Anda di halaman 1dari 14

Difteria adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman

Corynebacterium diphteriae. Mudah menular dan yang diserang terutama traktus


respiratorius bagian atas dan ditandai dengan terbentuknya pseudomembran dan
dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal. (Ilmu
Kesehatan Anak FK UI: 2007)
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik
(racun) Corynebacterium diphteriae. (2008).
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008).

Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahannya, Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI membagi
penyakit ini menjadi 3 tingkat yaitu :
1. Infeksi ringan : bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung
dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang : bila pseudomembran telah menyaring sampai faring (dinding
belakang rongga mulut), sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
3. Infeksi berat : bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai  dengan gejala
komplikasi  seperti miokarditis (radang otot jantung), paralysis (kelemahan
anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).

Berdasarkan letaknya, digolongkan sebagai berikut :

 Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek, kemudian
secret yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran.
Penyebaran pseudomembran dapat mencapai faring dan laring.

 Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).


Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa
penderita akibat gagal nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin
ringan tanpa pembentukan pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan
memberikan imunitas pada penderita.Padakondisi yang lebih berat diawali
dengan radang tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu
tinggi, pseudomembran awalnya hanya berupa bercak putih keabu-abuan yang
cepat meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau, dan ada
pembengkakan regional leher tampak seperti leher sapi (bull’s neck). Dapat
terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi walaupun belum
terjadi sumbatan laring

 Difteri laring dan trakea


Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil, daripada yang
primer. Gejala gangguan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas
dan bila lebih berat timbul sesak nafas hebat, sianosis, dan tampak retraksi
suprasternal serta epigastrium. Ada bull’s neck, laring tampak kemerahan dan
sembab, banyak sekret, dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila
anak terlihat sesak dan payah sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai
pertolongan pertama.

 Difteri kutaneus dan vaginal


Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan
pembentukan membrane diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat
nyeri, pada difteri, luka yang terjadi justru tidak terasa apa-apa. Difteri dapat pula
timbul pada daerah konjungtiva  dan umbilikus.

 Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga


Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada
dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi
pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva
palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.

Etiologi
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan melalui
percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan
yang telah terkontaminasi  oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada
atau disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan dan menyebabkan
peradangan.
Pewarnaan sediaan langsung dapat dilakukan dengan biru metilen atau biru toluidin.
Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.

Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu kesehatan anak,
sifat  bakteri Corynebacterium diphteriae :

1. Gram positif
2. Aerob
3. Polimorf
4. Tidak bergerak
5. Tidak berspora
Disamping itu, bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama 10 menit,
tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.
Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar
perbedaan bentuk koloni  dalam biakan agar darah yang mengandung kalium
telurit.

Basil Difteria mempunyai sifat:

 Membentuk psedomembran yang sukar dianggkat, mudah berdarah, dan


berwarna putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang terkena.terdiri dari fibrin,
leukosit, jaringan nekrotik dan kuman.
 Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan
setelah beberapa jam diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan
yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.

Manifestasi Klinis
 Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,
 Batuk dan pilek yang ringan.
 Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
 Mual, muntah , sakit kepala.
 Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan
kotor.
 Kaku leher
Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri tenggorokan, nausea, muntah,
dan disfagia. Selain itu ditandai dengan adanya membran semu di tonsil dan di
sekitarnya, serta pelepasan eksotoksin, yang dapat menimbulkan gejala umum
(seperti penyakit infeksi) atau local (seperti tampak keluhan nyeri)

Patofisiologi
Biasanya bakteri berkembang biak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir
mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai ke
hidung, maka hidung akan berair. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke
pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara
menyempit dan terjadi gangguan pernafasan.

Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh,
bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan
bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf.

Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini banyak bergantung pada efek eksotoksin
yang diproduksi. Toksin menghambat pembuatan protein sel sehingga sel mati.
Nekrosis jaringan pada tempat menempelnya kuman akan menunjang perkembang-
biakan kuman dan produksi toksin selanjutnya, serta pembentukan membran yang
melekat erat pada dasarnya.

Basil hidup dan berkembang biak pada traktus respiratorius bagian atas, terlebih bila
terdapat peradangan kronis pada tonsil, sinus dan lain-lain. Tetapi walaupun jarang,
basil dapat pula hidup pada daerah vulva, telinga dan kulit.

Pada tempat ini basil membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.


Pseudomembran dapat timbul lokal atau kemudian menyebar dari faring atau tonsil
ke laring dan seluruh traktus respiratorius bagian atas sehingga menimbulkan gejala
yang lebih berat. Kelenjar getah bening sekitarnya akan mengalami hiperplasia dan
mengandung toksin.

Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada pasien difteri :

1. Miokarditis
 biasanya timbul akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga perjalanan
penyakit
 Pemerikasaan Fisik : Irama derap, bunyi jantung melemah atau meredup,
kadang-kadang ditemukan tanda-tanda payah jantung.
2. Kolaps perifer
3. Obstruksi jalan nafas dengan segala akibatnya, bronkopneumonia dan
atelektasis
4. Urogenital : dapat terjadi nefritis
Penderita difteri (10%) akan mengalami komplikasi yg mengenai sistem susunan
saraf terutama sistem motorik. Terjadi pada akhir minggu pertama perjalanan
penyakit.

Penatalaksanaan
 Pengobatan Umum (Buku kuliah ilmu kesehatan anak FKUI, 1999) :
 Anti Diphteri Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000U/hari selam 2 hari
berturut-turut, dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata.
 Antibiotika, penicillin prokain 50.000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas panas.
Pada penderita yang dilakukan trakeostomi, ditambahkan kloramfenikol 75
mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis.
 Kortikosteroid, dimaksudkan untuk mencegah timbulnya komplikasi
miokarditis yang sangat berbahaya. Dapat diberikan prednisone
2mg/kgBB/hari selama 3 minggu yang kemudian dihentikan secara bertahap
 Menurut Ngastiyah (1997), : Penatalaksanaan keperawatan pada pasien
difteri yaitu pasien dirawat dikamar isolasi yang tertutup. Petugas harus
memakai skort (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian
tugas atau bila kotor. Harus disediakan pula perlengkapan cuci tangan,
desinfektan sabun, lap atau handuk yang kering. Juga tempat untuk
merendam alat makan yang diisi dengan desinfektan.

Pemeriksaan Penunjang
1. Schick test
Tes kulit ini di gunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Untuk
pemeriksaan ini di gunakan dosis 1/50 MED. Yang di berikan intrakutan dalam
bentuk larutan yang telah di encerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak
mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang
setelah beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang
rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah
kecoklatan dalam 24 jam.

Uji sshick dikatakan negative bila tidak di dapatkan reaksi apapun pada tempat
suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung
antitoksin yang tinggi. Positif palsu dapat terjadiakibat reaksi alergi terhadap
protwin antitoksin yang akan menghilang dalam 72 jam.

2. Pemeriksaan laboratorium
 Pada pemeriksaan darah : penurunan hemoglobin (Hb), penurunan jumlah
leukosit, eritrosit, dan kadar albumin.
 Pada urine terdapatnya albuminuria ringan
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Pengkajian
Identitas Klien
Meliputi nama, umur, no MR, pekerjaan, alamat, agama, cara masuk, riwayat alergi,
tanggal masuk RS dan lain-lain.

Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring,
dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
 Biasanya klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia
 Biasanya klien mengeluh sakit menelan, menggigil, malaise, sakit
tenggorokan, batuk.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada keluarga yang mengalami difteri jadi ada kemungkinan besar
anaknya akan menderita penyakit yang sama.

4. Riwayat Perinatal dan Neonatal


Hamil
Untuk mengetahui Kondisi ibu selama hamil, periksa kehamilan dimana dan berapa
kali, serta mendapatkan apa saja dari petugas kesehatan selama hamil.

Persalinan
 Untuk mengetahui cara persalinan, ditolong oleh siapa, adakah penyulit
selama melahirkan seperti perdarahan.
 Kaji dimana klien dilahirkan, berat badan, panjang badan bayi.
Neonatal
Untuk mengetahui apakah bayi minum ASI atau Pasi, berapa BB Lahir, PB lahir,
apakah saat lahir bayi langsung menangis/tidak.

5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Pertumbuhan dan perkembangan motorik, sensorik klien dengan difteri biasanya
terganggu pernapasan sehingga sulit menelan,disertai demam, menggigil, malaise,
sakit tenggorokan, batuk.

6. Riwayat imunisasi anak dan kesehatan keluarga.


Apakah riwayat imunisasi pada anak lengkap/tidak.

Pemeriksaan Fisik

Secara TTV didapatkan :


1. Suhu tubuh < 38,9 º c
2. Pernafasan : 26 x/menit (meningkat)
3. Tekanan darah : 100/70 mmHg (menurun)
4. Nadi : 94x/menit (meningkat)

Secara head to toe

1. INSPEKSI
Kepala : Simetris/tidak, tampak benjolan abnormal/tidak, ada lesi/tidak, kulit
kepala bersih
Rambut : Hitam/tidak, ada ketombe/tidak, rontok/tidak
Wajah : Pucat/tidak
Mata : Ada lesi/tidak, conjungtiva pucat/tidak, scelera kuning/tidak, tampak
cowong
Hidung : Simetris/tidak, tampak bersih/tidak, ada secret/tidak, ada pernafasan
cuping hidung/tidak.
Mulut : Mukosa bibir terlihat lembab/tidak, bersih/tidakk, tampak ada
stomatitis/tidak.
Leher : Tampak pembesaran kelenjar tyorid, kelenjar lymfe maupun
pembesaran vena jugolaris/tidak.
Dada : Simetris/tidak, tampak benjolan yang abnormal/tidak, nafas
teratur/tidak.
Perut : Tampak buncit/tidak, adanya benjolan/tidak.
Genetalia : Untuk mengetahui kelengkapan dan keadaannya.
Integumen : Bersih/tidak, tampak pucat/tidak, kering/lembab.
Ekstremitas : Atas     : simetris/tidak, pergerakan bebas/tidak.
Bawah : Simetris/tidak, pergerakkan bebas/tidak

2. PALPASI :
Kepala : Teraba benjolan abnormal/tidak
Leher : Teraba pembesaran kelenjar tyorid, kelenjar lymfe maupun
pembesaran vena jugolaris/tidak.
Dada : Simetris/tidak, tampak benjolan yang abnormal/tidak, nafas
teratur/tidak.
Perut : Teraba benjolan yang abnormal/tidak..
Integumen : Kering/lembab, turgor jelek/tidak

3. AUSKULTASI :
Dada : Terdengar ronchi dan wheezing/tidak
Abdomen : Terdengar bising usus/tidak

4. PERKUSI :
Reflek patella kanan/kiri positif/tidak
Perut          : Ada kembung/tidak

Diagnosa keperawatan
Dari beberapa data yang di dapatka pada pasien difteri, kami menyimpulkan
diagnosa yang dapat muncul yaitu :
1. Pola nafas napas tidak efektif b/d edema laring.
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
3. Nyeri akut b/d proses inflamasi.
Sumber : (Diagnosa Keperawatan : defiisi dan klasifikasi 2009-2011/editor, T.
Heather Herdman ; ahli bahasa, Made Surmawati, Dwi Widiatri, Estu Tiar ; editor
edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, – Jakarta : EGC, 2010 )

Intervensi Keperawatan

Rencana Keperawatan

Dx Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi

NOC :
a. Respiratory status :
Airway patency.
b. Vital sign status

Tujuan : Pola nafas pasien


kembali normal. Respiratory status : Airway
patency
Kriteria hasil :
Akitifitas Keperawatan :
a. Frekuensi pernafasan dlm
rentang normal a. Observasi tanda – tanda vital.
b. Irama nafas sesuai b. Posisikan pasien semi fowler.
dengan yang diharapkan. c. Anjurkan pasien agar tidak
c. Pengeluaran sputum terlalu banyak bergerak.
pada jalan nafas d. Ajarkan pasien untuk
d. Tidak ada suara nafas melakukan batuk efektif
tambahan e. Kolaborasi dengan tim medis
1.Pola nafas napas e. Bernafas mudah dalam pemberian terapi
tidak efektif b/d f. o Tidak ada dyspnea Oxygen
edema laring.
NOC :
–       Nutritional status :
Adequacy of nutrient

–       Nutritioal status : food


and fluid intake

Tujuan : Nutrisi klien dapat


terpenuhi. 1.    Nutritional status : food and
fluid intake
Kriteria hasil : Aktivitas Keperawatan :

o  Klien dapat mengetahui –    Monitor intake kalori dan


tentang penyakit yang kualitas konsumsi makanan.
dideritanya.
–    Berikan porsi kecil dan
o  Adanya minat dan selera makanan lunak/lembek.
makan.
–    Berikan makan sesuai dengan
2.    Ketidak o  Porsi makan sesuai selera.
seimbangan nutrisi kebutuhan
kurang dari –    Timbang BB tiap hari
kebutuhan tubuh b/d o  BB meningkat.
anoreksia.  

3.   Nyeri akut b/d NOC : 1.    Pain level


proses inflamasi –       Pain level Aktifitas Keperawatan :

–       Pain control –    Lakukan pengkajian nyeri


secara menyeluruh meliputi
Tujuan : nyeri berkurang lokasi, durasi, frekuensi, kualitas,
atau hilang. keparahan nyari dan factor
pencetus nyeri
Kriteria hasil :
–    Observasi ketidaknyamanan
non verbal

2.    Pain control

Akitivitas Keperawatan :

–    Ajarkan untuk menggunakan


teknik non farmakologi misal

o  Pasien dapat mengatakan relaksasi, guided imageri, terapi

nyeri yang dirasakan musik dan distraksi

o  Nyeri berkurang –    Kendalikan factor lingkungan


yang dapat mempengaruhi respon
o  Wajah tidak meringis. pasien terhadap
ketidaknyamanan misal suhu,
o  Skala nyeri berkurang.( 0- lingkungan, cahaya, kegaduhan.
2)
–    Kolaborasi: pemberian
o  TTV normal analgetik sesuai indikasi

   
Sumber : ( Buku saku diagnosa dengan intervensi NIC dan criteria hasil NOC/ Judith
M. Wilkinson : ahli bahasa, Widyawati.. [et al.] : editor edisi Bahasa Indonesia, Eny
Meiliya, Monica Ester. – Ed. 7. – Jakarta : EGC, 2006.)

3.4 Implementasi

No Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan

1 Pola nafas napas tidak –    Mengobservasi tanda – tanda vital.


efektif b/d edema laring. –    Memposisikan pasien semi fowler.

–    Menganjurkan pasien agar tidak terlalu banyak


bergerak.

–    Mengajarkan pasien untuk melakukan batuk


efektif

–    Mengkolaborasi dengan tim medis lain, dalam


pemberian terapi Oxygen

–    Memonitor intake kalori dan kualitas konsumsi


makanan.
–    Memberikan porsi kecil dan makanan
lunak/lembek.

–    Memberikan makan sesuai dengan selera.


Ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan –    Menimbang BB tiap hari
2 tubuh b/d anoreksia.

3 Nyeri akut b/d proses –    Melakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh
inflamasi meliputi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, keparahan
nyari dan factor pencetus nyeri
–    Mengobservasi ketidaknyamanan non verbal

–    Mengajarkan untuk menggunakan teknik non


farmakologi misal relaksasi, guided imageri, terapi
musik dan distraksi

–    Mengendalikan factor lingkungan yang dapat


mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan misal suhu, lingkungan, cahaya,
kegaduhan.

–    Mengkolaborasi: pemberian analgetik sesuai


indikasi

 
3.5 Evaluasi
Setelah di lakukan implementasi, maka evaluasi kita kepada pasien yaitu :

 Pola nafas pasien kembali normal, dan pasien tidak mengalami dypnea lagi
 Nutrisi pasien dapat terpenuhi, dan berat badan dapat bertambah
 Nyeri yang di alami pasien dapat berkurang, dan juga bisa nyerinya akan
hilang

DAFTAR PUSTAKA
 http://keperawatansite.blogspot.com/2013/08/askep-difteri.html. di unduh
pada tanggal 28 November 2014 pukul 13.30
 http://saputraaguseko.wordpress.com/keperawatan/anatomi/anatomi-sistem-
pernafasan/ di unduh pada tanggal 12 Desember 2014 pukul 14.00
 Diagnosa Keperawatan : defiisi dan klasifikasi 2009-2011/editor, T. Heather
Herdman ; ahli bahasa, Made Surmawati, Dwi Widiatri, Estu Tiar ; editor edisi
bahasa Indonesia, Monica Ester, – Jakarta : EGC, 2010
 Buku saku diagnosa dengan intervensi NIC dan criteria hasil NOC/ Judith M.
Wilkinson : ahli bahasa, Widyawati.. [et al.] : editor edisi Bahasa Indonesia, Eny
Meiliya, Monica Ester. – Ed. 7. – Jakarta : EGC, 2006

Anda mungkin juga menyukai