Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA PENYULUHAN

EPISTAKSIS

DOSEN PEMBIMBING : MERINA WIDYASTUTI,S.Kep., Ns., M.Kep

OLEH : KELOMPOK 6

1. IDA FATMAWATI ( 141.0050 )


2. JASINTA FIRDA P ( 141.0052 )
3. KHARISMA ( 141.0054 )
4. RIZA AGUSTIN ( 141.0086 )
5. ROSSYANA V ( 141.0088 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2017

SATUAN ACARA PENYULUHAN EPISTAKSIS


Topik Pembahasan : Epistaksis

Hari / tanggal : Selasa, 28 November 2017

Waktu : 09.00-09.30 WIB

Tempat : Puskesmas Tenggilis Mejoyo Surabaya

Sasaran : Pengunjung Puskesmas Tenggilis Mejoyo Surabaya

A. LATAR BELAKANG
Epistaksis atau yang sering disebut mimisan adalah suatu perdarahan yang terjadi di
rongga hidung yang dapat terjadi akibat kelainan lokal pada rongga hidung ataupun
karena kelainan yang terjadi di tempat lain dalam tubuh. Bagian dalam hidung yang
dilapisi oleh selaput lendir yang selalu basah banyak mengandung jalinan pembuluh
darah, di bagian depan jalinan pembuluh darah disebut pleksus kiesselbach yang bila
pembuluh darah ini pecah maka terlihat mimisan.
Epistaksis atau mimisan biasanya di alami oleh anak usia TK-SD, merupakan
kejadian yang dapat disebabkan oleh pembuluh darah yang masih tipis dan peka karena
suatu benturan atau trauma akibat mengkorek-korek hidung, bersin yang terlalu kuat,
perubahan cuaca yang ekstrim (panas, kering) dan tekanan udara juga dapat sebagai
pemicu terjadinya mimisan yang dapat terjadi secara sepontan. Faktor lain berupa
trauma eksterna karena suatu benturan ataupun mencium bahan kimia (seperti asam
sulfat, bensin, amonia), mukosa hidung yang kering, masuknya benda asing di rongga
hidung, defisiensi vitamin, infeksi akut (berlangsung singkat) atau infeksi kronis
(berlangsung lama) yang terjadi pada hidung.
Epistaksis dapat terjadi pada segala umur, dengan puncaknya terjadi pada anak-anak
dan orang tua. Kebanyakan kasus ditangani pada pelayanan kesehatan primer, dan kecil
kemungkinan pasien dibawa ke rumah sakit dan spesialis THT. Epistaksis diperkirakan
terjadi pada 60% warga dunia selama hidupnya dan 6% dari mereka mencari penanganan
medis. Prevalensi epistaksis meningkat pada anak-anak usia dibawah 10 tahun dan
meningkat kembali di usia 35 tahun ke atas. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan
gejala dari suatu kelainan yang hampir 90% dapat berhenti sendiri. Walaupun
kebanyakan kasus yang terjadi ringan dan bersifat self-limiting, ada beberapa kasus yang
berat dan mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang serius. Penting sekali mencari
asal perdarahan dan menghentikannya, disamping perlu juga menemukan dan mengobati
penyebab yang mendasarinya.
Berdasarkan hal diatas, maka kami merasakan perlu kiranya memberikan suatu
informasi atau pengetahuan kepada Pengunjung Puskesmas Tenggilis Surabaya
mengenai epistaksis/mimisan. Diharapkan dengan adanya informasi yang diberikan,
Pengunjung Puskesmas Tenggilis Surabaya mengerti tentang epistaksis dan memberikan
informasi kepada tetangga/masyarakat sekitar sehingga dapat mengurangi timbulnya
epistaksis.

B. TUJUAN PENDIDIKAN KESEHATAN


1. Tujuan umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan masyarakat dapat memahami
tentang epistaksis.
2. Tujuan khusus
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan masyarakat dapat menjelaskan
kembali tentang :
a. Pengertian epistaksis.
b. Penyebab epistaksis.
c. Tanda dan gejala epistaksis.
d. Penatalaksanaan epistaksis.

C. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Metode
- Ceramah
- Tanya jawab

2. Media dan alat


- Leaflet
- Microphone
- PPT
- Poster
- LCD

3. Waktu dan tempat

Hari/tanggal : Selasa, 28 November 2017

Jam : 09.00-09.30 WIB

Tempat : Puskesmas Tenggilis Surabaya

4. Sasaran
Pengunjung Puskesmas Tenggilis Surabaya

5. Pengorganisasian
a. Penyuluh : Jasinta Firda P
b. Moderator : Riza A
c. Fasilitator : Rossyana V
d. Observer : Ida Fatmawati
e. Notulen : Kharisma

6. Setting tempat

A B
F F
C
F F
D E

Keterangan :

A = Moderator
B = Penyuluh
C = Fasilitator
D = Observer
E = Notulen
F = Peserta

7. Kegiatan penyuluhan

No Tahap Kegiatan penyaji Kegiatan peserta Waktu


1. Pembukaan - Salam - Menjawab 5
- Perkenalan menit
salam
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan
pelaksanaan penyaji dengan
baik
- Memperhatikan
penyaji dengan
baik
2. Pelaksanaan - Menjelaskan materi - Menyimak dan 10
penyuluhan : mendengarkan menit
a. Pengertian
penyaji dengan
epistaksis.
baik
b. Penyebab
- Memahami
epistaksis.
materi yang
c. Tanda dan gejala
dijelaskan
epistaksis.
d. Penatalaksanaan - Mengemukakan

epistaksis. pendapat
- Memberikan
kesempatan untuk
bertanya
- M enjawab pertanyaan
peserta
3. Penutup - Melakukan evaluasi - Menjawab 5
- Menyimpulkan dan menit
pertanyaan
menutup diskusi - Memperhatikan
- Mengucapkan salam
penyaji
- Menjawab
salam

8. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur :
a. Peserta hadir di tempat penyuluhan.
b. Penyelenggara pendidikan kesehatan dilakukan di Puskesmas Tenggilis
Mejoyo.
c. Pengorganisasian penyelenggaraan pendidikan kesehatan dilakukan sebelum
dan saat pendidikan kesehatan.
2. Kriteria Proses :
a. Peserta antusias terhadap materi pendidikan kesehatan.
b. Peserta fokus mendengarkan pendidikan kesehatan.
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar.
3. Kriteria Hasil :
a. Peserta hadir minimal 10 orang.
b. Peserta kooperatif dalam acara pendidikan kesehatan.
c. Peserta bertanya dan mampu menjawab pertanyaan dari penyaji.
d. Peserta mampu memahami materi pendidikan kesehatan yang telah
disampaikan.

MATERI EPISTAKSIS

1. Pengertian epistaksis.
Epistaksis berasal dari bahasa Yunani epistazo yang berarti hidung berdarah.
Epistaksis atau perdarahan hidung (mimisan) adalah perdarahan akut yang berasal dari
cuping hidung, lubang hidung atau nasofaring. Epitaksis sering ditemukan sehari-hari
dan mungkin 90% dapat berhenti dengan sendirinya atau dengan tindakan sederhana
yang dilakukan oleh pasien itu dengan jalan menekan hidungya (Irma dan Ayu, 2013).

2. Penyebab epistaksis.
Epistaksis dapat terjadi setelah trauma ringan misalnya mengeluarkan ingus dengan
kuat, bersin, mengorek hidung atau akibat trauma yang hebat seperti kecelakaan
lalulintas. Disamping itu juga dapat desebabkan oleh iritasi gas yang merangsang, benda
asing dan trauma pada pembedahan. Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis,
sinusitis serta granuloma spesifik seperti lupus, sifilis dan lepra dapat juga menimbulkan
epistaksis. Epistaksis berat dapat terjadi pada tumor seperti hemangioma, karsinoma dan
angiofibroma.

3. Tanda dan gejala epistaksis.


1. Darah yang berwarna merah cerah yang keluar dari lubang hidung, berasal dari
hidung anterior.
2. Darah yang berwarna merah gelap atau cerah dari bagian belakang tenggorokan,
berasal dari hidung posterior (umumnya disalah artikan sebagai hempotisis karena
adanya ekspektorasi).
3. Pusing dan sedikit sulit bernafas.
4. Perembesan dibelakang septum nasal ditelinga tengah dan di sudut mata.
5. Hemoragi parah (berlangsung lebih dari 10 menit setelah ditekan) : hipotensi, denyut
nadi cepat, dispnea, dan pucat, darah yang hilang bisa mencapai 1 L/jam pada orang
dewasa (Supardi, 2007).

4. Penatalaksanaan epistaksis.
Prinsip penatalaksanaan epistaksis menurut Shah (2013) yang pertama adalah ABC :
1. A (Airway) : pastikan jalan nafas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk.
2. B (Breathing) : pastikan proses bernafas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan
darah yang mengalir ke belakang tenggorokan.
3. C (Cirulation) : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh,
pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi.
Posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di
daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan nafas.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan,
mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki
dulu keadaan umum pasien.
1. Menghentikan perdarahan
a. Perdarahan Anterior
Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke
depan. Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi
dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan.
Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung,
tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan
mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal
napas dan kematian.
Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah
tulang hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan
jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita
diminta untuk bernapas lewat mulut.
Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu
mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan
menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa
ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa
yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama
dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk
sedikit kedepan.

b. Perdarahan Posterior
Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon
posterior, yang disebut tampon Bellocq. Tampon ini harus tepat menutup kaona.
Pada tampon Bellocq terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah pada satu sisi dan
sebuah benang di sisi lainnya (Irma dan Ayu, 2013).
2. Mencegah Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi akibat langsung dari epistaksis sendiri sebagai akibat
dari usaha penanggulangan epistaksis. Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi
syok dan anemia. Pemasangan tampon dapat menyebabkan sinusitis, otitis media dan
bahkan septicemia (Irma dan Ayu, 2013).
3. Pencegahan Perdarahan Berulang
Setelah perdarahan untuk sementara dapat diatasi dengan pemasangan tampon,
selanjutnya perlu dicari penyebabnya. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium
darah lengkap, pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah, hemostasis.
Pemeriksaan foto polos atau CT SCAN sinus dicurigai ada sinusitis. Konsul ke
Penyakit Dalam atau Kesehatan Anak bila dicurigai adanya kelainan sistemik (Irma
dan Ayu, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Bestari, Budiman J. 2011, Epistaksis Berulang dengan Rinosinusitis Kronik, Spina, pada
Septum dan Telangiektasis.

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Irma, Indah, Ayu Intan. 2013. Penyakit Gigi, Mulut dan THT. Yogyakarta: Nuha Medika.

Shah, Kaushal. 2013. Prosedur Penting dalam Kedaruratan. Jakarta: EGC.

Supardi, E.A., Iskandar N. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan
(edisi 6). Jakarta: FKUI.
DAFTAR HADIR KEGIATAN PENDIDIKAN KESEHATAN

No Nama Tanda Tangan


1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
11. 11.
12. 12.
13. 13.
14. 14.
15. 15.
16. 16.
17. 17.
18. 18.
19. 19.
20. 20.
21. 21.
22. 22.
23. 23.
24. 24.
25. 25.

Anda mungkin juga menyukai