Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN

OKSIGENASI PATOLOGIS DARI SYSTEM PERNAFASAN


KARDIOVASKULER DAN KEMATOLOGI
“DIFTERI”

OLEH:
KELOMPOK 4
Helma Ramadani 105111103221
Melyana Kwaesaputra 105111100121
Nadiyah Putri Ilhamsyah 105111100821
Ainun Muthmainnah K.Tuli 105111103921

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH MAKASSAR
T.A 2022-2023
Definisi

Suatu penyakit infeksi akut yang mudah menular, dan yang sering diserang
terutama saluran pernafasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya
“pseudomembran”. Kuman juga melepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan
gejala umum local. Penyebab penyakit ini adalah kuman Corynebacterium
diptheriae yang bersifat gram positif dan polimorf, tidak bergerak, dan tidak
membentuk spora. Bakteri dapat ditemukan dalam sediaan langsung yang diambil
dari hapusan tenggorok atau hidung, basil difteria akan mati pada suhu 60 derajat
celcius selama 10 menit tapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air,
susu, dan lendir yang telah mengering
Etiologi
Corynebacterium diptheriae merupakan kuman batang gram positif, tidak
bergerak, pleomorfik, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, mati dalam
pemanasan 60 derajat celcius, tahan dalam keadaan beku dan kering. Dengan
pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan palisade bentuk L atau V atau
merupakan kelompok dengan formasi mirip huruf cina. Kuman tumbuh secara
aerob bisa dalam keadaan media yang mengandung K-tellurit atau media Loeffler.
Pada membrane mukosa manusia, Corynebacterium diptheriae dapat hidup
bersama – sama dengan kuman diphtheroid saprofid yang mempunyai morfologi
serupa sehingga membedakannya kadang – kadang diperlukan pemeriksaan
khusus dengan cara fermentasi glikogen, kanji, glukosa, maltose, dan sukrosa.

Tanda dan Gejala


a) Gejala umum : demam tidak terlalu tinggi, lesu pucat, nyeri kepala
dan anoreksia.
b) Gejala ringan : pilek, secret yang keluar terkadang bercampur
darah, radang selaput lender.
c) Gejala berat : radang akut tenggorokan, suhu tinggi, nafas berbau,

pembengkakan kelenjar getah bening, suara serak, sesak nafas dan


sianosis. Keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit

difteri :

a) Diphtheria Hidung : permulaan mirip common cold, yaitu pilek


ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung
berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen
mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak
membran putih pada daerah septum nasi.

b) Diphtheria Tonsil-Faring : Gejala anoroksia, malaise, demam


ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat,
berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring,
meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trakea.

c) Diphtheria Laring : Pada diphtheria laring primer gejala toksik


kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.

d) Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga : Diphtheria kulit berupa


tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya.
Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada
konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva
palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau.

Manifestasi Klinis
Pada saluran nafas atas dengan disertai gejala sakit tenggorok, disfagia,
limfadenitis, demam yang tidak tinggi, malaise dan sakit kepala. Membran
adheren yang terbentuk pada nasofaring dapat berakibat fatal karena bisa
menyebabkan obstruksi saluran nafas. Efek sistermik berat meliputi miokarditis,
neuritis, dan kerusakan ginjal akibat exotoksin. C.diphtheriae (sering pada strain
yang nontoksigenik) dapat menyebabkan difteri kutaneus pada orang dengan
standar hegienis yang buruk (contoh pengguna obat dan alkohol) untuk cenderung
terjadi kolonisasi (dikulit lebih sering terjadi dibandingkan faring).
Gejala difteri itu sendiri dibedakan berdasarkan lokasi infeksi, bila di pernafasan
maka disebut difteri pernafasan/ respiratory yang meliputi area tonsilar, faringeal,
dan nasal. Difteri pernafasan merupakan penyakit pada saluran nafas yang sangat
serius, sebelum dikembangkannya pengobatan medis yang efektif, sekitar
setengah dari kasus dengan gejala difteri pernafasan meninggal. Pada anak-anak
yang menderita difteri ini, lokasi utama terdapat pada tenggorokan bagian atas dan
bawah.
Difteri lain (non pernafasan) selain difteri pernafasan adalah difteri hidung, kulit,
vulvovaginal dan anal auditori eksternal. Pada difteri hidung gejala awal biasanya
mirip seperti flu biasa, yang kemudian berkembang membentuk membran
dijaringan antara lubang hidung dengan disertai lendir yang dapat bercampur
darah. Toksin yang dihasilkan oleh difteri hidung ini tidak dengan mudah dapat
diserap ke dalam tubuh tapi dapat dengan mudah menyebarkan infeksi kepada
orang lain.

Komplikasi :
1. Pada saluran pernafasan : terjadi obstruksi jalan nafas dengan segala
akibatnya, bronkopneumonia, atelectasis.
2. Kardiovaskular : miokarditis, yang dapat terjadi akibat toksin yang
membentuk kuman difteria.
3. Kelainan pada ginjal (nefritis)
4. Kelainan saraf (kira – kira 10 % pasien difteria mengalami komplikasi
yang mengenai susunan saraf terutama system motoric), berupa :
a. Paralisis / paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia (suara sengau),
tersedak, atau sukar menelan, dan dapat terjadi pada minggu ke I sampai II.
b. Paralisis / paresis otot – otot mata sehingga dapat menyebabkan
strabismus, gangguan akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis yang timbul pada
minggu ke
III.
c. Paralisis umum yang dapat terjadi setelah minggu ke IV, kelainan dapat
mengenai otot – otot muka, leher, anggota gerak dan yang paling berbahaya bila
mengenai otot pernafasan.
A. PENGKAJIAN
1. Biodata :

Umur : biasanya terjadi pada anak – anak umur 2 sampai 10


tahun dan jarang ditemukan pada bayi berumur di bawah 6
bulan daripada remaja di atas 15 tahun.

Suku bangsa : dapat terjadi diseluruh dunia

Tempat tinggal : ditemukan di daerah dengan pemukiman yang


sangat padat penduduknya, sanitasi dan hygiene kurang baik,
dan fasilitas kesehatan yang kurang.

2. Keluhan utama : klien merasakan demam tetapi tidak terlalu


tinggi suhunya

3. Riwayat kesehatan sekarang : klien mengalami demam tetapi


tidak terlalu tinggi suhunya, terlihat lesu, pucat, sakit kepala, dan
terkadang anoreksia.
4. Riwayat kesehatan dahulu : klien mengalami peradangan
kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas
serta mengalami pilek dengan secret bercampur dengan darah.
5. Riwayat penyakit keluarga : adanya keluarga yang menderita
difteri

6. Pola fungsi kesehatan :

a. Pola nutrisi dan metabolisme jumlah nutrisi yang


kurang disebabkan anoreksia

b. Pola aktivitas klien mengalami gangguan aktivitas


karena malaise dan demam
c. Pola istirahat dan tidur klien mengalami sesak
nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur

d. Pola eliminasi

Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena


jumlah asupan gizi atau nutrisi yang kurang disebabkan
anoreksia.
7. Pemeriksaan Fisik

a. Pada difteria tonsil – faring :

• Malaise

• Suhu tubuh < 38,9 derajat celcius

• Pseudomembran melekat dan menutup tonsil dan


dinding faring

• Bullneck

b. Difteria laring :

• Stridor

• Suara parau

• Batuk kering

• Pada obstruksi laring yang berat, terdapat retraksi


suprasternal, subcostal, dan supraclavicular

c. Difteria hidung :

• Secret hidung serosanginus mukopurulen

• Lecet pada nares dan bibir atas

• Membrane putih pada septum nasi


B. DIAGNOSE
1. Bersihan jalan napas tidak efektif ditandai denganobstruksi jalan
napas
2. Defisit nutrisi ditandai dengan faktor psikologis keengganan
untuk makan
3. Nyeri akut ditandai dengan inflamasi

C. INTERVENSI
1. Manajemen jalan napas
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
Tindakan
Observasi
 Monitor jalan napas
 Monitor bunyi napas
 Monitor sputum
Terapeutik
 Pertahankan kepatenM jalan napas dengan head-lill dan
chin-lift
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada,jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml:hari,jika kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkadilator.ekspektoran,mukolitik jika perlu
2. Manajemen Nutrisi
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
Tindakan
Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 identifikasi makanan yang disukai
 identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Teraputik
 -lakukan oral hygiene sebelum makan jika perlu
 -fasilitasi menentukan pedoman diet
 -sajikan makanan secara menarik dan suhu yanh sesuai
 -berikan makanan tinggi serat untuk mencegah kontipasi
 -berikan makanan tinggi kalori dan tibggi protein
 -berikan suplemen makanan,jika perlu
 -hentikan pemberian makan melalui selang nasogattik
jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
 -Anjirkan posisi duduk jika mampu
 -ajarkan dirt yang diprogramkan
 Kolaborasi
 -Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan jika
perlu
 -Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenit nutrien yang dibutuhkan jika perlu
3. Manenemen Nyeri

Observasi
 Identifikasi
lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologos untuk mengurangi rasa
nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu

D. IMPLEMENTASI
Berdasarkan implementasi keperawatan yang dilakukan sudah
sesuai dengan masalah keperawatan yang ada pada pasien tersangka
miokarditis difteri. Dan implementasi tersebut sesuai dengan pedoman
asuhan keperawatan pada kasus difteri. Hanya saja saat proses
pengumpulan data, penulis melihat bahwa pada formulir catatan
perkembangan pasien, penulisan SOAP lebih banyak hanya mengikuti
catatan pada shif sebelumnya, jadi seperti tidak terlihat adanya
perkembangan pasien setiap saat. Pada formulir checklist tindakan
perawat sehari-hari kurang lengkap karena tidak ada
tindakan/implementasi keperawatan yang diberikan pada pasien
sesuai dengan kebutuhan.

E. EVALUASI
Perawat mendokumentasikan hasil evaluasi tindakan pada lembar
catatan perkembangan pasien (CPPT), dalam bentuk SOAP, subjektif,
objektif, analisa dan planning selanjutnya. Evaluasi semua tindakan
keperawatan berupa evaluasi formatif maupun evaluasi sumatif, pada
lembar asuhan keperawatan yang sudah tersedia.

Anda mungkin juga menyukai