KONSEP DASAR
1. Pengertian
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik (racun)
Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphteriae.
2. Etiologi
3. Klasifikasi Difteri
Menurut tingkat keparahannya, Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI membagi penyakit ini
menjadi 3 tingkat yaitu :
1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala
hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyaring sampai faring (dinding belakang
rongga mulut), sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi
seperti miokarditis (radang otot jantung), paralysis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis
(radang ginjal).
Menurut bagian ilmu kesehatan anak FKUI, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi
gejala yang dirasakan pasien :
1. Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek, kemudian secret yang
keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran. Penyebaran pseudomembran
dapat mencapai faring dan laring.
2. Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat
gagal nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin ringan tanpa pembentukan
pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas pada penderita.Pada kondisi
yang lebih berat diawali dengan radang tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak
terlalu tinggi, pseudomembran awalnya hanya berupa bercak putih keabu-abuan yang cepat
meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau, dan ada pembengkakan regional leher tampak
seperti leher sapi (bulls neck). Dapat terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan laring.
3. Difteri laring dan trakea
Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil, daripada yang primer. Gejala
gangguan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat timbul sesak
nafas hebat, sianosis, dan tampak retraksi suprasternal serta epigastrium. Ada bulls neck, laring
tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret, dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran.
Bila anak terlihat sesak dan payah sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai pertolongan
pertama.
4. Difteri kutaneus dan vaginal
Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membrane
diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi justru
tidak terasa apa-apa. Difteri dapat pula timbul pada daerah konjungtiva dan umbilikus.
5. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan
cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan,
edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan
sekret purulen dan berbau.
4. Tanda dan Gejala Difteri
a. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,
b. Batuk dan pilek yang ringan.
c. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
d. Mual, muntah , sakit kepala.
e. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan kotor.
f. Kaku leher
5. Patofisiologi
Basil hidup dan berkembangbiak pada traktus respiratorius bagian atas terutama bila
terdapat peradangan kronis pada tonsil, sinus, dan lain-lain.Selain itu dapat juga pada vulva,
kulit, mata, walaupun jarang terjadi. Pada tempat-tempat tersebut basil membentuk
pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.Pseudomembran timbul lokal kemudian menjalar
kefaring, tonsil, laring, dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening sekitarnya akan
membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan
menyebabkan miokarditis toksik atau jika mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul
paralysis terutama otot-otot pernafasan. Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati
dan ginjal, yang dapat menimbulkan nefritis interstitialis. Kematian pasien difteria pada
umumnya disebabkan oleh terjadinya sumbatan jalan nafas akibat pseudomembran pada laring
dan trakea, gagal jantung karena miokardititis, atau gagal nafas akibat terjadinya
bronkopneumonia.
Penularan penyakit difteria adalah melalui udara (droplet infection), tetapi dapat juga melalui
perantaraan alat atau benda yang terkontaminasi oleh kuman difteria.Penyakit dapat mengenai
bayi tapi kebayakan pada anak usia balita. Penyakit Difteria dapat berat atau ringan bergantung
dari virulensi, banyaknya basil, dan daya tahan tubuh anak. Bila ringan hanya berupa keluhan
sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan pada anak jika daya
tahan tubuhnya baik. Tetapi kebanyakan pasien datang berobat sering dalam keadaan berat
seperti telah adanya bullneck atau sudah stridor atau dispnea. Pasien difteria selalu dirawat
dirumah sakit karena mempunyai resiko terjadi komplikasi seperti mioarditis atau sumbatan jalan
nafas (Ngastiyah, 1997)
7. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium: Apusan tenggorok terdapat kuman Corynebakterium difteri (Buku
kuliah ilmu kesehatan anak, 1999).
- Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis
polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin terdapat
albuminuria ringan (Ngastiyah, 1997).
- Pemeriksaan bakteriologis mengambil bahan dari membrane atau bahnan di bawah membrane,
dibiak dalam Loffler, Tellurite dan media blood.
- Lekosit dapat meningkat atau normal, kadang terkadi anemia karena hemolisis sel darah merah.
- Pada neuritis difteri, cairan serebrospinalis menunjukkan sedikit peningkatan protein
- Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita, suatu pemeriksaan swab
untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung antitoksin.
8.Penatalaksanaan
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang dilakukan
pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2
kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difteri :
1. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya
harus dilakukan uji kulit dan mata.
B. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam.
Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4
dosis.
C. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat
membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi
sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien
difteri terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin mg dan vitamin B1
100 mg tiap hari selama 10 hari.
9.Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ
lainnya:
Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi
dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu)
Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
Kerusakan ginjal (nefritis).
B. KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
1. Biodata
a. Umur :Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi
berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun
b. Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin
c. Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang rapat-
rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang
2. Keluhan Utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia, lemah
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia
4.Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas dan
mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
b. Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
c. Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur.
d. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi kurang
disebabkan oleh anoreksia .
7. Pemeriksaan fisik
- B1 : Breating
Adanya pembengkakan kelenjer limfe (Bulls neck), timbul peradangan pada laring/trakea, suara
serak, stridor, sesak napas.
- B2 : Blood
Adanya degenerasi fatty infiltrate dan nekrosis pada jantung menimbulkan miokarditis dengan
tanda irama derap, bunyi jantung melemah atau meredup, kadang-kadang ditemukan tanda-tanda
payah jantung.
- B3 : Brain
Gangguan system motorik menyebabkan paralise.
- B4 : Bladder
Tidak ada kelainan.
- B5 : Bowel
Nyeri tenggorokan, sakit saat menelan, anoreksia, tampak kurus, BB cenderung menurun, pucat.
- B6 : Bone
Bedrest.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas b.d edema laring
2. Kelebihan volume cairan
3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan anaknya
4. Gangguan Menelan
5. Risiko infeksi b.d proses penyakit
3. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas
- Ansietas
- Posisi tubuh
- Deformitas dinding dada
- Keletihan
- Nyeri
- Keletihan otot pernapasan
3. Ansietas
Definisi: perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran autonom (sumber sering kali tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
Faktor yang berhubungan:
- perubahan dalam (status ekonomi, lingkuhan, kesehatan, pola interaksi, pola peran)
- pemajanan toksin
- terkait keluarga
NOC NIC RASIONAL
- Anxiety self control 1. Gunakan pendekatan yang 1. Agar pasien dan keluarga
- Anxiety level menenangkan tidak terganggu dengan
- Coping 2. Dorong keluarga untuk pendekatan yang
KH: menemani anak dilakukan
- Klien mampu 3. Dengarkan dengan penuh 2. Agar anak tidak merasa
mengindentifikasi dan perhatian kesepian
mengungkapkan gejala 4. Identifikasi tingkat 3. Agar keluarga merasa
cemas kecemasan diperhatikan
- TTV DBN 5. Dorong pasien untuk 4. Mengetahui sejauh mana
- Postur tubuh, ekspresi mengungkapkan perasaan, pasien merasa cemas
wajah, bahasa tubuh dan ketakutan, persepsi 5. Agar pasien dapat
tingkat aktivitas bercerita dengan penuh
menunjukkan keihlasan
berkurangnya kecemasan
4. Gangguan menelan
Definisi: abnormal fungsi mekanisme menelan yang dikaitkan dengan deficit struktur atau
fungsi oral, faring, atau esophagus.
Fakto yang behubungan:
- masalah perilaku makan
- penyakit jantung congenital
- Obstruksi mekanis (mis edema, slang trakeostomi, tumor)
5. Risiko infeksi
DAFTAR RUJUKAN
Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. 2000. Dalam Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC
Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit IDAI, Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk.2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta
Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction: Jogjakarta.