Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

GASTRITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA LANGSA

PROPOSAL

OLEH
DERI MARDANI
NIM : PO 0320218047

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH PROGRAM STUDI
KEPERAWATAN LANGSA
2021
PERSETUJUAN PROPOSAL

Judul Proposal : Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gatritis

Di Ruang Perawata Anak Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Langsa

Nama Mahasiswa : Deri Mardani

Nomor Induk Mahasiswa : PO 0320218047

Program Studi : Keperawatan Langsa

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Elfida, SKM, MPH) (Ns, Supriyanti, S.kep, M.kes)

Nip. 19681021 198803 2 001 Nip. 19760327 200501 2 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Keperawatan Langsa

Poltekkes Kemenkes Aceh

( Kasad, SKM, M.kes )

Nip. 19751215 199702 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul:

“Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gastritis Di Ruang Perawatan Anak

RSUD Kota Langsa”. Proposal ini merupakan salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan pada program studi keperawatan Langsa. Dengan

terwujudnya Proposal ini, maka dengan penuh keikhlasan penulis sampaikan terima

kasih kepada Bapak/Ibu, sebagai pembimbing yang telah memberikan petunjuk,

bimbingan dan dukungan dalam membuat proposal ini dan terima kasih kepada:

1. T.Iskandar Faisal, S.Kep, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Aceh.

2. Dr. Hermansyah, MPH, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan Aceh

3. Kasad, SKM, M. Kes selaku Plh. Ketua Program Studi Keperawatan Kota

Langsa.

4. Elfida, SKM, MPH selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu,

tenaga dan pikiran serta memberikan pengarahan dalam menyelesaikan

penyusuan proposal ini.

5. Ns, Supriyanti, S.kep, M.kes selaku Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta memberikan pengarahan

iii
dalam menyelesaikan penyusuan proposal ini.

6. selaku penguji pada saat sidang proposal ini.

7. Seluruh Staf dan di lingkungan pendidikan di Program Studi

Keperawatan Kota Langsa.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah mengasuh, membesarkan

ananda serta senantiasa selalu memberikan dukungan baik itu motivasi

dan materil.

9. Pada teman-teman yang telah memberikan semangat dan memotivasi

saya dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Keperawatan Kota

Langsa.

Akhir kata penulis berharap semoga proposal ini bermanfaat bagi kita semua.

Langsa, Januari 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PROPOSAL...................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Batasan Masalah.................................................................................................5
C. Tujuan.................................................................................................................6
D. Manfaat...............................................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................9

A. Konsep Dasar......................................................................................................9
1. Pengertian.......................................................................................................9
2. Anatomi Fisiologi.........................................................................................11
3. Etiologi..........................................................................................................16
4. Patofisiologi..................................................................................................17
5. Tanda dan Gejala..........................................................................................19
6. Tindakan Medis............................................................................................20
7. Prosedur Diagnostik......................................................................................22
8. Diet................................................................................................................22
B. Konsep Anak....................................................................................................23
1. Asuhan Bepusat-Keluarga............................................................................23
2. Asuhan/Perawatan Atraumatic......................................................................24
3. Peran Perawat Anak......................................................................................25
4. Hospitalisasi..................................................................................................28
C. Asuhan Keperawatan........................................................................................33
1. Pengkajian.....................................................................................................33
2. Diagnosis Keperawatan................................................................................36
3. Intervensi Keperawatan................................................................................37
4. Implementasi.................................................................................................43
5. Evaluasi.........................................................................................................44

BAB III METODE PENULISAN............................................................................46

A. Desain Penulisan...............................................................................................46
B. Batasan Istilah...................................................................................................46
C. Lokasi Dan Waktu Penulisan...........................................................................46
D. Pengumpulan Data............................................................................................47

v
E. Analisa Data.....................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................49

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah

ayah dan ibu. Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam kacamata hukum. Ia

tetap dinamakan anak, sehingga pada definisi ini tidak dibatasi dengan usia.

Sedangkan dalam pengertian hukum perkawinan Indonesia, anak yang belum

mencapai usia 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di

bawah kekuasaan orang tuanya. Selama mereka tidak dicabut kekuasaan.

(Karimah, tanpa tahun:118).

Anak menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak adalah seseorang yang

belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan menurut UU

Perlindungan Anak yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan

menurut WHO, batasan usia anak antara lain 0-19 tahun. (Karimah, tanpa

tahun:119)

Anak merupakan individu yang tergantung pada lingkungan untuk

memenuhi kebutuhan induvidualnya, salah satunya adalah lingkungan keluarga.

(supartini, 2004 dalam Oktiawati, et al., 2017:02). Pemberian asuhan keperawatan

pada anak, perawat harus memperhatikan dan menerapkan asuhan yang berpusat

pada keluarga (family center care). Family center care adalah unsur yang penting

1
dalam perawatan anak karena anak merupakan bagian dari anggota keluarga,

sehingga kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan keluarganya, sehingga

perawat harus memahami bahwa keluarga juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi status kesehatan anak. Keluarga dalam melakukan perawatan

terhadap anak harus saling mendukung, menghargai, serta meningkatkan

kekuatan dan kompetensi dalam memberikan asuhan terhadap anak. (Wong et al,

2009 dalam Oktiawati et al., 2017:02).

Gastritis merupakan salah satu faktor utama yang menjadi masalah

kesehatan pada masyarakat. Hal ini menjadi masalah kesehatan pada unit gawat

darurat pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya rasa nyeri tekan pada daerah

epigastrium(bagian daerah lambung) dengan mengarah pada diagnosa gastritis,

dimana untuk memastikan dibutuhkan suatu pemeriksaan fisik dan penunjang-

penunjang lainnya seperti endoskopi. (Selviana BY 2015 dalam Anshari &

Suprayitno, 2019:140).

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,

kronik difus, atau lokal. Karakteristik dari peradangan ini antara lain anoreksia,

rasa penuh atau tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah. (Suratun,

2010 dalam Mardalena, tanpa tahun:57). Peradangan lokal pada mukosa lambung

ini akan berkembang bila mekanisme protektif mukosa di penuhi dengan bakteri

atau bahan iritan lain. (Mardalena, tanpa tahun:57).

Tipe paling umum dari gastritis adalah gastritis akut yang biasanya bersifat

benigna dan dapat sembuh sendiri terkait dengan ingesti iritan lambung seperti
2
aspirin, alkohol, kafein, atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri tertentu.

Manifestasi gastritis akut dapat berkisar dari asimtomatik sampai nyeri ulu hati

ringan bahkan sampai distres lambung yang hebat, muntah dan perdarahan

disertai hematemesis(muntah darah). (LeMone, 2018:802).

Gastritis kronis adalah kelompok penyakit terpisah yang dicirikan dengan

perubahan yang bersifat progresif dan ireversibel pada mukosa lambung (Porth &

Matfin, 2009 dalam LeMone dkk, 2018:802). Gastritis kronis lebih sering dialami

oleh lansia, alkoholik kronis, dan perokok. Ketika gejala gastritis kronis muncul,

gejala nya sering kali samar, dari rasa penuh pada area epigastrium setelah makan

hingga rasa nyeri yang melilit, terbakar, menyerupai nyeri ulkus epigastrium dan

tidak mereda dengan antasid. (LeMone, 2018:802

Penyakit gastritis atau yang sering dikenal sebagai penyakit maag

merupakan penyakit yang sangat menganggu. Biasanya penyakit gastritis terjadi

pada orang-orang yang mempunyai pola makan tidak teratur dan memakan

makanan yang meransang terjadinya produksi asam lambung. Beberapa infeksi

mikroorganisme juga dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Gejala-gejala sakit

gastritis selain nyeri didaerah ulu hati juga menimbulkan gejala mual, muntah,

lemas, kembung, terasa sesak, nafsu makan berkurang, wajah pucat, suhu badan

naik, keluar keringat dingin, pusing, selalu bersendawa dan pada kondisi yang

lebih parah, bisa muntah darah (wijoyo dalam Wahyuni dkk, 2017:150).

Dampak dari penyakit gastritis dapat mengganggu aktifitas pasien sehari-

hari karena munculnya banyak keluhan seperti rasa sakit di ulu hati, rasa terbakar,
3
mual, muntah, lemas, tidak nafsu makan, dan keluhan-keluhan lainnya. Bila

penyakit ini tidak ditanganin secara optimal dan di biarkan sampai kronis,

gastritis akan berkembang menjadi ulkus peptikus yang pada akhirnya mengalami

komplikasi perdarahan, perforasi gaster, peritonitis, dan bahkan kematian ( valle

dalam Wahyuni dkk, 2017:150). Untuk mencegah penyakit gastritis sebaiknya

pasien memilih makanan yang seimbang sesuai kebutuhan dan jadwal makan

yang teratur, memilih makanan yang lunak, mudah dicerna, makan dalam porsi

yang kecil tapi sering, hindari stres dan tekanan emosi yang berlebihan serta

menghindari makanan yang menaikkan asam lambung(gastritis) (Muttaqin, 2011

dalam Wahyuni dkk, 2017:150).

Menurut data dari World Health Organization (WHO) angka kejadian

gastritis di dunia dari beberapa negara yaitu Inggris dengan angka persentase

22%, China dengan angka persentase 31%, Jepang dengan angka persentase

14,5%, Kanada dengan angka persentase 35% dan Perancis dengan angka

persentase 29,5%. Di dunia, kejadian gastritis sekitar 1,8-2,1 juta penduduk dari

setiap tahunnya , kejadian penyakit gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari

jumlah penduduk setiap tahunnya. (Tussakinah W, Burhan IR, 2018 dalam

Anshari & Suprayitno, 2019:140).

Menurut data dari Departemen Kesehatan RI angka persentase dari kejadian

penyakit gastritis di Indonesia adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada

beberapa daerah di Indonesia itu sendiri cukup tinggi dengan prevalensi

persentase 274.396 kasus dari 238.452.952 penduduk. Berdasarkan profil


4
kesehatan Indonesia tahun 2011, gastritis merupakan salah satu penyakit dari 10

penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan

jumlah 30.154 kasus (4,9%). (Takdir Khaerunnisa et al, 2018 dalam Anshari &

Suprayitno, 2019:140).

Berdasarkan data di Aceh sendiri angka penyakit asam lambung mencapai

34,7%. ini disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan kurang sehat. (Profil

Dinkes Aceh, 2014).

Peran perawat pada pasien gastritis yaitu dengan cara : melakukan

pelayanan dan asuhan keperawatan secara tuntas melalui pengkajian keperawatan,

penetapan diagnosa keperawatan, implementasi dan evaluasi, baik bersifat

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada yang mempunyai masalah

keperawatan dasar sesuai batas kewenangan, tanggung jawab, dan kemampuan

serta berdasarkan etika profensi keperawatan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin untuk melakukan

Asuhan Keperawatan Pada anak Dengan Gastritis Di Ruang Perawatan Anak

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.

B. Batasan Masalah

Masalah pada studi ini di batasi dengan Asuhan Keperawatan Pada Anak

Dengan Gastritis Di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Langsa.

5
Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam proposal ini adalah Bagaimanakah Asuhan

Keperawatan Pada Anak Dengan Gastritis Di Ruang Perawatan Anak Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Langsa.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan

Gastritis Di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa

dan komprehensif dengan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan gastritis di

ruang perawatan anak rumah sakit umum daerah langsa.

b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada anak dengan gastritis di

ruang perawatan anak rumah sakit umum daerah langsa.

c. Dapat membuat rencana keperawatan pada anak dengan gastritis di ruang

perawatan anak rumah sakit umum daerah langsa.

d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang

telah dibuat.

e. Dapat mengevaluasikan hasil asuhan keperawatan yang telah di

laksanakan.

f. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah di lakukan.

6
D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Asuhan ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan

IPTEK dan dijadikan bahan penulis lebih lanjut sebagai dasar untuk

peningkatan penerapan ilmu keperawatan dengan Gastritis.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan dalam merawat pasien gastritis dan juga menambah

referensi, kepustakaan didalam institusi pendidikan.

b. Bagi Pasien dan Keluarga

Hasil asuhan keperawatan ini diharapakan kepada pasien dan

keluarga dapat mengetahui gambaran umum tentang gastritis dan dapat

memberikan pemahaman pada pasien dan keluarga terutama tentang

pentingnya mengontrol makanan yang harus di makan sehingga dapat

menurunkan resiko terjadinya komplikasi gastritis.

c. Bagi Perawat

Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menentukan

diagnosa dan dapat melakukan rencana keperawatan yang tepat pada

pasien dan menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan

dalam merawat pasien dengan penderita gastritis.

d. Bagi Rumah Sakit


7
Hasil asuhan ini di harapakan dapat menambah wawasan bagi

rumah sakit dalam membuat kebijakan perawatan pasien dengan gastritis.

Dan membantu menegakkan diagnosa dan pengobatan bagi pasien dengan

gastritis.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,

kronik difus, atau lokal. Karakteristik dari peradangan ini antara lain

anoreksia, rasa penuh atau tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah

(Suratun, 2010 dalam Mardalena, tanpa tahun:57). Peradangan lokal pada

mukosa lambung ini akan berkembang bila mekanisme protektif mukosa di

penuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. (Mardalena, tanpa tahun:57).

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan

lambung yang bersifat akut, kronis, difus, dan lokal. Dua jenis gastritis yang

sering terjadi adalah superficial akut dan gastritis atrofik kronis (Price &

Wilson, 2006 dalam Nurarif & Hardhi, 2016:249).

Gastritis adalah proses inflamsi pada lapisan mukosa dan submukosa

lambung. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-

sel radang di daerah tersebut. Secara umum, gastritis yang merupakan salah

satu jenis penyakit dalam, dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam:

a. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah suatu peradangan parah pada permukaan

mukosa lambung dengan kerusakan-kerusakan erosi. (Soeparman dalam

9
Mardalena, tanpa tahun:57). Gastritis akut merupakan proses inflamasi

bersifat akut dan biasanya terjadi sepintas pada mukosa lambung. Keadaan

ini paling sering berkaitan dengan penggunaan obat-obatan anti inflamasi

nonsteroid (khususnya, aspirin) dosis tinggi dan dalam jangka waktu,

konsumsi alkohol berlebihan, kebiasaan merokok. (Mardalena, tanpa

tahun:57).

Di samping itu, stres berat seperti luka bakar dan pembedahan,

iskemia dan syok juga dapat menyebabkan gastritis akut. Demikian pula

halnya dengan kemoterapi, uremia, infeksi sistemik, tertelan zat asam atau

alkali, iritasi lambung, trauma mekanik, dan gastrektomi distal (Robbins,

2009 dalam Mardalena, tanpa tahun:58).

b. Gastritis Kronis

Gastritis kronis adalah inflamasi lambung dalam jangka waktu

lama dan juga dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau malignadari

lambung, atau oleh bakteri helicobacter pylory (Soeparman, 2001 dalam

Mardalena, tanpa tahun:58).

Gastritis kronis merupakan keadaan terjadinya perubahan

inflamatorik yang kronis pada mukosa lambung sehingga terjadinya atrofi

mukosa dan metaplasia epitel. Keadaan ini menjadi latar belakang

munculnya dysplasia dan karsinoma (Robbins, 2009 dalam Mardalena,

tanpa tahun:58).

Gastritis kronis dapat diklasifikasikan dalam tipe A atau B.


10
1) Tipe A merupakan gastritis autoimun. Adanya antibody terhadap sel

parietal menimbulkan reaksi peradangan yang pada akhirnya dapat

menimbulkan atropi mukosa lambung. Pada 95% pasien dengan

anemia pernisiosa dan 60% dengan pasien gastritis atropi kronik

memiliki antibody terhadap sel parietal. Biasanya kondisi ini

merupakan tendensi terjadinya Ca lambung pada fundus atau korpus.

(Suratun, 2017:60).

2) Tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat infeksi oleh

helicobacter pylori. Terdapat inflamasi yang difuse pada lapisan

mukosa sampai mukularis, sehingga sering menyebabkan perdarahan

dan erosi. Sering mengenai antrum. (Suratun, 2017:60).

2. Anatomi Fisiologi

a. Lambung

Setelah makanan masuk ke dalam perut, proses pencernaan terus

berlanjut di dalam lambung. Lambung adalah otot berongga berukuran

besar dan terdiri dari tiga bagian, yaitu kardia, fundus, dan antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot

berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam

keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke

dalam kerongkongan. Sfingter bagian atas disebut sfingter kardia.

(Mardalena, tanpa tahun:18).

11
Di dalam lambung, makanan bercampur dengan asam dan enzim

yang disekresikan dari dinding perut. Setelah benar-benar hancur,

makanan kemudian dipindahkan ke dalam usus kecil melalui sfingter

pylorus. Fungsi lambung mirip gudang makanan yang berkontraksi secara

ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. (Mardalena,

tanpa tahun:18).

Sebagaimana dikemukakan oleh Suratun (2017:10), struktur

lambung memiliki lapisan-lapisan. Susunan lapisan dari dalam ke luar,

terdiri dari:

1) Tunika serosa (luar) merupakan bagian dari peritoneum viseralis.

2) Tunika mukosa, terdiri dari tiga lapis otot polos yaitu lapisan

longitudinal (bagian luar), lapisan sirkuler (bagian tengah), dan

lapisan obliq (bagian dalam). Lapisan yang beragam ini

memungkinkan makanan dipecah menjadi partikel yang lebih kecil,

mengaduk, macampur, dan mengalirkan makanan masuk ke

duodenum.

3) Sub mukosa, merupakan lapisan yang menghubungkan mukosa

dengan lapisan mukularis. Mengandung jaringan areolar longgar,

flekus saraf, pembuluh darah dan saluran limfe.

4) Mukosa (lapisan dalam) terdiri dari rugae yang berlipat-lipat sehingga

lambung dapat berdistensi, terdapat tiga kelenjar yaitu:

a) Kelenjar kardia berfungsi mensekresi mukus


12
b) Kelenjar fundus memiliki sel utama yaitu zimogenik (sel chief)

mensekresi pepsinogen menjadi pepsin sel perietal mensekresi

HCL dan faktor intrinsic (berfungsi dalam absorpsi vitamin B12 di

usus halus) dan mensekresi mukus.

c) Kelenjar gastrik, terdapat sel G yang terdapat di daerah pylorus.

Sel G memproduki HCL, pepsinogen, dan subtansi lain yang

disekresikan adalah enzim elektroit (ion Na, kalium, dan klorida).

b. Fungsi Lambung

Sebagaimana dikemukakan oleh Suratun (2017:11), fungsi

lambung adalah sebagai berikut:

1) Menampung makanan, mengahancurkan, menghaluskan makanan

dengan gerakan peristaltik lambung dan getah lambung mengosongkan

lambung. Fungsi menampung dibawah pengaruh nervus vagus dan

dirangsang oleh gastrin. Gerakan peristaltik diatur oleh konduktivitas

listrik intrinsik sedangkan pengosongan lambung dipengaruhi oleh

faktor persarafan dan hormonal (cholecystokinin).

2) Menghasilkan getah cerna lambung yang mengandung pepsin

(berfungsi memecah albumin dan pepton menjadi asam amino), HCl

berfungsi mengasamkan makanan, antiseptik, dan desinfektan, dan

merubah pepsinogen menjadi pepsin serta meransang pengeluaran

empedu diusus dan mengatur katup sfingter pylorus.

3) Memproduksi rennin.
13
4) Mensintesis dan mensekresi gastrin. Gastrin berperan penting dalam

merangsang asam dan pepsin, faktor intrinsik yang membantu absorpsi

vitamin B12, enzim pankreas, peningkatan aliran darah, pengeluaran

insulin, motilitas usus dan lambung, serta menghambat pengosongan

lambung untuk mencapur seluruh isi lambung sebelum masuk ke

duodenum.

5) Mensekresi bikarbonat yang bersama-sama mukus melindungi dinding

lambung terhadap autodigesti oleh pepsin dan asam lambung.

Gerakan lambung terdiri dari gerakan mencampur dan gerakan

perisltaltik, derajat kontraksi pylorus dapat dihambat/ditingkatkan oleh

pengaruh sinyal saraf dan hormonal dari lambung dan duodenum. Hormon

yang berpengaruh pada peristaltik adalah gastrin dan CCK (cholesitokinin

kinase). (Suratun, 2017:12).

Kontarkasi ini adalah kontraksi peristaltik yang ritmis di dalam

korpus. Ketika kontraksi tersebut menjadi sangat kuat, kontraksi ini

bersatu menimbulkan kontraksi tetanik yang continue selama 2-3 menit.

Bila berlanjut terus akan terjadi hunger pangs (nyeri mendadak waktu

lapar yang timbul bila lebih dari 12 jam sampai 24 jam). (Suratun,

2017:12).

c. Fisiologi Sekresi Getah Lambung

Sebagaimana dikemukakan oleh Suratun (2017:13), sekresi

lambung diatur dalam tiga fase:


14
1) Fase Sefalik

Adanya makanan dalam mulut dapat meningkatkan sekresi.

Pada fase sefalik ransang yang muncul dari penglihatan, penciuman

dan tentang persepsi makanan, dan makanan yang terdapat dalam

mulut meransang pusat batang otak untuk meningkatkan stimulasi

parasimpatik (vagal) sehingga terjadi peningkatan salivasi, sekresi

pankreas, pelepasan empedu dan sekresi lambung oleh sel chief dan

parietal. Lambung juga menerima ransangan simpatik pada fase sefalik

dan berespon terhadap peristiwa emosional dan situasional. Keadaan

psikologis seperti rasa takut dan depresi mengurangi sekresi,

sedangkan emosi marah meningkatkan sekresi.

2) Fase Gastrik

Bila hasil pencernaan protein meningkat, maka sekresi gastrin

juga meningkat. Stimulasi sekresi lambung dirangsang oleh makanan

(chyme) di dalam lambung. Peregangan dinding lambung oleh

makanan akan merangsang baroreseptor dinding lambung. Zat kimia,

terutama protein dalam chyme meransang kemoreseptor di mukosa.

Baroreseptor dan kemoreseptor bersama-sama mengaktifkan neuron-

neuron dalam pleksus mienterika untuk menstimulasi sekresi sel chief

dan parietal. Baroreseptor dan kemoreseptor dinding lambung menjadi

sulit di ransang dan GIP (Glukose-dependent Insulino-trophic Peptide)

akan menurunkan sekresi HCl dan motilitas lambung.


15
3) Fase Intestinal

Lemak dan karbohidrat dalam duodenum menghambat sekresi

asam lambung dan pepsin serta pergerakkan lambung melalui hormon

colecitoksin. Fase ini dimulai setelah chyme mencapai duodenum.

Asam yang terdapat pada chyme meransang sel mukosa duodenum

melepas sekretin ke aliran darah. Protein meransang pelepasan

colesitokinin ke dalam aliran darah. Sementara itu glukosa dan lemak

meransang sekresi GIP. GIP meransang pelepasan insulin dan

menurunkan motilitas dan sekresi lambung. Baroreseptor di duodenum

memicu peristaltis sehingga chyme terurai dan bercampur dengan

enzim dan melewati lumen dinding usus halus untuk di absorpsi.

3. Etiologi

Ada beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan seseorang

menderita gastritis antara lain mengkonsumsi obat-obatan kimia seperti

asetaminofen, aspirin, dan steroid kartikosteroid (Suratun, 2010 dalam

Mardalena, tanpa tahun:58). Asetaminofen dan kortikosteroid dapat

mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung, sedangkan NSAIDS

(Nonsteroid Anti Inflammation Drugs) dan kortikosteroid menghambat

sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCl meningkat dan menyebabkan

suasana lambung menjadi sangat asam. Kondisi asam ini menimbulkan iritasi

mukosa lambung. (Mardalena, tanpa tahun:58).

16
Penyebab lain adalah konsumsi alkohol. Alkohol dapat menyebabkan

kerusakan gaster. Terapi radiasi, reflek empedu, zat-zat korosif (cuka, lada)

dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema dan

perdarahan. Kondisi yang stresful seperti trauma, luka bakar, kemoterapi dan

kerusakan susunan saraf pusat akan meransang peningkatan produksi HCL

lambung. Selain itu, infeksi oleh bakteri seperti Helicobakter pylori,

eschericia coli, samonella dan lain-lain juga dianggap pemicu. (Mardalena,

tanpa tahun:58).

4. Patofisiologi

Obat-obatan, alkohol, garam emepedu, dan zat iritan lain dapat

merusak mukosa lambung (gatritis erosive). Mukosa lambung berperan

penting dalam melindungi lambung dari autodigesti oleh asam hidrogen

klorida ( HCl) dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak maka terjadi difusi

HCl ke mukosa HCl kan merusak mukosa. (Mardalena, tanpa tahun:59).

Kehadiran HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan

pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin meransang pelepasan histamin dari sel

mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler

sehingga terjadi perpindahan cairan dari intra sel ke ekstra sel dan

menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada

lambung. Biasanya lambung dapat melakukan regenerasi mukosa oleh karena

itu gangguan tersebut menghilang dengan sendirinya (Suratun, 2010 dalam

Mardalena, tanpa tahun:59).


17
Di sisi lain, bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka

inflamasi akan terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh

jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi

atropi sel mukosa lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa

lambung akan menurun atau menghilang sehingga cobalamin (vitamin B12)

tidak dapat diserap di usus halus padahal vitamin tersebut berperan penting

dalam pertumbuhan maturasi sel darah merah. Pada akhirnya, penderita

gastritis mengalami anemia atau penipisan dinding lambung sehingga rentan

terhadap perforasi lambung dan perdarahan. (Suratun, 2010 dalam Mardalena,

tanpa tahun:59).

18
Obat-obatan (NISAD, H. phylori Kafein
aspirin, sulfanomida
steroid, digitalis)
Melekat pada epitel Me produksi
lambung bikarbonat (HCO3)
Mengganggu
pembentuka sawat
Menghancurkan Me kemampuan
mukosa lambung
lapisan mukosa proteksi terhadap
lambung asam

Me barrier lambung Menyebabkan difusi


5. terhadap asam dan kembali asam
pepsin lambung & pepsin
Kekurangan volume
cairan

Inflamasi Erosi mukosa Perdarahan


lambung

Nyeri epigastrium
Me tonus dan Mukosa lambung
peristaltic lambung kehilangan integritas
Me sensori untuk jaringan
makan Refluks isi duodenum
kelambung
Anoreksia

Mual Dorongan ekspulsi isi


lambung kemulut

Nyeri Akut Ketidakseimbangan Muntah


nutrisi kurang dari
kebutuhan
19 tubuh
Kekurangan volume
cairan
5. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis bervariasi mulai dari keluhana ringan hingga

muncul perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien

tidak menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi klinis pada pasien dengan

gastritis adalah sebagai berikut:

a. Gastritis Akut

Gambaran klinis gastritis akut berkisar dari keadaan asimtomatik,

nyeri abdomen yang ringan hingga nyeri abdomen akut dengan

hematemesis (Robbins, 2009 dalam Mardalena, tanpa tahun:59).

Nyeri episgastrium, mual, muntah, dan perdarahan yang

terselubung maupun nyata. Dengan endoskopi terlihat mukosa lambung

hyperemia dan udem, mungkin juga ditemukan erosi dan perdarahan aktif

(Wim de jong et al, 2005 dalam Nurarif & Hardhi, 2016:249).

b. Gastritis Kronis

Gastritis kronis biasanya asimtomatik, kendati gejala nausea,

vomitus atau keluhan tidak nyaman pada abdomen atas dapat terjadi.

Kadang-kadang terjadi anemia pernisiosa. Hasil laboratorium meliputi

hipoklorhidria lambung dan hipergastrinemia serum. Risiko terjadinya

kanker dalam jangka panjang adalah 2-4% (Robbins, 2009 dalam

Mardalena, tanpa tahun:59).

Kebanyakan gastritis asimtomatik, keluhan lebih berkaitan dengan

komplikasi gasritis atrofik, seperti tukak lambung, defisiensi zat besi,


20
anemia pernisiosa, dan karsinoma lambung (Wim de jong et al, 2005

dalam Nurarif & Hardhi, 2016:249).

6. Tindakan Medis

Pada klien yang mengalami mual dan muntah anjurkan pasien untuk

bedrest, status NPO (Nothing Peroral), pemberian antiemetik dan pasang

infus untuk mempertahankan cairan tubuh pasien. Pasien biasanya sembuh

spontan dalam beberapa hari. Bila muntah berlanjut perlu dipertimbangkan

pemasangan NGT (Naso Gastric Tube). Antasida diberikan untuk mengatasi

perasaan begah dan tidak enak di abdomen dan menetralisir asam lambung

dengan meningkatkan PH lambung sekitar 6. Antagonis H2 dan inhibitor

pompa proton mampu menurunkan sekresi asam lambung. Antibiotik

diberikan apabila dicurigai adanya infeksi oleh helicobacter phylori.

Kombinasi dua atau tiga antibiotik dapat diberikan untuk mengeradikasi

helicobecter phylori. (Suratun, 2017:62).

Bila telah terjadi perdarahan akibat erosi mukosa lambung maka perlu

dilakukan tranfusi darah untuk mengganti cairan yang keluar dari tubuh dan

dilakukan lavage lambung. Bila tidak dapat dikoreksi maka pembedahan

dapat menjadi alternatif. Pembedahan yang dapat dilakukan oleh pasien

gastritis adalah gastrectomi parsial, vagotomi atau pyloroplasti. Injeksi

intravena cobalamin dilakukan bila terdapat anemia pernisiosa. Fokus

intervensi keperawatan adalah bagaimana mengevaluasi dan mengeliminasi

faktor penyebab gastritis antara lain anjurkan pasien untuk tidak


21
mengkonsumsi alkohol, kafein, teh panas, atau zat iritan bagi lambung serta

merubah gaya hidup dengan pola hidup sehat dan meminimalisasi stres.

(Suratun, 2017:62).

Baughman, 2000 (Mardalena, tanpa tahun:60), mengemukakan bahwa

penatalaksanaan medis pada pasien gatritis, baik gastritis akut maupun

gastritis kronis ialah sebagai berikut:

a. Gastritis Akut

1) Pantang minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala menghilang;

ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi.

2) Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan IV.

3) Jika terdapat perdarahan, penatalaksanaannya serupa dengan hemoragi

yang terjadi pada saluran gastrointestinal bagian atas.

4) Jika gastritis terjadi akibat asam kuat atau alkali, encerkan dan

netralkan asam dengan antasida umum, misalnya, alumunium

hidroksida.

5) Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk

yang encer atau cuka diencerkan.

6) Jika korusi parah, hindari muntah dan bilas lambung untuk

menghindari bahaya perforasi.

b. Gastritis Kronis

1) Modifikasi diet, istirahat, reduksi stres, farmakoterapi.

22
2) Helicobacter pylori mungkin diatasi dengan antibiotik dan garam

bismuth.

7. Prosedur Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan gastritis meliputi

gastroskopi, untuk mengetahui kemungkinan perdarahan pada lambung, erosi

atau ulser gaster, perforasi lambung. Selain itu pemeriksaan mungkin

meliputi ketidakseimbangan elektrolit, pre-syok atau syok (Priyanto, 2008

dalam Mardalena, tanpa tahun:60).

a. Darah lengkap bertujuan untuk mengetahui adanya anemia.

b. Pemeriksaan serum vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui adanya

defisiensi B12.

c. Analisis feses bertujuan untuk mengetahui adanya darah dalam feses.

d. Analisis gester bertujuan untuk mengetahui kandungan HCl lambung.

Achlorhidria menunjukkan adanya gastritis atropi.

e. Test antibody serum, bertujuan untuk mengetahui adanya antibody sel

parietal dan faktor instrinsik lambung terhadap helicobacter pylori.

f. Endoscopy, biopsy dan pemeriksaan urin biasanya dilakukan apabila ada

kecurigaan ada perkembangan ulkus peptikum.

g. Sitologi bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung.

8. Diet

a. Diet Lambung I

23
Diet lambung I diberikan kepada pasien Gastritis Akut, ulkus

petikum, pasca perdarahan dan tifus abdominalis berat. Makanan

diberikan dalam bentuk sering dan merupakan perpindahan dari diet pasca

hematemesis-melena, atau setelah fase akut teratasi. Makanan diberikan

setiap 3 jam selama 1-12 hari saja karena membosankan serta kurang

energy, zat besi, tiamin, dan vitamin C (Almatsir, 2007 dalam dewi,

2019).

b. Diet Lambung II

Diet lambung II diberikan sebagai perpindahan dari diet lambung

I, kepada pasien dengan ulkus peptikum atau gastritis kronis dan tifus

abdominalis ringan. Makanan berbentuk lunak, porsi kecil serta diberikan

berupa 3 kali makanan lengkap dan 2-3 kali makanan selingan. Makanan

ini cukup energi, protein, vitamin C, tetap kurang vitamin (Altmatsir, 2007

dalam dewi, 2019).

B. Konsep Anak

1. Asuhan Bepusat-Keluarga

Anak merupakan individu yang tergantung pada lingkungan untuk

memenuhi kebutuhan induvidualnya, salah satunya adalah lingkungan

keluarga (supartini, 2004 dalam Oktiawati, et al., 2017:02). Pemberian asuhan

keperawatan pada anak, perawat harus memperhatikan dan menerapkan

asuhan yang berpusat pada keluarga (family center care). Family center care

adalah unsur yang penting dalam perawatan anak karena anak merupakan
24
bagian dari anggota keluarga, sehingga kehidupan anak dapat ditentukan oleh

lingkungan keluarganya, sehingga perawat harus memahami bahwa keluarga

juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan anak.

Keluarga dalam melakukan perawatan terhadap anak harus saling mendukung,

menghargai, serta meningkatkan kekuatan dan kompetensi dalam memberikan

asuhan terhadap anak (Wong et al, 2009 dalam Oktiawati et al., 2017:02).

2. Asuhan/Perawatan Atraumatic

a. pengertian

Perawatan atraumatic adalah filosofi memberikan perawatan terapi

melalui penggunaan intervensi yang menghilangkan atau meminimalkan

tekanan psikologis dan fisik yang di alami oleh anak-anak dan keluarga

(Whaley & Wong, 2009 dalam Oktiawati et al, 2017:03)

Atraumatic care adalah asuhan yang tidak menimbulkan trauma

pada anak dan keluarganya, merupakan asuhan yang teurapetik karena

bertujuan sebagai terapi yang bagi anak. Atraumatic care dapat diberikan

kepada anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologis dari

tindakan yang diberikan. Perawatan tersebut difokuskan dalam

pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan

(supartini, 2004 dalam Oktiawati et al, 2017:03).

b. Prinsip Atraumatic Care

Anak dan orang tua memerlukan suatu tindakan dan perawatan

yang sensitif untuk mengurangi efek negatif dari hospitalisasi dan


25
meningkatkan pengalaman yang positif. Tekanan psikolgis bagi orang tua

mungkin termasuk kecemasan, ketakutan, marah, kecewa, sedih, gagal,

rasa bersalah, tidak mampu, kehilangan kontrol, tidak berdaya, dan putus

asa (Wiggins, 1994 dalam Oktiawati et al, 2017:03). Stres psikologis bagi

orang tua dapat mencakup kepedulian terhadap anak mereka, lama tinggal

di rumah sakit, ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif

denga profesional perawatan kesehatan dan pengetahuan yang tidak

memadai dan pemahaman tentang penyakit atau situasi. (Oktiawati et al,

2017:03).

Stres lingkungan untuk bayi dan keluarganya diantaranya

lingkungan yang tidak dikenalnya, suara asing, menangis, lampu konstan,

kegiatan yang berhubungan dengan pasien lain, dan baik rasa urgensi atau

kurangnya urgensi atau perhatian dari staf (Whaley & Wong, 2009 dalam

Oktiawati, 2017:03). Prinsip yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan

tersebut adalah mencegah dan meminimalkan perpisahan anak dengan

keluarganya, meningkatkan kontrol diri anak, dan mencegah terjadinya

nyeri serta cedera tubuh (Hockenberry & Wilson, 2007 dalam Oktiawati et

al, 2017:03).

3. Peran Perawat Anak

Wong, et al (Oktiawati, 2017:05), mengemukakan bahwa peran

perawat anak yaitu:

a. Advokasi/Caring Keluarga
26
Tanggung jawab utama sebagai perawat pediatrik adalah

memberikan asuhan keperawatan pada pasien yaitu anak dan keluarganya.

Asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat pediatrik dengan

melakukan kerja sama yang baik dengan anggota keluarga yaitu perawat

melakukan identifikasi tujuan dan kebutuhan perawatan, dan menyusun

intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah pada anak. Perawat dalam

menjalankan perannya sebagai advokat, perawat membantu anak dan

keluarganya untuk menentukan berbagai pilihan atau informasi yyang

diberitahukan dan melakukan tindakan yang terbaik bagi anak. Advokasi

yang dilakukan oleh perawat pediatrik yaitu memberikan jaminan bahwa

keluarga akan mengetahui semua pelayanan kesehatan yang tersedia,

memberikan informasi yang tepat tentang pengobatan dan prosedur

tindakan, dan melibatkan keluarga dalam proses perawatan anak serta

mendorong keluarga untuk berubah atau mendukung pelayanan kesehatan

yang ada.

Pada saat melakukan praktik perawatan terhadap anak dan

keluarganya, perawat harus mampu menunjukkan caring, menunjukkan

rasa kasih sayang dan empati kepada orang lain. Aspek caring dapat

diwujudkan pada konsep atraumatic dan pengembangan hubungan

teurapetik dengan pasien. Pelayanan keperawatan yang diberikan dari

seorang perawat dengan penuh tanggung jawab, diantaranya mengetahui

kehadiran orang tua, mendengarkan, memberikan kenyamanan terhadap


27
perasaan orang tua terhadap lingkungan rumah sakit, mengikutsertakan

anak dan keluarga dalam prose perawatan kesehatan, menunjukkan minat

dan perhatian terhadap asuhan perawatan yang di berikan, memperlihatkan

kasih sayang dan peka pada respon anak dan keluarga, dan memberikan

informasi tentang asuhan keperawatan yang di berikan.

b. Pencegahan Penyakit/Promosi Kesehatan

Pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan merupakan tren

pelayanan kesehatan masa depan. Peran perawat disini merencanakan

asuhan yang mengembangkan setiap aspek pertumbuhan dan

perkembangan anak. Apabila masalah yang terjadi dapat diidentifikasi

dengan jelas dan tepat, maka perawat bertindak untuk mengintervensi

secara langsung atau merujuk pada tempat kesehatan lain yang lebih tepat.

Pendekattan terbaik yang dilakukan dalam program pencegahan yaitu

pendidikan kesehatan dan pedoman antisipasi terhadap masalah.

Pengenalan terhadap masalah atau bahaya yang akan terjadi di

seiap perkembangan anak memungkinkan perawat untuk melakukan

bimbingan pada saat proses asuhan keperawatan dilakukan dalam

pencegahan masalah potensial.

c. Dukungan/Konseling

Aspek fisik dan psikologis perlu diperhatikan oleh seorang perawat

saat melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarganya.

Begitu juga saat memberikan perawatan pada pasien anak. Perhatian


28
terhadap kebutuhan psikologis anak dengan memberikan dukungan

ataupun konseling. Dukungan yang diberikan yaitu : mendengar,

menyentuh anak, dan hadir secara fisik.

Pertukaran pendapat dan ide untuk menyelesaikan suatu masalah

secara berssama dilakukan oleh perawat dan pasien serta keluarga saat

melakukan konseling. Konseling melibatkan dukungan, penyuluhan dan

teknik dalam mendorong ekpresi pikiran dan perasaan, serta pendekatan

tertentu untuk membantu keluarga dalam mengatasi stres yang terjadi.

d. Koordinasi, Kolaborasi, Advokasi

Asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat pediatrik

dengan melakukan kerja sama yang baik dengan anggota keluarga yaitu

perawata melakukan identifikasi tujuan dan kebutuhan perawatan, dan

merencanakan intervensi tepat untuk mengatasi masalah yang terjadi pada

anak. Perawat dalam menjalankan perannya sebagai advokat.

4. Hospitalisasi

a. Pengertian

Hospitalisasi merupakan keadaan yang mengaharuskan anak

tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan karena suatu alasan

yang berencana maupun kondisi darurat. Tinggal dirumah sakit dapat

menimbulkan stres bagi anak-anak, remaja, dan keluarga mereka.

(Mendri, tanpa tahun:19).

29
Tinggal dirumah sakit bisa sulit bagi anak usia berapa pun.

Penyakit dan rumah sakit berpotensi besar membuat anak mengalami

stres. Proses hospitalisasi dapat dikatakan menggangu kehidupan anak dan

dapat mengganggu kehidupan normal. Ketika anak-anak menjalani

perawatan di rumah sakit, mereka mungkin kehilangan teman-teman dan

keluarga. Mereka mungkin bosan atau takut. Anak-anak mungkin tidak

mengerti kenapa mereka berada di rumah sakit atau mereka mungkin

memiliki keyakinan yang salah tentang apa yang terjadi. (Mendri, tanpa

tahun:19).

Persentase anak-anak yang dirawat dirumah sakit telah mengalami

perubahan yang cukup besar dalam dua dekade terakhir. Mulai dari bayi

yang baru lahir dalam kondisi sakit/memiliki penyakit, anak-anak yang

terluka, atau anak-anak berkebutuhan khusus mengalami proses

hospitalisasi. Penelitian sudah menunjukkan bahwa pengalaman proses

melewati hospitalisasi dan keakraban dengan prosedur medis tidak

mengurangi rasa takut pada anak-anak. Bahkan, pengalaman mungkin

menjadi penyebab mengganti rasa takut yang diketahui atau tidak

diketahui. Keadaan penyakit dapat menyebabkan pengalaman prosedur

invasif dan traumatik. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan efek

emosional yang merugikan pada anak-anak. (Mendri, tanpa tahun:20).

b. Dampak Hospitalisasi Pada Anak

30
Proses hospitalisasi dapat menjadi pengalaman yang

membingungkan dan menegangkan bagi anak-anak, remaja dan keluarga

mereka. Pada umunya, anak dan keluarga mereka memiliki banyak

pertayaan ketika dijadwalkanun untuk menjalani operasi atau rawat inap.

Peroses hospitalisasi memperngaruhi anak-anak dengan cara berbeda,

tergantung pada usia, alasan untuk rawat inap mereka, dan temperamen.

Temperamen adalah bagaimana anak bereaksi terhadap situasi baru atau

unfamiliar. (Mendri, tanpa tahun:21).

Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap

pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat

bergantung pada tahpan usia perkembangan anak, pengalaman

sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan

kemampuan koping yang dimilikinya (Supartini, 2004 dalam Mendri,

tanpa tahun:21).

Kecemasan karena perpisahan dengan keluarga dan teman

berpengaruh pada terganggunya aktivitas bersama teman, rutinitas yang

dijalani bersama keluarga, hubungan teman sebaya, dan prestasi di

sekolah. Anak yang berada dilingkungan baru selama proses hospitalisasi

juga merasa takut pada orang asing yang merawatnya maupun lingkungan

rumah sakit yang terasa asing. Selain itu, ketidaksukaan anak pada

lingkungan rumah sakit juga disebabkan oleh ruangan rumah sakit yang

ramai, lingkungan yang panas, fasilitas permainan yang kurang memadai,


31
dan makanan rumah sakit yang mungkin terasa hambar dan tidak enak.

(Mendri, tanpa tahun:21).

Anak juga dapat mengalami hilang kontrol diri ketika menjalani

proses hospitalisasi. Misalnya, anak kehilangan kontrol terhadap

kebutuhan-kebutuhan pribadi, waktu makan, waktu tidur, dan waktu untuk

menjalankan sebuah prosedur. Anak juga biasanya kehilangan

kepercayaan diri karena dianggap sakit. Biasanya orang disekitar nya akan

sangat membatasi aktivitas yang boleh dilakukan. (Mendri, tanpa

tahun:21).

Sebagaimana dikemukakan oleh Mendri (tanpa tahun:22), bahwa

berikut reaksi anak terhadap sakit dan proses hospitalisasi sesuai dengan

tahapan perkembangan anak:

1) Fase Lahir Sampai 12 Bulan

Anak pada usia ini dapat menjadi kelompok usia yang paling

menantang untuk mempersiapkan operasi karena pemahaman mereka

yang terbatas dan penggunaan bahasa. Anak pada usia ini juga paling

sensitif terhadap lingkungan mereka seperti, nada suara, sentuhan dan

gerakan tiba-tiba. Ketakutan terbesar bagi anak-anak usia ini adalah

terpisah dari orang tua mereka. Orang tua bisa membawa boneka

favorit, dot, atau selimut kerumah sakit untuk membantu

menenangkan anak. Kehadiran dan ikatan waktu orang tua menjadi

bagian paling penting dari rumah sakit untuk proses hospitalisasi anak.
32
2) Fase 2 Sampai 24 Bulan

Anak-anak pada usia ini juga mulai mengembangkan

kemampuan kepercayaan mereka. Pengembangan kepercayaan bisa

menggangu atau sulit dirumah sakit karena ada banyak orang yang

terlibat dengan perawatan anak. Stres juga diakibatkan karena anak

mulai menyadari bahwa ia berada jauh dari keluarga. Anak pada usia

ini sering takut orang asing dan tidak sepenuhnya memahami mengapa

mereka di rumah sakit.

3) Fase 2 Sampai 5 Tahun

Perawatan anak pada usia ini membuat anak mengalami stres

karena merasa berada jauh dari rumah dan kehilangan rutinitas yang

familiar. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia ini

adalah menolak makan, menolak perawatan yang dilakukan, menangis

perlahan, dan tidak kooperatif terhadap perawat.

Sebagian besar anak-anak dalam kelompok usia ini siap untuk

mandiri dan ingin membuat pilihan. Usia ini juga adalah usia dimana

imajinasi dan pemikiran berjalan liar sehingga dapat menyebabkan

ketakutan dan mimpi buruk. Proses hospitalisasi dapat dipersepsikan

sebagai proses perampasan kebebasan, konsistensi, dan pilihan anak.

4) Fase 5 Sampai 12 Tahun

Anak usia sekolah ingin menjadi sangat mandiri dari orang tua

mereka. Proses sosialisasi dan hubungan teman sebaya menjadi lebih


33
penting selama usia ini. Anak-anak dalam kelompok usia ini sangat

menyadari perubahan tubuh serta penampilan fisik. Mereka sangat

sensitif terhadap pemeriksaan tubuh dan mungkin merasa malu.

Memberi anak-anak dalam kelompok usia ini privasi mereka selama

ini akan menjadi hal yang penting untuk di lakukan.

5) Fase 12 Tahun Sampai Ke Atas

Kecemasan yang timbul akibat proses hospitalisasi pada anak

usia remaja disebabkan adanya perpisahan dengan teman sebaya dan

hilangnya privasi diri. Anak pada usia remaja juga menunjukkan

reaksi aktif pada pembatasan aktivitas dengan menolak perawatan

yang dilakukan dan tidak kooperatif dengan petugas kesehatan. Anak

juga menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan

(isolasi).

C. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data Demografi

Pengkajian data demografi meliputi identitas klien, umur,

pekerjaan, dan alamat. Pada umur remaja lebih beresiko mempunyai

penyakit gastritis, sedang pada lansia adalah dispepsia kakeksia. Alamat

atau tempat tinggal sering dihubungkan dengan budaya atau adat di daerah

domisili seseorang. Contohnya orang yang berdomisili di sumatera barat

(padang) cenderung suka makan makanan yang pedas sehingga beresiko


34
mengalami gastritis, sedangkan pada orang jawa lazimnya ada budaya

“prihatin” yang memungkinkan terjadinya gangguan lambung dan

pemenuhan gizi. (Diyono, 2013:18).

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Perlu di kaji adanya riwayat gangguan saluran pencernaan pada

masa lalu seperti diare, dispepsia, gangguan lambung, usus, hati, pankreas,

dan sebagainya. Tanyakan apakah pasien pernah dirawat dirumah sakit,

berapa lama, dan pulang dengan status apa. Riwayat pembedahan juga

perlu dikaji baik pembedahan abdomen maupun sistem yang lain.

(Diyono, 2013:19).

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji secara hati-hati namun

detail, karena banyak penyakit saluran terjadi akibat pola kebiasaan pada

keluarga yang kurang baik seperti penyiapan dan penyimpanan makanan,

pola diet keluarga, dan bahkan pola sanitasi keluarga yang seperti cuci

tangan, tempat BAB, dan pola masak makanan. (Diyono, 2013:20).

d. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian dimulai dengan menanyakan keluhan utama pasien

secara kronologis, yaitu waktu, pencetus, durasi, manajemen, keluarga,

dan lain bawa ke rumah sakit. Keluhan-keluhan utama yang sering

dirasakan oleh pasien yang mengalami sistem pencernaan. (Diyono,

2013:20).
35
e. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik merupakan metode pengumpulan data dengan

cara melakukan pengamatan pada bagian fisik dari pasien, baik dengan

alat maupun tidak. Sebagaimana dikemukakan oleh Dayono (2013:23),

bahwa pemeriksaan fisik difokuskan untuk mengetahui manifestasi fisik

akibat saluran cerna meliputi:

1) Keadaan umum

Meliputi aktivitas motorik, posisi tubuh, perubahan nutrisi

(antopometri)

2) Kulit

Meliputi warna : ikterus, sianosis, pucat, turgor, edema, tekstur

(berminyak, kering, dan kondisi dermatologis).

3) Kepala

Warna sklera, konjungtiva, mata cekung, bau napas, kondisi gigi, lidah

dan mukosa bukal.

4) Abdomen

Ukuran, bentuk, perubahan warna kulit, tonjolan yang tampak,

jaringan parut, fistula, pengembangan respirasi yang terbatas, lipatan

kulit yang berlebihan.

5) Faktor-faktor psikologi

Kegelisahan, depresi, dan asietas.

6) Inspeksi
36
Inspeksi dimulai dari kepala untuk melihat kondisi atau warna

konjungtiva, warna sklera, pembesaran kelenjar tiroid. Cermati tanda-

tanda anemia, ikterus, tiroiditis, dan sebagainya. (Diyono, 2013:24).

7) Auskultasi

Auskultasi sebaiknya dilakukan sebelum palpasi dan perkusi untuk

menghindari perubahan frekuensi dan kualitas bising usus.

Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan

gerakan usus, dan kemungkinan adanya gangguan vaskuler. (Diyono,

2013:26).

8) Palpasi

Palpasi merupakan teknik pemeriksaan fisik dengan meraba atau

memegang area tubuh. Pada umumnya palpasi untuk pemeriksaan

gastrointestinal difokuskan pada palpasi abdomen. (Diyono, 2013:26).

9) Perkusi

Perkusi berguna untuk mengetahui ukuran hepar, lien, ascites, masa

padat atau kistik, dan adanya udara pada lambung atau usus. (Diyono,

2013:26).

2. Diagnosis Keperawatan

Suratun, 2010 dan Baughman, 2000 (Mardalena, tanpa tahun: 61),

mengemukakan bahwa diagnosis keperawatan yang lazim muncul pada pasien

dengan gastritis yaitu :

37
a. Kekurangan volume cairan berkaitan dengan output cairan yang

berlebihan atau intake cairan yang tidak adekuat.

b. Nyeri berkaitan dengan iritasi mukosa gaster

c. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tindakan

pembatasan intake nutrisi, puasa.

d. Ansietas berhubungan dengan proses pengobatan dan perubahan status

kesehatan.

e. Defisit pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/kurang mengingat,

tidak mengenal sumber informasi, atau kesalahan interprestasi.

3. Intervensi Keperawatan

Suratun, 2010 dan Baughman, 2000 (Mardalena, tanpa tahun: 62),

mengemukakan bahwa intervensi keperawatan pasien gastritis adalah sebagai

berikut:

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output cairan yang

berlebihan, intake cairan yang tidak adekuat.

1) Tujuan : pemenuhan kebutuhan cairan yang adekuat.

2) Kriteria Hasil : pengeluaran urine adekuat, tanda-tanda vital dalam

batas normal, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian

kapiler kurang dari 3 detik.

3) Intervensi

38
a) Catat karakteristik muntah dan drainase untuk membedakan

distres gaster.

b) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam untuk mengetahui

perubahan tekanan darah dan nadi indikator dehidrasi.

c) Monitor tanda-tanda dehidrasi (membran mukosa, turgor kulit,

pengisian kapiler) untuk mengindentifikasi terjadinya dehidrasi.

d) Observasi masukan (intake) dan pengeluaran (output) cairan untuk

mengetahui keseimbangan cairan tubuh.

e) Pertahankan tirah baring untuk menurunkan kerja gaster sehingga

mencegah terjadinya muntah. Tinggikan kepala tempat tidur

selama pemberian antasid untuk mencegah refluks dan aspirasi

antasid.

f) Berikan cairan peroral 2 liter/hari untuk menetralisir asam

lambung.

g) Jelaskan pada pasien agar menghindarin kafein. Kafein meransang

produksi asam lambung.

h) Berikan cairan intravena sesuai terapi medik untuk pergantian

cairan sesuai derajat hipovalemi dan kehilangan cairan. Pasang

NGT pada pasien yang mengalami perdarahan akut untuk

membersihkan lambung sesuai program terapi.

i) Pantau hasil pemeriksaan hemoglobin (HB) untuk mengidentifikasi

adanya anemia.
39
j) Berikan terapi antibiotik, antasid, Vit K, sesuai program medik

untuk mengatasi masalah gastritis dan hematemsis.

b. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa gaster.

1) Tujuan : nyeri teratasi

2) Kriteria Hasil :

a) Pasien rileks, dan dapat tidur nyenyak.

b) Skala nyeri pasien adalah 1-2

3) Intervensi

a) Kaji dan catat keluhan nyeri termasuk lokasi, lamanya intensitas

skala nyeri (0-10) untuk menentukan intervensi dan mengetahui

efek terapi

b) Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering. Makanan

sebagai penatralisir asam lambung. Jelaskan agar pasien

menghindari makanan yang merangsang lambung, seperti makanan

pedas, asam dan mengandung gas. Makanan yang merangsang

dapat mengiritasi mukosa lambung.

c) Atur posisi tidur senyaman mungkin. Posisi yang nyaman dapat

menurunkan nyeri. Anjurkan pasien untuk melakukan teknik

relaksasi, seperti nafas dalam, mendengar musik, menonton TV

dan membaca. Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian

pasien sehingga dapat menurunkan nyeri.

40
d) Berikan terapi analgetik dan antasid untuk menghilangkan nyeri

lambung.

c. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tindakan

pembatasan intake nutrisi, puasa.

1) Tujuan : pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat..

2) Kriteria Hasil

a) Berat badan stabil

b) Nilai laboratorium : albumin normal, tidak mual dan muntah berat

badan dalam batas normal, bising usus normal.

3) Intervensi

a) Kaji status nutrisi dan pola makan pasien sebagai dasar untuk

menentukan intervensi.

b) Meminta pasien berpuasa selama fase akut untuk menurunkan

ransangan lembung sehingga mencegah muntah. Berikan nutrisi

enteral atau pareteral, jika pasien berpuasa untuk pemenuhan

kebutuhan nutrisi.

c) Berikan minuman peroral secara bertahap jika fase akut berkurang

untuk meransang gaster secara bertahap. Berikan makan peroral

secara bertahap, mulai dari makanan saring untuk mencegah

terjadinya iritasi pada mukosa lambung.

d) Jelaskan agar pasien menghindari minuman yang mengandung

kafein. Kafein dapat meransang aktivitas gaster.


41
e) Timbang berat badan pasien setiap hari dengan alat ukur yang

sama untuk mengetahui status nutris pasien.

f) Berikan terapi multivitamin dan antasid sesuai program medik

untuk meningkatkan nafsu makan menghilangkan mual.

d. Ansietas berhubungan dengan proses pengobatan dan perubahan status

kesehatan.

1) Tujuan : ansietas dapat teratasi. Respons fisiologi dalam batas normal

2) Kriteria Hasil : mengetahui derajat kecemasan yang dialami pasien,

dan apakah hal tersebut berhubungan dengan kondisi fisik/status syok.

3) Intervensi

a) Catat petunjuk prilaku gelisah, mudah teransang, kurang kontak

mata, prilaku melawan/menyerang. Indikator derajat takut yang

dialami pasien misalnya pasien akan merasa tak terkontrol

terhadap situasi atau mencapai status panik.

b) Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik untuk

membuat hubungan terapeutik. Hal ini membantu pasien menerima

perasaan normal yang dapat membantu agar pasien merasa kurang

terisolasi.

c) Berikan terapi suportif pada pasien dan keluarga selama

pengobatan dengan memindahkan pasien dari stresor luar

meningkatkan relaksasi.

42
d) Dorong orang terdekat agar tinggal dengan pasien untuk

membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan

menjadi seorang diri.

e) Kolaborasi dengan memberikan obat sesuai indikasi, seperti

diazepam, klorazepat, alprazoplam. Obat jenis sedate/tranqualizer

dapat digunakan kadang kadang untuk menurunkan ansietas.

e. Defisit pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/kurang mengingat,

tidak mengenal sumber informasi, kesalahan interprestasi.

1) Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri dan

penggunaan tindakan pengobatan.

2) Kriteria Hasil : pasien mulai mendiskusikan perannya dalam

mencegah kekambuhan, mengidentifikasi/melakukan perubahan pola

hidup yang perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan.

3) Intervensi

a) Tentukan persepsi pasien terhadap perdarahan. Hal ini membantu

pengetahuan pasien dan memberikan kesadaran yang konstruktif

pada pasien.

b) Kaji ulang tentang etiologi perdarahan, penyebab/efek prilaku pola

hidup, dan cara menurunkan resiko/faktor pendukung untuk

memberikan pengetahuan dasar agar pasien dapat membuat pilihan

43
informasi/keputusan tentang masa depan kontrol masalah

kesehatan.

c) Bantu pasien mengidentifikasi hubungan masakan makanan dan

pencetus/atau hilangnya nyeri epigastrik agar pasien paham apa

saja yang dapat meransang keasaman lambung.

d) Anjurkan makan sedikit tapi sering/makanan kecil. Sering makan

mempertahankan netralisis HCl, melarutkan isi lambung pada

kerja minimal asam mukosa lambung.

e) Tekankan pentingnya tanda/gejala seperti warna feses menghitam,

atau distensi abdomen.

f) Dukung penggunaan teknik penanganan stres untuk menurunkan

ransang ekstrenik.

g) Kaji ulang program obat, kemungkinan efek pemberian interaksi

dengan obat lain dengan cepat agar dapat mempengaruhi pilihan

obat dan atau penentuan resep.

4. Implementasi

Komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup

penerapan keterampilan yang diperlukan untuk mengimplementasikan

intervensi keperawatan (Carpenito, 2009 dalam Mardalena, tanpa tahun:66).

Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya

berfokus pada :

a. Melakukan aktivitas untuk pasien atau membantu pasien.


44
b. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru

atau memantau status masalah yang telah ada.

c. Memberikan pendidikan kesehatan untuk membantu pasien mendapatkan

pengetahuan yang baru tentang kesehatan nya atau penatalaksanaan

gangguan.

d. Membantu pasien membuat keputusan tentang layanan kesehatannya

sendiri.

e. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk

mendapatkan pengarahan yang tepat.

f. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau

menyelesaikan masalah kesehatan.

g. Membantu pasien melakukan aktivitasnya sendiri.

h. Membantu pasien mengidentifikasi resiko atau masalah dan menggali

pilihan yang tersedia.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati

dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi,

2008 dalam Mardalena, tanpa tahun:67). Evaluasi dilakukan dengan cara

berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.

Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, pasien

bisa keluar dari siklus proses keperawatan.


45
Jika evaluasi menunjukkan sebaliknya, maka perlu dilakukan kajian

ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk :

a. Melihat dan menilai kemampuan pasien dalam mecapai tujuan.

b. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.

c. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.

46
BAB III

METODE PENULISAN

A. Desain Penulisan

Studi kasus ini adalah studi mengeksplorasi Asuhan Keperawatan Pada

Anak Dengan Gastritis Di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa.

B. Batasan Istilah

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,

kronik difus, atau local. Karakteristik dari peradangan ini antara lain anoreksia,

rasa penuh atau tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah (Suratun, 2010

dalam Mardalena, tanpa tahun:57). Peradangan local pada mukosa lambung ini

akan berkembang bila mekanisme protektif mukosa di penuhi dengan bakteri atau

bahan iritan lain.

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan lambung

yang bersifat akut, kronis, difus, dan lokal. Dua jenis gastritis yang sering terjadi

adalah superficial akut dan gastritis atrofik kronis (price & wilson, 2006 dalam

Nurarif & Hardhi, 2016:249).

C. Lokasi Dan Waktu Penulisan

Lokasi studi kasus ini dilakukan di Ruang Perawat Anak RSUD Kota

Langsa. Waktu pelaksanaan studi kasus ini akan direncanakan pada bulan mei

dengan jumlah 3-4 hari selama masa perawatan.

47
D. Pengumpulan Data

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan utama,

riwayat kesehatan sekarang, dahulu, keluarga, dll). Sumber data dari pasien,

keluarga, perawat lainnya menggunakan format pengkajian sesuai dengan

permintaan.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA : Inspeksi,

Palpasi, Perkusi, Auskultasi) pada system tubuh pasien.

3. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostic dan data lain

yang relevan).

E. Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak penulis dilapangan, sewaktu pengumpulan

data sampai dengan semua data yang terkumpul, analisa data dilakukan dengan

cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada

dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang

digunakan dengan interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk

menjawab rumusan masalah.

Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh penulis dan studi

dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterprestasikan dan

dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi

dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis adalah :

1. Pengumpulan Data
48
Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,

dokumentasi). Hasil ditulis dalam dokumentasi keperawatan.

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dikelompokkan menjadi data

subjektif dan objektif, analisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostic

kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun

teks naratif. Kerahasian dari pasien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari pasien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudia data di bahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penulisan terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data

yang dikumpulkan terkait pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan

evaluasi.

49
DAFTAR PUSTAKA

Anshari, S. N & Suprayitno. (2019). Hubungan Stres Dengan Kejadian Gastritis Pada

Kelompok Usia 20-45 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Bengkuring Kota

Samarinda Tahun 2019 . Borneo Student Research , 140-145.

Diyono & Sri Mulyanti. (2013). BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Sistem Pencernaan Dilengkapi Contoh Studi Kasus dengan Aplikasi NNN

(Nanda Noc Nic). EDISI PERTAMA. Jakarta: KENCANA.

Karimah, D., Nunung, N., & Gigin Ginanjar Kamil Basar. (t.thn.). PENGARUH

PEMENUHAN KESEHATAN ANAK TERHADAP PERKEMBANGAN

ANAK. PROSIDING KS: RISET & PKM , 118-125.

LeMone, P., Karen M. Burke., & Gerene Bauldoff. (2018). Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Gangguan Gastrointestinal DIAGNOSIS KEPERAWATAN

NANDA PILIHAN, NIC & NOC. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Mardalena, I. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan SISTEM

PENCERNAAN. Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.

Mendri, N. K & Agus Sarwo Prayogi. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit & Bayi

Resiko Tinggi. Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.

Nurarif, A. H & Hardhi Kusuma. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS

Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus.

Jogjakarta: MediAction.

50
Oktiawati, A dkk. (2017). Teori dan Konsep KEPERAWATAN PEDIATRIK

"DIlengkapi Dengan Format Penilaian Laboratorium". Jakarta: Trans Info

Media.

Suratun & Lusianah. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

Wahyuni, S. D., Rumpiati., & Rista Eko Muji Lestariningsih. (2017). HUBUNGAN

POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA REMAJA.

GLOBAL HEALTH SCIENCE , 149-154.

51

Anda mungkin juga menyukai