Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DIFTERI

A. DEFINISI
Difteri adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphtheria, suatu bakteri Gram positif fakultatif anaerob. Penyakit ini ditandai
dengan sakit tenggorokan, demam, malaise dan pada pemeriksaan ditemukan
pseudomembran pada tonsil, faring, dan / atau rongga hidung (Buescher ES, 2016)
Difteri adalah penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung atau
droplet dari penderita. Pemeriksaan khas menunjukkan pseudomembran tampak
kotor dan berwarna putih keabuan yang dapat menyebabkan penyumbatan karena
peradangan tonsil dan meluas ke struktur yang berdekatan sehingga dapat
menyebabkan bull neck. Membran mudah berdarah apabila dilakukan
pengangkatan Buescher ES, 2016).

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan tingkat keparahannya, dibagi menjadi 3 tingkat yaitu (Nurarif &
Kusuma, 2015) :
1. Infeksi ringan : bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung
dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang : bila pseudomembran telah menyaring sampai faring (dinding
belakang rongga mulut), sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
3. Infeksi berat : bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala
komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralysis (kelemahan
anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
Berdasarkan letaknya, digolongkan sebagai berikut :
1. Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek,
kemudian secret yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari
pseudomembran. Penyebaran pseudomembran dapat mencapai faring dan
laring.
2. Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa
penderita akibat gagal nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin
ringan tanpa pembentukan pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan
memberikan imunitas pada penderita.Pada kondisi yang lebih berat diawali
dengan radang tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu
tinggi, pseudomembran awalnya hanya berupa bercak putih keabu-abuan yang
cepat meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau, dan ada pembengkakan
regional leher tampak seperti leher sapi (bull’s neck). Dapat terjadi sakit
menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi walaupun belum terjadi
sumbatan laring.
3. Difteri laring dan trakea
Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil, daripada yang
primer. Gejala gangguan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan
bila lebih berat timbul sesak nafas hebat, sianosis, dan tampak retraksi
suprasternal serta epigastrium. Ada bull’s neck, laring tampak kemerahan dan
sembab, banyak sekret, dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila
anak terlihat sesak dan payah sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai
pertolongan pertama.
4. Difteri kutaneus dan vaginal
Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan
pembentukan membrane diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat
nyeri, pada difteri, luka yang terjadi justru tidak terasa apa-apa. Difteri dapat
pula timbul pada daerah konjungtiva dan umbilikus.
5. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada
dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada
konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva
palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.

C. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan melalui
percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan
yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada
atau disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan dan menyebabkan
peradangan. Sifat bakteri Corynebacterium diphteriae :
1. Gram positif
2. Aerob
3. Polimorf
4. Tidak bergerak
5. Tidak berspora
Disamping itu, bakteri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama 10 menit,
tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.
Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar
perbedaan bentuk koloni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium
telurit (Nurarif & Kusuma, 2015).
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala nya yaitu :
1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,
2. Batuk dan pilek yang ringan.
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
4. Mual, muntah , sakit kepala.
5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan
kotor.
6. Kaku leher
Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri tenggorokan, nausea, muntah,
dan disfagia. Selain itu ditandai dengan adanya membran semu di tonsil dan di
sekitarnya, serta pelepasan eksotoksin, yang dapat menimbulkan gejala umum
(seperti penyakit infeksi) atau lokal (seperti tampak keluhan nyeri) (Nurarif &
Kusuma, 2015).

E. PATOFISIOLOGI
Biasanya bakteri berkembang biak pada atau di sekitar permukaan selaput
lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai
ke hidung, maka hidung akan berair. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan
ke pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara
menyempit dan terjadi gangguan pernafasan. Bakteri ini ditularkan melalui
percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan
toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan
kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf.
Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini banyak bergantung pada efek
eksotoksin yang diproduksi. Toksin menghambat pembuatan protein sel sehingga
sel mati. Nekrosis jaringan pada tempat menempelnya kuman akan menunjang
perkembang-biakan kuman dan produksi toksin selanjutnya, serta pembentukan
membran yang melekat erat pada dasarnya. Basil hidup dan berkembang biak pada
traktus respiratorius bagian atas, terlebih bila terdapat peradangan kronis pada
tonsil, sinus dan lain-lain. Tetapi walaupun jarang, basil dapat pula hidup pada
daerah vulva, telinga dan kulit. Pada tempat ini basil membentuk pseudomembran
dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran dapat timbul lokal atau kemudian
menyebar dari faring atau tonsil ke laring dan seluruh traktus respiratorius bagian
atas sehingga menimbulkan gejala yang lebih berat. Kelenjar getah bening
sekitarnya akan mengalami hiperplasia dan mengandung toksin (Nurarif &
Kusuma, 2015).
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul pada pasien difteri (Nurarif & Kusuma, 2015) adalah:
1. Miokarditis
Biasanya timbul akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga perjalanan
penyakit. Pemerikasaan Fisik : Irama derap, bunyi jantung melemah atau
meredup, kadang-kadang ditemukan tanda-tanda payah jantung.
2. Kolaps perifer
3. Obstruksi jalan nafas dengan segala akibatnya, bronkopneumonia dan
atelektasis
4. Urogenital : dapat terjadi nefritis
Penderita difteri (10%) akan mengalami komplikasi yg mengenai sistem susunan
saraf terutama sistem motorik. Terjadi pada akhir minggu pertama perjalanan
penyakit.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Langkah - langkah pemeriksaan :
1. Bakteriologik.
Preparat apusan kuman difteri dari bahan apusan mukosa hidung dan tenggorok
(nasofaringeal swab)
2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitungjenis, eritros it, albumin
3. Urin lengkap : aspek, protein dan sedimen
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinin (bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6. EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang sel otot jantung
dilakukan sejak hari 1 perawatan lalu minimal 1x seminggu, kecuali bila ada
indikasi biasa diiakukan 2-3xseminggu.
7. Pemeriksaan radiografi toraks untuk mengecek adanya hiperinflasi.
8. Tes schick (Nurarif & Kusuma, 2015).

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan (Nurarif & Kusuma, 2015) :
Tindakan Umum :
1. Perawatan tirah baring selama 2 minggu dalam ruang isolasi
2. Memperhatikan intake cairan dan makanan. Bentuk makanan disesuaikan
dengan toleransi, untuk hal ini dapat diberikan makanan lunak, saring/cair, bila
perlu sonde lambung jika ada kesukaran menelan (terutama pada paralisis
palatum molle dan otot-otot faring).
3. Pastikan kemudahan defekasi. Jika perlu berikan ohat-obat pembantu defekasi
(klisma, laksansia, stool softener) untuk mencegah mengedan berlebihan.
4. Bila anak gelisah beri sedative berupa diazepam/luminal
5. Pemberian antitusif untukmengurangi batuk (difteri laring)
6. Aspirasi sekret secara periodik terutama untuk difteri laring.
7. Bila ada tanda-tanda obstruksi jalan nafas segera berikan Oksigen atau
Trakeostomi
Tindakan Spesifik :
1. Serum Anti Difteri (SAD) Dosis diberikan berdasarkan atas luasnya membran
dan beratnya penyakit. Dosis 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas
membran menutupi sebagian/seluruh tonsil secara unilateral/bilateral. Dosis
80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas membran menutupi hingga meiewati
tonsil, meluas ke uvula, palatum molle dan dinding faring. Dosis 120.000 IU
untuk difteri sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi difteri laring dan
faring, komplikasi berupa miokarditis, kolaps sirkulasi dan kasus lanjut. SAD
diberikan dalam dosis tunggal melalui IV dengan cara melarutkannya dalam
200 cc NaCl 0,9 %. Pemberian selesai dalam waktu 2 jam (sekitar 34
tetes/menit).
2. Antibiotik Penicillin prokain diberikan 100.000 IU/kgBB selama 10 hari,
maksimal 3 gram/hari. Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kg BB secara oral 3-4
kali/hari selama 10 hari.
3. Kortikosteroid Diindikasikan pada difteri berat dan sangat berat (membran luas,
komplikasi bull neck). Dapat diberikan Prednison 2 mg/kg BB/hari selama 3
minggu atau Deksametason 0,5-1 mg/kgBB/hari secara IV (terutama untuk
toksemia).

I. WOC
(Terlampir)

J. PENATALAKSANAAN
a. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien : suhu tubuh diatas normal.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang di derita pasien saat berada di rumah sakit : suhu
tubuh diatas normal, menggigil, mual muntah.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6. Riwayat Imunisasi
Imunisasi yang pernah diperoleh
7. Aktivitas/istirahat:
Adanya kesulitan aktivitas akibat kelemahan
8. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia dan hipertensi arterial. Akral hangat atau akral dingin, pucat,
adanya sianosis, CRT <2 detik atau >2 detik, nadi teraba kuat atau lemah,
irama jantung teratur atau tidak teratur.
9. Integritas ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
10. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
11. Makanan/cairan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia.
12. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada
bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi
yang sama di muka.
13. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
14. Respirasi
Memeriksa ventilasi meningkat/menurun, kapasitas vital meningkat /
menurun, diameter thoraks anterior-posterior meningkat/menurun, tekanan
ekspirasi meningkat/menurun, tekanan inspirasi meningkat / menurun,
ada/tidak dipsnea, ada/tidak pernapasan cuping hidung, frekuensi napas,
kedalaman napas, ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan
nafas. Adanya suara nafas tambahan : whezing, ronchi, veskuler,
bronkhoveskuler.
15. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan
mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
16. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia.
2. Nyeri akut.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif.
4. Pola nafas tidak efektif.
5. Resiko defisit nutrisi.
6. Resiko Infeksi
7. Gangguan komunikasi verbal
8. Intoleransi aktivitas

c. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen
Penyebab : tindakan asuhan Hipertermia
 Dehidrasi keperawatan ...x 24 jam Observasi :
 Terpapar diharapkan 1. Identifikasi
lingkungan panas thermoregulasi membaik penyebab
 Proses penyakit Kriteria Hasil : hipertermia (mis.
(mis. infeksi, 1. Menggigil menurun dehidrasi, terpapar
kanker) 2. Kulit merah menurun lingkungan panas,

 Ketidaksesuaian 3. Kejang menurun penggunaan

pakaian dengan 4. Akrosianosis inkubator)

suhu lingkungan menurun 2. Monitor suhu

 Peningkatan laju 5. Konsumsi oksigen tubuh

metabolisme menurun 3. Monitor kadar

 Respon trauma 6. Piioereksi menurun elektrolit


7. Vasokonstriksi perifer 4. Monitor haluaran
 Aktivitas
menurun urine
berlebihan
8. Kutis memorata 5. Monitor
 Penggunaan
menurun komplikasi akibat
inkubator 9. Pucat menurun hipertermia
Ditandai dengan : 10. Takikardi menurun Terapeutik :
Gejala dan Tanda 11. ` Takipnea menurun 1. Sediakan
Mayor 12. Bradikardi menurun lingkungan yang
Objektif : 13. Dasar kuku sianoiik dingin
1. Suhu tubuh menurun 2. Longgarkan atau
diatas nilai 14. Hipoksia menurun lepaskan pakaian
normal. 15. Suhu tubuh membaik 3. Basahi dan kipasi
Gejala dan Tanda 16. Suhu kulit membaik permukaan tubuh
Minor 17. Kadar glukosa darah 4. Berikan cairan oral
Objektif : membaik 5. Ganti finen setiap
1. Kulit merah 18. Pengisian kapiler hari atau lebih
2. Kejang membaik sering jika
3. Takikardi 19. Ventilasi membaik mengalami
4. Takipnea hiperhidrosis
5. Kulit terasa (keringat berlebih)
hangat 6. Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
selimut hipotermia
atau kompres
dingin pada dahi,
leher,
7. dada, abdomen,
aksila)
8. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
9. Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Penyebab : tindakan asuhan Observasi :
 Agen pencedera keperawatan ...x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
fisiologis (misal : diharapkan tingkat nyeri karaktersitik, durasi,
inflamasi, menurun. frekuensi, kualitas,
iskemia, Kriteria Hasil : intensitas nyeri.
neoplasma) 1. Kemampuan 2. Identifikasi skala
 Agen pencedera menuntaskan aktivitas nyeri.
kimiawi (misal : meningkat. 3. Identifikasi respon
terbakar, bahan 2. Keluhan nyeri nyeri dan verbal
kimia iritan) menurun. 4. Identifikasi faktor
 Agen pencedera 3. Kesulitan tidur yang memperberat
fisik (misal : menurun. dan memperingan
abses, amputasi, 4. Frekuensi nadi nyeri.
terbakar, membaik. Terapeutik :
terpotong, 5. Pola nafas membaik. 1. Berikan teknik non
mengangkat 6. Tekanan darah farmakologis untuk
berat, prosedur membaik. mengurangi nyeri
operasi, trauma, 7. Pola tidur membaik. (relaksasi, distraksi,
latihan fisik 8. Nafsu makan terapi pijat,
berlebihan) membaik. aromaterapi.
Ditandai dengan : 2. Kontrol lingkungan
Gejala dan Tanda yang memperberat
Mayor rasa nyeri (suhu
Subjektif : ruangan,
1. Mengeluh nyeri pencahayaan,
P: kebisingan)
Q: 3. Fasilitasi istirahat
R: tidur.
S: Edukasi :
T: 1. Jelaskan penyebab,
Objektif : periode dan pemicu
1. Tampak nyeri.
meringis 2. Jelaskan strategi
2. Gelisah meredakan nyeri.
3. Frekuensi nadi 3. Ajarkan teknik
meningkat nonfarmakologis.
4. Sulit tidur Kolaborasi :
1. Kolaborasi
Gejala dan Tanda pemberian
Minor analgetik.
Objektif :
1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola napas
berubah
3. Nafsu makan
berubah
4. Proses berfikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada
diri sendiri
7. Diaforesis
3. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Manajemen Jalan
tidak efektif tindakan asuhan Napas
Penyebab : keperawatan ...x24 jam Observasi :
 Spasme jalan diharapkan bersihan jalan 1. Monitor pola napas
napas napas meningkat. (frekuensi,
 Hipersekresi Kriteria Hasil : kedalaman, usaha
jalan napas 1. Batuk efektif napas).
 Disfungsi meningkat. 2. Monitor bunyi
neuromuskuler 2. Produksi sputum napas tambahan

 Benda asing menurun. (gurgling, mengi,

dalam jalan napas 3. Mengi menurun. wheezing, ronkhi

 Adanya jalan 4. Wheezing menurun. kering)

napas buatan 5. Dipsnea menurun. 3. Monitor sputum

 Sekresi yang 6. Ortopnea menurun. (jumlah, warna,

tertahan 7. Sulit bicara menurun. aroma)


8. Sianosis menurun. Terapeutik :
 Hiperplasia
9. Gelisah menurun. 1. Posisikan semi
dinding jalan
10. Frekuensi napas fowler atau fowler.
napas
membaik. 2. Berikan minum
 Proses infeksi
11. Pola napas membaik. hangat.
 Respon alergi
3. Lakukan fisioterapi
 Efek agen
dada, jika perlu.
farmakologis
4. Lakukan
(misal : anastesi)
penghisapan lendir
Ditandai dengan : kurang dari 15
Gejala dan Tanda detik.
Mayor 5. Berikan oksigen,
Objektif : jika perlu.
1. Batuk tidak Edukasi :
efektif 1. Anjurkan asupan
2. Tidak mampu cairan 2000
batuk ml/hari.
3. Sputum berlebih 2. Anjurkan teknik
4. Mengi, batuk efektif.
wheezing dan Kolaborasi :
ronkhi kering 1. Kolaborasi
5. Mokonium di pemberian
jalan napas bronkodilator
(pada neonatus) ekspektoran,
Gejala dan Tanda mukolitik, jika
Minor perlu.
Subjektif :
1. Dipsnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif :
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas
menurun
4. Frekuensi napas
berubah
5. Pola napas
berubah

4. Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan


efektif tindakan asuhan Nafas
Penyebab : keperawatan ...x 24 jam Observasi :
 Depresi pusat pola napas membaik. 1. Monitor pola napas
pernapasan Kriteria Hasil : (frekuensi,
 Hambatan upaya 1. Ventilasi semenit kedalaman, usaha
napas (misal : meningkat napas).
2. Kapasitas vital 2. Monitor bunyi napas
nyeri saat meningkat tambahan (gurgling,
bernapas, 3. Diameter thoraks mengi, wheezing,
kelemahan otot anterior-posterior ronkhi kering)
pernapasan) meningkat 3. Monitor sputum
 Deformitas 4. Tekanan ekspirasi (jumlah, warna,
dinding dada meningkat aroma)
 Gangguan 5. Tekanan inspirasi Terapeutik :
neuromuskular meningkat 1. Posisikan semi
 Gangguan 6. Dipsnea menurun fowler atau fowler.
neurologis (misal 7. Pernapasan cuping 2. Berikan minum
: EEG positif, hidung menurun hangat.
cedera kepala, 8. Frekuensi napas 3. Lakukan fisioterapi
gangguan kejang) membaik dada, jika perlu.

 Imaturitas 9. Kedalaman napas 4. Lakukan

neurologis membaik penghisapan lendir

 Penurunan energi 10. Ekskursi dada kurang dari 15 detik.

 Obesitas membaik 5. Berikan oksigen,


jika perlu.
 Posisi tubuh yang
Edukasi :
menghambat
1. Anjurkan asupan
ekspansi paru
cairan 2000 ml/hari.
 Sindrom
2. Anjurkan teknik
hipoventilasi
batuk efektif.
 Kerusakan
Kolaborasi :
inevarsi
1. Kolaborasi
diafragma
pemberian
 Cedera pada
bronkodilator
medula spinalis
ekspektoran,
 Efek agen
mukolitik, jika
farmakologis
perlu.
 Kecemasan
Ditandai dengan :
Gejala dan Tanda
Mayor
Subjektif :
1. Dipsnea
Objektif :
1. Penggunaan oto
bantu
pernapasan
2. Fase ekspirasi
memanjang
3. Pola napas
abnormal (misal
: takipnea,
bradipnea,
hiperventilasi,
kussmaul,
cheyne-stokes)
Gejala dan Tanda
Minor
Subjektif :
1. Ortopnea
Obejktif :
1. Penapasan
pursed-lip
2. Pernapasan
cuping hidung
3. Diameter
thoraks anterior-
posterior
meningkat
4. Ventilasi
semenit
menurun
5. Kapasitas vital
menurun
6. Tekanan
ekspirasi
menurun
7. Tekanan
inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada
berubah

5. Resiko defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


nutrisi dengan tindakan keperawatan Observasi
faktor yang selama….x 24 jam, 1. Identifikasi status
berhubungan : status nutrisi membaik nutrisi.
 Ketidak Kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi
mampuan 1. Porsi makanan yang dan intoleransi
menelan dihabiskan meningkat. makanan.
makanan. 2. Berat badan membaik. 3. Identifikasi
 Ketidakmamp 3. Indeks masa tubuh mkanan ang
uan mencerna (IMT) membaik. disukai.
makanan. 4. Monitor asupan
 Ketidakmamp makanan,
uan 5. Monitor berat
mengabsorsbsi badan.
nutrient. 6. Identifikasi

 Peningkatan perluna

kebutuhan penggunaan selang

metabolisme. nasogastrik.

 Faktor 7. Identifikasi

ekonomi kebutuhan kalori

 Faktor dan jenis nutrien

psikologis. Terapeutik
1. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi.
2. Berikan mkanan
tinggi kalori dan
tinggi protein.
3. Berikan suplemen,
jika perlu
4. Hentikan
pemberian makan
melalui nasogatrik
jik asupan oral
dapat ditoleransi.
5. Fasilitasi
menentukan
pedoman diet.
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan.
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan.
6. Resiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
Faktor resiko: tindakan keperawatan Observasi:
1. Penyakit selama ...x24 jam tingkat 1. Monitor tanda
kronis (mis. infeksi menurun dan gejala
Diabetes Kriteria hasil : infeksi lokal
melitus) 1. Demam menurun dan iskemik
2. Efek prosedur 2. Kemerahan Terapeutik :
invasif menurun 1. Batasi jumlah
3. Malnutrisi 3. Nyeri menurun pengunjung
4. Peningkatan 4. Bengkak 2. Cuci tangan
paparan menurun sebelum
organisme 5. Kadar sel darah kontak dengan
patogen putih membaik pasien dan
lingkungan lingkungan
pasien
3. Pertahankan
teknik aseptik
pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi:
1. Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara
mencuci
tangan dengan
benar
3. Ajarkan etika
batuk
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
1. Pemberian
imunisasi (jika
perlu)
7. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Promosi Komunikasi
komunikasi verbal keperawatan selama ... x Efektif
…jam komunikasi verbal 1. Observasi
Penyebab: pasien meningkat dengan a. Identifikasi
□ Penurunan kriteria hasil: prioritas metode
sirkulasi 1. Kemampuan bicara, komunikasi
serebral mendengar meningkat yang digunakan
□ Gangguan 2. Kesesuaian ekspresi sesuai dengan
neuromuskular wajah atau tubuh kemampuan
□ Gangguan meningkat b. Identifikasi
pendengaran 3. afasia menurun sumber pesan
□ Gangguan secara jelas
muskuloskelet 3. Terapeutik
al a. Fasilitas
□ Kelainan mengungkapkan
palatum isi pesan dengan
□ Hambatan jelas
fisik (mis. b. Fasilitas
Terpasang penyampaian
trakheostomi, struktur pesan
intubasi, secara logis
krikotiroidekto c. Dukungan
mi) pasien dan
□ Hambatan keluarga
indivisu (mis, menggunakan
ketakkutan, komunikasi
kecemasan, efektif
merasa malu, 4. Edukasi
emosional) a. Jelaskan
perlunya
DS: komunikasi
□ (tidak tersedia) efektif
DO: b. Ajarkan
□ Tidak mampu memformulasik
berbicara atau an pesan dengan
mendengar dengan tepat
□ Menunjukkan
respon tidak
sesuai
□ Afasia
□ Disfasia
□ Apraksia
□ Disleksia
□ Disartria
□ Afonia
□ Dislasia
□ Pelo
□ Gagap
□ Sulit
menyusun kata
□ Verbalisasi
tidak tepat

8. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi


Penyebab : tindakan keperawatan Observasi
 Ketidakseimba selama….x…jam,  Identifikasi
ngan antara toleransi aktivitas gangguan fungsi
suplai dan meningkat tubuh yang
kebutuhan Kriteria hasil : mengakibatkan
oksigen  Pergerakn kelelahan
 Tirah baring ekstermitas  Monitor kelehan
 kelemahan meningkat fisik dan emosional
 imobilitas  Kekuatan otot  Monitor pola dan
 gaya hidup meningkat jam tidur .
monoton  Rentang gerak ROM  Monitor lokasi
Tanda & Gejala: meningkat ketidaknyamanan
DS :  Kaku sendi menurun selama melakukan
 Mengeluh  Gerakan tidak aktivitas
lelah terkoordinasi
 Dispnea menurun Terapeutik
saat/setelah  Kelemahan fisik  Lakukan latihan
aktivitas menurun rentang gerak
 Merasa lemah pasif/aktif
DO:  Berikan aktivitas
 Frekuensi distraksi yang
jantung menenagkan
meningkat >
20% dari Edukasi
kondisi 3. Anjurkan tirah
istirahat baring

 Tekanan darah 4. Anjurkan

berubah > melakukan

20% dari aktivitas secara

kondisi bertahap

istirahat 5. Anjurkan

 Gambaran menghubungi

EKG perawat jika gejala

menunjukkan kelelahan tidak

aritmia saat berkurang

atau setelah
aktivitas Kolaborasi

 Gambaran 6. Kolaborasi dengan

EKG ahligizi tentang

menunjukkan cara meningkatkan

iskemia asupan makanan

sianosis
DAFTAR PUSTAKA

Buescher ES. 2016. Diphtheria (Corynebacterium diphtheriae). Dalam: Kliegman


RM, Stanton BF, St Geme III JW, Schor NF, penyunting. Nelson
Textbook of Pediatrics. Edisi ke-20 Chapter 187. USA: Elsevier; .h.1345-
51.

Nurarif, A.H., & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta :
MediaAction PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai