Anda di halaman 1dari 18

Asuhan

Keperawatan
Pada Tetanus
Kelompok 1
Salsabila Febiana Sri Dewi
Pita Haspita Reinata Puri
Indi Ismar Maharani Nufus
Asyifa Safriani Fatwa Luthfia
Tarisa Nur’awalia Surya Danu
Cahya Kurnia Deni Rivaldi
DEFINISI
Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan eksotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium Tetani, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan
kejang-kejang otot rangka (Laksmi N, 2014).

ETIOLOGI
Penyakit tetanus ini disebabkan oleh Clostridium tetani yang merupakan
basil gram positif obligat anaerobik yang dapat ditemukan pada permukaan
tanah yang gembur dan lembab dan pada usus halus dan feses hewan.
Kuman ini bisa masuk melalui luka di kulit (Laksmi N, 2014).
KLASIFIKASI

Tetanus Tetanus Tetanus Tetanus


generalisata neonatrum lokal cephalic

(Lucas & Willis, 2018)


MANIFESTASI KLINIS
a. Rigiditas yang dapat ditemukan : b. Spasme/Kejang :
1. Trismus atau ”lockjaw” (rahang sulit dibuka) 1. Spontan
2. Risus sardonicus (kaku otot wajah) 2. Terangsang (oleh sentuhan,
3. Kuduk kaku (kaku otot leher) visual, auditori, emosi)
4. Disfagia (kesulitan bicara)
c. Disfungsi otonom :
5. Gangguan nafas
1. Drooling
6. Perut papan
2. Tekanan darah tidak menentu
7. Opistotonus (punggung melenting ke depan,
3. Demam
tungkai atas kaku & mengepal, tungkai bawah
4. Jantung memelan
eksistensi, kesadaran baik)
5. Pernafasan cepat
(Lucas & Willis, 2018)
KOMPLIKASI
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas sehingga
pada tetanus yang berat, terkadang memerlukan bantuan ventilator. Kejang yang
berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang
panjang, serta rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut (Ahuja & Kamala,
2015).

MASA INKUBASI
Masa inkubasi bervariasi antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari.
Pada umumnya tergantung pada lokasi dan jarak antara luka dengan sistem
saraf pusat, sehingga lokasi luka yang jauh dapat menyebabkan masa inkubasi
yang lebih lama. Masa inkubasi yang pendek mempunyai angka kematian yang
cukup tinggi. (Ahuja & Kamala, 2015).
PATOFISIOLOGI
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi
dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui luka yang
terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi
gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang luka tersebut hampir tak
terlihat. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan
tetanolisin. Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin
yang mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.

Bila jumlah tetanospasmin cukup besar untuk menyebar melalui pembuluh darah dan limfe
diseluruh tubuh, yang terkena lebih dahulu adalah otot dengan jalur saraf terpendek.
Suntikan tetanospasmin kedalam otak dapat menimbulkan kejang. Tetanospasmin dapat pula
memudahkan kontraksi otot spontan tanpa potensial aksi pada saraf eferen. Aliran eferen
yang tak terkendali akan menyebabkan proses inflamasi dijaringan otak dan perubahan
tingkat kesadaran. Terdapat trias klinis berupa spasme otot, disfungsi otonomik, rigiditas.
Rigiditas menyebabkan epistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya kelenturan
dinding dada serta menyebabkan penurunan reflek batuk sehingga terjadi obstruksi jalan
nafas (Laksmi N, 2014).
PENATALAKSANAAN (Rahmanto, 2017)
Perawatan penunjang
(suportif) sampai
Membuang sumber Menetralisasi toksin tetanospasmin yang
tetanospasmin yang tidak terikat berikatan dengan
jaringan telah habis
dimetabolisme

PENCEGAHAN (Lucas & Willis, 2018)


1. Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan yaitu DPT pada usia 3,4 dan
5 bulan.
2. Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun. Ibu hamil
mendapatkan suntikan TT (Tetanus Toxoid) minimal 2x.
3. Perawatan luka jika terjadi luka
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Simanjutak,
2013)
1. Pemeriksaan Kultur Darah : untuk mengetahui adanya bakteri gram positif C. Tetanii
a. Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
b. BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi kejang
kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).

2. Skull Ray
Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.

3. EEG
Teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui focus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.
KONSEP Asuhan
Keperawatan Pada
Tetanus
PENGKAJIAN (Nurarif & Kusuma, 2016)
a. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Alamat, Pendidikan, Pekerjaan, Tanggal MRS, Nomer
Rekam medis.
b. Keluhan Utama
Klien mengeluh mengalami kekauan pada daerah rahang dan leher. Semakin lama
meluas ke seluruh tubuh.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya terdapat luka sebagai pintu masuk bakteri C. Tetani yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk antara lain luka tusuk
oleh besi, luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien apakah mempunyai penyakit penyerta seperti diabetes
mellitus, hipertensi, keganasan, atau penyakit infeksi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada keluarga apakah pernah mempunyai penyakit tetanus sebelumnya
atau penyakit kronis seperti diabetes mellitus dan hipertensi.
f. Pemeriksaa Fisik
1. B1 (Breathing)
• Inspeksi: apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan.
• Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
• Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronchi karena peningkatan produksi
secret.

2. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik. Tekanan darah
normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena hancurnya eritrosit.

3. B3 (Brain)
• Tingkat kesadaran
Composmentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan menjadi letargi, stupor dan
semikomatosa.
• Fungsi serebri
Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik.
• Pemeriksaan saraf cranial
(1) Saraf I : tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal.
(2) Saraf II : ketajaman penglihatan normal
(3) Saraf III, IV, dan VI : dengan alasan yang tidak diketahui, klien mengalami fotofobia atau
sensitive berlebih pada cahaya.
(4) Saraf V : reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti mulut ikan (gejala khas tetanus)
(5) Saraf VII : pengecapan normal, wajah simetris
(6) Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi.
(7) Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut (trismus)
(8) Saraf XI : didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
(9) Saraf XII : lidah simetris, indra pengecap normal

4. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi mengalami perubahan.

5. Pemeriksaan refleks
Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada respon
normal.

6. Gerakan involunter
Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam keadaan tertentu terjadi kejang umum,
yang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
4. B4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung ke ginjal.

5. B5 (Bowel)
Mual muntah karena peningkatan asam lambung, nutrisi kurang karena anoreksia dan adanya
kejang (kaku dinding perut / perut papan. Sulit BAB karena spasme otot.

6. B6 (Bone)
Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang umum.
DIAGNOSA KEPERAWATAN (SDKI, 2016)
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d hipersekresi jalan napas d.d
batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk (D. 0001)

Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan neuromuscular d.d mengeluh sulit


menggerakan ekstremitas (D. 0054)

Resiko infeksi d.d timbulnya inflamasi ( D. 0142)


INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI, 2018)
Dx. Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan Bersihan Jalan Napas (L. Manajemen Jalan Napas (I. 01011)
napas tidak efektif 01001) Observasi
b.d hipersekresi Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
jalan napas d.d keperawatan selama 3 x 24 napas)
batuk tidak efektif jam, diarapkan bersihan jalan 2. Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, wheezing)
atau tidak mampu napas membaik, dengan kriteria 3. Monitor sputus (jumlah, warna, aroma)
batuk (D.0001) hasil :
1. Batuk efektif meningkat (5) Terapeutik
2. Produksi sputum menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan Head-tilt
(5) dan Chin-lift
3. Sulit bicara membaik (5) 5. Berikan posisi semi fowler
4. Gelisah membaik (5) 6. Berikan minuman hangat
5. Pola napas membaik 16- 7. Lakukan fisioteri dada
20x/menit (5) 8. Berikan oksigen, jika perlu
Dx. Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Gangguan Mobilitas Mobilitas Fisik (L. 05042) Dukungan Mobilisasi (I. 05173)
Fisik b.d gangguan Setelah dilakukan intervensi Observasi
neuromuscular d.d keperawatan selama 3 x 24 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
mengeluh sulit jam, diharapkan mobiltas 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
menggerakan fisik mengingkat, dengan 3. Monitor kondisi umum sebelum melakukan mobilisasi
ekstremitas (D. kriteria hasil :
0054) 1. Pergerakan ekstremitas Terapeutik
meningkat (5) 4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
2. Kekuatan otot meningkat (pagar tempat tidur)
(5) 5. Fasilitasi melakukan pergerakan
3. Rentang gerak (ROM) 6. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkat (5) meningkatkan pergerakan

Edukasi
7. Jelaskan tujuan dilakukan mobilisasi
8. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
9. Ajarkan mobilisasi sederhana seperti duduk
ditempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi
Dx. Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Resiko infeksi d.d Tingkat Infeksi (L. 14137) Pencegahan Infeksi (I. 14934)
timbulnya inflamasi Setelah dilakukan intervensi Observasi
( D. 0142) keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Monitor suhu tubuh
diharapkan tingkat infeksi 2. Monitor tanda dan gejala infeksi local
menurun, dengan kriteria hasil : atau sistemik
a. Tidak ada demam (<37,5
derajat celcius) (5) Terapeutik
b. Tidak ada kemerahan (5) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
c. Nyeri menurun (5) tindakan ke klien
d. Nafsu makan meningkat (5) 4. Pertahankan teknik aseptic dalam
  perawatan luka

Edukasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Ajarkan cuci tangan secara benar
7. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

Kolaborasi
DAFTAR PUSTAKA
Ahuja, G. K., & Kamala, G. (2015). Cephalic tetanus. Neurology India, 26(1), 10–13.
https://doi.org/10.1097/00005053-190608000-00011
Laksmi N. (2014). Penaalaksanaan Tetanus. Continuing Professional Development, 41(11), 823–827.
Lucas, A. O., & Willis, A. J. P. (2018). Prevention of Tetanus. British Medical Journal, 2(5474), 1333–1336.
https://doi.org/10.1136/bmj.2.5474.1333
Nurarif & Kusuma. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS Jilid 2.  Jogjakarta: Mediaction Publishing.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indicator Diagnostic, Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI.
Rahmanto, Danawan and Farhanah, Nur. (2017) Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Pada Kematian Pasien
Tetanus Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Undergraduate thesis, Faculty of Medicine.

Anda mungkin juga menyukai