Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN MASTITIS DI RUANG CEMPAKA 2


RSUD KARANGANYAR

DISUSUN OLEH :
ANGELIA KUSUMAWATI
2020060144

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS PKU
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2023
A. DEFINISI
Mastitis adalah peradangan payudara pada satu segmen atau lebih yang dapat
disertai infeksi ataupun tidak. Mastitis biasanya terjadi pada primipara (ibu pertama kali
melahirkan), hal ini terjadi karena ibu belum memiliki kekebalan tubuh terhadap infeksi
bakteri Staphilococcus Aureus. Kasus mastitis diperkirakan terjadi dalam 12 minggu
pertama, namun dapat pula terjadi pula sampai tahun kedua menyusui (Maretta Nur
Indahsari & Chusnul Chotimah, 2017).

Mastitis perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan luka sehingga terjadi


mastitis infeksi. Mastitis adalah masalah umum yang signifikan pada ibu menyusui
yang dapat berkontribusi pada penyapihan menjadi masalah yang paling banyak
dilaporkan(Rsud, Margono, & Purwokerto, n.d.). Pada mastitis terdapat dua hal yang
perlu diperhatikan yaitu, mastitis biasanya dapat menurunkan produksi ASI sehingga
ibu akan berhenti menyusui. Kemudian, mastitis juga berpotensi menyebabkan
beberapa penyakit (Nurhafni, 2018).

Ada dua jenis mastitis yaitu, mastitis non infeksi dan mastitis infeksi. Mastitis
non infeksi yang biasanya disebabkan oleh stasis susu (susu diproduksi, tetapi tetap di
payudara). Ibu yang mengalami mastitis non infeksi biasanya merasakan payudara
terasa nyeri, bengkak dan ketidaknyaman (Chiu et al., 2013).

B. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Ada beberapa penyebab terjadinya mastitis antara lain sebagai berikut: Stasis
ASI dan infeksi yang berasal dari bakteri. Faktor predisposisi yang menyebabkan
mastitis diantaranya adalah umur, stress dan kelelahan, pekerjaan di luar rumah (Inch
dan Xylander, 2013). Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan efisen dari payudara.
Hal ini dapat terjadi apabila ASI terbendung pada payudara yang disebabkan oleh
kenyutan bayi tidak efektif atau teknik menyusui yang tidak benar. Stasis ASI
merupakan penyebab primer dan jika dibiarkan akan berkembang timbul infeksi.
Menyusui yang efesien akan mencegah terjadi stasis ASI (Rsud et al., n.d.). Infeksi
disebabkan oleh bakteri yang bernama Staphylococcus Aureus. Bakteri ini berasal dari
mulut bayi memalui saluran puting, sehingga teknik menyusui yang salah akan
menyebabkan puting menjadi lecet. Hal ini akan memudahkan bakteri masuk pada
payudara dan mengakibatkan penyumbatan ASI payudara menjadi besar, terasa nyeri
tekan dan terasa panas. Penyumbatan yang diakibatkan oleh infeksi dapat
mengakibatkan terjadi mastitis, karena menyusui yang tidak adekuat(Anasari &
Sumarni, 2014).
Umur juga dapat menyebabkan terjadi mastitis. Umur merupakan individu yang
dihitung mulai dia lahir sampai berulang tahun, semakin berumur semakin cukup
tingkat kematangan dan seseorang akan lebih matang befikir(Herry Rosyati, 2016).
Wanita yang berumur 21-35 lebih rentang menderita mastitis dari pada wanita dibawah
21 tahun dan diatas 35 tahun. Umur sangat menentukan kesehatan maternal dan kondisi
ibu saat hamil, persalinan dan menyusui. Diperkirakan alat reproduksi yang belum
matang, sedangkan jika umur lebih dari 35 akan rentang sekali terjadi pendarahan. Hal
tersebut memicu terjadinya mastitis (Herry Rosyati, 2016).
Stres merupakan faktor psikologis dengan menciptakan suasa pikiran tenang
dan nyaman. Stress dan kelelahan maternal sering dikaitkan dengan mastitis, biasanya
dialami pada ibu primipara (Nurhafni, 2018). Kondisi ibu yang stres dan cemas akan
mempengaruhi kelancaran ASI (Amalia, 2018). Semakin tinggi ibu mengalami
gangguan emosi maka semakin sedikit rangsangan hormon prolaktin yang diberikan
sebagai produksi ASI. Pekerjaan merupakan kegiatan formal yang dilakukan setiap hari
(Nurhafni, 2018). Pekerjaan juga berhubungan dengan penurunan frekuensi menyusui
untuk mengosongkan payudara. Pengosongan payudara yang tidak adekuat akan
mengakibatkan pembengkakan payudara dan saluran susu tersumbat sehingga akan
mengakibatkan mastitis(Hasanah, 2017).

C. MANIFESTASI KLINIK
Manisfestasi klinis mastitis yang umum adalah area payudara yang terasasakit
dan keras. Ibu menyusui yang mengalami mastitis mengalami nyeri, bengkak sehingga
ibu merasa tidak nyaman akibat tersumbatnya saluran ASI pada payudara. Berdasarkan
jenisnya mastitis dibedakan menjadi dua, mastitis infeksi dan mastitis non-infeksi.
Gejala yang timbul dari mastiti infeksi biasanya ditandai adanya respon inflamasi dan
rusaknya jaringan puting puting menjadi pecah-pecah sehingga dengan mudah bakteri
untuk masuk, sedangkan tanda dan gejala mastitis non-infeksi payudara mengalami
pembengkakan yang upnormal payudara yang mengeras, terasa sakit apabila disentuh
dan terasa tegang dikarenakan kurangnya waktu menyusui untuk bayi. (Rysna, 2015).

D. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya porte de entry menyebabkan puting menjadi luka dan lecet,
kemudian bakteri menjalar pada duktus-duktus yang berkembang biak sehingga terjadi
pus. Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran
ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli
yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen
(terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan
selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya
respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi
(Novyaningtias, 2016).
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui Duktus Laktiferus ke
lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal)
atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering
adalah Staphylococcus Aureus, Escherecia Coli dan Streptococcus. Kadang-kadang
ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita
tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis
mencapai 1% (IDAI, 2013).
E. PATHWAY

kuman/ bakteri

merusak jaringan

Imun menurun

Proses Peradangan

Reaksi Presensitifitas

Kerusakan jaringan, kematian jaringan → perubahan ukuran mamae
↓ ↓
Infeksi gangguan
Gangguancitracitra
tubuh
↓ tubuh
Ansietas
Adanya Push

Abses
Kurangnya
pengetahuan/ Pre Op Post op
informasi

Adanya Proses Mempengaruhi Dilakukan insisi/


Inflamasi pembedahan Nyeri Akut
hipotalamus

Mempengaruhi Peningkatan Adanya luka


terbuka karena Masuknya
reseptor nyeri suhu tubuh
pengobatan kuman
Adanya respon
nyeri Hipertermi Resiko Infeksi
Kerusakan
integritas kulit
Nyeri Akut

( Novaningtyas, 2016 )
F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Antibiotik diberikan jika dalam 12-24 jam tidak ada perubahan atautidak ada
perubahan, antibiotik yamg diberikan berupa penicillin resistan-penisilinase . Jika
ibu alegi terhadap penisilinase dapat diberikan Eritromisin. Terapi yang paling
umum adalah adalah Dikloksasilin. Berikut antibiotik yang efektif terhadap infeksi
Staphylococcus aureus.
Tabel 1.1 Dosis antibiotic
Antibiotic Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500mg setiap 6 jam

Pemberian antibiotik dikonsulkan oleh dokter supaya mendapat antibiotik yang


tepat dan aman untuk ibu menyusui. Selain itu, bila badan terasa panas sebaiknya
diberikan obat penurun panas. Namun jika infeksi tidak hilang maka dilakukan
kultur asi (Prasetyo, 2013).
Selanjutnya pemberian Analgesik untuk mengurangi rasa nyeri. Rasa nyeri
menjadi penghambat hormon oksitosin yang berperan dalam proses pengeluaran
ASI. Analgesik yang diberikan berupa ibuprofen dengan dosis 1,6gram per hari
karena lebih efektif dalam menurunkan peradangan dibandingkan dengan
paracetamol dan asetaminofen. Sehingga direkomendasikan pada ibu menyusui
yang mengalami mastitis (Novyaningtias, 2016).
2. Penatalaksanaan non-medis
Penatalaksanaan non-medis dapat dilakukan berupa tindakan suportif untuk
mencegah mastitis semakin buruk. Tindakan suportif yang diberikan yaitu guna
untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan (Novyaningtias, 2016) meliputi :
Sebelum menyusui sebaiknya ASI dikeluarkan sedikit lalu oleskan pada daerah
payudara dan puting. Cara ini bertujuan untuk menjada kelembapan puting susu
(Soetjiningsih, 2013).
Kemudian bayi diletakkan menghadap payudara ibu. Posisi ibu bisa dudukatau
berbaring dengan santai, bila bu memilih posisi duduk sebaiknya menggunakan
kursi yang lebih rendah supaya kaki ibu tidak menggantung dan punggung ibu bisa
bersandar. Selanjutnya bayi dipegang pada belakang bahu dengan menggunakan
satu lengan, dengan posisi kepala bayi terletak di lengkung siku ibu (kepala bayi
tidak boleh menengadah dan bokong bayi disangga dengan telapak tangan). Tangan
bayi diletakan dibelakan badan ibu dan tangan satu didepan, perut bayu ditempelkan
pada badan ibu dengan kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya
menengokkan kepala bayi). Payudara dipegang dengan jari jempol diatas dan jari
lainnya menopang payudara, seperti huruf C (Reinata, 2016)
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan kultur ASI. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan untuk menjunjang diagnosis. WHO menganjurkaan untuk
melakukan uji sensitivitas dan kultur. Bahan kultur diambil dari ASI yang diperah
menggunakan tangan dan ditampung menggunakan penampung urin steril.
Sebelum dilakukan pemeriksaan dipastikan puting dibersihkan terlebih dahulu dan
bibir tempat menampung tidak bersentuhan dengan puting supaya tidak
terkontiminasi dengan kuman-kuman pada kulit sehingga mendapatkan hasil yang
positif (Novyaningtias, 2016).

4. Pengkajian Fokus
a. Identitas
1.) Identitas Klien
Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, alamat, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, diagnose medis, tindakan medis, tanggal masuk,
tanggal operasi dantanggal pengkajian
2.) Identitas penanggung jawab
Nama, umur, jennies kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat,
hubungandengan klien dan sumber biaya.
b. Riwayat kesehatan
Dilakukan untuk menggali masalah keperawatan lainnya sesuai keluhan pasien.
1.) Keluhan utama
Klien post operasi apendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi
danketerbatasan aktivitas
2.) Riwayat kesehatan sekarang
Klien yang telah menjalani operasi pada umumnya mengeluh nyeri pada luka
operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan umumnya
berkurang setelah diberi obat dan istirahat. Keluhan dikaji dengan
menggunakanPQRST
3.) Riwayat kesehatan dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada
penyakit yang di derita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan
sebelumnya.
4.) Riwayat kesehatan keluarga
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada
penyakit yang di derita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan
sebelumnya.

c. Pemeriksaan fisik
1.) Keadaan umum
Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, yaitu tekanan darah, nadi,
RR,dan suhu.
2.) Pemeriksaan fisik head to toe
Pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan dari kepala sampai kaki
5. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (D.0083)
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142)

6. Perencanaan Keperawatan

NO Diagnosa SLKI SIKI


1. Nyeri akut (D.0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen
Setelah dilakukan nyeri(I.08238)
tindakankeeperawatan Observasi
selama kurang lebih 3 x 1. identifikasi
24 jam diharapkan lokasi,
tingkat nyeri menurun karakteristik,
dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi,
1. Kemampuan kualitas,
menuntaskan intensitasnyeri
aktivitasmeingkat 2. identifikasi
2. Keluhan nyeri skalanyeri
menurun 3. identifikasi
3. Meringis responnyeri non
menurunSikap verbal
protektif 4. identifikasi faktor
menurun yang
4. Gelisah menurun memperberat dan
5. Kesulitan memperingan
tidur nyeri
menurun 5. identifikasi
6. Menarik diri dan pengetahuan dan
7. Berfokus pada keyakinan
dirisendiri tentangnyeri
menurun 6. identifikasi
8. Diaphoresis menurun pengaruh
9. Perasaan depresi budayaterhadap
(tertekan) respon nyeri
menurun 7. identifikasi
10. Perasaan takut pengaruh nyeri
mengalami pada kualitas
cederaberulang hidup
menurun 8. monitor
11. Anoreksia menurun keberhasilan
12. Perineum terapi
terasa tertekan komplementer
menurun yang sudah
13. Ketegangan diberikan
ototmenurun 9. monitor
14. Pupil dilatasi menurun efek
15. Muntah menurun samping
16. Mual menurun penggunaan
17. Frekuensi analgetik
nadi Terapeutik
membaik. 1. berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS,
hypnosis,
akupresur, terapi
music,
biofeedback,
terapipijat,
aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
2. kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan
3. fsilitasi istirahat dan
tidur
4. pertimbangkan
sumber dan jenis
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
2. jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Gangguan citra Citra tubuh (L.09067) Promosi citra tubuh
tubuh (D.0083) (I.09305)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keeperawatan selama 1. identifikasi
kurang lebih 3 x 24 jam harapan citra
diharapkan citra tubuh tubuh
membaik, dengan kriteria berdasarkan
hasil : tahap
1. verbalisasi perasaan perkembangan
negatif tentang 2. identifikasi
perubahan tubuh perubahan citra
menurun tubuh yang
2. verbalisasi mengakibatkan
kekhawatiran pada isolasi social
penolakan orang 3. monitor
lain menurun frekuensi
3. menyembunyikan pernyataan kritik
bagian tubuh terhadap diri
berlebihan menurun sendiri
4. focus pada 4. monitor apakah
penampilan masa pasien bia
lalu menurun melihat bagian
5. focus pada kekuatan tubuh yang
masa lalu menurun berubah
6. verbalisasi Terapeutik
kehilangan bagian 1. diskusikan
tubuh membaik perubahan tubuh
7. respon non verbal dan fungsinya
pada perubahan 2. diskusikan
tubuh membaik perbedaan
8. hubungan social penampilan fisik
membaik. terhadap harga
diri
3. diskusikan cara
mengembangkan
harapan citra
tubuh secara
realistis
4. diskusikan
persepsi dan
keluarga tentang
perubahan citra
tubuh
Edukasi
1. jelaskan pada
keluarga tentang
perawatan
perubahan citra
tubuh
2. anjurkan
menggunakan
gambaran diri
terhadap citra
tubuh
3. latih fungsi
tubuh yang
dimiliki
4. latih peningkatan
penampilan diri
3. Ansietas (D.0080) Tingkat ansietas (L.09093) Reduksi ansietas
Setelah dilakukan tindakan (I.09314)
keeperawatan selama Observasi
kurang lebih 3 x 24 jam 1. identifikasi saat
diharapkan tingkat ansietas tingkat ansietas
menurun, dengan kriteria berubah
hasil : 2. identifikasi
1. verbalisasi khawatir kemampua
akibat kondisi yang mengambil
di hadapi menurun keputusan
2. perilaku gelisah 3. monitor tanda-
menurun tanda ansietas
3. perilaku tegang Terapeutik
menurun 1. ciptakan suasana
4. tremor menurun terapeutik untuk
5. pucat menurun menumbuhkan
6. pola tidur membaik kepercayaan
7. tekanan darah 2. temani pasien
membaik untuk
mengurangi
kecemasan
3. motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu
kecemasan
4. diskusikan
perencanaan
realistis tentang
peristiwa yang
akan datang
Edukasi
1. jelaskan
prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
2. informasikan
secara factual
mengenai
diagnosa,
pengobatan, dan
prognosis
3. anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien
4. latih teknik
releksasi
5. anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
Kolaborasi
1. kolaborasikan
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
4. Resiko infeksi Tingkat infeksi (L.14137) Perawatan area inisi
(D.0142) Setelah dilakukan tindakan (I.14558)
keeperawatan selama Observasi
kurang lebih 3 x 24 jam 1. periksa lokasi
diharapkan tingkat infeksi insisi adanya
menurun, dengan kriteria kemerahan,
hasil : bengkak, atau
1. kebersihan badan tanda-tanda
meningkat dehisen
2. kemerahan menurun 2. identifikasi
3. nyeri menurun karakteristik
4. cairan berbau busuk drainase
menurun
5. drainase purulen 3. monitor tanda
menurun dan gejala
6. gangguan kognitif infeksi
menurun Terapeutik
7. nafsu makan 1. bersihkan area
membaik8 insisi dengan
pembersihan
yang tepat
2. berikan salep
antiseptic, jika
perlu
3. ganti balutan
luka sesuai
jadwal
Edukasi
1. jelaskan prosedur
kepada pasien
2. ajarkan
meminimalkan
tekanan pada
tempat insisi
3. ajarkan cara
merawat area
insisi.
Daftar Pustaka

Amalia, K. D., N.D. (2013) Isolasi, Identifiksi Dan Uji Sensitfitas Staphylococcus
Aureua Terhadap Amoksilin Dari Sempel Susu Kambing Peranakan
Ettawa (PE) Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo,
Yogyakarta. Vol 31(2).

Anasari, T., & Sumarni. (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Mastitis
Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, 4.

Hasanah AI, Hardiani RS, Susumaningrum LA. HubunganTeknik Menyusui dengan


Risiko Terjadinya Mastitis pada Ibu Menyusui di Desa Kemuning Kecamatan Arjasa
Kabupaten Jember (The Correlation between Breastfeeding Techniques and Risk of
Mastitis at Kemuning Village of Arjasa Distrincts Jember Regency). Pustaka Kesehat
[Internet]. 2017;5(2):260–7.

Herry Rosyati. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Perawatan Payudara di Puskesmas


Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur Tahun 2016. J Kedokt dan Kesehat Indones
Indones J Med Heal J [Internet]. 2015;7(2):52–8. Available from:
file:///C:/Users/riwayat/Downloads/1559-3263-1-SM.pdf

Anda mungkin juga menyukai