KEPERAWATAN ANAK
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak dengan dosen
pengampu Ns. Ira Rahmawati, M.Kep., Sp.Kep.An.
Disusun Oleh:
Kelompok 17/Kelas D 2020
Oktaviana Yuslianti 202310101088
Annisa Permatasari 2023101011
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya, sehingga kelompok kami dapat
menulis makalah yang telah terselesaikan dengan judul “Asuhan Keperawatan
pada Anak Berkebutuhan Khusus: Autisme”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak di Fakultas Keperawatan
Universitas Jember. Dengan ini saya ucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Nuning Dwi Merina, M.Kep. selaku dosen Penanggung Jawab mata kuliah
Keperawatan Anak.
2. Ns. Ira Rahmawati, M.Kep., Sp.Kep.An. selaku dosen pembimbing saya pada
mata kuliah Keperawatan Anak.
3. Dan segenap rekan kelas D Angkatan 2020 yang membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan
bagi segenap pihak yang telah membaca makalah dari kelompok kami.Kami
sangat menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari kata sempurna dan
memiliki banyak kekurangan dari segi kata, materi, maupun penyusunan. Maka
dari itu, saya meminta kritik beserta saran dari pembaca, supaya pada saat
penyusunan makalah selanjutnya akan menjadi lebih baik dari sebelum-
sebelumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Definisi Autisme.............................................................................................4
2.2 Etiologi Autisme.............................................................................................4
2.4 Patofisiologi Autisme.....................................................................................6
2.5 Klasifikasi Autisme........................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis Autisme............................................................................8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Autisme...................................................................9
2.8 Penatalaksanaan............................................................................................11
2.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Autisme..............................................14
2.10 Pathway Autisme........................................................................................25
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN................................................................26
3.1 Kasus............................................................................................................26
3.2 Pengkajian Keperawatan..............................................................................26
3.3 Analisa Data dan Masalah............................................................................36
3.4 Diagnosa Keperawatan.................................................................................38
3.5 Intervensi Keperawatan................................................................................39
3.6 Implementasi................................................................................................42
3.7 Evaluasi........................................................................................................43
BAB IV ANALISIS JURNAL.............................................................................46
BAB V PENUTUP................................................................................................51
5.1 Kesimpulan...................................................................................................51
5.2 Saran.............................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................52
iii
BAB I
PENDAHULUAN
intelektual rendah sebesar 1,46 kali. Sebuah buku berjudul “Autism Spectrum
Disorder” juga menyebutkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian gangguan spektrum autisme adalah faktor genetik, faktor otak, dan
faktor pencernaan. Penelitian lain juga menyatakan bahwa durasi menyusui
kurang dari 6 bulan merupakan faktor risiko autisme, faktor risiko lain yang
ditemukan adalah riwayat berat badan lahir abnormal (Alfinna et al., 2019).
Gejala autisme memang bisa diamati sejak dini. Bayi dengan autisme
menunjukkan tanda-tanda tidak responsif terhadap sentuhan dan kasih sayang
serta tidak mampu melakukan kontak mata dengan orang lain. Anak-anak
dengan autisme juga jarang berbicara, dan jika mereka berbicara, maka
berbicaranya seperti tanpa ekspresi wajah atau gerak tubuh. Namun masih
banyak kasus autisme di Indonesia yang tidak terdeteksi dan ditangani secara
dini, sehingga menjadi salah satu permasalahan dalam penanganan autisme di
Indonesia (Novianti, 2022). Melalui makalah ini, penulis akan membahas
lebih dalam mengenai Autism Spectrum Disorder (ASD) dan juga asuhan
keperawatan kepada pasien anak yang menderita autisme.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan agar dapat menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca mengenai asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan
khusus yaitu autisme. Selain itu, makalah ini juga diharapkan dapat menjadi
bahan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan dalam mata kuliah
Keperawatan Anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata autisme merujuk pada kata "autos" dalam bahasa Yunani yang
berarti "diri". Penggunaan nama autisme ini berakar dari sejarahnya, dimana
autisme ini digunakan untuk menunjukkan pikiran yang berpusat pada dirinya
sendiri. Anak-anak dengan autisme akan menghindari interaksi
dengan orang lain dan terisolasi secara sosial (Kalalo et al., 2019).
Gangguan spektrum autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD)
merupakan serangkaian gangguan pada perkembangan otak yang
mempengaruhi kemampuan komunikasi seseorang baik verbal dan nonverbal.
Selain itu, autisme juga mempengaruhi kemampuan interakasi sosial
seseorang dengan sekitarnya. Penggunaan kata spektrum disini merujuk pada
rentang yang lebar dari berbagai gejala, keterbatasan, dan keterampilan anak-
anak dengan gangguan ini. Beberapa anak mungkin memiliki gejala ringan,
sementara yang lain mungkin memiliki gejala yang berat (Kalalo et al., 2019).
Hingga saat ini belum ditemukan secara pasti penyebab tunggal yang
mendasari kejadian autisme ini. Akan tetapi, para ahli sepakat bahwa autisme
disebabkan oleh ketidaknormalan pada struktur dan fungsi otak, serta pola
perkembangannya (Kalalo et al., 2019). Dalam hal ini, ketidaknormalan yang
dimaksud disebabkan oleh sejumlah faktor seperti proses autoimun, genetik,
kelainan kromosom (sindrom x yang mudah pecah atau fragil), penyakit
medis, lingkungan, dan metabolisme, dimana kondisi tersebut merupakan
faktor yang saling berkaitan pada tubuh pasien anak dengan ASD
(Koesdiningsih et al., 2019).
Hingga saat ini diketahui bahwa penyebab dari autisme adalah terjadinya
gangguan pada struktur dan perkembangan otak. Gangguan pada otak ini
dapat disebabkan karena adanya partus lama, faktor genetik, dan keracunan
logam berat.
Partus lama dapat mengakibatkan bayi mengalami gangguan nutrisi dan
kebutuhan oksigennya tidak adekuat. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
abnormalitas pada pertumbuhan sel saraf bayi. Abnormalitas pertumbuhan sel
saraf juga dapat terjadi ketika terdapat kelainan genetik pada bayi.
Abnormalitas pada pertumbuhan sel saraf ini selanjutnya akan menyebabkan
neurokimia meningkat secara abnormal, sehingga akan mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu.
Sama halnya dengan partus lama dan faktor genetik, keracunan logam
berat dapat merusak neurotrofin dan neuropeptida yang berfungsi sebagai
penyokong aktivitas neuron dalam saraf. Apabila neurotrofin dan
neuropeptida rusak, maka hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada sel
purkinye dan hipocampus. Selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan
keseimbangan pada serotonin dan dopamin yang dapat mengakibatkan
gangguan pada otak kecil. Hal inilah yang mengakibatkan reaksi atensi atau
perhatian pada anak autisme menjadi lebih lambat.
3) Autisme Berat: Anak autis dalam kategori ini menunjukkan tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya, anak autis membenturkan kepalanya ke
tembok berulang kali dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua
mencoba untuk mencegah hal ini, anak dengan autism berat tidak akan
merespon dan terus melakukannya, bahkan ketika sudah bisa digendong
oleh orang tua, anak autis tetap memukul kepalanya. Anak berhenti hanya
setelah dia merasa lelah, dan segera tertidur.
Menurut YPAC dalam Pasaribu (2019) berikut ini adalah klasifikasi autisme
berdasarkan intelektual
1) Autisme dengan keterbelakangan mental sedang sampai berat (IQ di
bawah 50) memiliki prevalensi 60% dari anak dengan autisme.
2) Autisme dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50-70) memiliki
prevalensi 20% dari anak dengan autisme.
3) Autisme yang tidak memiliki keterbelakangan mental (kecerdasan di atas
70) memiliki prevalensi 20% dari anak dengan autisme.
a. Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan pada anak dengan ASD maupun orang tua
pasien. Dokter harus secara aktif bertanya tentang tanda dan gejala kondisi
ini. Hal-hal yang perlu diperiksa dalam anamnesis adalah riwayat
kesehatan umum seperti riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat
penyakit fisik dan mental yang pernah atau sedang dialami, riwayat kejang
atau kelainan neurologis lainnya, serta riwayat keluarga (Subramanyam et
al., 2019).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien anak dengan ASD
yaitu pemeriksaan antropometri, pertumbuhan, gangguan dismorfik tubuh,
10
2.8 Penatalaksanaan
a. Terapi Biomedik
Terapi biomedis terdiri dari pemberian obat-obatan kepada anak autis
dari psikiater anak. Jenis obat, suplemen gizi dan vitamin yang sering
digunakan saat ini antara lain risperidone, ritalin, haloperidol, pyrodoxine,
DMG, TMG, magnesium, omega-3 dan omega-6 dan sebagainya
(Rieskiana, 2021).
b. Terapi Fisik (Fisioterapi)
Terapi fisik pada anak autis bertujuan untuk mengembangkan,
memelihara dan mengembalikan fungsi gerak dan anggota tubuh secara
maksimal sepanjang hidupnya. Dalam terapi ini, seorang terapis harus
dapat mengembangkan kemampuan motorik anak seoptimal mungkin,
seperti menekuk kaki, menekuk lengan, membungkuk hingga berdiri
seimbang, serta berjalan hingga berlari (Rieskiana, 2021).
c. Applied Behavioural Analysis (ABA)
Terapi ABA adalah terapi manajemen perilaku. Sutadi (Ardina, 2018)
menjelaskan tentang disiplin mengajar dan terus-menerus menerapkannya
untuk meningkatkan perilaku secara signifikan. Terapi ABA akan
memberikan hasil yang optimal jika dilakukan sejak dini, intensif,
konsisten dengan peran aktif orang tua dan terapis. Tujuan terapi ABA
adalah memberikan penguatan positif ketika anak dapat merespon terapis
dengan benar dan sesuai instruksi yang diberikan.
d. Terapi Bermain
11
12
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan.
Pengkajian yang cermat diperlukan untuk mengidentifikasi masalah pasien
guna memastikan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat tergantung pada akurasi dan ketelitian fase pengkajian.
a. Identitas Pasien
Pada tahan ini perawat perlu mengetahui identitas anak yang terdiri dari
nama, nama panggilan, umur, tanggal lahir, jenis kelamin.
b. Identitas Orang tua
Selain identitas pasien, perawat perlu mengetahui identitas orang tua
pasien. Hal ini disebabkan pasien yang masih anak-anak atau dibawah
umur. Identitas orang tua terdiri dari nama ayah dan ibu, umur, jenis
kelamin, agama, suku, bahasa pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan
alamat.
c. Keluhan Utama
13
14
15
16
k. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,
sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Postur
tubuh anak juga perlu dikaji
2) Tanda-Tanda Vital
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada anak seperti tekanan
darah, nadi, respirasi, dan suhu tubuh. Selain itu juga perlu dilakukan
pengukuran antropometri seperti tinggi badan, berat badan, lingkar
lengan, lingkar kepala, dan lingkar dada.
3) Kepala
Kaji terkait dengan bentuk kepala, kebersihan, serta danya lesi dan
edema pada kepala anak.
4) Leher
Kaji terkait dengan apakah terdapat pembesaran pada kelenjar tiroid.
5) Thorax / dada
a. Paru
- Inspeksi: Pada inspeksi harus diperhatikan kesimetrisan dada
saat inspirasi maupun ekspirasi.
- Palpasi: Untuk melihat apakah fremitus vocal kanan dan kiri
sama, serta apakah terdapat nyeri tekan pada dada.
- Perkusi :
- Auskultasi: Saat auskultasi perlu diperhatikan apakah terdapat
suara tambahan seperti ronkhi atau mengi.
b. Jantung
- Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis,
normal berada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri
17
18
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan komunikasi verbal (D.0119) berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler
b. Gangguan interaksi sosial (D.0118) berhubungan dengan hambatan
perkembangan
c. Gangguan persepsi sensori (D.0085) berhubungan dengan gangguan
pengelihatan dan pendengaran
d. Gangguan tumbuh kembang (D.0106) berhubungan dengan
pertumbuhan fisik terganggu
19
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)
(D.0119) berhubungan dengan 3x24 jam, diharapkan komunikasi verbal (L.13118) Observasi
gangguan neuromuskuler. klien dapat meningkat dengan kriteria hasil: 1. Monitor kecepatan, tekanan, kualitas, volume,
1. Kemampuan bicara meningkat dan diksi bicara
2. Kesesuaian ekspresi wajah atau tubuh 2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik
meningkat komunikasi sebagai bentuk
3. Kontak mata meningkat Terapeutik
4. Afasia menurun 3. Gunakan metode komunikasi alternatif (mis:
5. Disfasia menurun menulis, mata berkedip, papan komunikasi
6. Apraksia menurun dengan gambar dan huruf, isyarat
7. Respon perilaku membaik tangan dan computer)
8. Pemahaman komunikasi membaik 4. Berikan dukungan psikologis
Edukasi
5. Anjurkan berbicara perlahan dan tubuh.
Kolaborasi
6. Rujuk ke ahli patologi bicara atau therapis
2. Gangguan interaksi sosial Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Modifikasi Perilaku Keterampilan Sosial
(D.0118) berhubungan dengan 3x24 jam, diharapkan interaksi sosial (L.13115) (I.13484)
hambatan perkembangan. klien dapat meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
1. Perasaan nyaman dengan situasi sosial 1. Identifikasi fokus pelatihan keterampilan sosial
meningkat Terapeutik
21
22
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi
persepsi stimulus
4. Gangguan tumbuh kembang Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Perawatan Perkembangan (I.10339)
(D.0106) berhubungan dengan 3x24 jam, diharapkan status perkembangan Observasi
pertumbuhan fisik terganggu. (L.10101) klien dapat meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
hasil: Terapeutik
1. Keterampilan/perilaku sesuai usia meningkat 2. Sediakan aktivitas yang memotivasi anak
2. Kemampuan melakukan perawatan diri berinteraksi dengan anak lainnya
meningkat 3. Dukung anak mengekspresikan diri melalui
3. Respon sosial meningkat penghargaan positif atau umpan balik atau
4. Kontak mata meningkat usahanya.
Edukasi
4. Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
5. Ajarkan anak ketrampilan berinteraksi
Kolaborasi
6. Rujuk untuk konseling, jika perlu
23
4. Implementasi
Implementasi merupakan pengelolaan dan pelaksanaan rencana asuhan
yang disusun selama tahap intervensi agar dapat memenuhi kebutuhan
klien secara optimal. Pada tahap ini, perawat menerapkan pengetahuan
intelektual, keterampilan hubungan manusia (komunikasi) dan
keterampilan teknis keperawatan, mendeteksi perubahan pertahanan imun
tubuh, mencegah komplikasi, mendeteksi perubahan sistem tubuh,
memperkuat hubungan klien dengan lingkungan, mengimplementasikan
pesan pekerja medis mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan
klien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan status kesehatan klien secara sistematis dan
terencana dengan tujuan yang telah ditetapkan, yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga medis lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil proses keperawatan.
24
Partus lama
Genetik Keracunan Pemakaian antibiotik
Gangguan nutrisi berlebihan
dan oksigenasi Logam
Neutropin dan
Gangguan pada otak
neuropeptida masuk
dalam tubuh
25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
An. T adalah seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa oleh orang
tuanya ke poli Psikiatri Anak dengan keluhan memiliki komunikasi dan
interaksi sosial yang buruk dengan teman sebayanya. Orang tua mengatakan
bahwa klien memiliki kontak mata yang lemah dengan lawan bicaranya serta
berulang-ulang kali memukul kepalanya di dinding. Klien memiliki kebiasaan
memakan kertas dan cenderung menyakiti orang lain. Orang tua mengatakan
klien seringkali gelisah, berbicara kata-kata yang tidak relevan dan memiliki
perilaku yang hiperaktif. Gejala ini telah muncul sejak klien berusia 3 tahun.
Tetapi orang tua mengira itu adalah kenakalan masa anak-anak yang normal.
Ketika klien masuk ke taman kanak-kanak, seorang guru menyarankan agar
orang tuanya untuk berkonsultasi dengan Psikiater, karena klien tidak mau
bergaul dengan anak-anak lain dan sering melukai mereka. Kemudian orang
tua membawa klien berkonsultasi dengan Psikiater dan diberikan obat yang
tidak dapat dilanjutkan karena klien mengantuk. Karena gejalanya semakin
memburuk, orang tua membawanya ke National Homoeopathy Research
Institute in Mental Health (NHRIMH).
26
B. Keluhan Utama
Klien memiliki komunikasi dan interaksi sosial yang buruk dengan teman
sebayanya.
E. Riwayat Perinatal
1. Antenatal
Ibu Klien mengalami keguguran berulang sebanyak 2 kali. Ibu Klien
sangat cemas dengan kehamilannya karena mengalami 2 kali keguguran
sebelumnya. Kondisi ibu ketika hamil baik dan kebutuhan saat hamil
tercukupi. Usia kehamilan ibu adalah 38 minggu.
2. Intra Natal
27
Genogram
28
Biomedical sign :
Tidak terkaji
Interpretasi : -
Clinical Sign :
Turgor kulit baik, CRT <2 detik, mukosa bibir lembab.
Interpretasi :
Tidak ada masalah
29
Interpretasi :
Saat ini klien memiliki nafsu makan dan minum yang baik. Ibu klien
mengatakan ketika klien masih bayi, ia tidak menyukai ASI, sehingga ia
diberikan susu formula.
3) Pola Eliminasi
BAK Sebelum sakit Saat di rumah sakit
Frekuensi Normal Normal
Jumlah Volume tergantung Volume tergantung cairan
cairan yang diminum yang diminum
Warna Kuning Kuning pekat
Bau Khas Khas
Karakter Cair Cair
BJ Tidak terkaji Tidak terkaji
Alat bantu Tidak terkaji Tidak terkaji
Kemandirian Mandiri Mandiri
(mandiri/dibantu)
Lainnya Tidak terkaji Tidak terkaji
Interpretasi:
Klien memiliki pola BAK yang baik.
30
Klien memiliki pola eliminasi yang baik. Ia BAK dan BAB dengan
teratur.
Balance cairan:
Tidak terkaji
Interpretasi : -
Status Oksigenasi :
Spontan, RR 23 x/menit.
Fungsi kardiovaskuler :
Bunyi jantung S1 S2 tunggal, nadi 95 x/menit
Terapi oksigen :
Klien tidak mendapatkan terapi oksigen
Interpretasi :
Status oksigenasi dan kardiovaskuler klien baik.
31
32
E. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan Umum
Keadaan Umum : Gelisah
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg Suhu : 36,5oC
Nadi : 95 x/mnt RR : 23 x/mnt
Tinggi badan : 122 cm
Lingkar kepala : 49 cm
Lingkar dada : 65 cm
Lingkar lengan atas : 17 cm
Berat badan sebelum sakit : 23 kg
Berat badan saat ini : 23 kg
Berat badan ideal : 21 - 25 kg
Perkembangan BB : Baik
2. Kepala
- Inspeksi : Bentuk kepala bulat, wajah pasien terlihat simetris, tidak
terdapat lesi, bentuk dan posisi kepala normal.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Leher
- Inspeksi : Bentuk leher simetris, tidak ada gangguan menelan
33
- Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, tidak ada
kaku kuduk
4. Thorax / dada
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : redup, batas jantung tidak melebar
Auskultasi : S1 S2 tunggal
Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, frekuensi napas 26 x/menit,
gerakan napas normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
5. Abdomen
Inspeksi : bentuk perut simetris
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani
Palpasi : tidak ada pembesaran hati dan limfa
6. Keadaan punggung
Punggung tampak simetris kanan dan kiri, tidak ada lesi dan edema,
serta tidak ada nyeri tekan.
7. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah terlihat simetris, tidak lesi dan edema, tidak
ada nyeri tekan.
34
Kulit tidak ada lesi, akral teraba hangat, turgor kulit baik. Kuku bersih
dan pendek.
B. Pemeriksaan Diagnostik
Tidak dilakukan pemeriksaan diagnostis seperti pemeriksaan laboratorium
dan radiologi.
C. Terapi
Klien diberikan terapi Podophyllum peltatum 30.
Penulis
35
ke dinding.
Keterlambatan dalam
berbahasa
Gangguan Komunikasi
Verbal
2. DS : Kelainan genetik Gangguan
1. Orang tua klien mengatakan Interaksi
bahwa klien tidak mau Abnormalitas perrtumbuhan Sosial
bergaul dengan teman sel saraf (D.0118)
sebayanya.
2. Orang tua klien mengatakan
Peningkatan neurokimia
bahwa klien lebih suka
secara abnormal
bermain sendiri
36
orang lain.
3. DS : Kelainan genetik Gangguan
1. Orang tua klien mengatakan Persepsi
bahwa klien akan langsung Abnormalitas perrtumbuhan Sensori
menangis ketika ditegur. sel saraf (D.0085)
2. Orang tua klien mengatakan
bahwa klien sangat sensitif
Peningkatan neurokimia
dengan udara dingin.
secara abnormal
DO :
1. Klien tampak sensitif
Growth without guidance
dengan suara keras, dimana
ia langsung menutup telinga
Autisme
dan menangis ketika
mendengar suara yang
keras. Gangguan pendengaran dan
38
40
41
3.6 Implementasi
42
b.d pertumbuhan fisik terganggu. 2. Sediakan aktivitas yang memotivasi anak berinteraksi dengan anak lainnya
3. Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan positif atau umpan balik
atau usahanya.
4. Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
5. Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
6. Rujuk untuk konseling, jika perlu
3.7 Evaluasi
43
b.d hambatan perkembangan O : Klien tampak masih mengurangi kontak mata dengan lawan bicara dan tampak
kurang responsif ketika diajak bicara
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi modifikasi perilaku keterampilan sosial
1. Identifikasi fokus pelatihan keterampilan sosial
2. Motivasi untuk berlatih keterampilan sosial
3. Beri umpan balik positif terhadap kemampuan sosialisasi
4. Libatkan keluarga selama latihan keterampilan sosial
5. Edukasi keluarga untuk dukungan keterampilan sosial
6. Latih keterampilan sosial secara bertahap
3. Gangguan persepsi sensori (D.0085) S : Orang tua mengatakan, mereka sudah memahami cara mengurangi stimulus suara
b.d gangguan pendengaran dan keras dan udara dingin yang dapat mengganggu klien
perabaan. O : Klien tampak menggunakan baju yang lebih hangat, klien masih terkejut
mendengar suara yang keras
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi minimalisasi rangsangan
1. Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
2. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. bising, terlalu terang)
3. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas)
4. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
5. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
6. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
4. Gangguan tumbuh kembang S : Orang tua klien mengatakan, klien tidak mau bergaul dengan teman sebayanya
44
(D.0106) b.d O : Klien belum mencapai tugas perkembangannya yaitu senang berkelompok dengan
pertumbuhan fisik terganggu teman sebaya, saat diajak berinteraksi klien memberikan respon yang lambat dan
kontak mata yang terbatas
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi perawatan perkembangan
1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
2. Sediakan aktivitas yang memotivasi anak berinteraksi dengan anak lainnya
3. Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan positif atau umpan
balik atau usahanya.
4. Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
5. Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
6. Rujuk untuk konseling, jika perlu
45
BAB IV
ANALISIS JURNAL
46
47
pada asymp. sig. (2- tailed) (0.000) yang berarti p<0.05 maka
disimpulkan ada pengaruh terapi applied behavior analysis
terhadap interaksi sosial pada anak autisme umur 7-12 tahun di
SDLB SLB Negeri 2 Buleleng.
Pembahasan Hasil penelitian tentang karakteristik responden mayoritas
jenis kelamin adalah laki-laki. Menurut peneliti, hal ini
dikarenakan anak laki-laki cenderung mengalami kelainan
genesis yang menyebabkan gangguan sel otak. Autisme terjadi
akibat kelainan kromosom X, pada perempuan memiliki dua
kromosom X sehingga, jika salah satu kromosom mengalami
kelainan, masih ada kromosom X kedua.
Karakteristik umur anak didapatkan bahwa sebagian besar
anak yang mengalami autisme yaitu berumur 10 tahun sebanyak
20 orang (32.3%) dan anak yang mengalami autisme rendah
berumur 8 tahun sebanyak 3 orang (4.8%). Menurut peneliti,
anak autis yang terdeteksi sebelum usia 3 tahun dan tidak segera
dilakukan terapi maka akan berdampak pada perkembangan
yang cenderung semakin menurun seperti tidak adanya kontak
mata, tidak menunjukan respon terhadap lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 62 responden,
sebagian anak autisme dengan interaksi sosial sedang sebanyak
46 anak (74.2%) sebelum diberikan perlakuan dan anak autisme
dengan interaksi sosial ringan sebanyak 4 anak (6.5%) sebelum
diberikan perlakuan. Menurut peneliti, anak autisme
mempunyai gangguan dalam aspek interaksi sosial yaitu tidak
tertarik untuk bermain bersama teman, lebih suka menyendiri,
tidak ada atau sedikit kontak mata, menghindar untuk
bertatapan, senang menarik tangan orang lain untuk melakukan
apa yang diinginkan.
Berdasarkan tabel 4, hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari 62 responden, sebagian besar anak mengalami autisme
dengan interaksi sosial tinggi sebanyak 40 anak (64.5%) setelah
diberikan perlakuan dan anak autisme dengan interaksi sosial
48
49
50
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
51
DAFTAR PUSTAKA
Alfinna, T., & Santik, Y. D. P. 2019. Kejadian autism spectrum disorder pada anak
di Kota Semarang. HIGEIA (Journal of Public Health Research and
Development), 3(4), 635-645.
Ardina, R. 2018. Terapi ABA (Applied Behavior Analysis) Tingkat Dasar Efektif
Terhadap Perilaku Imitasi Aksi Anak Autis Di Pusat Terapi LPSDM
Graha Jiwa Indonesia Kab. Pringsewu. The Indonesian Journal of Health
Science, 10(1).
Arifadhi, T., & Susanti, N. 2019. Pengaruh Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Anak
Kondisi Autisme Dengan Modalitas Play Exercise (Perceptual Motor
Program) Dan Hidroterapi (Balance and Coordination) Di YPAC
Surakarta. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 33(2), 53-62.
Beacham, C., Reid, M., Bradshaw, J., Lambha, M., Evans, L., Gillespie, S., &
Richardson, S. S. 2018. Screening for autism spectrum disorder: Profiles
of children who are missed. Journal of Developmental & Behavioral
Pediatrics, 39(9), 673-682.
Chen, K. L., Lin, C. H., Yu, T. Y., Huang, C. Y., & Chen, Y. D. 2018. Differences
between the childhood autism rating scale and the social responsiveness
scale in assessing symptoms of children with autistic spectrum
disorder. Journal of autism and developmental disorders, 48(9), 3191-
3198.
Grove, J., Ripke, S., Als, T. D., Mattheisen, M., Walters, R. K., Won, H., &
Børglum, A. D. 2019. Identification of common genetic risk variants for
autism spectrum disorder. Nature genetics, 51(3), 431-444.
52
Heri, M., Purwantara, K. G. T., & Ariana, P. A. 2021. Terapi Applied Behavior
Analysis Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial pada Anak Autisme
Umur 7-12 Tahun. Jurnal Keperawatan Silampari, 5(1), 35-42.
Kurniawan, W., & Juvita, M. 2019. Pengaruh Terapi Sensori Integrasi pada Anak
Autis yang Mengalami Gangguan Sensori di Pusat Layanan Autis
Provinsi Bangka Belitung. Mawa Izh Jurnal Dakwah dan
Pengembangan Sosial Kemanusiaan, 10(1), 96-110.
Koesdiningsih, T., Basoeki, L., Febriyana, N., Maramis, M., M. 2018. Pengaruh
Penggunaan Visual Support Terhadap Perbaikan Klinis Anak dengan
Austism Spectrum Disorder (ASD). Jurnal Berkala Epidemiologi, 7(1),
77-84.
Mahdalena, R., Shodiq, M. S., & Dewantoro, D. A. 2020. Melatih Motorik Halus
Anak Autis Melalui Terapi Okupasi. Jurnal Ortopedagogia, 6(1), 1-6.
Nair, S. K. R., Gilla, D., & Devasia, M. N. 2021. Autism Spectrum Disorder
treated with Podophyllumpeltatum-A Case Report. International Journal
of AYUSH Case Reports, 5(4), 298-305.
Nurhidayah, I., Kamilah, M., & Ramdhanie, G. G. 2021. Tingkat aktivitas fisik
pada anak dengan gangguan spektrum autisme: A narrative
review. Holistik Jurnal Kesehatan, 15(4), 581-591.
53
Novianti, A., Ayuningtyas, A. L., & Kurniawati, F. 2021. Intervensi Orang Tua
pada Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD): Kajian Literatur
Sistematis. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(2), 918-
934.
Pasaribu, S. F., Siahaan, G., Lestrina, D., & Manggabarani, S. 2019. Hubungan
Asupan Vitamin A dan C Dengan Kadar Timbal (Pb) pada Rambut dan
Manifestasi Klinik Penyandang Autis. Jurnal Dunia Gizi, 2(1), 43-49.
Putri, A. M., Pramesti, W., & Hapsari, R. D. 2019. Stres Pada Orang Tua Yang
Memiliki Anak Dengan Gangguan Spektrum Autisme. Jurnal Psikologi
Malahayati, 1(1).
Rahman, M., K., K., & Monica Subashini, M. 2022. A Deep Neural Network-
Based Model for Screening Autism Spectrum Disorder Using the
Quantitative Checklist for Autism in Toddlers (QCHAT). Journal of
Autism and Developmental Disorders, 52(6), 2732-2746.
Subramanyam, A. A., Mukherjee, A., Dave, M., & Chavda, K. 2019. Clinical
practice guidelines for autism spectrum disorders. Indian journal of
psychiatry, 61(2), 254.
54
55