Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA


KEBUTUHAN MOBILISASI

Dosen pembimbing :
Ns. Imelda Pujiharti, S.Kep.M.Kep.Sp.Kep.An

Tugas Ini Disusun Oleh:


1. Nurfadilah Marlina Una (1720210011)
2. Nurul Fadilah (1720210013)
3. Nurul Hasanah (1720210014)
4. Citra Ning Santina (1720210041)

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

JAKARTA

2023
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep dasar
1. Konsep Mobilitas
a. Definisi Mobilitas
Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudahdan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008)
b. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebassehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-
hari. Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan sensorik untuk
dapatmengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dantidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan
sarafmotorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien
paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilngan kontrol mekanik dan sensorik.
Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :
- Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut
dapatdisebabakan oleh trauma reversibel pada sistem musculoskeletal.
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
- Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel.
Contohnya adalah terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem saraf
motorik dan sensorik
c. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu:
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawatmengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring
pasienmenggerakkan kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan (Carpenito, 2000).
2. Konsep Imobilitas
a. Definisi Imobilitas
Imbolitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktifitas).
Misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstermitas, dan sebagainya.
Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi
pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama
penggunaan alat bantu eksternal (mis, gips atau traksi rangka), pembebasan gerak
volunter, atau kehilangan fungsi motorik.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Imobilisasi
Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya imobilisasi
1) Gangguan muskuloskeletal
 Osteoporosis
 Atrofi
 Kontaktur
 Kekakuan sendi
2) Gangguan kardiovaskular
 Hipotensi postural
 Vasodilatasi vena
 Peningkatan penggunaan valvasa manuver
3) Gangguan sistem respirasi
 Penurunan gerak pernafasan
 Bertambahnya sekresi paru
 Atelektasis
 Pneumonia hipotasis
c. Jenis Imobilitas
1) Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis
sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2) Imobilitas intelektual. Merupakan keadaan ketika seseorang mengaami
keterbatasan daya fikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat
suatu penyakit.
3) Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena
bedah amputasi ketika seseorag mengalami kehilangan sesuatu yang dicintainya.
4) Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakaukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannnya dalam kehidupan sosial.
d. Etiologi Imobilitas
Penyebab utama imobilitas adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama
kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan
gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi.
Kekhawatian keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orang usia lanjut terus
menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit.
Penyebab secara umum :
a) gaya hidup
gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat misalnya seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan
seorang pramugari atau seorang pemabuk 
b) proses penyakit dan injury
Adanya penyakit tertentu yang  diderita seseorang akan mempengaruhi
mobilitas nya misalnya. seseorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
imobilisasi secara bebas demikian pula orang yang baru menjalani operasi karena
adanya nyeri Mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban Adakalanya klien
harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu misalnya
CVA yang berakibat kelumpuhan, typhoid dan penyakit kardiovaskuler.
c) Kebudayaan
kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktivitas misalnya, seseorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan
berbeda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. wanita Keraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita Madura dan sebagainya.
d) Tingkat Energi 
setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang
lagi sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang yang sehat
apalagi lagi dengan seorang pelari.
e) Usia dan status perkembangan
seorang anak akan berbeda Tingkat kemampuan mobilitasnya
Dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa
pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahan nya dibandingkan dengan
anak yang sering sakit.
f) Faktor resiko
berbagai faktor fisik, psikologi, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi
pada usia lanjut.

3. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal Mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
asisten pengungkit. ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. kontraksi isometrik 
penyebab tekanan atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari
otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. perawat harus
mengenal adanya peningkatan energy (peningkatan kecepatan pernapasan, fluktuasi
Irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontraindikasi pada klien yang sakit (infrak miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik) postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan
suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
4. Manifestasi Klinis
a. Perubahan Metabolik
Sistem endokrin, merupakan produksi hormon- sekresi kelenjar, membantu
mempertahankan dan mengatur fungsi vital seperti:
respon terhadap stres dan cedera
 pertumbuhan dan perkembangan
 reproduksi
 homeostasis ion
 metabolisme energi
b. Perubahan Sistem Respirasi
Klien yang mengalami imobilisasi beresiko tinggi pada terjadinya komplikasi
paru-paru. komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan
Pneumonia hipostatik. pada atelektasis, bronkiolus menjadi tertutup oleh adanya
sekresi dan Kolpas alveolus Sistal Karena udara yang diabsorbsi, sehingga
menghasilkan hipoventilasi. bronkus utama atau beberapa bronkiolus kecil dapat
terkena. luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang tertutup. pneumonia
hipostatik adalah peradangan paru-paru akibat statisnya sekresi. atelektasis dan
pneumonia hipostatik, keduanya sama-sama menurunkan oksigenisasi,
memperlama penyembuhan, dan menambah ketidaknyamanan klien.
Klien pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami komplikasi paru-
paru. komplikasi paru-paru yang paling umum adalah  atelektasis dan Pneumonia
hipostatik. pada atelektasis, bronkiolus menjadi tertutup oleh adanya sekresi
dan kolpas alveolus Sistal karena udara yang diabsorbsi, sehingga menghasilkan
hipoventilasi. bronkus utama atau beberapa bronkiolus kecil dapat terkena.  luasnya
atelektasis ditentukan oleh bagian yang tertutup. pneumonia hypostatic adalah
peradangan paru-paru akibat statusnya sekresi. atelektasis dan Pneumonia
hipostatik, keduanya sama-sama menurunkan oksigenasi, memperlama
penyembuhan dan menambah ketidaknyamanan.
c. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Ada tiga perubahan utama yang terjadi pada klie mobilisasi terkait sistem
kardiovaskuler, yaitu:
 Hipotensi ortostatik, adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan
diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi
berdiri. pada klien imobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi volume cairan,
pengumpulan darah pada ekstremitas bawah, dan penurunan respon otonom.
faktor-faktor tersebut mengakibatkan penurunan aliran balik Vena, diikuti oleh
penurunan curah jantung yang terlihat pada penurunan tekanan darah.
 peningkatan beban kerja jantung
 pembentukan thrombus
d. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan imobilisasi
permanen. keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan
daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan penurunan stabilitas. pengaruh lain
dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem muskuloskeletal adalah
gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilitas sendi.
Pengaruh otot Akibat pemecahan protein, klien mengalami massa tubuh, yang
membentuk sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot tidak mampu
mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot menurun akibat
metabolisme dan tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih,
maka akan terjadi penurunan massa yang berkelanjutan. penurunan mobilisasi dan
gerakan mengakibatkan kerusakan muskuloskeletal yang besar yang perubahan
patofisiologi utamanya adalah atrofi. Penurunan stabilitas terjadi akibat kehilangan
daya tahan, penurunan massa otot, atrofi dan kehilangan sendi yang aktual.
Sehingga klien tersebut tidak mampu bergerak terus menerus dan sangat beresiko
untuk jatuh.
e. Perubahan sistem integument
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya inskemia, serta
anoksia jaringan. Jaringan yang tertekan, darah membelok, dan kontriksi kuat pada
pembuluh darah akibat tekanan persisten pada kulit dan struktur di bawah kulit,
sehingga respirasi seluler terganggu, dan sel menjadi mati.
f. Perubahan eliminasi urine
Pada keadaan imobilisasi klien dalam posisi recumben atau datar, ginjal atau
ureter membentuk garis datar seperti perawat ginjal yang membentuk urine harus
masuk ke dalam kandung kemih melawan gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik
ureter yang tidak cukup kuat melawan gravitasi, ginjal menjadi terisi sebelum urine
masuk ke dalam ureter. Kondisi ini disebut statis urine dan meningkatkan risiko
infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal. Batu ginjal dapat diakibatkan karena
adanya gangguan metabolisme kalsium dan akibat hiperkalsemia.
Sejalan dengan masa imobilisasi yang berlanjut, asupan cairan yang terbatas, dan
penyebab lain Seperti demam akan meningkatkan resiko dehidrasi akibatnya
haluaran urine menurun sekitar pada hari kelima atau keenam.
Selain mengakibatkan perubahan pada sistem tubuh imobilisasi juga dapat
menyebabkan terjadinya perubahan perkembangan khususnya pada lansia. pada
umumnya lansia akan mengalami kehilangan total massa tulang progresif beberapa
kemungkinan yang dapat menyebabkan kondisi tersebut meliputi aktivitas,
perubahan hormonal, dan resorpsi tulang aktual. Dampak dari kehilangan massa
tulang adalah tulang menjadi lebih lemah, tulang belakang lebih lunak, dan
tertekan, tulang panjang kurang resisten ketika membungkuk. Lansia berjalan lebih
lambat dan tampak kurang terkoordinasi. lansia juga membuat langkah yang lebih
pendek menjaga kaki mereka lebih dekat bersamaan yang mengurangi dasar
dukungan sehingga keseimbangan tubuh tidak stabil dan mereka sangat beresiko
jatuh dan cedera.

A. Konsep Range Of Motion (ROM)


1. Definisi Latihan ROM
Latihan ROM adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Latihan rentang gerak sendi
adalah Latihan yang diberikan untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi sendi
yang berkurang karena berbagai macam proses penyakit, kecelakaan atau tidak
digunakan untuk aktivitas. Mobilisasi sendi di setiap potongan dibatasi oleh ligamen,
otot, dan konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap
potongan pada potongan sagital gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan
dan siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal gerakannya adalah abduksi
dan adduksi (lengan dan tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada potongan
transversal gerakannya adalah pronasi dan supinasi (tangan) rotasi internal dan eksternal
(lutut) dan dorsofleksi dan plantar Fleksi (Kaki).
1. Tujuan ROM
Adapun tujuan range of motion ROM menurut Ni Made Suarti dkk yaitu:
 Mempertahakan fungsi mobilisasi sendi.
 Memulihkan atau meningkatkan fungsi sendi dan kekuatan otot.
 Mencegah komplikasi dari immobilisasi, seperti atropi otot dan kontraktur.
 Melancarkan peredaran darah.
 Mempersiapkan latihan lanjut.
2. Manfaat ROM (Range Of Motion)
Adapun manfaat dari ROM, yaitu:
 Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan obat dalam melakukan
pergerakan.
 Mengkaji tulang, sendi dan otot.
 Mencegah terjadinya kekakuan sendi.
 Memperlancarkan sirkulasi darah.
 Memperbaiki tonus otot.
 Meningkatkan mobilisasi sendi.
 Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.
3. Prinsip Latihan ROM (Range Of Motion)
Adapun prinsip latihan ROM, Diantara nya:
 ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 1 kali sehari.
 ROM dilakukan berlahan dan berhati-hati sehingga tidak melakukan
pasien.
 Dalam merencanakan program latihan ROM, Perhatikan umur pasien,
diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
 Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
 ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-
bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.
 Melakukan ROM harus sesuai waktunya, Misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin.
4. Jenis-Jenis Latihan ROM
Range Of Motion dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
 Latihan Range Of Motion Aktif.
Range of motion (ROM) aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh
seseorang (pasien) dengan menggunakan energi sendiri. Perawat
memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan
pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi
normal (klien aktif). Kekuatan otot 75%. Hal ini untuk melatih kelenturan
dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya
secara aktif. Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di
seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara
aktif.
 Latihan range of motion (ROM) pasif
 Latihan range of motion (ROM) pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk
latihan berasal dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat
melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang
normal (klien pasif). Kekuatan otot 50%.
indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, mobilisasi
tidak melakukan beberapa atau rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah
baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total. rentang gerak
pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain Secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada
ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas
Yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

B. Konsep penyakit
1. Defenisi
Osteorathritis merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan
kerussakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering
terkena OA (Sudoyo Aru dkk, 2009 dalam Nurarif dkk, 2015)
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik,
berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan sendi dan adanya gangguan pembentukan tulang
baru pada permukaan persendian.
Osteoartritis adalah bentuk atritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya
sedikit melampui separuh jumlah pasien arthritis. Osteoartritis adalah penyakit peradangan
sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan
lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
Osteoartritis juga dikenal dengan nama osteoartrosi, yaitu melemahnya tulang rawan
pada engsel yang dapat terjadi di engsel manapun di sekujur tubuh. Tapi umumnya,
penyakit ini terjadi pada siku tangan, lutut, pinggang dan pinggul.
2. Etiologi
Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari tulang yang
berambung dengan tulang lain menurun fungsinya. Permukaan halus tulang rawan ini
menjadi kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang rawan ini sudah kasar seluruhnya,
akhirnya tulang akan bertemu tulang yang menyebabkan pangkal tulang menjadi rusak dan
gerakan pada sambungan akan menyebabkan nyeri dan ngilu. Beberapa faktor resiko untuk
timbulnya osteoartritis antara lain adalah:
a. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya
umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40
tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
b. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi, dan lelaki lebih sering terkena
osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun
frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun
frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan
adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
c. Riwayat Trauma sebelumnya
Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa mengakibatkan malformasi
sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis. trauma berpengaruh
terhadap kartilago artikuler, ligamen ataupun menikus yang menyebabkan biomekanika
sendi menjadi abnormal dan memicu terjadinya degenerasi premature.

d. Pekerjaan
Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang pekerjaannnya sering memberikan
tekananan pada sendi-sendi tertentu. Jenis pekerjaan juga mempengaruhi sendi mana
yang cenderung terkena osteoartritis. sebagai contoh, pada tukang jahit, osteoartritis
lebih sering terjadi di daerah lutut, sedangkan pada buruh bangunan sering terjadi pada
daerah pinggang.
e. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak
hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga
dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Pada kondisi ini terjadi
peningkatan beban mekanis pada tulang dan sendi.
f. Faktor Gaya hidup
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup mampu mengakibatkan
seseorang mengalami osteoartritis. contohnya adalah kebiasaan buruk merokok.
Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan
jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan
g. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari seorang
wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih
sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung
mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa
osteoarthritis.
h. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat perbedaan
diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara
orang-orang kulit hitam dan Asia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai
pada orang–orang Amerika asli (Indian) dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin
berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan
kongenital dan pertumbuhan.

3. Klasifikasi
Osteoartritis dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu, OA Primer dan OA sekunder. OA
primer disebut idiopatik, disebabkan karena adanya faktor genetik yaitu adanya abnormalitas
kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari oleh
kelainan seperti kelainan endokrin, trauma, kegemukan, dan inflamasi.
4. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur
penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu.
Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk
matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang
paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut
dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini
disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi
atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang
mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi
deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma
pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada
ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan
tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan
rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau
nodulus
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri sendi, keluhan utama dan cenderung memiliki onset yang perlahan.
b. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-pelan sejalan
dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Nyeri bertambah dengan aktifitas, membaik dengan istirahat, terasa paling nyeri pada
akhir, dan seiring dengan memburuknya penyakit, menjadi semakin parah, sampai pada
tahap dimana pergerakan minimal saja sudah menimbulkan rasa nyeri dan biasa
menganggu tidur
d. Kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang sepanjang hari
dengan periode istirahat.
e. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit
f. Pembesaran sendi (deformitas)
g. Perubahan gaya berjalan
h. Tanda-tanda peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata dan warna kemerahan).
(Nurarif dkk, 2015)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk lebih mendukung adanya
Osteoartritis, antara lain sebagai berikut:
a. Foto polos sendi (Rontgent) menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi, destruksi tulang, pembentukan osteofit (tonjolan-
tonjolan kecil pada tulang), perubahan bentuk sendi, dan destruksi tulang.
b. Pemeriksaan cairan sendi dapat dijumpai peningkatan kekentalan cairan sendi.
c. Pemeriksaan artroskopi dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan sebelum tampak di
foto polos.
d. Pemeriksaan Laboratorium: Osteoatritis adalah gangguan atritis local, sehingga tidak ada
pemeriksaan darah khusus untuk menegakkan diagnosis. Uji laboratorium adakalanya
dipakai untuk menyingkirkan bentuk-bentuk atritis lainnya. Faktor rheumatoid bisa
ditemukan dalam serum, karena factor ini meningkat secara normal paa peningkatan usia.
Laju endap darah eritrosit mungkin akan meningkat apabila ada sinovitis yang luas.
7. Penatalaksanaan
a. Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena
patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa
sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti
inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis,
meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
b. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik.
Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-
alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut
berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
c. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi
program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat
mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
d. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang menahun
dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-
alat pembantu karena factor-faktor psikologis.
e. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang
belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena
biasanya pasien enggan mengutarakannya.
f. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi pemakaian
panas dan dingin dan program latihan yang tepat. Pemakaian panas yang sedang
diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang
masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum
pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik,
ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot
yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometric lebih baik dari
pada isotonic karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang
yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh
karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran penting
terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah
penting.
g. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang
nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah
osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi
untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteoarthritis dapat terjadi apabila penyakit ini tidak
ditangani dengan serius. Terdapat dua macam komplikasi yaitu:
1. Komplikasi akut berupa, osteonekrosis, Ruptur Baker Cyst, Bursitis.
2. Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang terparah ialah terjadi
kelumpuhan.
A. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi,
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan,
malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi
dan otot.
2. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas Ego
- Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan, ketidakmampuan,
faktor-faktor hubungan.
- Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
- Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya
ketergantungan pada orang lain.
4. Makanan / Cairan
- Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau cairan
adekuat mual, anoreksia.
- Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada
membran mukosa.
5. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan pada
orang lain.
6. Neurosensori
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi
7. Nyeri/kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak
pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari).
8. Keamanan
- Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
- Lesi kulit, ulkas kaki
- Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
- Demam ringan menetap
- Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9. Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran: isolasi.
10. Penyuluhan/Pembelajaran
- Riwayat rematik pada keluarga
- Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa
pengujian.
- Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.
11. Pemeriksaan Diagnostik
- Reaksi aglutinasi: positif
- LED meningkat pesat
- protein C reaktif: positif pada masa inkubasi.
- SDP: meningkat pada proses inflamasi
- JDL: Menunjukkan ancaman sedang
- Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
- RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi,
osteoporosis pada tulang yang berdekatan, formasi kista tulang, penyempitan
ruang sendi
A. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut (D.0077)
2. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
3. Resiko jatuh (D.0143)
B. Intervensi keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN


KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) tindakan keperawatan Observasi:
selama 3 x 24 jam maka 1. Identifikasi lokasi,
masalah tingkat nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
diharap menurun dengan kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil (L.08066) : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi pengaruh nyeri
Menurun pada kualitas hidup
2. Meringis
Menurun Terapeutik
3. Gelisah menurun Berikan teknik non
Kesulitan tidur menurun farmakologis untuk
1. mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
biofeedback, terapi pijat,
aromatherapy, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan ambulasi (I.06171)
mobilitas (D.0054) tindakan keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri atau
diharap moilitas fisik keluhan lainnya
meningkat dengan 2. Identifikasi toleransi fisik
kriteria hasil (L.05042) melakukan ambulasi
1. Pergerakan 3. Monitor kondisi umum selama
ekstremitas melakukan ambulasi
meningkat Terapeutik
2. Kekuatan otot 1. Fasilitasi aktifitas ambulasi
meningkat dengan alat bantu (mis.
3. Rentan gerak Tongkat)
meningkat 2. Libatkan keluarga membantu
pasien dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
3. Jelaskan tujuan prosedur
ambulasi
4. Anjurkan ambulasi dini

3. Resiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh (I.14539)


(D.0143) tindakan keperawatan Observas
selama 3 x 24 jam - identifikasi factor resiko jatuh
diharap tingkat jatuh - Identifikasi factor lingkungan yang
menurun dengan kriteria meningkatkan resiko jatuh
hasil: - hitung resiko jatuh dengan seala
- Jatuh saat berdri Terapeutik
- Orientasi ruangan pada pasien
menurun dan keluarga
- Jatuh saat berjalan - Gunakan alat bantu berjalan is.
menurun Tongkat
- Jatuh saat di kamar
Edukasi
mandi menurun
- Anjurkan memakai alas kaki
yang tidak licin
- Anjurkan untuk berkonsentrasi
untuk menjaga keseimbangan
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.

Anonim, (2016)www.goodnerscom.files.wordpress.com (Dikases tanggal 22 Mei 2017).

Anda mungkin juga menyukai