Anda di halaman 1dari 21

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


“ASMA ATTACK”

OLEH :
LUH GEDE MIRA SWANDEWI
NIM. 2002621024

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
MARET, 2021
Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran nafas yang
melibatkan banyak sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, leukotrin dan
lain-lain. inflasi kronik ini berhubungan dengan hiper responsif jalan nafas
yang menimbulkan episode berulang dari mengi (wheezing), sesak nafas, dada
terasa berat dan batuk terutama pada malam dan pagi dini hari, kejadian ini
biasanya ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang bersifat reversible baik
spontan atau dengan pengobatan (Wijaya & Toyib, 2018). Penyakit ini masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di hamper semua Negara di dunia,
diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit dari ringan
sampai berat, bahkan beberapa kasus dapat menyebabkan kematian (Infodatin,
2015).
Serangan asma atau asma attack adalah episode peningkatan yang progresif
(perburukan) dari gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada
tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Serangan asma
merupakan cerminan gagalnya tata laksana asma jangka panjang, atau adanya
pajanan dengan pencetus serangan asma (Rahajoe dkk., 2015).

2. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2014) etiologi asma dapat dibagi atas :
a. Asma ekstrinsik / alergi
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya sudah terdapat
semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus,
binatang dan debu.
b. Asma instrinsik / idopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-
faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik, kecemasan atau emosi sering
memicu serangan asma. Asma ini sering muncul sesudah usia 40 tahun
setelah menderita infeksi sinus.
c. Asma campuran atau gabungan
Asma yang timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsik.
Beberapa sumber menyatakan penyebab serangan asma belum dapat diketahui
dengan pasti (Price & Lorraine, 2005; Somantri, 2007). Terdapat beberapa
factor predisposisi dan presipitasi yang dapat menyebabkan terjadinya asma,
sebagai berikut:
a. Genetik, bakat alergi yang diwariskan oleh keluarga dekat mempengaruhi
penderita mudah mengalami asma dan memiliki hipersensitivitas terhadap
rangsangan.
b. Alergen, suatu bahan atau objek yang dapat menyebabkan alergi seperti
debu, bulu binatang, bakteri, polusi, obat-obatan dan objek yang kontak
dengan kulit.
c. Infeksi saluran pernafasan, infeksi dapat disebabkan oleh virus dan bakteri
sehingga menimbulkan reaksi alergi.
d. Perubahan cuaca, cuaca lembab dan dingin dapat menyebabkan serangan
asma karena mempengaruhi penyempitan saluran pernafasan.
e. Aktivitas, penderita asma yang melakukan aktivitas berat dapat terjadi
serangan asma seperti lari cepat dapat menimbulkan asma pada penderita.
f. Stres, gangguan emosi dapat menjadi penyebab terjadinya asma dan
memperberat serangan yang sudah ada.

3. Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang
terdiri atas reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma
lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi
asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi subakut atau
kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan sekitarnya, berupa
infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah besar
ke dinding dan lumen bronkus (Supriyatno dkk., 2008; Rahajoe dkk., 2015).
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang
kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak
ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah
membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain
sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag
alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, trombosit, limfosit dan
monosit. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag
alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan
vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang
dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih
permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga
memperbesar reaksi yang terjadi. Mediator inflamasi secara langsung maupun
tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder
seperti eosinofil, neutrofil, trombosit, dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga
mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, platelet
activating factor (PAF), dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma.
Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan
hiperreaktivitas bronkus (Depkes RI, 2009; Rahajoe dkk., 2015).

Pathway (terlampir)

4. Klasifikasi
Menurut Wijaya dan Putri (2014) kasifikasi asma berdasarkan berat penyakit,
antara lain :
a. Tahap I : Intermitten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1) Gejala inermitten < 1 kali dalam seminggu
2) Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai beberapa hari)
3) Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) Asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara periode eksaserbasi
5) PEF atau FEV1 : ≥ 80% dari prediksi, Variabilitas < 20%
6) Pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol :
Obat untuk mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan perlu
inhalasi jangka pendek β2 agonis
7) Intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi
kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan.
b. Tahap II : Persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan :
1) Gejala ≥ 1 kali seminggu tetapi < 1 kali sehari
2) Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam sebulan
4) PEF atau FEV1 : > 80 % dari prediksi, Variabilitas 20-30%
5) Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat-obatan pengontrol serangan harian mungkin perlu bronkodilator
jangka panjang ditambah dengan obat-obatan antiinflamasi (terutama
untuk serangan asma malam hari.
c. Tahap III : Persisten sedang
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1) Gejala harian
2) Gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
4) Pemakaian inhalasi jangka pendek β2 agonis setiap hari
5) PEV atay FEV1 : > 60% - < 80% dari prediksi, Variabilitas > 30%
6) Pemakaian obat-obatan harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat-obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikosteroid
bronkodilatorjangka panjang (terutama untuk serangan asma malam
hari)
d. Tahap IV : Persisten berat
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1) Gejala terus-menerus
2) Gejala eksaserbasi sering
3) Gejala serangan asma malam hari sering
4) Aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
5) PEF atau FEV1 : ≤ 60% dari prediksi
6) Variabilitas > 30%

5. Gejala Klinis
Menurut Soemantri (2008) Tanda dan gejala asma meliputi:
a. Dispnea mendadak, mengi dan berat pada dada
b. Batuk-batuk dengan sputum yang kental, jernih atau pun kuning
c. Takipnea, bersamaan dengan penggunaan otot-otot respirasi aksesorius
d. Denyut nadi yang cepat
e. Pengeluaran keringat (perspirasi) yang banyak
f. Lapangan paru yang hipersonor pada perkusi
g. Bunyi napas yang berkurang

Sedangkan menurut Digiulio (2014) tanda dan gejala asma adalah:


a. Suara ngik-ngik sepanjang siklus pernapasan ketika terjadi inflamasi. Udara
sukar bergerak melalui jaringan napas yang menyempit, menimbulkan suara
wheezing
b. Asimtomatik antara serangan asma. Gejala hilang walaupun tidak ada
inflamasi
c. Kesulitan bernapas (dyspnea) ketika jaringan napas menyempit karena
inflamasi. Ini secara khas progresif ketika inflamasi berkembang
d. Frekuensi napas lebih dari 20 kali permenit (tachypnea) ketika tubuh
berusaha mendapatkan lebih banyak oksigen ke dalam paru-paru untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis
e. Penggunaan otot-otot tambahan untuk bernapas ketika tubuh mencoba lebih
keras untuk mendapatkan lebih banyak udara ke dalam paru-paru
f. Keketatan di dada terkait dengan penyempitan jalan pernapasan
(bronchonstriktion)
g. Takikardia-denyut jantung lebih dari 100, karena tubuh berusaha
mendapatkan lebih banyak oksigen ke jaringan.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan faal paru dengan alat spirometri
Pada pasien asma kegunaan spirometri disamakan dengan tensimeter pada
penatalaksanaan hipertensi atau glukometer pada diabetes mellitus.
Pemeriksaan spirometri penting dalam menegakkan diagnosis karena
banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometri
menunjukkan obstruksi. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik beta.
b. Foto thoraks
Tujuan dari foto thoraks adalah untuk menyingkirkan penyebab lain
obstruksi saluran nafas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di
paru.
c. Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat dominan pada asma, sedangkan pada bronchitis
kronis sputum yang dominan adalah neutrofil.
d. Pemeriksaan eosinofil total
Pada pasien asma jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Hal
tersebut dapat membantu untuk membedakan asma dengan bronchitis
kronis. Pemeriksaan eosinofil total juga dapat digunakan sebagai dasar
untuk menentukan dosis kortikosteroid yang dibutuhkan oleh pasien asma.
e. Analisa gas darah
Pemeriksaan AGD hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awal
serangan terjadi hipoksemia dan hipokapnea (PCO2 menurun), lalu pada
stadium yang lebih berat PCO2 mendekati hingga normo-kapnea. Kemudian
pada asma yang sangat berat terjadi hiperkapnea (PCO2 meningkat).
f. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus untuk menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus.
Beberapa cara untuk melakukan uji provokasi bronkus meliputi uji
provokasi dengan histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin,
larutan garam hipertonik dan dengan aqua destilata. Pemeriksaan uji
provokasi bronkus mempunyai sensitivitas tinggi tetapi spesifitas rendah,
yang berarti hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten,
namun hasil positif tidak selalu berarti pasien menderita asma. Hasil positif
dapat terjadi pada penyakit lain seperti rhinitis alergi dan gangguan dengan
penyempitan saluran nafas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.
g. Uji alergi kulit
Tujuan dari uji alergi kulit adalah menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik dalam tubuh. Uji alergen positif tidak selalu merupakan penyebab
asma, jadi uji tersebut hanya sebagai penyokong anamnesis (GINA, 2012).
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita dapat hidup dengan normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma
di klasifikasikan menjadi 2, yaitu :
a. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Pada serangan asma obat-obatan yang digunakan adalah :
1) Bronkodilator (β2-agonis kerja cepat dan ipratropium brimoda)
2) Kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2-agonis kerja cepat
yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan
dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi
dengan teofilin/aminofilin oral.
Paa keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat
3-5 hari. Pada serangan sedang diberikan β2-agonis kerja cepat dan
kortikosteroid oral. Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan
oksigen, cairan, β2-agonis kerja cepat ipratropium bromide inhalasi,
kortikosteroid IV dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2-agonis
kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.
b. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi :
1) Edukasi
Edukasi yang diberikan meliputi :
a) Kapan pasien berobat/mencari pertolongan
b) Mengenali gejala serangan asma secara dini
c) Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
d) Mengenali dan menghindari faktor pencetus
e) Kontrol teratur
2) Obat asma (pengontrol dan pelega)
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan
pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus. Obat pengontrol asma menggunakan anti inflamasi
(kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak
dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila
dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat asma yang
digunakan sebagai pengontrol antara lain :
a) Inhalasi kortikosteroid
b) β2-agonis kerja panjang
c) Antileukotrien
d) Teofilin lepas lambat
3) Menjaga kebugaran
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran
antara lain dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan senam
asma Indonesia yang teratur, asma terkontrol akan tetap terjaga,
sedangkan pada anak dapat menggunakan olahraga lain yang menunjang
kebugaran (Kemenkes RI, 2008).

Link Video Pertolongan Pertama pada Asma Attack :


https://youtu.be/1dV2vFAcqlw

Resume Video :
Pada penjelasan di dalam video tersebut, dijelaskan mengenai pertolongan
pertama pada penderita asma. Pada awal video dijelaskan mengenai tanda
gejala asma yang palin umum, yaitu wheezing, sesak nafas dan batuk. Terdapat
4 step dalam melakukan pertolongan pertama, step 1 dudukan penderita tegak
lurus dengan nyaman. Step 2 goyangkan inhaler kemudian berikan penderita 4
hisapan obat pelega nafas. Step 3 tunggu selama 4 menit dan berikan 4 hisapan
lagi jika penderita belum dapat bernafas dengan normal. Step 4 panggil
ambulan jika penderita masih belum dapat bernafas dengan normal dan terus
berikan hisapan obat pelega nafas seperti sebelumnya setiap 4 menit sampai
ambulan tiba.

8. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Setiawan (2018), yang mungkin timbul adalah :
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana 26 udara hadir
di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi
ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke
udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada.
c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak
dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi
Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian
dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis)
mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu 27 batuk berulang-ulang
dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit
bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data umum
Data umum mengenai identitas pasien yang meliputi nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No RM,
jam datang, jam diperiksa, tipe kedatangan dan informasi data.
b. Keadaan umum
Keadaan umum pasien dengan asma yang berisi observasi umum mengenai
pemeriksaan status ABC (airway, breathing, circuation).
Pengkajian Primer
c. Pengkajian Gawat Darurat
1) Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum yang
menghalangi jalan nafas, ada tidaknya batuk-batuk, ada tidaknya suara
wheezing, ada tidaknya kesulitan bernafas.
2) Breathing : kaji pengembangan dada kanan dan kiri, adanya nafas cuping
hidung, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan, irama nafas.
3) Circulation : kaji nadi, cek CRT, terdapat sianosis atau tidak, akral teraba
hangat atau tidak.
4) Disability : kaji kesadaran, kecemasan, dan kelemahan otot
5) Exposure : kaji adanya luka, pengaruh lingkungan luar terhadap kondisi
pasien.
Pengkajian Sekunder
1) Alergi : kaji alergi terhadap obat, makanan, cuaca dan debu
2) Medikasi : kaji mengenai penggunaan obat asma
3) Past Ilness : riwayat penyakit asma (sering kambuh atau tidak)
4) Last Meal : makana atau obat yang terakhir dikonsumsi
5) Environment : lingkungan dengan polusi, padat penduduk, sirkulasi tempat
tinggal yang buruk (Triyoga, Maliya, & Kartikowati, 2012).
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berkaitan dengan spasme jalan nafas
(asma).
b. Hambatan pertukaran gas berkaitan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi ditandai dengan hasil AGD yang abnormal.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
ditandai dengan pola nafas abnormal, dispnea, pernafasan cuping hidung,
takipnea dan penggunaan otot bantu pernafasan.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pernafasan ditandai
dengan dispnea setelah beraktivitas dan kelemahan umum.
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan bersihan Setelah diberikan asuhan NIC : Manajemen jalan nafas NIC : Manajemen jalan nafas
jalan nafas berkaitan keperawatan selama … x 24 jam 1. Posisikan pasien untuk 1. Memposisikan pasien dengan
dengan spasme jalan nafas diharapkan bersihan jalan nafas memaksimalkan ventilasi dengan posisi semi fowler
(asma). pasien efektif dengan kriteria hasil : posisi semi fowler menyebabkan jalan nafas
NOC : Status pernafasan: 2. Kolaborasikan dengan dokter pasien lebih terbuka sehingga
kepatenan jalan nafas terkait pemberian nebulizer proses inspirasi dan ekspirasi
1. Frekuensi nafas normal (16-20 3. Ajarkan pasien cara melakukan lebih maksimal
x/menit) batuk efektif dan purse lip 2. Kolaborasi pemberian
2. Suara nafas tambahan tidak ada breathing nebulizer dilakukan supaya
3. Batuk tidak ada 4. Auskultasi suara nafas pasien secret yang ada di jalan nafas
4. Akumulasi sputum tidak ada setelah pemberian nebulizer dapat dikeluarkan sehingga
5. Sesak nafas berkurang 5. Monitor TTV pasien jalan nafas menjadi paten
3. Mengajarkan pasien batuk
efektif bertujuan untuk
memandirikan pasien untuk
membuang sekretnya apabila
pasien merasa ingin batuk
sehingga secret bisa
dikeluarkan dengan mudah
dan purse lip breathing
bertujuan untuk
meningkatkan oksigenasi dan
memperbaiki ventilasi paru
4. Auskultasi suara nafas
bermanfaat untuk mengetahui
apakah masih ada secret di
pernafasan pasien dan
seberapa efektif tindakan
yang telah diberikan untuk
menghilangkan secret
5. Mengetahui ada atau
tidaknya tanda-tanda vital
yang abnormal
2 Hambatan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi NIC : Manajemen Asam Basa: NIC : Manajemen Asam
berkaitan dengan keperawatan selama … x 24 jam Asidosis Respiratorik Basa: Asidosis Respiratorik
ketidakseimbangan diharapkan gangguan pertukaran 1. Pertahankan kepatenan jalan 1. Untuk meningkatkan
ventilasi-perfusi ditandai gas pada pasien dapat diatasi nafas ventilasi
dengan hasil AGD yang dengan kriteria hasil: 2. Berikan terapi oksigen (nasal 2. Bertujuan untuk evaluasi
abnormal. NOC : Tanda Tanda Vital kanul 3 lpm) kondisi pernafasan pasien
1. Heart rate pasien dalam kisaran 3. Dapatkan order specimen untuk 3. Bertujuan untuk memantau
normal (60-100 x/mnt) pemeriksaan gas darah kondisi pasien
2. Respiration rate pasien dalam 4. Monitor heart rate dan 4. Bertujuan untuk
kisaran normal (16-20 x/mnt) penggunaan otot bantu nafas mengecerkan dahak sehingga
3. Penggunaan otot bantu nafas 5. Kolaborasi pemberian obat kepatenan jalan nafas tidak
berkurang 6. Posisikan pasien semifowler terganggu
NOC : Status Pernafasan: untuk memaksimalkan ventilasi 5. Untuk memaksimalkan
Pertukaran Gas ventilasi dan meringkankan
1. Tekanan pasrial oksigen di darah NIC : Monitor Pernafasan sesak pada pasien. Posisi
arteri dalam kisaran normal (80 1. Monitor kecepatan, irama, semifowler di tempat tidur
– 100 mmHg) kedalaman dan kesulitan dapat meningkatkan
2. Tekanan pasrial karbondioksida bernafas oksigenasi pada pasien
di darah arteri dalam kisaran 2. Auskultasi suara nafas pasien dengan penyakit paru
normal (35-45 mmHg) 3. Monitor suara nafas tambahan NIC : Monitor Pernafasan
3. Tidak terdapat dispnea saat 4. Monitor pola nafas misalnya 1. Monitor pernafasan pasien
istirahat dan saat beraktivitas takipneu, hiperventilasi atau dilakukan untuk membantu
ringan pernafasan kusmaul perawat dalam menilai
system pernafasan pasien.
3 Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC : Terapi Oksigen NIC : Manajemen Jalan
berhubungan dengan keperawatan …. x 24 jam pada 1. Bersihkan mulut, hidung dan Nafas
penurunan ekspansi paru pasien dengan ketidakefektifan pola sekresi trachea dengan tepat 1. Posisi memaksimalkan
ditandai dengan pola nafas nafas dapat teratasi dengan kriteria 2. Pertahankan kepatenan jalan ekspansi paru-paru
abnormal, dispnea, hasil : nafas menurunkan upaya
pernafasan cuping hidung, NOC : Kepatenan Jalan Nafas 3. Siapkan peralatan oksigen pernapasan. Ventilasi
takipnea dan penggunaan 1. Suara nafas bersih tidak ada 4. Berikan oksigen tambahan maksimal membuka area
otot bantu pernafasan. sianosis dan dispnea seperti yang diperintahkan atelektasis dan meningkatkan
5. Monitor aliran oksigen gerakan sekret ke jalan nafas
2. Menunjukkan jalan nafas yang
6. Monitor efektifitas terapi besar untuk dikeluarkan.
paten
oksigen NIC : Monitor tanda-tanda
3. Pernafasan cuping hidung tidak 7. Monitor alat oksigen untuk Vital
ada memastikan bahwa alat tersebut 1. Mengetahui ada atau
tidak mengganggu upaya klien tidaknya tanda-tanda vital
NOC : Tanda-tanda Vital
1. Tanda – tanda vital dalam dalam bernafas yang abnormal
rentang normal (nadi, 8. Monitor adanya kecemasan
pernafasan) pasien terhadap oksigenasi.
NIC : Manajemen jalan nafas
1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi.
2. Atur posisi 45o
3. Pertahankan posisi pasien.
4. Edukasi tentang pentingnya tidur
posisi 45o
NIC : Monitor Tanda-tanda Vital
1. Monitor nadi, suhu, dan status
pernafasan.
4 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan NIC : Manajemen Energi NIC : Manajemen Energi
berhubungan dengan keperawatan selama … x 24 jam 1. Anjurkan pasien 1. Hal pertama yang harys
gangguan pernafasan diharpakan intoleransi aktivitas mengungkapkan perasaan secara dilaukan oleh perawat dalam
ditandai dengan dispnea pada pasien dapat diatasi dengan verbal mengenai keterbatasan prosese keperawatan adalah
setelah beraktivitas dan kriteria hasil: yang dialami. pengkajian, dalam hal ini
kelemahan umum. NOC : Tingkat kelelahan 2. Perbaikan defisit status fisiologis yang perlu dikaji adalah
1. Kelelahan pada pasien sebagai prioritas utama. keterbatasan yang dialami
berkurang 3. Pilih intervensi untuk pasien untuk menjadi data
2. Kelesuan pada pasien berkurang mengurangi kelelan baik secara subjektif.
3. Kegiatan sehari-hari (ADL) farmakologis maupun 2. Keterbatasan secara fisik
tidak terganggu nonfarmakologis dengan tepat dapat mengganggu ADL dan
4. Kualitas istirahat tidak 4. Monitor intake/asupan nutrisi aspek lainnya sehingga
terganggu untuk mengetahui sumber energi menjadi fokus uatam bagi
NOC : Konservasi energi yang adekuat. perawat dalam memberikan
1. Pasien dapat menyeimbangkan 5. Bantu pasien untuk memahami intervensi.
aktivitas dan istirahat prinsip konservasi energi 3. Pasien dengan penyakit
2. Dapat menggunakan teknik (misalnya, kebutuhan untuk pernafsan cenderung terbatas
konservasi energi membatasi aktivitas dan tirah dalam melakukan aktivitas
baring) karena mudah lelah sehingga
6. Anjurkan periode istirahat dan perawat perlu mengatasi
kegiatan secara bergantian. kelelahan pasien tidak hanya
7. Hindari kegiatan perawatan secara farmakologis teta[i
selama jadwal istirahat pasien. juga secara nonfarmakologi.
8. Monitor respon oksigen pasien 4. Nutrisi merupakan faktor
saat perawatan maupun saat penting dalam menghasilkan
melakukan perawatan diri secara energi pada tubuh maannusia,
mandiri. semakin baik asupann nutrisi
NIC : Bantuan Perawatan Diri dan sesuai maka energi yang
1. Monitor kebutuhan pasien terkait didapatkan semakin optimal.
alat-alat kebersihan diri, alat 5. Pasien dengan penurunan
bantu untuk berpakaian, toleransi aktivitas dianjurkan
eliminasi dan makan. untuk membatasi aktivitas
2. Berikan bantuan sampai pasien serta meningkatkan intensitas
mampu melakukan perawatan tirah baring sesuai anjuran.
diri mandiri. 6. Perawat penting
3. Dorong kemandirian pasien, tapi menyeimbangkan antara
benatu ketika pasien tak mampu istirahat dan kegiatan untuk
melakukannya. menyimpan dan
4. Ajarkan orangtua/keluarga untuk memberdayakan energi
mendukung kemandirian dengan pasien sesuai kebutuhan
membantu hanya ketika pasien 7. Pastikan jadwal perawatan
tak mampu melakukan tidak mengganggu istirhat
(perawatan diri). pasien sehingga pasien
mendapatkan energi yang
optimal setelah mendapat
tidur yang sesuai dengan
rencana keperawatan yang
telah ditetapkan.
8. Pasien dengan gangguan
pernafasan sehingga wajib
bagi perawat dan keluarga
untuk memantau respon
pasien untuk mencegah
kurangnya oksigenasi pada
pasien.
NIC : Bantu perawatan diri
1. Mengetahui kebutuhan
pasien terkait alat-alat
kebersihan diri, alat bantu
untuk berpakaian, eliminasi
dan makan.
2. Perawatan mandiri akan
mempercepat kemandirian
maupun peningkatan
aktivitas.
3. Memberi rasa nyaman dan
menghindari kelelahan.
4. Memberdayakan keterlibatan
orang tua/keluarga dalam
member perlindungan rasa
aman terhadap pasienn dalam
perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.


DiGiulio, M. (2014). Keperawatan Medical Bedah. Ed.1. Yogyakarta : Rapha
publishing
Global Initiative for Asthma (GINA). (2012). At-A-Glance Asthma Management
Reference.
Infodatin. (2015). You Can Control Your Asthma. ISSN 2442-7659
Kemenkes RI. (2008). Pedoman Pengendalian Asma. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Price, S.A., & Lorraine, M.W. (2005). Patifisiologi. Jakarta : EGC
Rahajoe N, Kartasasmita CB, Supriyatno B, Setyanto DB. (2015). Pedoman
nasional asma anak Edisi ke-2. Jakarta: UKK respirologi PP IDAI.
Setiawan, K. (2018). Asma Bronkial. Retrieved from https://simdos.unud.ac.id/.
Diakses pada tanggal 9 Maret 2021.
Soemantri, I. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Triyoga, H., Maliya, A., & Kartikowati, I. (2012). Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat Pada Ny. P Dengan Asma Bronchiale Di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Sragen. Naskah Publikasi. FIK UMS.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. P. (2014). Keperawatan Medikal Bedah:
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Wijaya, H., & Toyib, R. (2018). Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Asma Dengan
Menggunakan Alogaritma Genetik. Jurnal Pseudocode. Volume V,
Nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai