Makalah Flu Burung
Makalah Flu Burung
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Komunitas III
Disusun Oleh :
Kelompok 1
CIMAHI
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Asuhan keperawatan komunitas pada pasien Filariasis. Kami berterima kasih kepada
Ibu Reini Astuti Skp.M,kep selaku Dosen mata kuliah Sistem Komunitas III.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dan dapat menambah wawasan bagi
pembaca. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
I
DAFTAR PUSTAKA
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus
dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi
masyarakat karena telah mengakibatkan banyak korban baik unggas maupun
manusia. Pelaporan kasus pertama yang menginfeksi manusia terjadi di
Hongkong pada tahun 1997, yang kemudian menyebar ke Cina (seluruh Asia)
hingga Eropa dan Afrika. Secara global terdapat sekitar 15 negara yang
melaporkan kasus flu burung (H5N1) pada manusia, 4 negara diantaranya berada
di wilayah Asia Tenggara yaitu Bangladesh, Myanmar, Indonesia dan Thailand
(WHO, 2013).
Flu burung pertama kali masuk ke wilayah ASEAN pada tahun 2003 melalui
negara Vietnam, dengan dinyatakannya 3 orang yang menderita penyakit tersebut
dan seluruhnya meninggal. Kemudian pada tahun 2004 jumlah kasus meningkat
menjadi 46 dengan 32 kematian (CFR = 69,56%). Selain itu, negara Thailand juga
telah terinfeksi virus H5N1 di Tahun 2004 (Kemenkes RI, 2013).
Pada akhir tahun 2005 jumlah penderita dan negara yang terinfeksi flu burung
terus bertambah menjadi 90 orang dengan 38 kematian (CFR = 42,22%).
Walaupun jumlah kasus flu burung terus menurun ditahun-tahun berikutnya,
1
tetapi tidak demikian dengan angka kematiannya. Pada tahun 2009 terdapat 27
kasus pada 3 negara di ASEAN dengan 24 kematian (CFR = 88,89%). Kemudian
pada tahun 2010 terjadi penurunan CFR menjadi 58,82% (17 kasus dengan 10
kematian), tetapi kembali meningkat pada tahun 2011 dengan CFR sebesar 90%
(20 kasus dengan 18 kematian) dan mengalami penurunan pada tahun 2012
menjadi 87,5% (16 kasus dengan 14 kematian). Sampai dengan akhir tahun 2012,
terdapat 6 negara di wilayah ASEAN telah terinfeksi flu burung yaitu Vietnam,
Thailand, Indonesia, Laos, Myanmar dan Kamboja (Kemenkes RI, 2013).
Pada tahun 2012 CFR kasus flu burung di Indonesia naik menjadi 100% (9
kasus dengan 9 kematian) dari tahun sebelumnya (Kemenkes RI, 2013b). Selain
menginfeksi ayam, virus tersebut juga dapat menginfeksi babi, kalkun, dan
manusia (Yuliarti, 2006).
Jumlah konfirmasi kasus flu burung di Indonesia paling banyak dilaporkan pada
tahun 2006, setelah itu jumlah kasus flu burung terus menurun dari tahun ke
tahun, yaitu dari 55 kasus pada tahun 2006 menjadi 9 kasus pada tahun 2012.
Sampai dengan tahun 2012 terdapat ada 15 provinsi yang tertular Flu Burung,
yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,Sumatera Selatan, Bengkulu,
Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur,
Banten, Bali, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (Kemenkes RI, 2013b).
Berdasarkan laporan resmi WHO, sampai dengan April 2014 konfirmasi kasus
flu burung pada manusia di Indonesia tercatat sebanyak 195 kasus dengan 163
kematian (WHO, 2014).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang Dimaksud dengan Flu Burung?
2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab Flu Burung?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami penyakit Flu
Burung?
2
C. TUJUAN PENULIS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Flu Burung atau Avian influenza disebabkan oleh subtype tertentu dari
virus influenza A pada populasi binatang, terutama ayam. Infeksi virus avian
influenza A (H5N1) pada manusia pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun
1997 dan menyebabkan outbreak di Hongkong. Sesudah itu, strain H9 dan H7
juga dilaporkan menyebabkan infeksi pada manusia (WHO, 2005).
Dikenal beberapa tipe virus influenza yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C.
Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N).
Influenza pada manusia disebabkan virus jenis H1N1, H2N2 dan H3N2.
3
Sedangkan avian influenza disebabkan virus jenis H5N1, H9N1, dan H7N2.
Strain yang sangat virulen penyebab flu burung adalah subtipe A H5N1
(Depkes, 2005). Virus influenza A (H5N1) termasuk orthomixovirus. Tipe
virion berselubung, sferis (100 nm), dengan sebuah nukleokapsid heliks
simetris yang dikelilingi segmennegative-stranded RNA. Bagian dalam
selubung dibatasi matriks protein (M) dan bagian luar oleh peplomer
glikoprotein hemaglutinin (HA) berbentuk batang yang merupakan homotrimer
dari membran glikoprotein kelas I dan molekul neuraminidase (NA) berbentuk
cendawan yang merupakan tetramer dari membran protein kelas II (Kristina,
2005).
Strain H5N1 yang virulen berbeda dari strain avian yang lain, ini
terletak pada hubungan antara pemecahan HA dan derajat virulensi. Pada strain
yang virulen, HA terdiri dari banyak asam amino dasar pada lokasi pemecahan,
yang dipecah secara intraseluler oleh protease endogen. Sedangkan pada kasus
strain avian yang avirulen seperti virus influenza A non-avian, HA kehilangan
residu asam amino dasar, karenanya tidak menjadi sasaran pemecahan protease.
Selain itu, semua tipe virus influenza A secara antigenik labil, beradaptasi
dengan baik untuk menghindari pertahanan tubuh dan kekurangan mekanisme
untuk proof reading; karenanya konstan. Perubahan kecil dan permanen pada
komposisi antigen sangat sering terjadi yang dikenal dengan antigenic drift.
Karakteristik penting lain adalah antigenic shift akibat reassortment materi
genetik dari spesies yang berbeda sehingga menghasilkan variabilitas pada HA
spikes, menjaga struktur dasar virus tetap konstan (Kristina, 2005).
Pada proses antigenic drift terjadi perubahan susunan asam amino pada
waktu gen melakukan enconding antigen permukaan setiap kali virus
bereplikasi sehingga menghasilkan galur baru. Sedangkan pada proses
antigenic shift terjadi bila 2 virus yang berbeda dari 2 penjamu berbeda
menginfeksi penjamu lain yang akan menghasilkan virus baru yang
4
kemungkinan mampu untuk menginfeksi penjamu lain termasuk manusia
(Syahdrajat, 2007).
Virus H5N1 dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C
dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas
yang sakit dapat bertahan lebih lama. Virus akan mati pada pemanasan 60°C
selama 30 menit atau 56°C selama 3 jam dan dengan deterjen, desinfektan
misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodin. 2,6 Hasil studi
menunjukkan bahwa unggas yang sakit mengeluarkan virus influenza A
(H5N1) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Penyebaran penyakit ini
terjadi di antara populasi unggas satu peternakan, bahkan dapat menyebar dari
satu peternakan ke peternakan daerah lain. Secara umum virus flu burung tidak
menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi
lebih ganas dan menyerang manusia. Penularan penyakit ini kepada manusia
dapat melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja
atau sekreta unggas yang terserang flu burung. Belum ada bukti terjadi
penularan dari manusia ke manusia (Depkes, 2005).
2. Masa Inkubasi
Menurut Iwandarmansjah (2007), masa inkubasi pada flu burung ini dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
3. Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. virus influenza
termasuk famili orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah bentuk
dan dapat menyebabkan epidemic dan pandemic. Virus influenza tipe A terdiri
dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidse (N), kedua huruf ini digunakan sebagai
5
identifikasi kode subtype flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia
hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N1, H7N7. Sedangkan
pada binatang H1-H5 dan N1-N9.
4. Patogenesis
Penyakit influenza dimulai dengan infeksi virus pada sel epitel saluran
nafas. Virus ini kemudian memperbanyak diri (replikasi) dengan sangat cepat
hingga mengakibatkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi lapisan epitel
saluran nafas. Pada tahap awal, respons imun innate akan menghambat replikasi
virus, apabila kemudian terjadi reexposure, respons imun adaptif yang bersifat
antigen spesifik mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan
respons lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan sitokin
proinflamasi termasuk IL-1, IL-6, dan TNF-a yang kemudian masuk ke
sirkulasi sistemik dan menyebabkan gejala sistemik influenza seperti demam,
malaise, dan mialgia. Umumnya influenza bersifat self limiting dan virus
terbatas pada saluran nafas (Redaksi infeksi.com, 2007). Infeksi strain H5N1
yang sangat patogen memicu respons imun yang tidak cukup sehingga
menyebabkan respons inflamasi sistemik. Kemampuan strain H5N1 untuk
menghindari mekanisme pertahanan tubuh (sitokin) berperan pada patogenitas
dari strain ini. Pada infeksi H5N1, sitokin yang diperlukan untuk menekan
replikasi virus, terbentuk secara berlebihan (cytokine storm) yang justru
menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas dan berat. Terjadi pneumonia
virus berupa pneumonitis interstisial. Proses berlanjut dengan terjadinya
eksudasi dan edema intraalveolar, mobilisasi sel radang dan eritrosit dari
kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblas. Sel radang
akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini
dikenal dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Difusi oksigen
terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain (anoxic
multiorgan dysfunction) (Redaksi infeksi.com, 2007).
6
Manusia bisa terinfeksi atau terjangkit oleh virus H5N1 melalui
(Depkes. 2005):
a. Kontak dengan unggas yang terinfeksi saat membawa, mengangkut,
menyembelih dan memproses unggas atau terinfeksi kotoran unggas.
b. Makan darah unggas mentah, marus dan makan telur atau daging unggas
setengah matang.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis flu burung pada manusia mirip dengan gejala flu pada
umumnya seperti (Depkes. 2005):
a. Mendadak mengalami demam tinggi dan berkelanjutan hingga di atas 380C.
b. Mengalami sesak nafas.
c. Batuk.
d. Sakit kepala, terasa ngilu di persendian lengan, kaki dan punggung (sakit
akan meningkat saat batuk). Mungkin juga terasa sakit di sekitar mata.
e. Penyakit dapat berkembang dengan cepat dan menimbulkan permasalahan
pada pernafasan hingga akhirnya menurunkan kondisi tubuh. Perawatan
yang terlambat akan mengakibatkan pasien meninggal.
6. Penatalaksanaan
Pada saat ini, tidak ada vaksin yang mampu mencegah penyakit ini jika
sudah berjangkit pada manusia dan penanganannya pun sukar dilakukan. Maka
dari itu pencegahan Flu Burung sangatlah penting. Bisa saja unggas tetap
tampak sehat meskipun ia membawa virus H5N1. Untuk mencegah
berjangkitnya virus Flu Burung secara aktif, ikuti petunjuk berikut (CBAIC,
2007):
7
b. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah kontak dengan unggas
dan produk unggas lainnya, sebelum menyiapkan makanan dan sebelum
makan.
c. Beli unggas yang sehat.
d. Jangan makan darah mentah, marus dan daging unggas atau telur setengah
matang.
e. Jangan menyembelih unggas sakit.
f. Jangan makan unggas mati atau sakit.
g. Hindari kontak dengan sumber yang terinfeksi.
h. Jangan biarkan anak-anak melakukan kontak dengan unggas atau bermain
di dekat kandang.
i. Jangan biarkan unggas berkeliaran di dalam rumah.
j. Hindari kontak yang tak perlu dengan unggas, bahkan unggas yang sehat
sekali
8
Menurut A. Guillard (1985), demografi adalah elements de
statistique humaine on demographic compares. Defenisi demografi
antara lain.
a) Demografi merupakan studi ilmiah yang menyangkut masalah
kependudukan, terutama dalam kaitannya dengan jumlah, struktur
dan perkembangan suatu penduduk.
b) Demografi merupakan studi statistik dan matematis tentang besar,
komposisi, dan distribusi penduduk, serta peruban-perubahannya
sepanjang masa melalui komponen demografi, yaitu kelahiran,
kematian, perkawinan, dan mobilitas sosial.
c) Demografi merupakan studi tentang jumlah, penyebaran teritorial
dan komponen penduduk, serta perubahan-perubahan dan sebab-
sebabnya.
3) Ethnicitic
Etnik adalah seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh
kelompok tertentu (kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah
sekumpulan individu yang mempunyai budaya dan sosial yang unik
serta menurunkannya kepada generasi berikutnya. Etnik berbeda
dengan ras. Ras merupakan sistim pengklasifikasian manusia
berdasarkan karakteristik visik, pegmentasi, bentuk tubuh, bentuk
wajah, bulu pada tubuh, dan bentuk kepala. Sedangkan budaya
merupakan keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau yang diajarkan
manusia kepada generasi berikutnya. (Efendi ferry dan Makhfudli
,2009).
4) Values and beliefs
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia,
mengenal apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai
budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
9
budaya baik atau buruk. Sedangkan, norma budaya adalah aturan sosial
atau patokan perilaku yang dianggap pantas. Norma budaya merupakan
sesuatu kaidah yang memiliki sifat penerapan terbatas pada penganut
budaya terkait. Nilai dan norma yang diyakini oleh individu tampak di
dalam masyarakat sebagai gaya hidup sehari-hari (Efendi ferry dan
Makhfudli, 2009).
b. Subsistem
1) Lingkungan Fisik
Perumahan : rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan,
sirkulasi, kepadatan dan lingkungan di sekitar rumah.
2) Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi
dini gangguan atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah
terjadi
3) Ekonomi
Tingkat social ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah
sesuai dengan upah minimum regional (UMR), dibawah UMR atau
diatas UMR sehingga upaya kesehatan yang diberikan dapat terjangkau,
misalnya anjuaran untuk konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi
tersebut.
4) Transportasi dan Keamanan
Keamanan dan keselamatan lingkungan tempat tinggal : apakah
tidak menimbulkan stress.
5) Politik dan pemerintahan
Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan :
apakah cukup menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat
pelayanan diberbagai bidang termasuk kesehatan.
6) Komunikasi
10
Sarana komunikasi apa saja yang dimanfaatkan di komuitas
tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan
nutrisi misalnya televisi, radio, koran atau leaf let yang diberikan
kepada komunitas.
7) Education
Apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk
meingkatkan pengetahuan?
8) Rekreasi
Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka dan apakah
biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat
digunakan komunitas untuk megurangi stress. (R. Fallen & R Budi Dwi
K, 2010).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari,
maka kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang
mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang imbul pada masyarakat
tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disusun diagnose keperawatan
komunitas dimana terdiri dari : masalah kesehatan, karakteristik populasi, dan
karakteristik lingkungan. ( R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010 ).
3. RENCANA KEPERAWATAN
Tahap kedua dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa
yang harus dilakukan untuk membantu sasaran dalam upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Langkah pertama dalam tahap perencanaan
adalah menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang
telah ditetapkan sesuai dengan diagnose keperawatan. Dalam menentukan
tahap berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan maka ada 2 faktor yang
11
mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu
sifat masalah dan sumber atau potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga
yang tersedia.
Dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahapan
sebagai berikut :
a. Tahap persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan
cara untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari dan bekerjasama
dengan masyarakat.
b. Tahap pengorganisasian
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk
menumbuhkan kepedulian terhadap kesehatan dalam masyarakat.
Kelompok kerja kesehatan (Pokjakes) adalah suatu wadah kegiatan yang
dibentuk oleh masyarakat secara bergotong royong untuk menolong diri
mereka sendiri dalam mengenal dan memecahkan masalah atau kebutuhan
kesehatan dan kesejahteraan, meningkatkan kemampuan masyarakat
berperan serta dalam pembangunan kesehatan di wilayahya.
c. Tahap pendidikan dan latihan
1) Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
2) Melakukan pengkajian
3) Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose keperawatan
4) Melatih kader
5) Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga, dan masyarakat
d. Tahap formasi dan kepemimpinan
e. Tahap koordinasi intersektoral
f. Tahap ahkir
Dengan melakukan supervise atau kunjungan bertahap untuk
mengevaluasi serta memberikan umpan balik untuk perbaikan kegiatan
12
kelompok kerja kesehatan lebih lanjut. Untuk lebih singkatnya perencanaan
dapat diperoleh dengan tahapan sebagai berikut :
1) Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi
2) Demonstrasi pengolahan dan pemilihan yang baik
3) Melakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan kurang gizi melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium
4) Bekerja dengan aparat Pemda setempat untuk mengamankan
lingkungan atau komunitas bila stressor dari lingkungan.
5) Rujukan ke rumah sakit bila diperlukan
4. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan melibatkan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sepenuhnya dalam mengatasi
masalah kesehatan dan keperawat yang dihadapi. Hal-hal yang yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksaan kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat
adalah:
Melaksanakan kerja sama lintas program dan linytas sektoral dengan instansi
terkait
a. Pencegahan primer
13
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsian dan
diaplikasikannya kedalam populasi sehat pada umumnya dan perlindungan
khusus terhadap penyakit
b. Pencegahan sekunder
c. Pencegahan tersier
5. EVALUASI
14
b. Perkembangan atau kemajuan proses
c. Efensiensi biaya
d. Efektifitas kerja
e. Dampak : apakah status kesehatan meningkat/ menurun , dalam rangka
waktu berapa?
Perubahan ini dapat diamati seperti gambar dibawah ini :
Keterangan:
= Peran perawat
15
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Data inti komunitas Meliputi :
a. Data Demografi
Jumlah Penduduk : 250 Jiwa
1) Berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Desa X %
16
10 50-65 tahun 13 10 23
11 > 65 tahun 12 18 30
Total 113 137 250
Berdasarkan tabel distribusi umur, menunjukkan bahwa kelompok
umur tertinggi yaitu dewasa berjumlah 55 orang (22%) , sedangkan
kelompok umur yang terendah adalah kelompok umur 0-5 tahun berjumlah
5 orang (2%).
b. Ethnicity
Distribusi keluarga berdasarkan ethnicity atau suku
No Suku Desa X %
2 Jawa 50 25%
1 Islam 230 88
2 Kristen 10 7
3 Katolik 10 5
17
Berdasarkan hasil study dokumen penduduk berdasarkan agama,
menunjukkan bahwa yang beragama islam yaitu 230 orang (88%) sedangkan
yang beragama katolik 10 orang (7%), Kristen 10 0rang (%) , hindu, budha
tidak ada.
d. Data status kesehatan
1) Studi dokumen
Berdasarkan hasil studi dokumen dalam satu tahun terakhir terdata satu
orang yang sakit akibat flu Burung.
e. Nilai-nilai Keyakinan
1) Wawancara :
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 keluarga bahwa masyarakat tidak
percaya
18
b) 41% warga yang pernah menderita flu burung tidak pernah
mendapatkan penyuluhan tentang flu burung
2) Wawancara :
a) Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 keluarga yang mengatakan
banyak yang mengalami demam disertai batuk pilek dan masyarakat
yang menderita flu burung tidak memeriksakan/mengontrol
kesehatannya ke puskesmas. Dan hanya menggunakan obat warung.
c. Ekonomi
1) Angket
Berdasarkan hasil angket bahwa 70% warga mempunyai
ekonomi yang rendah.
d. Transportasi Keamanan
1) Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar penduduk menggunakan
angkutan umum berupa angkot dan ojeg, ada beberapa kepala keluarga
yang sudah mempunyai kendaraan pribadi berupa kendaraan roda dua
( sepeda, sepeda motor).
2) Observasi
Dari hasil observasi warga terlihat berangkat kerja dengan
menggunakan angkot, bus jemputan pabrik dan sepeda motor.
19
2) Observasi
Dari hasil observasi terlihat adanya peran aktif Rt Rw dan kader
dalam masyarakat, terdapat adanya layanan posyandu walaupun kader
dan petugas puskesmas tidak memberikan pelayanan yang baik.
f. Komunikasi
1) Wawancara
Dari hasil wawancara hampir semua rumah warga mempunyai
alat komunikasi HP, TV, radio dan internet.
2) Angket
Dari hasil angket bahwa 80% warga mempunyai alat
komunikasi.
3) Obsrevasi
Setelah dilakukan pemeriksaan hampir semua rumah
mempunyai alat komunikasi hp, tv, radio dan internet tetapi tidak
terlihat adanya media atau leaflet atau brosur tentang kesehatan.
g. Pendidikan
1) Study Dokumen:
Berdasarkan study dokumen tingkat pendidikan terakhir
diketahui bahwa tingkat pendidikan terakhir tertinggi yaitu SD
sebanyak 200 orang (50%), sedangkan yang terendah yaitu >S1
sebanyak 1 orang (0,25%).
2) Wawancara :
a) Berdasarkan hasil wawancara, tokoh masyarakat mengatakan
banyak warganya yang belum paham tentang penyakit flu burung
yang sedang terjadi di daerah mereka.
20
h. Rekreasi
1) Observasi :
Berdasarkan hasil observasi bahwa tidak terdapat taman rekreasi di
Desa X
3. Data Persepsi
a. Persepsi Perawat
Berdasarkan hasil FGD menyatakan bahwa terdapat angka kesakitan
dan angka kematian akibat flu burung
B. ANALISA DATA
NO DATA PROBLEM
Hasil angket :
21
mengenali secara dini penyakit
Filariasis (Kaki Gajah) kurang
baik.
2. Berdasarkan hasil angket 52%
kemampuan penduduk dalam
mencegah atau merawat
anggota keluarganya dari
penyakit Filariasis (Kaki
Gajah) kurang baik
3. Berdasarkan hasil angket
Angka bebas jentik di Desa X
sebesar 58% yang berarti ada
42% rumah tangga positif
jentik
Observasi:
1. Berdasarkan hasil observasi
terlihat masih banyak
genangan air dan tumpukan
sampah
Wawancara :
22
kaki dan masyarakat yang
menderita filariasis tidak
memeriksakan/mengontrol
kesehatannya ke puskesmas.
Dan hanya menggunakan
obat warung.
Angket:
23
pencegahan karena tidak ada
sanksi.
Hasil Wawancara
C. RENCANA KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS (MASALAH FILARIASIS)
24
Studi dokumentasi : Perilaku Kesehatan PREVENSI PREVENSI PRIMER
Cenderung PRIMER
2. Hasil studi dokumen kasus Pendidikan kesehatan
Beresiko
Filariasis (Kaki Gajah) Pengetahuan : kepada kader untuk
periode Januari hingga manajemen sakit disampaikan kepad
September di desa X, RW akut masyarakat
“A” tertinggi dengan 17
Pengetahuan : Memfasilitasi
kasus dan disusul RW “Y”
proses penyakit pembelajaran
dengan 15 kasus dengan 1
kasus meninggal pada awal Pengetahuan : Pengajaran : kelompok
September. perilaku sehat
Pengajaran
Pengetahuan : prosedur/tindakan
Hasil angket : promosi kesehatan
Manajemen Kasus
4. Berdasarkan hasil angket Pengetahuan : gaya
72% kemampuan penduduk hidup sehat
dalam mengenali secara dini
penyakit Filariasis (Kaki
PREVENSI
Gajah) kurang baik. PREVENSI
5. Berdasarkan hasil angket SEKUNDER SEKUNDER
52% kemampuan penduduk
Kepatuhan Perilaku 1. Modifikasi perilaku:
dalam mencegah atau
a. Mengajak
merawat anggota Perilaku Promosi
masyarakat dalam
keluarganya dari penyakit Kesehatan
meningkatkan rasa
Filariasis (Kaki Gajah)
Pencarian perilaku tanggung jawab
kurang baik
sehat dan kesadaran
6. Berdasarkan hasil angket
terhadap
Angka bebas jentik di Desa Partisipasi dalam
lingkungan dalam
X sebesar 58% yang berarti pengambilan
25
ada 42% rumah tangga keputusan program 3M
positif jentik perawatan kesehatan (Mengubur,
Observasi: Menguras,
Kontrol gejala
2. Berdasarkan hasil observasi Mendaur ulang)
terlihat masih banyak Health beliefs: 2. Modifikasi
genangan air dan tumpukan perceived threat lingkungan
sampah a. Pemberian bubuk
Deteksi faktor resiko
abate atau
Keamanan dan pengasapan
Wawancara :
kesehatan serta (fooging)
2. Berdasarkan hasil perawatan 3. Skrining kesehatan
wawancara dengan 10 lingkungan a. Deteksi din
keluarga yang mengatakan penyakit Malaria
Status kesehatan
banyak yang mengalami pada masyaraka
keluarga
demam yang berulang untuk pencegahan
selama 1 minggu, ada Kompetensi agar penyaki
pembengkakan dibagian komunitas malaria tidak
kaki dan masyarakat yang menambah korban
Respon komunitas
menderita filariasis tidak pada keluarga
terhadap
memeriksakan/mengontrol yang beresiko.
disaster/KLB
kesehatannya ke
puskesmas. Dan hanya Efektifitas skrining
menggunakan obat kesehatan
warung. komunitas
Efektifitias program
komunitas
26
Kontrol resiko
komunitas, penyakit
PREVENSI
PREVENSI
TERSIER TERSIER
Dokumentasi
Rujukan
Konsultasi telepon
Pengembangan kesehatan
masyarakat
Pengembangan program
Pemasaran sosial d
masyarakat
27
Studi Dokumen : Defisiensi PREVENSI PREVENSI PRIMER
Kesehatan PRIMER
1. 46% penduduk yang pernah Pelatihan kader
Komunitas di Desa
menderita Filariasis (Kaki Kompetensi
X 1. Filariasis
Gajah) tidak pernah dilakukan masyarakat
kunjungan rumah oleh tenaga
puskesmas. PREVENSI PREVENSI
SEKUNDER SEKUNDER
Angket: Kontrol terhadap
kelompok balita dan Modifikasi perilaku :
1. Berdasarkan hasil angket
anak usia toodler.
44% warga yang pernah 1. Makukan pembinaan
menderita Filariasis (Kaki kader dalam
Gajah) tidak pernah kemampuan penemuan
Efektifitas program
mendapatkan penyuluhan kasus dan penanganan
masyarakat
tentang Filariasis (Kaki penyakit Filariasis.
Gajah) Fasilitasi kunjungan rumah
2. 59% hambatan yang :
dirasakan dalam melakukan 1. Kerjasama dengan
tindakan pencegahan karena mahasiswa, tim
tidak ada sanksi. puskesmas, kader untuk
melakukan kunjungan
ke keluarga dengan
penderita Filariasis dan
Hasil Wawancara keluarga beresiko
28
5. Berdasarkan hasil Filariasis. Yang
wawancara warga dilakukan secara
menyatakan bahwa manfaat berkala.
melakukan tindakan Manajemen lingkungan
pencegahan seperti 3M komunitas
hanya sebatas lingkungan
1. Ajarkan kembali kader
rumah agar bersih saja.
dalam menangani
6. Berdasarkan hasil
gejala Filariasis, dan
wawancara dengan kepala
melakukan tindakan
desa banyak kader yang
pencegahan penyakit
tidak aktif.
Filariasis dengan cara:
7. Berdasarkan hasil FGD
Menguras, mengubur,
menyatakan bahwa terdapat
menutup dan mendaur
masalah angka kesakitan
ulang.
yang tinggi akibat Filariasis.
PREVENSI
PREVENSI
TERSIER
TERSIER
Penggunaan sumber Pencatatan insidensi kasus
yang ada di
Buku pencatatan
komunitas
Rujukan, Konsultasi
telepon &Tindak lanjut
telepon
(Membentuk group
whatsapp para kader, tim
29
institusi dan tim
puskesmas).
Pengembangan program
kunjungan ke rumah
masyarakat dan pelatihan
kader
30
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Flu Burung atau Avian influenza disebabkan oleh subtype tertentu dari
virus influenza A pada populasi binatang, terutama ayam. Infeksi virus avian
influenza A (H5N1) pada manusia pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun
1997 dan menyebabkan outbreak di Hongkong. Sesudah itu, strain H9 dan H7
juga dilaporkan menyebabkan infeksi pada manusia (WHO, 2005).
Dikenal beberapa tipe virus influenza yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C.
Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N).
Influenza pada manusia disebabkan virus jenis H1N1, H2N2 dan H3N2.
Sedangkan avian influenza disebabkan virus jenis H5N1, H9N1, dan H7N2.
Strain yang sangat virulen penyebab flu burung adalah subtipe A H5N1
(Depkes, 2005). Virus influenza A (H5N1) termasuk orthomixovirus. Tipe
virion berselubung, sferis (100 nm), dengan sebuah nukleokapsid heliks
simetris yang dikelilingi segmennegative-stranded RNA. Bagian dalam
selubung dibatasi matriks protein (M) dan bagian luar oleh peplomer
glikoprotein hemaglutinin (HA) berbentuk batang yang merupakan homotrimer
dari membran glikoprotein kelas I dan molekul neuraminidase (NA) berbentuk
cendawan yang merupakan tetramer dari membran protein kelas II (Kristina,
2005).
B. SARAN
31
Setelah membaca makalah ini semoga pembaca dapat memahami
penyakit Flu Burung dan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan
komunitas pada masyarakat yang mengalami masalah penyakit Flu Burung.
DAFTAR PUSTAKA
_____._____https://anzdoc.com/bab-ii-tinjauan-pustaka-flu-burung-atau-avian-
influenza-dise.html (Diakses pada tanggal 06 Oktober 2018)
32