Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahannya, Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI membagi
penyakit ini menjadi 3 tingkat yaitu :
1. Infeksi ringan : bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung
dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang : bila pseudomembran telah menyaring sampai faring (dinding
belakang rongga mulut), sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
3. Infeksi berat : bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala
komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralysis (kelemahan
anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek, kemudian
secret yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran.
Penyebaran pseudomembran dapat mencapai faring dan laring.
Etiologi
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan melalui
percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan
yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada
atau disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan dan menyebabkan
peradangan.
Pewarnaan sediaan langsung dapat dilakukan dengan biru metilen atau biru toluidin.
Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.
Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu kesehatan anak,
sifat bakteri Corynebacterium diphteriae :
1. Gram positif
2. Aerob
3. Polimorf
4. Tidak bergerak
5. Tidak berspora
Disamping itu, bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama 10 menit,
tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.
Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar
perbedaan bentuk koloni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium
telurit.
Manifestasi Klinis
Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,
Batuk dan pilek yang ringan.
Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
Mual, muntah , sakit kepala.
Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan
kotor.
Kaku leher
Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri tenggorokan, nausea, muntah,
dan disfagia. Selain itu ditandai dengan adanya membran semu di tonsil dan di
sekitarnya, serta pelepasan eksotoksin, yang dapat menimbulkan gejala umum
(seperti penyakit infeksi) atau local (seperti tampak keluhan nyeri)
Patofisiologi
Biasanya bakteri berkembang biak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir
mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai ke
hidung, maka hidung akan berair. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke
pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara
menyempit dan terjadi gangguan pernafasan.
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh,
bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan
bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf.
Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini banyak bergantung pada efek eksotoksin
yang diproduksi. Toksin menghambat pembuatan protein sel sehingga sel mati.
Nekrosis jaringan pada tempat menempelnya kuman akan menunjang perkembang-
biakan kuman dan produksi toksin selanjutnya, serta pembentukan membran yang
melekat erat pada dasarnya.
Basil hidup dan berkembang biak pada traktus respiratorius bagian atas, terlebih bila
terdapat peradangan kronis pada tonsil, sinus dan lain-lain. Tetapi walaupun jarang,
basil dapat pula hidup pada daerah vulva, telinga dan kulit.
Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada pasien difteri :
1. Miokarditis
biasanya timbul akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga perjalanan
penyakit
Pemerikasaan Fisik : Irama derap, bunyi jantung melemah atau meredup,
kadang-kadang ditemukan tanda-tanda payah jantung.
2. Kolaps perifer
3. Obstruksi jalan nafas dengan segala akibatnya, bronkopneumonia dan
atelektasis
4. Urogenital : dapat terjadi nefritis
Penderita difteri (10%) akan mengalami komplikasi yg mengenai sistem susunan
saraf terutama sistem motorik. Terjadi pada akhir minggu pertama perjalanan
penyakit.
Penatalaksanaan
Pengobatan Umum (Buku kuliah ilmu kesehatan anak FKUI, 1999) :
Anti Diphteri Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000U/hari selam 2 hari
berturut-turut, dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata.
Antibiotika, penicillin prokain 50.000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas panas.
Pada penderita yang dilakukan trakeostomi, ditambahkan kloramfenikol 75
mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis.
Kortikosteroid, dimaksudkan untuk mencegah timbulnya komplikasi
miokarditis yang sangat berbahaya. Dapat diberikan prednisone
2mg/kgBB/hari selama 3 minggu yang kemudian dihentikan secara bertahap
Menurut Ngastiyah (1997), : Penatalaksanaan keperawatan pada pasien
difteri yaitu pasien dirawat dikamar isolasi yang tertutup. Petugas harus
memakai skort (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian
tugas atau bila kotor. Harus disediakan pula perlengkapan cuci tangan,
desinfektan sabun, lap atau handuk yang kering. Juga tempat untuk
merendam alat makan yang diisi dengan desinfektan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Schick test
Tes kulit ini di gunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Untuk
pemeriksaan ini di gunakan dosis 1/50 MED. Yang di berikan intrakutan dalam
bentuk larutan yang telah di encerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak
mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang
setelah beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang
rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah
kecoklatan dalam 24 jam.
Uji sshick dikatakan negative bila tidak di dapatkan reaksi apapun pada tempat
suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung
antitoksin yang tinggi. Positif palsu dapat terjadiakibat reaksi alergi terhadap
protwin antitoksin yang akan menghilang dalam 72 jam.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah : penurunan hemoglobin (Hb), penurunan jumlah
leukosit, eritrosit, dan kadar albumin.
Pada urine terdapatnya albuminuria ringan
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
Pengkajian
Identitas Klien
Meliputi nama, umur, no MR, pekerjaan, alamat, agama, cara masuk, riwayat alergi,
tanggal masuk RS dan lain-lain.
Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring,
dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia
Biasanya klien mengeluh sakit menelan, menggigil, malaise, sakit
tenggorokan, batuk.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada keluarga yang mengalami difteri jadi ada kemungkinan besar
anaknya akan menderita penyakit yang sama.
Persalinan
Untuk mengetahui cara persalinan, ditolong oleh siapa, adakah penyulit
selama melahirkan seperti perdarahan.
Kaji dimana klien dilahirkan, berat badan, panjang badan bayi.
Neonatal
Untuk mengetahui apakah bayi minum ASI atau Pasi, berapa BB Lahir, PB lahir,
apakah saat lahir bayi langsung menangis/tidak.
Pemeriksaan Fisik
1. INSPEKSI
Kepala : Simetris/tidak, tampak benjolan abnormal/tidak, ada lesi/tidak, kulit
kepala bersih
Rambut : Hitam/tidak, ada ketombe/tidak, rontok/tidak
Wajah : Pucat/tidak
Mata : Ada lesi/tidak, conjungtiva pucat/tidak, scelera kuning/tidak, tampak
cowong
Hidung : Simetris/tidak, tampak bersih/tidak, ada secret/tidak, ada pernafasan
cuping hidung/tidak.
Mulut : Mukosa bibir terlihat lembab/tidak, bersih/tidakk, tampak ada
stomatitis/tidak.
Leher : Tampak pembesaran kelenjar tyorid, kelenjar lymfe maupun
pembesaran vena jugolaris/tidak.
Dada : Simetris/tidak, tampak benjolan yang abnormal/tidak, nafas
teratur/tidak.
Perut : Tampak buncit/tidak, adanya benjolan/tidak.
Genetalia : Untuk mengetahui kelengkapan dan keadaannya.
Integumen : Bersih/tidak, tampak pucat/tidak, kering/lembab.
Ekstremitas : Atas : simetris/tidak, pergerakan bebas/tidak.
Bawah : Simetris/tidak, pergerakkan bebas/tidak
2. PALPASI :
Kepala : Teraba benjolan abnormal/tidak
Leher : Teraba pembesaran kelenjar tyorid, kelenjar lymfe maupun
pembesaran vena jugolaris/tidak.
Dada : Simetris/tidak, tampak benjolan yang abnormal/tidak, nafas
teratur/tidak.
Perut : Teraba benjolan yang abnormal/tidak..
Integumen : Kering/lembab, turgor jelek/tidak
3. AUSKULTASI :
Dada : Terdengar ronchi dan wheezing/tidak
Abdomen : Terdengar bising usus/tidak
4. PERKUSI :
Reflek patella kanan/kiri positif/tidak
Perut : Ada kembung/tidak
Diagnosa keperawatan
Dari beberapa data yang di dapatka pada pasien difteri, kami menyimpulkan
diagnosa yang dapat muncul yaitu :
1. Pola nafas napas tidak efektif b/d edema laring.
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
3. Nyeri akut b/d proses inflamasi.
Sumber : (Diagnosa Keperawatan : defiisi dan klasifikasi 2009-2011/editor, T.
Heather Herdman ; ahli bahasa, Made Surmawati, Dwi Widiatri, Estu Tiar ; editor
edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, – Jakarta : EGC, 2010 )
Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
NOC :
a. Respiratory status :
Airway patency.
b. Vital sign status
Akitivitas Keperawatan :
Sumber : ( Buku saku diagnosa dengan intervensi NIC dan criteria hasil NOC/ Judith
M. Wilkinson : ahli bahasa, Widyawati.. [et al.] : editor edisi Bahasa Indonesia, Eny
Meiliya, Monica Ester. – Ed. 7. – Jakarta : EGC, 2006.)
3.4 Implementasi
3 Nyeri akut b/d proses – Melakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh
inflamasi meliputi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, keparahan
nyari dan factor pencetus nyeri
– Mengobservasi ketidaknyamanan non verbal
3.5 Evaluasi
Setelah di lakukan implementasi, maka evaluasi kita kepada pasien yaitu :
Pola nafas pasien kembali normal, dan pasien tidak mengalami dypnea lagi
Nutrisi pasien dapat terpenuhi, dan berat badan dapat bertambah
Nyeri yang di alami pasien dapat berkurang, dan juga bisa nyerinya akan
hilang
DAFTAR PUSTAKA
http://keperawatansite.blogspot.com/2013/08/askep-difteri.html. di unduh
pada tanggal 28 November 2014 pukul 13.30
http://saputraaguseko.wordpress.com/keperawatan/anatomi/anatomi-sistem-
pernafasan/ di unduh pada tanggal 12 Desember 2014 pukul 14.00
Diagnosa Keperawatan : defiisi dan klasifikasi 2009-2011/editor, T. Heather
Herdman ; ahli bahasa, Made Surmawati, Dwi Widiatri, Estu Tiar ; editor edisi
bahasa Indonesia, Monica Ester, – Jakarta : EGC, 2010
Buku saku diagnosa dengan intervensi NIC dan criteria hasil NOC/ Judith M.
Wilkinson : ahli bahasa, Widyawati.. [et al.] : editor edisi Bahasa Indonesia, Eny
Meiliya, Monica Ester. – Ed. 7. – Jakarta : EGC, 2006