. Keracunan Logam Berat
Keracunan logam berat merupakan kondisi yang sering dialami oleh bayi
dalam kandungan. Sindrom yang dialami penyandang autisme diyakini
disebabkan oleh tingginya kadar logam berat dalam darah dan rambut,
seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), dan tembaga (Cu). Pb merupakan logam
berat yang mudah terakumulasi dalam organisme hidup dan merupakan
pencemar yang dapat digolongkan sebagai radikal bebas yang berbahaya
karena dapat melemahkan sistem antioksidan (Pasaribu et al., 2019).
g. Faktor Makanan

Bahan kimia yang terdapat dalam makanan sangat berbahaya untuk


disimpan. Salah satunya adalah pestisida yang terpapar pada sayuran.
Pestisida diketahui mengganggu fungsi gen pada sistem saraf pusat
sehingga menyebabkan autisme pada anak.

2.4 Patofisiologi Autisme

Hingga saat ini diketahui bahwa penyebab dari autisme adalah terjadinya
gangguan pada struktur dan perkembangan otak. Gangguan pada otak ini
dapat disebabkan karena adanya partus lama, faktor genetik, dan keracunan
logam berat.
Partus lama dapat mengakibatkan bayi mengalami gangguan nutrisi dan
kebutuhan oksigennya tidak adekuat. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
abnormalitas pada pertumbuhan sel saraf bayi. Abnormalitas pertumbuhan sel

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

saraf juga dapat terjadi ketika terdapat kelainan genetik pada bayi.
Abnormalitas pada pertumbuhan sel saraf ini selanjutnya akan menyebabkan
neurokimia meningkat secara abnormal, sehingga akan mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu.
Sama halnya dengan partus lama dan faktor genetik, keracunan logam
berat dapat merusak neurotrofin dan neuropeptida yang berfungsi sebagai
penyokong aktivitas neuron dalam saraf. Apabila neurotrofin dan
neuropeptida rusak, maka hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada sel
purkinye dan hipocampus. Selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan
keseimbangan pada serotonin dan dopamin yang dapat mengakibatkan
gangguan pada otak kecil. Hal inilah yang mengakibatkan reaksi atensi atau
perhatian pada anak autisme menjadi lebih lambat.

2.5 Klasifikasi Autisme

Menurut Widyawati dalam Afdhal (2022), autisme diklasifikasikan menurut


waktu timbulnya gangguan:
a. Autisme Infantile: Istilah yang digunakan untuk menyebut anak autis yang
menunjukkan kelainan sejak lahir.
b. Autisme Faksasi: anak autis yang lahir secara normal, tetapi setelah
berusia dua sampai tiga tahun menunjukkan tanda-tanda autism.

Menurut Sabaria (2018), berdasarkan tingkat gejalanya, autisme dibedakan


menjadi 3 yaitu
1) Autisme Ringan: Dalam kondisi ini, anak autis masih melakukan kontak
mata, meskipun tidak berlangsung lama. Anak dengan autism ringan
mungkin dapat memberikan sedikit respon jika dipanggil dengan nama,
menunjukkan ekspresi wajah, dan komunikasi dua arah meskipun hanya
sesekali.
2) Autisme Sedang: Dalam kondisi ini, anak autis masih sedikit melakukan
kontak mata tetapi tidak merespon saat dipanggil namanya. Tindakan
agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, ketidakpedulian, dan
gangguan gerakan stereopik cenderung sedikit sulit dikendalikan, tetapi
masih dapat dikelola.

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

3) Autisme Berat: Anak autis dalam kategori ini menunjukkan tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya, anak autis membenturkan kepalanya ke
tembok berulang kali dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua
mencoba untuk mencegah hal ini, anak dengan autism berat tidak akan
merespon dan terus melakukannya, bahkan ketika sudah bisa digendong
oleh orang tua, anak autis tetap memukul kepalanya. Anak berhenti hanya
setelah dia merasa lelah, dan segera tertidur.

Menurut YPAC dalam Pasaribu (2019) berikut ini adalah klasifikasi autisme
berdasarkan intelektual
1) Autisme dengan keterbelakangan mental sedang sampai berat (IQ di
bawah 50) memiliki prevalensi 60% dari anak dengan autisme.
2) Autisme dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50-70) memiliki
prevalensi 20% dari anak dengan autisme.
3) Autisme yang tidak memiliki keterbelakangan mental (kecerdasan di atas
70) memiliki prevalensi 20% dari anak dengan autisme.

2.6 Manifestasi Klinis Autisme

a. Pada usia dini (bayi), akan ditemukan adanya penyimpangan


perkembangan, misalnya keterlambatan bicara, tidak suka dipeluk atau
digendong, hanya menginginkan makanan dengan konsistensi (Putri et al.,
2019).
b. Perilaku terbatas dan berulang, seperti melambaikan tangan, memutar
benda, ketertarikan pada objek tertentu dan tidak menyukai perubahan
lingkungan atau rutinitas sehari-hari (Putri et al., 2019).
c. Perilaku hiperaktif seperti mengamuk, berteriak, memukul, menggigit,
mencakar.
d. Perilaku hipoaktif seperti gangguan bicara, perilaku kurang bersosialisasi,
menarik diri, acuh tak acuh, melamun, apatis, dan menangis (Pasaribu et
al., 2019)
e. Mengalami kesulitan berkomunikasi, meskipun dapat berbicara dengan
baik karena tidak tahu kapan giliran berbicara, memilih topik pembicaraan,
atau melihat lawan bicara.

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

f. Memiliki masalah dengan komunikasi non-verbal, tidak menunjukkan atau


menggunakan gerakan tubuh untuk menyampaikan keinginannya.
g. Gangguan sensorik seperti menutup telinga pada suara keras, menangis
setiap kali mencuci rambut, suka menjilat atau mencium mainan.

Gambar 3. Manifestasi Klinis Autisme (sumber: diction.id)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Autisme

a. Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan pada anak dengan ASD maupun orang tua
pasien. Dokter harus secara aktif bertanya tentang tanda dan gejala kondisi
ini. Hal-hal yang perlu diperiksa dalam anamnesis adalah riwayat
kesehatan umum seperti riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat
penyakit fisik dan mental yang pernah atau sedang dialami, riwayat kejang
atau kelainan neurologis lainnya, serta riwayat keluarga (Subramanyam et
al., 2019).

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien anak dengan ASD
yaitu pemeriksaan antropometri, pertumbuhan, gangguan dismorfik tubuh,

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

tanda gejala neurologis, serta evaluasi adanya kelainan kulit


(Subramanyam et al., 2019).
c. Pemeriksaan Perilaku
Pemeriksaan perilaku pada anak dengan ASD meliputi tiga domain,
yaitu keterampilan interaksi sosial, keterampilan komunikasi dan bahasa,
dan perilaku berulang (repetitif). Pemeriksaan perilaku harus dilakukan
berdasarkan pada pengamatan langsung (observasi), laporan dari orang tua
dan guru, serta harus menggunakan berbagai sumber informasi (Navarro-
Pardo et al., 2021).
d. Pemeriksaan Kemampuan Interaksi Sosial
Pemeriksaan kemampuan interaksi sosial dapat dilakukan melalui
wawancara atau menggunakan instrumen. Berikut ini adalah beberapa
instrumen yang telah dikembangkan untuk mendiagnosa gangguan
spektrum autisme pada anak.
1) Childhood Autism Rating Scale (CARS)
CARS adalah skala penilaian 15 item yang dilakukan oleh dokter
untuk menilai perilaku yang sering muncul pada anak dengan gangguan
spektrum autisme. Kuesioner CARS menilai adanya keterbatasan minat
dan perilaku berulang, sehingga dapat mengidentifikasi anak yang
menderita autisme (Chen, 2018).
2) The Quantitative Checklist for Autism in Toddlers (QCHAT)
QCHAT memiliki 25 elemen yang digunakan untuk menilai
karakteristik autis seperti emosional, komunikatif, perilaku, dan
ucapan. Alat skrining ini dapat merekam intensitas ciri autis yang
diamati pada skala 5 poin (0–4) dengan 0 sebagai yang terendah dan 4
sebagai yang tertinggi (Rahman et al., 2021).
3) The Ages and Stages Questionnaire, Third Edition (ASQ-3)
ASQ-3 merupakan salah satu screening tools yang
direkomendasikan oleh AAP. ASQ-3 ini mengukur 5 domain yaitu
komunikasi, motorik kasar, motorik halus, keterampilan pribadi-sosial,
dan pemecahan masalah. ASQ-3 memiliki sifat psikometrik yang kuat

10

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

(85% sensitivitas dan 86% spesifisitas) untuk mengidentifikasi anak-


anak dengan keterlambatan perkembangan (Beacham et al., 2018).
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan genetik,
elektroensefalografi (EEG), audiometri, pencitraan otak, dan tes
metabolik yang sesuai mungkin dapat berguna tergantung pada sifat
kasusnya (Subramanyam et al., 2019).

2.8 Penatalaksanaan

a. Terapi Biomedik
Terapi biomedis terdiri dari pemberian obat-obatan kepada anak autis
dari psikiater anak. Jenis obat, suplemen gizi dan vitamin yang sering
digunakan saat ini antara lain risperidone, ritalin, haloperidol, pyrodoxine,
DMG, TMG, magnesium, omega-3 dan omega-6 dan sebagainya
(Rieskiana, 2021).
b. Terapi Fisik (Fisioterapi)
Terapi fisik pada anak autis bertujuan untuk mengembangkan,
memelihara dan mengembalikan fungsi gerak dan anggota tubuh secara
maksimal sepanjang hidupnya. Dalam terapi ini, seorang terapis harus
dapat mengembangkan kemampuan motorik anak seoptimal mungkin,
seperti menekuk kaki, menekuk lengan, membungkuk hingga berdiri
seimbang, serta berjalan hingga berlari (Rieskiana, 2021).
c. Applied Behavioural Analysis (ABA)
Terapi ABA adalah terapi manajemen perilaku. Sutadi (Ardina, 2018)
menjelaskan tentang disiplin mengajar dan terus-menerus menerapkannya
untuk meningkatkan perilaku secara signifikan. Terapi ABA akan
memberikan hasil yang optimal jika dilakukan sejak dini, intensif,
konsisten dengan peran aktif orang tua dan terapis. Tujuan terapi ABA
adalah memberikan penguatan positif ketika anak dapat merespon terapis
dengan benar dan sesuai instruksi yang diberikan.
d. Terapi Bermain

11

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Menurut Puspaningrum (Arifadhi et al., 2019), terapi bermain adalah


penggunaan pola permainan sebagai sarana efektif untuk kebebasan
eksplorasi dan ekspresi diri. Bermain adalah bagian dari masa kanak-kanak
yang merupakan wahana ekspresi bahasa, keterampilan komunikasi,
perkembangan emosi, keterampilan sosial, keterampilan pengambilan
keputusan dan perkembangan kognitif pada anak.
e. Terapi Visual
Menurut Dian Nafi (Wardhani, 2020), anak-anak dengan autisme
adalah pembelajar visual. Mereka merasa sulit untuk berpikir secara
abstrak, sehingga seringkali kesulitan untuk berkomunikasi. Terapi visual
menggunakan gambar, foto atau teks akan membantu mengatasi hambatan
komunikasi ini. Melalui visualisasi, pemahaman anak terhadap konsep-
konsep tertentu menjadi lebih konkret dibandingkan dengan ucapan lisan.
Selain itu, visualisasi dapat mengajarkan anak untuk mandiri, menjelaskan
pentingnya suara lain, meningkatkan pemahaman anak terhadap
lingkungan, memanfaatkan daya visual anak yang kuat dan gambar yang
jelas dapat membuat anak lebih fokus.
f. Terapi Wicara
Perubahan neurologis pada anak autis membuat mereka sulit untuk
berbicara, sehingga sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain. Salah
satu upaya untuk mengatasi kesulitan berbahasa tersebut adalah dengan
terapi wicara. Terapi wicara dilakukan dengan menggunakan dua latihan
utama. Latihan pertama adalah melatih dan mengoptimalkan gerakan
mulut agar dapat mengeluarkan suara dan berbicara. Latihan kedua dari
terapi wicara adalah pengembangan pemahaman wicara dan ekspresi
wicara (Siwi, 2021).
g. Terapi Sensori
Terapi sensori biasanya mencakup panca indera, sendi, otot, dan fisik
agar memiliki efek positif pada penderita autisme. Terapi sensori ini dapat
diwujudkan dalam berbagai kegiatan seperti terapi fisik, latihan,
pendengaran dan pelatihan pendengaran. Biasanya, terapis menggunakan

12

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

ayunan, memberikan sentuhan taktil, dan menyesuaikan dengan kebutuhan


anak autis (Kurniawan dan Juvita, 2019).
h. Terapi Okupasi
Menurut Irawan (Mahdalena et al., 2020), terapi okupasi merupakan
terapi yang melatih gerakan halus tangan dan integrasi gerakan dasar yang
telah dikuasai dengan alat dan permainan yang sesuai. Terapi okupasi
dilakukan untuk memperkuat, serta meningkatkan koordinasi dan
keterampilan otot pada anak autis.
i. Terapi Diet Casein dan Gluten
Menurut Oktavia dan Dewi (2020), terapi diet Casein free gluten free
(CFGF) merupakan terapi yang ditujukan untuk memperbaiki gangguan
metabolisme pada anak dengan autisme, terapi diet CFGF ini merupakan
bagian dari implementasi terapi biomedis pada anak autis, berupa
pengaturan pola makan, menghindari makanan bahan utama berupa susu
sapi (coklat, es krim, roti) dan gandum.

2.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Autisme

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan.
Pengkajian yang cermat diperlukan untuk mengidentifikasi masalah pasien
guna memastikan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat tergantung pada akurasi dan ketelitian fase pengkajian.
a. Identitas Pasien
Pada tahan ini perawat perlu mengetahui identitas anak yang terdiri dari
nama, nama panggilan, umur, tanggal lahir, jenis kelamin.
b. Identitas Orang tua
Selain identitas pasien, perawat perlu mengetahui identitas orang tua
pasien. Hal ini disebabkan pasien yang masih anak-anak atau dibawah
umur. Identitas orang tua terdiri dari nama ayah dan ibu, umur, jenis
kelamin, agama, suku, bahasa pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan
alamat.
c. Keluhan Utama

13

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Pasien datang ke poli pediatri atau poli psikiatri dengan keluhan


mengalami hambatan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan
orang lain.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang dilakukan dengan mengajukan
beberapa pertanyaan mengenai upaya yang telah dilakukan oleh orang
tua pasien dan terapi apa yang diberikan kepada pasien. Hal ini
dilakukan untuk mendukung keluhan utama pasien.
e. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang.
Contohnya seperti apakah pasien memiliki riwayat penyakit misalnya
obesitas, lalu tanyakan juga mengenai riwayat operasi, riwayat alergi,
dan riwayat imunisasi.
f. Riwayat Perinatal
Dalam Riwayat perinatal ini dituliskan riwayat antenatal, intranatal, dan
post natal. Riwayat antenatal seperti apakah ibu memiliki riwayat
meminum obat-obatan, merokok dan minum alkohol. Riwayat intra
natal seperti lama persalinan, komplikasi persalinan, terapi yang
diberikan, tempat dan cara melahirkan. Selanjutnya riwayat post natal
misalnya prematuritas, skor APGAR, hiperbilirubinemia, berat badan
lahir rendah (BBLR), ensefalopati dan cacat lahir.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan kepada keluarga pasien bagimana lingkungan rumah serta
apakah ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan atau
memiliki penyakit keturunan dari keluarga pasien. Serta buat genogram
dari keluarga pasien.
h. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Tanyakan pada keluarga apakah ada tidaknya gangguan perkembangan
terkait adaptasi sosial, motorik kasar dan halus, serta hambatan
penggunaan bahasa pada pasien sebelum di rawat inap.
i. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit

14

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Tanyakan pada keluarga terkait kondisi lingkungan yang mempengaruhi


timbulnya penyakit, contohnya paparan zat toksik seperti timbal.
j. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana
Kaji pasien mengenai status kesehatan anak sejak lahir, pemeriksaan
kesehatan secara rutin, imunisasi, penyakit yang menyebabkan anak
absen dari sekolah, kebiasaan merokok orang tua, praktek
pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar popok), praktek
keamanan orang tua (produk rumah tangga, menyimpan obat-
obatan).
2) Pola Nutrisi & Metabolisme
Kaji pasien dan ibu pasien mengenai kebiasaan pemberian
ASI/PASI, jumlah minum, kekuatan menghisap, jumlah makanan
dan kudapan, jenis dan jumlah (makanan dan minuman) adakah
tambahan vitamin, pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir,
porsi yang dihabiskan, nafsu makan, BB lahir dan BB saat ini serta
status nutrisi orang tua, apakah ada masalah atau tidak
3) Pola Eliminasi
Kaji kebiasaan pola defekasi (kesulitan, kebiasaan, ada darah atau
tidak), mengganti pakaian dalam/diapers pada bayi, pola eliminasi
urine (frekuensi ganti popok basah perhari, kekuatan keluarnya
urine, bau, warna).
4) Pola Aktivitas / bermain (termasuk kebersihan diri)
Kelemahan dan cenderung mengantuk, ketidakmampuan atau kurang
keinginan untuk beraktivitas.
5) Pola Istirahat tidur
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu
tidur, jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur,
tingkat kesegaran). Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata,
keadaan umum, mengantuk).
6) Pola Kognitif dan persepsi sensori

15

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Kaji pasien mengenai gambaran tentang indra khusus (penglihatan,


penciuman, pendengaran, perasa, peraba), penggunaan alat bantu
indra, persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara
komprehensif), keyakinan budaya terhadap nyeri, tingkat
pengetahuan terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol dan
mengatasi nyeri, data pemeriksaan fisik (neurologis, yang
berhubungan ketidaknyamanan)
7) Pola Konsep diri
Kaji pasien mengenai keadaan sosisal: situasi keluarga, kelompok
sosial, identitas personal: penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki, keadaan fisik, segala sesuatu yang
berkaitan dengan tubuh (yang disukai dan tidak), harga diri: perasaan
mengenai diri sendiri, ancaman terhadap konsep diri (sakit,
perubahan peran), riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan
ataupun psikologi, data pemeriksaan fisik yang berkaitan
(mengurung diri, murung, tidak mau berinteraksi)
8) Pola Hubungan – peran
Kaji struktur keluarga, masalah/stressor keluarga, interaksi antara
anggota keluarga, respon anak/ bayi terhadap perpisahan, pola
bermain anak apakah ketergantungan, dan penyusuaian ketika
berada.
9) Pola Seksual – seksualitas
Kaji pasien mengenai gambaran perilaku seksual (perilaku
seksualitas yang aman, pelukan, sentuhan, dll), pengetahuan yang
berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi, efek terhadap
kesehatan, riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dana tau
psikologi, data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU. genetalia,
payudara, rectum)
10) Pola Mekanisme Koping
Kaji apa yang menyebabkan stress pada anak, tingkat stress dan
toleransinya, serta kaji cara penanganan masalah.
11) Personal Nilai dan Kepercayaan

16

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Kaji pasien mengenai perkembangan moral anak, pemilihan


prilaku, komitmen, keyakinan akan kesehatan
serta keyakinan agama.

k. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,
sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Postur
tubuh anak juga perlu dikaji
2) Tanda-Tanda Vital
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada anak seperti tekanan
darah, nadi, respirasi, dan suhu tubuh. Selain itu juga perlu dilakukan
pengukuran antropometri seperti tinggi badan, berat badan, lingkar
lengan, lingkar kepala, dan lingkar dada.
3) Kepala
Kaji terkait dengan bentuk kepala, kebersihan, serta danya lesi dan
edema pada kepala anak.
4) Leher
Kaji terkait dengan apakah terdapat pembesaran pada kelenjar tiroid.
5) Thorax / dada
a. Paru
- Inspeksi: Pada inspeksi harus diperhatikan kesimetrisan dada
saat inspirasi maupun ekspirasi.
- Palpasi: Untuk melihat apakah fremitus vocal kanan dan kiri
sama, serta apakah terdapat nyeri tekan pada dada.
- Perkusi :
- Auskultasi: Saat auskultasi perlu diperhatikan apakah terdapat
suara tambahan seperti ronkhi atau mengi.
b. Jantung
- Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis,
normal berada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri

17

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada


tidaknya pembesaran jantung.
- Palpasi : Untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate)
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung.
- Perkusi : Untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan
adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
- Auskultasi : Untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
6) Abdomen
- Inspeksi: Apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu
juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Pada pasien tetanus biasanya abdomen akan terlihat datar
- Auskultasi: Untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35 kali per menit.
- Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor,
feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
- Perkusi: Abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
7) Keadaan punggung
Pada punggung dilakukan pengkajian terkait dengan bentuknya
simetris atau tidak, apakah terdapat lesi dan edema.
8) Ekstremitas
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain itu,
palpasi pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime. Dengan

18

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian


dibandingkan antara kiri dan kanan.
9) Genetalia & Anus
Melakukan pengkajian terkait dengan bentuk genetalia anak,
kebersihan organ genetalia, serta apakah terdapat kelainan.
10) Pemeriksaan Neurologis
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping itu juga
diperlukan pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau
somnolen atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji
seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan komunikasi verbal (D.0119) berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler
b. Gangguan interaksi sosial (D.0118) berhubungan dengan hambatan
perkembangan
c. Gangguan persepsi sensori (D.0085) berhubungan dengan gangguan
pengelihatan dan pendengaran
d. Gangguan tumbuh kembang (D.0106) berhubungan dengan
pertumbuhan fisik terganggu

19

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)
(D.0119) berhubungan dengan 3x24 jam, diharapkan komunikasi verbal (L.13118) Observasi
gangguan neuromuskuler. klien dapat meningkat dengan kriteria hasil: 1. Monitor kecepatan, tekanan, kualitas, volume,
1. Kemampuan bicara meningkat dan diksi bicara
2. Kesesuaian ekspresi wajah atau tubuh 2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik
meningkat komunikasi sebagai bentuk
3. Kontak mata meningkat Terapeutik
4. Afasia menurun 3. Gunakan metode komunikasi alternatif (mis:
5. Disfasia menurun menulis, mata berkedip, papan komunikasi
6. Apraksia menurun dengan gambar dan huruf, isyarat
7. Respon perilaku membaik tangan dan computer)
8. Pemahaman komunikasi membaik 4. Berikan dukungan psikologis
Edukasi
5. Anjurkan berbicara perlahan dan tubuh.
Kolaborasi
6. Rujuk ke ahli patologi bicara atau therapis
2. Gangguan interaksi sosial Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Modifikasi Perilaku Keterampilan Sosial
(D.0118) berhubungan dengan 3x24 jam, diharapkan interaksi sosial (L.13115) (I.13484)
hambatan perkembangan. klien dapat meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
1. Perasaan nyaman dengan situasi sosial 1. Identifikasi fokus pelatihan keterampilan sosial
meningkat Terapeutik

21

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

2. Motivasi untuk keterampilan sosial

2. Perasaan mudah menerima atau


3. Beri umpan balik positif terhadap kemampuan
mengomunikasikan perasaan meningkat
sosialisasi
3. Responsif pada orang lain meningkat
4. Libatkan keluarga pelatihan berlatih selama
4. Perasaan tertarik pada orang lain meningkat
latihan keterampilan sosial
5. Minat melakukan kontak emosi meningkat
Edukasi
5. Edukasi dukungan keterampilan sosial
6. Latih keterampilan social secara bertahap
3. Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Minimalisasi Rangsangan (I.08241)
(D.0085) berhubungan dengan 3x24 jam, diharapkan persepsi sensori (L.13115) Observasi
gangguan pengelihatan dan klien dapat meningkat dengan kriteria hasil: 1. Periksa status mental, status sensori, dan tingkat
pendengaran. 1. Verbalisasi mendengar bisikan menurun kenyamanan
2. Verbalisasi melihat bayangan menurun Terapeutik
3. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra 2. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
perabaan menurun sensori (mis. bising, terlalu terang)
4. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra 3. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara,
pengecapan menurun aktivitas)
5. Mondar mandir menurun 4. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
6. Respons sesuai stimulus membaik Edukasi
5. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis.
mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, membatasi kunjungan)

22

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi
persepsi stimulus
4. Gangguan tumbuh kembang Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Perawatan Perkembangan (I.10339)
(D.0106) berhubungan dengan 3x24 jam, diharapkan status perkembangan Observasi
pertumbuhan fisik terganggu. (L.10101) klien dapat meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
hasil: Terapeutik
1. Keterampilan/perilaku sesuai usia meningkat 2. Sediakan aktivitas yang memotivasi anak
2. Kemampuan melakukan perawatan diri berinteraksi dengan anak lainnya
meningkat 3. Dukung anak mengekspresikan diri melalui
3. Respon sosial meningkat penghargaan positif atau umpan balik atau
4. Kontak mata meningkat usahanya.
Edukasi
4. Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
5. Ajarkan anak ketrampilan berinteraksi
Kolaborasi
6. Rujuk untuk konseling, jika perlu

23

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

4. Implementasi
Implementasi merupakan pengelolaan dan pelaksanaan rencana asuhan
yang disusun selama tahap intervensi agar dapat memenuhi kebutuhan
klien secara optimal. Pada tahap ini, perawat menerapkan pengetahuan
intelektual, keterampilan hubungan manusia (komunikasi) dan
keterampilan teknis keperawatan, mendeteksi perubahan pertahanan imun
tubuh, mencegah komplikasi, mendeteksi perubahan sistem tubuh,
memperkuat hubungan klien dengan lingkungan, mengimplementasikan
pesan pekerja medis mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan
klien.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan status kesehatan klien secara sistematis dan
terencana dengan tujuan yang telah ditetapkan, yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga medis lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil proses keperawatan.

24

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

2.10 Pathway Autisme

Partus lama
Genetik Keracunan Pemakaian antibiotik
Gangguan nutrisi berlebihan
dan oksigenasi Logam
Neutropin dan
Gangguan pada otak
neuropeptida masuk
dalam tubuh

Gangguan pada otak Kerusakan pada


sel parkinye dan
hipocampus

25

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
An. T adalah seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa oleh orang
tuanya ke poli Psikiatri Anak dengan keluhan memiliki komunikasi dan
interaksi sosial yang buruk dengan teman sebayanya. Orang tua mengatakan
bahwa klien memiliki kontak mata yang lemah dengan lawan bicaranya serta
berulang-ulang kali memukul kepalanya di dinding. Klien memiliki kebiasaan
memakan kertas dan cenderung menyakiti orang lain. Orang tua mengatakan
klien seringkali gelisah, berbicara kata-kata yang tidak relevan dan memiliki
perilaku yang hiperaktif. Gejala ini telah muncul sejak klien berusia 3 tahun.
Tetapi orang tua mengira itu adalah kenakalan masa anak-anak yang normal.
Ketika klien masuk ke taman kanak-kanak, seorang guru menyarankan agar
orang tuanya untuk berkonsultasi dengan Psikiater, karena klien tidak mau
bergaul dengan anak-anak lain dan sering melukai mereka. Kemudian orang
tua membawa klien berkonsultasi dengan Psikiater dan diberikan obat yang
tidak dapat dilanjutkan karena klien mengantuk. Karena gejalanya semakin
memburuk, orang tua membawanya ke National Homoeopathy Research
Institute in Mental Health (NHRIMH).

3.2 Pengkajian Keperawatan


A. Identitas Klien
1. Nama : An. T
Nama Panggilan : An. T
Umur / Tgl. Lahir : 7 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki

2. Identitas Orang Tua


Nama Ayah : Tidak terkaji Nama Ibu : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji Umur : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji Agama : Tidak terkaji

26

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Suku : Tidak terkaji Suku : Tidak terkaji


Bahasa : Tidak terkaji Bahasa : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji Pekerjaan : Tidak terkaji
Penghasilan : Tidak terkaji Penghasilan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji Alamat : Tidak terkaji

B. Keluhan Utama
Klien memiliki komunikasi dan interaksi sosial yang buruk dengan teman
sebayanya.

C. Riawayat Penyakit Sekarang


Orang tua mengatakan bahwa klien memiliki kontak mata yang lemah
dengan lawan bicaranya serta berulang-ulang kali memukul kepalanya di
dinding. Klien memiliki kebiasaan memakan kertas dan cenderung
menyakiti orang lain. Orang tua mengatakan klien seringkali gelisah,
berbicara kata-kata yang tidak relevan dan memiliki perilaku yang
hiperaktif.
Upaya yang telah dilakukan : Konsultasi dengan psikiater
Terapi yang diberikan : Obat-obatan, tetapi tidak dilanjutkan

D. Riwayat Kesehatan Dahulu


1. Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada keluhan lain yang relevan
2. Riwayat operasi : Tidak terkaji
3. Riwayat Alergi : Tidak terkaji
4. Riwayat Imunisasi : Tidak terkaji

E. Riwayat Perinatal
1. Antenatal
Ibu Klien mengalami keguguran berulang sebanyak 2 kali. Ibu Klien
sangat cemas dengan kehamilannya karena mengalami 2 kali keguguran
sebelumnya. Kondisi ibu ketika hamil baik dan kebutuhan saat hamil
tercukupi. Usia kehamilan ibu adalah 38 minggu.
2. Intra Natal

27

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Klien lahir cukup bulan dengan operasi Caesar. Penolong kelahiran


adalah dokter kandungan. Terdapat tangisan ketika lahir dan klien lahir
dengan berat badan yang normal. Ketika lahir, klien mengalami gawat
janin dimana ia menderita ikterus neonatrum.

3. Post Natal (0-7 hari)


Keadaan klien kurang baik karena menderita ikterus neonatrum. Berat
badan lahir yaitu 2,8 kg dan panjang badan bayi 50 cm.

F. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu klien mengalami hipotiroidisme, sedangkan sang Ayah menderita mata
juling. Kakek-nenek dari pihak ayah meninggal karena infark miokard.
Bibi dari pihak ibu meninggal karena kanker payudara.

Genogram

B. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan


1. Perkembangan
a. Adaptasi sosial
Klien lebih suka bermain sendiri, ia memiliki hubungan
interpersonal yang buruk dan cenderung menyakiti orang lain.
b. Motorik kasar

28

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Klien memiliki perilaku yang hiperaktif dan seringkali


membenturkan kepalanya ke dinding.
c. Motorik halus
Klien memiliki keterampilan yang kreatif yaitu membuat patung dari
tanah liat. Ia suka memperhatikan pergerakan ikan peliharannya di
akuarium.
d. Bahasa
Klien seringkali berbicara kata-kata yang tidak relevan diikuti
dengan kontak mata yang lemah dengan lawan bicara.

C. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit


Tidak terkaji

D. Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola Persepsi dan Tata Laksana
Tidak terkaji
2) Pola Nutrisi & Metabolisme
Antropometry
BB : 23 kg
TB : 122 cm
Interpretasi :
Untuk anak usia 7 tahun, berat badan dan tinggi badan klien
tergolong normal.

Biomedical sign :
Tidak terkaji
Interpretasi : -

Clinical Sign :
Turgor kulit baik, CRT <2 detik, mukosa bibir lembab.
Interpretasi :
Tidak ada masalah

Diet Pattern (intake makanan dan cairan):


Pola makan Sebelum sakit Saat di rumah sakit

29

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Frekuensi Makan 3 kali sehari 3 kali sehari


Jenis Makanan Nasi, lauk, dan sayur Nasi, lauk, dan sayur
Frekuensi Minum 8 gelas sehari 8 gelas sehari
Jenis Minuman Air putih Air putih

Interpretasi :
Saat ini klien memiliki nafsu makan dan minum yang baik. Ibu klien
mengatakan ketika klien masih bayi, ia tidak menyukai ASI, sehingga ia
diberikan susu formula.

3) Pola Eliminasi
BAK Sebelum sakit Saat di rumah sakit
Frekuensi Normal Normal
Jumlah Volume tergantung Volume tergantung cairan
cairan yang diminum yang diminum
Warna Kuning Kuning pekat
Bau Khas Khas
Karakter Cair Cair
BJ Tidak terkaji Tidak terkaji
Alat bantu Tidak terkaji Tidak terkaji
Kemandirian Mandiri Mandiri
(mandiri/dibantu)
Lainnya Tidak terkaji Tidak terkaji

Interpretasi:
Klien memiliki pola BAK yang baik.

BAB Sebelum sakit Saat di rumah sakit


Frekuensi Normal Normal
Jumlah Volume tergantung Volume tergantung
makanan yang dimakan makanan yang dimakan
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Bau Khas Khas
Karakter Sedikit padat Sedikit padat
Alat bantu Tidak ada Tidak ada
Kemandirian Mandiri Ma
(mandiri/dibantu)
Lainnya Tidak terkaji Tidak terkaji
Interpretasi: -

30

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Klien memiliki pola eliminasi yang baik. Ia BAK dan BAB dengan
teratur.
Balance cairan:
Tidak terkaji
Interpretasi : -

4) Pola Aktivitas / bermain (termasuk kebersihan diri)


Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas di tempat tidur V
Berpindah V
Ambulasi / ROM V
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu
petugas, 3: dibantu alat, 4: mandiri
Status Skor ADL : 21
Interpretasi :
Aktivitas harian klien baik. Klien lebih suka bermain sendiri dan
menyukai alam. Klien menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk memperhatikan ikan peliharaannya di akuarium. Klien juga
suka bepergian dan selalu ceria selama perjalanan.

Status Oksigenasi :
Spontan, RR 23 x/menit.
Fungsi kardiovaskuler :
Bunyi jantung S1 S2 tunggal, nadi 95 x/menit
Terapi oksigen :
Klien tidak mendapatkan terapi oksigen
Interpretasi :
Status oksigenasi dan kardiovaskuler klien baik.

5) Pola Istirahat tidur

31

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Istirahat dan Tidur Sebelum sakit Saat di rumah sakit


Durasi 10 jam 10 jam
Gangguan tidur Tidak ada Tidak ada
Keadaan bangun Tidak terkaji Tidak terkaji
tidur
Lain-lain Menggertakkan gigi Menggertakkan gigi
ketika tidur. ketika tidur.
Interpretasi :
Klien memiliki pola tidur yang baik. Ia tidur dengan nyenyak dan
memiliki kebiasaan menggertakkan gigi ketika tidur.

6) Pola Kognitif dan persepsi sensori


Fungsi Kognitif dan Memori :
Kognitif dan memori pasien kurang baik, semua pencapaian
perkembangannya tertunda
Fungsi dan Keadaan Indera :
Klien mengalami gangguan sensitivitas pada indera pendengaran,
peraba, dan perasa. Klien sangat sensitif dengan suara, dimana Ia
akan langsung menangis ketika ditegur. Selain itu, Klien sangat
sensitif dengan dingin pada umumnya, serta klien juga tidak
menyukai permen dan enggan memakannya.

7) Pola Konsep diri


 Gambaran diri : Tidak terkaji
 Ideal diri : Tidak terkaji
 Harga diri : Tidak terkaji
 Peran Diri : Tidak terkaji
 Identitas Diri : Tidak terkaji
Interpretasi : -

8) Pola Hubungan – peran


Orang terdekat dari klien adalah orang tua dan kakek nenek dari pihak
ibu. Keadaan rumah dan lingkungan tempat tinggal klien cukup baik
dan tidak ada kebisingan yang mengganggu.

32

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

9) Pola Seksual – seksualitas


Tidak terkaji

10) Pola Mekanisme Koping


Tidak terkaji

11) Personal Nilai dan Kepercayaan


 Ketaatan menjalankan ibadah : tidak terkaji
 Keterlibatan dalam organisasi keagamaan : tidak terkaji

E. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan Umum
Keadaan Umum : Gelisah
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg Suhu : 36,5oC
Nadi : 95 x/mnt RR : 23 x/mnt
Tinggi badan : 122 cm
Lingkar kepala : 49 cm
Lingkar dada : 65 cm
Lingkar lengan atas : 17 cm
Berat badan sebelum sakit : 23 kg
Berat badan saat ini : 23 kg
Berat badan ideal : 21 - 25 kg
Perkembangan BB : Baik

2. Kepala
- Inspeksi : Bentuk kepala bulat, wajah pasien terlihat simetris, tidak
terdapat lesi, bentuk dan posisi kepala normal.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan

3. Leher
- Inspeksi : Bentuk leher simetris, tidak ada gangguan menelan

33

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

- Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, tidak ada
kaku kuduk

4. Thorax / dada
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : redup, batas jantung tidak melebar
Auskultasi : S1 S2 tunggal

 Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, frekuensi napas 26 x/menit,
gerakan napas normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler

 Payudara dan Ketiak


Tidak terkaji

5. Abdomen
Inspeksi : bentuk perut simetris
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani
Palpasi : tidak ada pembesaran hati dan limfa

6. Keadaan punggung
Punggung tampak simetris kanan dan kiri, tidak ada lesi dan edema,
serta tidak ada nyeri tekan.

7. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah terlihat simetris, tidak lesi dan edema, tidak
ada nyeri tekan.

8. Kuku dan Kulit

34

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Kulit tidak ada lesi, akral teraba hangat, turgor kulit baik. Kuku bersih
dan pendek.

9. Genetalia & Anus


Tidak terkaji

10. Pemeriksaan Neurologis


Tidak terkaji

B. Pemeriksaan Diagnostik
Tidak dilakukan pemeriksaan diagnostis seperti pemeriksaan laboratorium
dan radiologi.

C. Terapi
Klien diberikan terapi Podophyllum peltatum 30.

Jember, 16 November 2022


Pengambil data

Penulis

35

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

3.3 Analisa Data dan Masalah


No Data Penunjang Etiologi Masalah Paraf
.
1. DS : Kelainan genetik Gangguan
1. Orang tua klien mengatakan Komunikasi
bahwa klien memiliki Abnormalitas perrtumbuhan Verbal
komunikasi yang buruk sel saraf (D.0119)
dengan orang lain.
2. Orang tua klien mengatakan
Peningkatan neurokimia
bahwa klien memiliki
secara abnormal
kecenderungan menyakiti
orang lain.
Growth without guidance
DO :
1. Klien mengatakan kata-kata
Autisme
yang tidak relevan.
2. Klien tampak seringkali
membenturkan kepalanya Gangguan neuromuskular

ke dinding.
Keterlambatan dalam
berbahasa

Bicara monoton, tidak


relevan, dan tidak dimengerti
orang lain

Gangguan Komunikasi
Verbal
2. DS : Kelainan genetik Gangguan
1. Orang tua klien mengatakan Interaksi
bahwa klien tidak mau Abnormalitas perrtumbuhan Sosial
bergaul dengan teman sel saraf (D.0118)
sebayanya.
2. Orang tua klien mengatakan
Peningkatan neurokimia
bahwa klien lebih suka
secara abnormal
bermain sendiri

36

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

DO : Growth without guidance


1. Klien tampak gelisah
2. Klien tampak mengurangi Autisme
kontak mata dengan lawan
bicaranya
Hambatan perkembangan
3. Klien tampak kurang
responsif ketika diajak
Mengabaikan lingkungan dan
bicara dengan mengatakan
menghindari orang lain
kata-kata yang tidak
relevan.
Perilaku yang tidak wajar
4. Klien tampak tidak
berminat melakukan kontak
emosi dan fisik dengan Gangguan interkasi sosial

orang lain.
3. DS : Kelainan genetik Gangguan
1. Orang tua klien mengatakan Persepsi
bahwa klien akan langsung Abnormalitas perrtumbuhan Sensori
menangis ketika ditegur. sel saraf (D.0085)
2. Orang tua klien mengatakan
bahwa klien sangat sensitif
Peningkatan neurokimia
dengan udara dingin.
secara abnormal
DO :
1. Klien tampak sensitif
Growth without guidance
dengan suara keras, dimana
ia langsung menutup telinga
Autisme
dan menangis ketika
mendengar suara yang
keras. Gangguan pendengaran dan

2. Klien tampak memberikan perabaan

respon yang tidak sesuai,


yaitu membenturkan Menutup telinga ketika
kepalanya ke dinding dan mendengar suara keras dan
menangis kencang. sensitif pada udara dingin

Gangguan persepsi sensori


37

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

4. DS : Kelainan genetik Gangguan


Orang tua klien mengatakan Tumbuh
bahwa klien tidak mau bergaul Abnormalitas perrtumbuhan Kembang
dengan teman sebayanya dan sel saraf (D.0106)
cenderung menyakiti mereka.
DO :
Peningkatan neurokimia
1. Klien tampak tidak mampu
secara abnormal
melakukan keterampilan
khas sesuai usianya yaitu
Growth without guidance
senang berkelompok
dengan teman sebaya dan
Autisme
mempunyai sahabat.
2. Klien memiliki respon
sosial yang lambat. Hambatan perkembangan

3. Klien memiliki kontak mata


yang terbatas. Tidak mampu menyelesaikan
tugas perkembangan

Gangguan tumbuh kembang

3.4 Diagnosa Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Paraf
.
1. Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119) b.d gangguan neuromuskuler d.d klien
mengatakan kata-kata yang tidak relevan, klien memberikan respon yang tidak
sesuai yaitu dengan membenturkan kepala ke dinding.
2. Gangguan Interaksi Sosial (D.0118) b.d hambatan perkembangan d.d klien
lebih senang bermain sendiri, klien mengurangi kontak mata dengan lawan
bicara, klien tidak mau bergaul dengan teman sebaya.
3. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085) b.d gangguan pendengaran dan perabaan
d.d klien tampak sensitif dengan suara keras dan langsung menangis apabila
ditegur, klien sangat sensitif dengan udara dingin.
4. Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106) b.d pertumbuhan fisik terganggu d.d
klien tampak tidak mampu melakukan keterampilan khas sesuai usianya, klien
memiliki respon sosial yang lambat.

38

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

3.5 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Paraf


.
1. Gangguan komunikasi verbal Komunikasi Verbal (L.13118) Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)
(D.0119) b.d gangguan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
neuromuskuler. selama 3x24 jam, diharapkan komunikasi 1. Monitor kecepatan, tekanan, kualitas, volume, dan
verbal klien dapat meningkat dengan diksi bicara
kriteria hasil: 2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik
1. Kemampuan berbicara meningkat komunikasi sebagai bentuk komunikasi
2. Kesesuaian ekspresi wajah atau tubuh Terapeutik
meningkat 3. Gunakan metode komunikasi alternatif (mis:
3. Kontak mata meningkat menulis, mata berkedip, papan komunikasi dengan
4. Afasia menurun gambar dan huruf, isyarat tangan dan komputer)
5. Disfasia menurun 4. Berikan dukungan psikologis
6. Respon perilaku membaik Edukasi
7. Pemahaman komunikasi membaik 5. Anjurkan berbicara perlahan dan tubuh.
Kolaborasi
6. Rujuk ke ahli patologi bicara atau therapis
2. Gangguan interaksi sosial Interaksi Sosial (L.13115) Modifikasi Perilaku Keterampilan Sosial (I.13484)
(D.0118) b.d hambatan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
perkembangan. selama 3x24 jam, diharapkan interaksi 1. Identifikasi fokus pelatihan keterampilan sosial
sosial klien dapat meningkat dengan Terapeutik
kriteria hasil: 2. Motivasi untuk berlatih keterampilan sosial
1. Perasaan nyaman dengan situasi 3. Beri umpan balik positif terhadap kemampuan
39

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

sosial meningkat sosialisasi


2. Perasaan mudah menerima atau 4. Libatkan keluarga selama latihan keterampilan
mengomunikasikan perasaan sosial
meningkat Edukasi
3. Responsif pada orang lain meningkat 5. Edukasi keluarga untuk dukungan keterampilan
4. Perasaan tertarik pada orang lain sosial
meningkat 6. Latih keterampilan sosial secara bertahap
5. Minat melakukan kontak emosi
meningkat
3. Gangguan persepsi sensori Persepsi Sensori (L.13115) Minimalisasi Rangsangan (I.08241)
(D.0085) b.d gangguan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
pendengaran dan perabaan. selama 3x24 jam, diharapkan persepsi 1. Periksa status mental, status sensori, dan tingkat
sensori klien dapat meningkat dengan kenyamanan
kriteria hasil: Terapeutik
1. Verbalisasi mendengar bisikan 2. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
menurun (mis. bising, terlalu terang)
2. Verbalisasi melihat bayangan 3. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara,
menurun aktivitas)
3. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui 4. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
indra perabaan menurun Edukasi
4. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui 5. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis.
indra pengecapan menurun mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi
5. Mondar mandir menurun kebisingan, membatasi kunjungan)
6. Respons sesuai stimulus membaik Kolaborasi

40

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

6. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi


persepsi stimulus
4. Gangguan tumbuh kembang Status Perkembangan (L.10101) Perawatan Perkembangan (I.10339)
(D.0106) b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
pertumbuhan fisik terganggu. selama 3x24 jam, diharapkan status 1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
perkembangan klien dapat meningkat Terapeutik
dengan kriteria hasil: 2. Sediakan aktivitas yang memotivasi anak
1. Keterampilan/perilaku sesuai usia berinteraksi dengan anak lainnya
meningkat 3. Dukung anak mengekspresikan diri melalui
2. Kemampuan melakukan perawatan penghargaan positif atau umpan balik atau
diri meningkat usahanya.
3. Respon sosial meningkat Edukasi
4. Kontak mata meningkat 4. Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
5. Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
Kolaborasi
6. Rujuk untuk konseling, jika perlu

41

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

3.6 Implementasi

No Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf


.
1. Gangguan komunikasi verbal 1. Monitor kecepatan, tekanan, kualitas, volume, dan diksi bicara
(D.0119) b.d gangguan 2. Mengidentifikasi perilaku emosional dan fisik komunikasi sebagai bentuk
neuromuskuler. 3. Menggunakan metode komunikasi alternatif (mis: menulis, mata berkedip, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan dan komputer)
4. Memberikan dukungan psikologis
5. Menganjurkan berbicara perlahan dan tubuh.
6. Merujuk ke ahli patologi bicara atau therapis

2. Gangguan interaksi sosial (D.0118) 1. Mengidentifikasi fokus pelatihan keterampilan sosial


b.d hambatan perkembangan. 2. Memotivasi untuk berlatih keterampilan sosial
3. Memberi umpan balik positif terhadap kemampuan sosialisasi
4. Melibatkan keluarga selama latihan keterampilan sosial
5. Mengedukasi keluarga untuk dukungan keterampilan sosial
6. Melatih keterampilan sosial secara bertahap
3. Gangguan persepsi sensori (D.0085) 1. Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
b.d gangguan pendengaran dan 2. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. bising, terlalu terang)
perabaan. 3. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas)
4. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
5. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
6. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
4. Gangguan tumbuh kembang (D.0106) 1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak

42

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

b.d pertumbuhan fisik terganggu. 2. Sediakan aktivitas yang memotivasi anak berinteraksi dengan anak lainnya
3. Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan positif atau umpan balik
atau usahanya.
4. Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
5. Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
6. Rujuk untuk konseling, jika perlu

3.7 Evaluasi

No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf


1. Gangguan komunikasi verbal S : Orang tua klien mengatakan bahwa klien belum dapat berkomunikasi dengan baik
(D.0119) b.d gangguan dan masih seringkali menyakiti lawan bicaranya
neuromuskuler. O : Klien masih sering kali mengatakan kata-kata yang tidak relevan dan memberikan
respon yang tidak sesuai yaitu membenturkan kepala ke dinding
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi promosi komunikasi: defisit bicara
1. Monitor kecepatan, tekanan, kualitas, volume, dan diksi bicara
2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik komunikasi sebagai bentuk
komunikasi
3. Gunakan metode komunikasi alternatif (mis: menulis, mata berkedip, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan dan komputer)
4. Berikan dukungan psikologis
5. Anjurkan berbicara perlahan dan tubuh.
6. Rujuk ke ahli patologi bicara atau therapis
2. Gangguan interaksi sosial (D.0118) S : Orang tua klien mengatakan, klien masih senang bermain sendiri

43

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

b.d hambatan perkembangan O : Klien tampak masih mengurangi kontak mata dengan lawan bicara dan tampak
kurang responsif ketika diajak bicara
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi modifikasi perilaku keterampilan sosial
1. Identifikasi fokus pelatihan keterampilan sosial
2. Motivasi untuk berlatih keterampilan sosial
3. Beri umpan balik positif terhadap kemampuan sosialisasi
4. Libatkan keluarga selama latihan keterampilan sosial
5. Edukasi keluarga untuk dukungan keterampilan sosial
6. Latih keterampilan sosial secara bertahap
3. Gangguan persepsi sensori (D.0085) S : Orang tua mengatakan, mereka sudah memahami cara mengurangi stimulus suara
b.d gangguan pendengaran dan keras dan udara dingin yang dapat mengganggu klien
perabaan. O : Klien tampak menggunakan baju yang lebih hangat, klien masih terkejut
mendengar suara yang keras
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi minimalisasi rangsangan
1. Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
2. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. bising, terlalu terang)
3. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas)
4. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
5. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
6. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
4. Gangguan tumbuh kembang S : Orang tua klien mengatakan, klien tidak mau bergaul dengan teman sebayanya

44

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

(D.0106) b.d O : Klien belum mencapai tugas perkembangannya yaitu senang berkelompok dengan
pertumbuhan fisik terganggu teman sebaya, saat diajak berinteraksi klien memberikan respon yang lambat dan
kontak mata yang terbatas
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi perawatan perkembangan
1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
2. Sediakan aktivitas yang memotivasi anak berinteraksi dengan anak lainnya
3. Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan positif atau umpan
balik atau usahanya.
4. Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
5. Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
6. Rujuk untuk konseling, jika perlu

45

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

BAB IV

ANALISIS JURNAL

Judul Jurnal Terapi Applied Behavior Analysis Meningkatkan Kemampuan


Interaksi Sosial pada Anak Autisme Umur 7-12 Tahun
Penulis Mochamad Heri, Komang Gde Trisna Purwantara, Putu Agus
Ariana
Nama Jurnal, Jurnal Keperawatan Silampari, Volume 5, Nomor 1, 2021.
edisi/volume
, nomor dan
tahun
Latar Autisme yang secara khusus yaitu childhood autism (autisme
Belakang masa anak-anak) adalah adanya gangguan perkembangan
pervasif yang didefinisikan oleh adanya perkembangan
abnormal atau gangguan yang nyata sebelum usia tiga tahun,
dengan tipe karakteristik tidak normalnya semua tiga bidang
psikopatologi yaitu interaksi sosial, komunikasi dan stereotip
atau perilaku berulang. Interaksi sosial merupakan kesulitan
yang nyata bagi anak-anak berkebutuhan khusus, terutama
dalam melakukan hubungan sosial dengan teman sebaya serta
lingkungannya. Anak autisme sulit dalam melakukan komuniasi
dan berinteraksi dengan lingkungannya, hal ini akibat
keterlambatan dan gangguan pada perkembangannya baik itu
gangguan motorik halus maupun kasar. Penanganan masalah
interaksi sosial anak dengan autisme harus dilakukan sedini
mungkin dan perlu dukungan dari berbagai pihak seperti orang
tua, guru dan tenaga kesehatan. Salah satu cara untuk
menangani permasalahan interaksi sosial pada anak autisme
yaitu dengan metode Applied Behavior Analysis (ABA). ABA
merupakan sebuah ilmu terapan yang digunakan untuk
mempelajari perilaku autisme agar dapat diketahui perilaku
mana yang ada kejanggalan sehingga dapat diberikan intervensi
yang sesuai dengan bagian tersebut

46

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi


Penelitian applied behavior analysis terhadap interaksi sosial pada anak
autisme umur 7-12 tahun di SDLB SLB Negeri 2 Buleleng.
Metodologi Jenis penelitian pra-eksperimental dengan menggunakan
penelitian rancangan one group pre-post test design. Populasi dalam
penelitian ini adalah anak usia 7-12 tahun yang mengalami
autisme di SDLB SLB Negeri 2 Buleleng sebanyak 74 anak.
Penentuan sampel dengan teknik probability sampling. Sampel
dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 7-12 tahun yang
masuk kriteria inklusi yaitu sebanyak 62 anak. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat
interaksi sosial yaitu lembar observasi Autisme Treatment
Evalua tion Checklist (ATEC) domain interaksi sosial yang
telah dimodifikasi.
Hasil Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 62 responden
sebagian besar responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu
53 responden (85.5%) dan sebagian kecil dengan dengan jenis
kelamin perempuan yaitu 9 responden (14.5%)
Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa dari 62 responden,
sebagian besar anak yang mengalami autisme yaitu berumur 10
tahun sebanyak 20 orang (32.3%) dan anak yang mengalami
autisme rendah berumur 8 tahun sebanyak 3 orang (4.8%)
Berdasarkan tabel 3 menunjukan bahwa dari 62 responden,
sebagian anak autisme dengan interaksi sosial sedang sebanyak
46 anak (74.2%) sebelum diberikan perlakuan dan anak autisme
dengan interaksi sosial ringan sebanyak 4 anak (6.5%) sebelum
diberikan perlakuan.
Berdasarkan tabel 4 menunjukan bahwa dari 62 responden,
sebagian besar anak mengalami autisme dengan interaksi sosial
tinggi sebanyak 40 anak (64.5%) setelah diberikan perlakuan
dan anak autisme dengan interaksi sosial sedang sebanyak 22
anak (35.5%) setelah diberikan perlakuan.
Berdasarkan tabel 5 hasil analisis uji wilcoxon dapat dilihat

47

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

pada asymp. sig. (2- tailed) (0.000) yang berarti p<0.05 maka
disimpulkan ada pengaruh terapi applied behavior analysis
terhadap interaksi sosial pada anak autisme umur 7-12 tahun di
SDLB SLB Negeri 2 Buleleng.
Pembahasan Hasil penelitian tentang karakteristik responden mayoritas
jenis kelamin adalah laki-laki. Menurut peneliti, hal ini
dikarenakan anak laki-laki cenderung mengalami kelainan
genesis yang menyebabkan gangguan sel otak. Autisme terjadi
akibat kelainan kromosom X, pada perempuan memiliki dua
kromosom X sehingga, jika salah satu kromosom mengalami
kelainan, masih ada kromosom X kedua.
Karakteristik umur anak didapatkan bahwa sebagian besar
anak yang mengalami autisme yaitu berumur 10 tahun sebanyak
20 orang (32.3%) dan anak yang mengalami autisme rendah
berumur 8 tahun sebanyak 3 orang (4.8%). Menurut peneliti,
anak autis yang terdeteksi sebelum usia 3 tahun dan tidak segera
dilakukan terapi maka akan berdampak pada perkembangan
yang cenderung semakin menurun seperti tidak adanya kontak
mata, tidak menunjukan respon terhadap lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 62 responden,
sebagian anak autisme dengan interaksi sosial sedang sebanyak
46 anak (74.2%) sebelum diberikan perlakuan dan anak autisme
dengan interaksi sosial ringan sebanyak 4 anak (6.5%) sebelum
diberikan perlakuan. Menurut peneliti, anak autisme
mempunyai gangguan dalam aspek interaksi sosial yaitu tidak
tertarik untuk bermain bersama teman, lebih suka menyendiri,
tidak ada atau sedikit kontak mata, menghindar untuk
bertatapan, senang menarik tangan orang lain untuk melakukan
apa yang diinginkan.
Berdasarkan tabel 4, hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari 62 responden, sebagian besar anak mengalami autisme
dengan interaksi sosial tinggi sebanyak 40 anak (64.5%) setelah
diberikan perlakuan dan anak autisme dengan interaksi sosial

48

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

sedang sebanyak 22 anak (35.5%) setelah diberikan perlakuan.


Menurut peneliti, kemampuan interaksi sosial dengan kategori
tinggi, kemampuan memahami detail anak dengan autisme
secara umum dianggap lebih kuat daripada anak yang
berkembang secara normal. Pada anak autisme dapat
mengembangkan fantasi, empati dan berbagai jenis perasaan
lain, serta membangun kedekatan. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Iskandar & Indaryani
(2020) menyatakan bahwa adanya peningkatan kemampuan
interaksi sosial pada anak autis sebelum (25%) dan setelah
(75%) dilakukan terapi bermain assosiatif.
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa ada pengaruh
terapi applied behavior analysis terhadap interaksi sosial pada
anak autisme umur 7-12 tahun di SDLB SLB Negeri 2
Buleleng. Keberhasilan terapi bagi penyandang autis dapat
dilakukan dengan berbagai metode dan terapi, antara lain
dengan terapi applied behavior analysis. Ketika ABA diterapkan
terus menerus akan dapat merubah tingkat bahasa, kognitif,
komunikasi dan interaksi sosial anak dengan autism menjadi
lebih baik
Kesimpulan Pada anak autis, gangguan interaksi sosial ditandai dengan
kegagalan membina hubungan sosial dengan teman sebaya,
dimana mereka tidak mampu berbagi emosi, aktivitas, dan
interes Bersama. Keberhasilan terapi bagi penyandang autis
dapat dilakukan dengan berbagai metode dan terapi, antara lain
dengan terapi applied behavior analysis. Terapi tersebut
dilakukan dengan cara memberikan perhatian, pelatihan dan
pendidikan secara khusus bagi anak autis. Sehingga anak autis
tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam berkomunikasi
maupun berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Penelitian
ini telah membuktikan bahwa terdapat pengaruh pada
pemberian terapi applied behavior analysis (ABA) terhadap
interaksi sosial pada anak autisme umur 7-12 tahun di SDLB

49

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

SLB Negeri 2 Buleleng

50

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Gangguan spektrum autisme merupakan serangkaian gangguan pada


perkembangan otak yang mempengaruhi kemampuan komunikasi seseorang
baik verbal dan nonverbal, serta mempengaruhi kemampuan interakasi sosial
seseorang dengan sekitarnya. Ketidaknormalan pada struktur dan fungsi otak
pada penderita autisme ini disebabkan oleh sejumlah faktor seperti proses
autoimun, genetik, kelainan kromosom (sindrom x yang mudah pecah atau
fragil), penyakit medis, lingkungan, dan metabolisme. Anak dengan autisme
akan menunjukkan gejala seperti kesulitan berkomunikasi, perilaku berulang
dan terbatas, perilaku hiperaktif (mengamuk, berteriak), sulit berinteraksi
sosial, dan lain-lain. Gejala autisme memang bisa diamati sejak dini, Namun
masih banyak kasus autisme di Indonesia yang tidak terdeteksi dan ditangani
secara dini, sehingga menjadi salah satu permasalahan dalam penanganan
autisme di Indonesia.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan khususnya kepada pembaca diharapkan


dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang baru mengenai faktor risiko
yang dapat menyebabkan autisme. Mengingat kasus anak dengan autisme ini
terus meningkat dari tahun ke tahun, alangkah baiknya orang tua lebih
waspada terkait dengan gejala dan deteksi dini autisme pada anak, karena
autisme ini dapat dideteksi sejak anak masih bayi. Dengan demikian,
diharapkan tenaga kesehatan dapat memberikan intervensi sedini mungkin
untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan autisme.

51

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

DAFTAR PUSTAKA

Afdhal, M. 2022. Peningkatan Kemampuan Mengenal Huruf Melalui Permainan


Puzzle Huruf pada Murid Autis Kelas II di SLB Arnadya Makassar.
Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Makassar.

Alfinna, T., & Santik, Y. D. P. 2019. Kejadian autism spectrum disorder pada anak
di Kota Semarang. HIGEIA (Journal of Public Health Research and
Development), 3(4), 635-645.

Ardina, R. 2018. Terapi ABA (Applied Behavior Analysis) Tingkat Dasar Efektif
Terhadap Perilaku Imitasi Aksi Anak Autis Di Pusat Terapi LPSDM
Graha Jiwa Indonesia Kab. Pringsewu. The Indonesian Journal of Health
Science, 10(1).

Arifadhi, T., & Susanti, N. 2019. Pengaruh Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Anak
Kondisi Autisme Dengan Modalitas Play Exercise (Perceptual Motor
Program) Dan Hidroterapi (Balance and Coordination) Di YPAC
Surakarta. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 33(2), 53-62.

Beacham, C., Reid, M., Bradshaw, J., Lambha, M., Evans, L., Gillespie, S., &
Richardson, S. S. 2018. Screening for autism spectrum disorder: Profiles
of children who are missed. Journal of Developmental & Behavioral
Pediatrics, 39(9), 673-682.

Chen, K. L., Lin, C. H., Yu, T. Y., Huang, C. Y., & Chen, Y. D. 2018. Differences
between the childhood autism rating scale and the social responsiveness
scale in assessing symptoms of children with autistic spectrum
disorder. Journal of autism and developmental disorders, 48(9), 3191-
3198.

Grove, J., Ripke, S., Als, T. D., Mattheisen, M., Walters, R. K., Won, H., &
Børglum, A. D. 2019. Identification of common genetic risk variants for
autism spectrum disorder. Nature genetics, 51(3), 431-444.

52

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Heri, M., Purwantara, K. G. T., & Ariana, P. A. 2021. Terapi Applied Behavior
Analysis Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial pada Anak Autisme
Umur 7-12 Tahun. Jurnal Keperawatan Silampari, 5(1), 35-42.

Kalalo, R. T., Yuniar, S. 2019. Gangguan Spektrum Autisme: Informasi untuk


Orang Tua dalam Bentuk Modul Psikoedukasi. Surabaya: Penerbit
Airlangga University Press.

Kurniawan, W., & Juvita, M. 2019. Pengaruh Terapi Sensori Integrasi pada Anak
Autis yang Mengalami Gangguan Sensori di Pusat Layanan Autis
Provinsi Bangka Belitung. Mawa Izh Jurnal Dakwah dan
Pengembangan Sosial Kemanusiaan, 10(1), 96-110.

Koesdiningsih, T., Basoeki, L., Febriyana, N., Maramis, M., M. 2018. Pengaruh
Penggunaan Visual Support Terhadap Perbaikan Klinis Anak dengan
Austism Spectrum Disorder (ASD). Jurnal Berkala Epidemiologi, 7(1),
77-84.

Mahdalena, R., Shodiq, M. S., & Dewantoro, D. A. 2020. Melatih Motorik Halus
Anak Autis Melalui Terapi Okupasi. Jurnal Ortopedagogia, 6(1), 1-6.

Maisaroh, F. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Diet Autisme


Dengan Frekuensi Konsumsi Gluten Dan Casein Pada Anak Autis Di
Yayasan Talenta Semarang. Skripsi. Program Studi Ilmu Gizi,
Universitas Muhammadiyah Semarang.

Nair, S. K. R., Gilla, D., & Devasia, M. N. 2021. Autism Spectrum Disorder
treated with Podophyllumpeltatum-A Case Report. International Journal
of AYUSH Case Reports, 5(4), 298-305.

Navarro-Pardo, E., López-Ramón, M. F., Alonso-Esteban, Y., & Alcantud-Marín,


F. 2021. Diagnostic tools for Autism Spectrum Disorders by gender:
Analysis of current status and future lines. Children, 8(4), 262.

Nurhidayah, I., Kamilah, M., & Ramdhanie, G. G. 2021. Tingkat aktivitas fisik
pada anak dengan gangguan spektrum autisme: A narrative
review. Holistik Jurnal Kesehatan, 15(4), 581-591.

53

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Novianti, A., Ayuningtyas, A. L., & Kurniawati, F. 2021. Intervensi Orang Tua
pada Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD): Kajian Literatur
Sistematis. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(2), 918-
934.

Oktavia, S. N. 2020. Efektifitas Pendidikan Kesehatan (Penkes) terhadap


Pengetahuan Orang Tua dengan Anak Autis tentang Pelaksanaan Terapi
Diet CFGF (Casein Free Gluten Free) di Permata Bunda
Bukittinggi. Jurnal Bidan Komunitas, 3(2), 57-66.

Pasaribu, S. F., Siahaan, G., Lestrina, D., & Manggabarani, S. 2019. Hubungan
Asupan Vitamin A dan C Dengan Kadar Timbal (Pb) pada Rambut dan
Manifestasi Klinik Penyandang Autis. Jurnal Dunia Gizi, 2(1), 43-49.

Putri, A. M., Pramesti, W., & Hapsari, R. D. 2019. Stres Pada Orang Tua Yang
Memiliki Anak Dengan Gangguan Spektrum Autisme. Jurnal Psikologi
Malahayati, 1(1).

Rahman, M., K., K., & Monica Subashini, M. 2022. A Deep Neural Network-
Based Model for Screening Autism Spectrum Disorder Using the
Quantitative Checklist for Autism in Toddlers (QCHAT). Journal of
Autism and Developmental Disorders, 52(6), 2732-2746.

Rieskiana, F. 2021. Peran Sekolah Inklusi Terhadap Tumbuh Kembang Anak


Autism. JEA (Jurnal Edukasi AUD), 7(2), 61-71.

Sabaria, S. 2019. Strategi guru PAI dalam meningkatkan kemampuan


psikomotorik siswa autis di SLB Negeri Curup Rejang
Lebong. Annizom, 4(2).

Siwi, F. D. 2021. Latihan Terapi Wicara dalam Meningkatkan Efektivitas


Berkomunikasi Anak Autis. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 7(8),
300-307.

Subramanyam, A. A., Mukherjee, A., Dave, M., & Chavda, K. 2019. Clinical
practice guidelines for autism spectrum disorders. Indian journal of
psychiatry, 61(2), 254.

54

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)


lOMoARcPSD|25942557

Suryaningsih, Y., Aliyatunnisa, A., & Volytania, L. C. 2020. Pengaruh Latihan


Keterampilan Sosial dan Psikoedukasi Keluarga terhadap Peningkatan
Kreatifitas dan Bakat Anak Autisme Spectrum Disorder (ASD). The
Indonesian Journal of Health Science, 12(1), 1-10.

Suryaningsih, Y., Putri, N. A., & Febrianti, T. U. 2021. Hubungan Permainan


Edukatif dengan Kreatifitas dan Bakat pada Anak Autisme Spectrum
Disorder (ASD) di SLB-C Bintoro Kabupaten Jember. Surya: Jurnal
Media Komunikasi Ilmu Kesehatan, 13(3), 243-246.

Wardhani, U. C. 2020. Pengaruh Terapi Visual Kartu Gambar Terhadap


Kemampuan Komunikasi Anak Autis di Pusat Layanan Autis Kota Batam
Tahun 2017. Ners Journal, 1(1).

55

Downloaded by Ainun Muthmainnah Tuli (ainuntuli19@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai