Anda di halaman 1dari 111

POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIARE


DI RUANG 2 IBU DAN ANAK RS REKSODIWIRYO
PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan ke Program Studi D III Keperawatan Politeknik Kesehatan


Kementrian Kesehatan RI Padang sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh
gelar Ahli Madya Keperawatan

LIDIA PARAMITA
NIM: 143110252

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
PADANG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Anak Pada Anak dengan Diare di Ruang 2 Ibu
dan Anak RS Reksodiwiryo Padang pada Tahun 2017”. Shalawat beriring
salam peneliti sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat
manusia dari alam kebodohan kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan
seperti sekarang ini.

Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya tulis ilmiah, Sangatlah sulit bagi
peneliti untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ns. Zolla Amelly Ilda, M. Kep selaku pembimbing I yang telah
mengarahkan membimbing dan memberikan masukan dengan penuh
kesabaran dan perhatian dalam membuat karya tulis ilmiah ini.
2. Ibu Delima, S.Pd, M.Kes selaku pembimbing II yang telah mengarahkan
membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian dalam membuat karya tulis ilmiah ini.
3. Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Padang
4. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang
5. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Padang
6. Ibu/Bapak Staf Dosen Program Studi Keperawatan Padang Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang yang telah memberikan
bekal ilmu untuk bekal peneliti.

7. Bapak Direktur RS Reksodiwiryo Padang beserta staf yang telah


mengizinkan untuk melakukan penelitian

i
Poltekkes Kemenkes Padang
8. Teristimewa kepada papa, mama, sisil, dan adek yang telah memberikan
semangat, serta restu yang tak dapat ternilai dengan apapun. Maaf kalau
selama kuliah Lidia banyak menghabiskan uang papa dan mama baik
untuk keperluan kuliah maupun yang tidak untuk keperluan kuliah.
Semoga Allah SWT membalas semua jasa papa, mama.
9. Spesial kepada para sahabat Nanda Berta Chania Amd.Kep, Shania Nabila
Amd.Kep, Rissa Mona Eriksani Amd.Kep , Thalhah Gazali Amd.Kep,
Nopebrian Bazar Yulias Amd.Kep, Dwi Sarah Rahmaniar Amd.Kep yang
selalu memberikan motivasi, tawa, sedih bersama selama tiga tahun ini
hingga penyusunan karya tulis ilmiah sampai kita wisuda nanti.
10. Terimakasih untuk Kelompok 2 Komunitas, Lady Permata Sari Amd.Kep
yang sudah mau menghabiskan waktu bersama selama praktek.
Terimakasih juga untuk Kelompok 54 PKTL senang bisa bertemu kalian,
senang bisa menghabiskan hari-hari selama PKLT bersama kalian.
11. Kepada nenek ipin, nenek anun, dan nenek sofi yang sudah mau
mendengarkan keluh kesah peneliti selama ini. Semoga kita semua bisa
sukses dibidangnya masing-masing.
12. Rekan- rekan kelas III C yang seperjuangan, terutama zizi yang sudah mau
berjuang dari awal sampai akhirnya ujian karya tulis ilmiah dan teman-
teman Bp 2014 keperawatan yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah mambantu. Semoga nantinya dapat membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
Padang, Juni 2017

Penulis

ii
Poltekkes Kemenkes Padang
iii
Poltekkes Kemenkes Padang
iv
Poltekkes Kemenkes Padang
v
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lidia Paramita

NIM 143110252

Tempat/Tanggal Lahir: Padang/ 14 Maret 1996

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Nama Orang Tua

Ayah : Dafril

Ibu : Yusnita

Alamat : Komp. Perum Green Arya 1 No. 01 RT. 05


Kel. Tabing Banda Gadang Kec. Nanggalo,
Padang

Riwayat Pendidikan

No Pendidikan Tahun Ajaran


1 SDN 03 Alai Padang Timur 2002-2008
2 SMP N 22 Padang 2008-2011
3 SMA PGRI 1 Padang 2011-2014
4 Prodi Keperawatan Padang, Jurusan 2014-2017
Keperawatan, Poltekkes Kemenkes RI Padang

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

vi
Poltekkes Kemenkes Padang
JURUSAN KEPERAWATAN

Karya Tulis Ilmiah, Juni


2017 Lidia Paramita

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diare di Ruang 2 Ibu dan Anak RS
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017

Isi : xii + 86 Halaman + 10 Tabel + 1 Bagan + 7 Lampiran

ABSTRAK
Diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada
anak. Berdasarkan data yang didapatkan dari Rekam Medis RS Reksodiwiryo
Padang didapatkan data jumlah pasien rawat inap dengan Diare pada tahun 2016
sebanyak 337 orang. Tujuan penelitian adalah diketahuinya asuhan keperawatan
pada pasien anak dengan Diare di Ruang 2 Ibu dan Anak RS Reksodiwiryo
Padang tahun 2017.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain studi
kasus. Dilakukan tanggal 23 Mei sampai dengan 27 Mei 2017 di Ruang 2 Ibu Dan
Anak RS Reksodiwiryo Padang. Populasi penelitian ini seluruh pasien anak Diare
dengan sampel yang diambil secara purposive sampling. Instrument
pengumpulan data yang digunakan format pengkajian dan alat pemeriksaan fisik.
Metode pengumpulan data wawancara, observasi, studi dokumentasi, setelah itu
data yang dianalisis untuk merumuskan diagnosa dan intervensi keperawatan.
Hasil penelitian yang didapatkan pada An.D dan An.R yaitu mengalami
Diare dengan gejala yang berbeda yaitu pada An.D BAB encer, BAB lebih dari 7
kali, demam, malas minum, sedangkan pada An.R BAB encer, BAB > 10 kali,
berlendir, demam, banyak minum, anus dan daerah sekitarnya lembab, berwana
kemerahan. Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada kasus An.D dan
An.R yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif. Rencana keperawatan yaitu manajemen cairan, manjemen hipovolemia,
monitor cairan. Implementasi keperawatan yang dilakukan berdasarkan intervensi
yang telah dirumuskan. Evaluasi yang didapatkan pada An.D yaitu masalah
kekurangan volume cairan teratasi pada hari ke lima, pada An.R teratasi pada hari
ke empat.
Disarankan kepada Direktur RS Reksodiwiryo Padang agar sering
dilaksanakan palatihan secara berkala penyegaran asuhan keperawatan pada
pasien anak dengan Diare kepada pegawai khususnya perawat. Agar lebih
memperhatikan intervensi terhadap monitor kehilangan cairan yang berlebihan
pada pasien diare dehidrasi ringan/sedang.
Kata kunci (Key Word): Diare Dehidrasi ringan/sedang, Asuhan
Keperawatan
Daftar Pustaka: 34 (2008-2017)

vii
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................iv
LEMBAR ORISINALITAS................................................................................v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...........................................................................vi
ABSTRAK........................................................................................................vii
DAFTAR ISI....................................................................................................viii
DAFTAR BAGAN..............................................................................................x
DAFTAR TABEL..............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................5
D. Manfaat Penelitian...................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................8
A. Konsep Kasus Diare................................................................................8
1. Pengertian Diare................................................................................8
2. Klasifikasi Diare................................................................................8
3. Etiologi............................................................................................10
4. Patofisiologi.....................................................................................13
5. WOC................................................................................................17
6. Manifestasi Klinis............................................................................18
7. Respon Tubuh..................................................................................20
8. Penatalaksanaan...............................................................................21
9. Komplikasi......................................................................................29
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diare......................31
1. Pengkajian.......................................................................................31
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan............................................37
3. Perencanaan Keperawatan...............................................................38
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................49
A. Desain Penelitian...................................................................................49
B. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................49
C. Subjek Penelitian...................................................................................49
D. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data................................................50
E. Cara Pengumpulan Data........................................................................50

viii
Poltekkes Kemenkes Padang
F. Jenis-Jenis Data.....................................................................................52
G. Rencana Analisis...................................................................................53
BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN.................................54
A. Deskripsi Kasus.....................................................................................54
1. Pengkajian.......................................................................................54
2. Diagnosis Keperawatan...................................................................56
3. Intervensi Keperawatan...................................................................59
4. Implementasi Keperawatan.............................................................62
5. Evaluasi Keperawatan.....................................................................64
B. Pembahasan...........................................................................................67
1. Pengkajian.......................................................................................67
2. Diagnosis Keperawatan...................................................................70
3. Intervensi Keperawatan...................................................................76
4. Implementasi Keperawatan.............................................................77
5. Evaluasi Keperawatan.....................................................................79
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 WOC Diare Pada Anak...................................................................17

ix
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penilaian Derajat Dehidrasi...............................................................19


Tabel 2.2 Pemberian Oralit................................................................................23
Tabel 2.3 Pemberian Cairan..............................................................................24
Tabel 2.4 Persentase Kehilangan Berat Badan Berdasarkan Tingkat
Dehidrasi31 Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan................................................36
Tabel 4.1 Pengkajian Keperawatan...................................................................54
Tabel 4.2 Diagnosis Keperawatan.....................................................................56
Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan.....................................................................59
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan...............................................................62
Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan.......................................................................65

x
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Inform Concent

Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 : Surat Selesai Melakukan Penelitian

Lampiran 4 : Ganchart

Lampiran 5 : Jadwal Bimbingan Proposal

Lampiran 6 : Jadwal Bimbingan KTI

Lampiran 7 : Dokumentasi Asuhan Keperawatan

xi
Poltekkes Kemenkes
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi
pada masyarakat. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian pada anak di berbagai negara (Widoyono, 2011). Diare dapat
menyerang semua kelompok usia terutama pada anak. Anak lebih
rentan mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belum
sempurna (Soedjas, 2011).

World Health Organizatin (WHO) (2012), menyatakan bahwa diare


merupakan 10 penyakit penyebab utama kematian. Tahun 2012 terjadi
1,5 juta kematian akibat diare. Sepanjang tahun 2012, terdapat sekitar
5 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupan. Kematian
tersebut disebabkan karena pneumonia (18%), komplikasi kelahiran
preterm (14%) dan diare (12%).

Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa insiden diare pada anak di


Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare
tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%),
Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki
(5,5%), perempuan (4,9%).

Angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit diare di Indonesia


masih tinggi. Proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah
kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok
umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan
sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54
– 59 bulan yaitu 2,06% (Kemenkes, 2011). Penelitian Marlia (2015),
menyatakan bahwa terdapat 99 anak yang mengalami diare di RS Dr.

Poltekkes Kemenkes
1

Poltekkes Kemenkes
2

Cipto Mangunkusumo pada bulan Februari 2013 laki-laki (56%),


perempuan (43%), berada pada kelompok umur 12-36 bulan.

Dinas Kesehatan Kota Padang (2014), menyatakan pada tahun 2014


jumlah kasus diare yang datang ke sarana kesehatan sebanyak 12,2%
kasus. Jumlah kasus tahun 2014 sedikit menurun dibandingkan kasus
tahun 2013 sebesar 25,9%. Penyakit Diare sampai saat ini masih
termasuk dalam urutan 10 penyakit terbanyak di Kota Padang.
Kecamatan Pauh merupakan kecamatan dengan angka kejadian diare
tertinggi di kota Padang. Kasus diare yang ditangani di Puskesmas
Pauh adalah 48,4%. Puskesmas diobati sesuai dengan prosedur tetap
penatalaksanaan kasus diare dengan pengobatan yang rasional. Target
penemuan kasus diare pada tahun 2014 adalah 2,13% dari 87,7%
penduduk Kota Padang dengan capaian kasus diare adalah 41,7%
kasus dan semuanya ditangani dan lebih banyak ditemukan pada
perempuan (Dinkes, 2014).

Target penemuan kasus diare pada tahun 2015 adalah 2,14% dari
92,4% penduduk Kota Padang, dengan capaian kasus adalah 49,7%
kasus dan semuanya ditangani. Jumlah kasus ini naik dari tahun
sebelumnya (41,7% kasus) dan lebih banyak ditemukan pada
perempuan (Dinkes, 2016). Cakupan pelayanan diare pada balita kota
Padang tahun 2015 adalah 48,3% dari 100% yang ditargetkan. Laporan
macam penyakit dan jumlah penderita rawat inap di RS Reksodiwiryo
Padang tahun 2016 pasien yang terdiagnosa menderita diare sebanyak
337 kasus dan diare berada di urutan kedua penyakit terbanyak di
kelompok infeksi saluran pencernaan.

Diare pada bayi dan balita ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya: yaitu infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologis anak.
Infeksi enteral merupakan infeksi saluran percernaan, yang menjadi
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral disebabkan karena
bakteri, virus dan parasit. Sedangkan infeksi parenteral merupakan
infeksi dari luar pencernaan seperti otitis media akut (OMA),

Poltekkes Kemenkes
3

bronkopneumonia, ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi


dan anak berumur di bawah 2 tahun (Ngastiyah, 2014).

Wong (2008), mengatakan pengkajian keperawatan terhadap diare


dimulai dengan mengamati keadaan umum dan perilaku anak.
Pengkajian selanjutnya yang dilakukan pada pasien diare dengan
gangguan keseimbangan cairan yaitu pengkajian dehidrasi seperti
berkurangnya keluaran urine, turgor kulit yang jelek, ubun-ubun yang
cekung. Nursalam (2008), mengatakan dampak yang dapat
ditimbulkan jika mengalami gangguan keseimbangan cairan yaitu
terjadi hal-hal seperti dehidrasi pada bayi dan balita, hipoglikemia,
mengalami gangguan gizi, gangguan sirkulasi, hingga terjadi
komplikasi pada anak.

Dampak masalah fisik yang akan terjadi bila diare tidak diobati akan
berakibat kehilangan cairan dan eletrolit secara mendadak. Pada balita
akan menyebabkan anoreksia (kurang nafsu makan) sehingga
mengurangi asupan gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap usus
terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari
makanan pada anak yang mengalami diare akan meningkat, sehingga
setiap serangan diare akan menyebabkan kekurangan gizi. Jika hal ini
berlangsung terus menerus akan menghambat proses tumbuh kembang
anak. Sedangkan dampak psikologis terhadap anak-anak antara lain
anak akan menjadi rewel, cengeng, sangat tergantung pada orang
terdekatnya (Widoyono, 2011).

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko meningkatnya episode


diare, diantaranya dengan pemberian ASI. Pemberian ASI pada bayi
atau anak yang mengalami diare akan memiliki manfaat antara lain
untuk mengganti cairan yang hilang (rehidrasi). ASI mengandung zat-
zat gizi yang berguna untuk memenuhi kecukupan zat gizi selama
diare yang diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan (Puput,
2011). Hasil penelitian Tamimi, dkk (2016), menyatakan bahwa
92.1% bayi yang mendapat ASI eksklusif tidak mengalami diare dan

Poltekkes Kemenkes
4

29,5% bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berpeluang untuk


terjadinya diare.

Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada pasien yang


menderita diare adalah kekurangan volume cairan dan
ketidakseimbangan nutrisi. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan
keperawatan pada anak yang dirawat dengan diare, diantaranya
memantau asupan dan pengeluaran cairan. Anak yang mendapatkan
terapi cairan melalui intravena perlu pengawasan untuk asupan cairan,
kecepatan tetesan harus diatur untuk memberikan cairan dengan
volume yang dikehendaki dalam waktu tertentu dan lokasi pemberian
infus harus dijaga (Wong, 2008). Tindakan keperawatan yang harus
dilakukan selanjutnya yaitu menimbang berat badan anak secara
akurat, memantau input dan output yang tepat dengan meneruskan
pemberian nutrisi per oral dan melakukan pengambilan spesimen
untuk pemeriksaan laboratorium.

Selain dari tindakan keperawatan, orang tua dan keluarga juga ikut
memberikan perawatan seperti memberikan perhatian, semangat dan
mendampingi anak selama dirawat dirumah sakit (Nursalam, 2008).
Selain dari perawatan anak di rumah sakit, pengetahuan orang tua
tentang terjadinya diare sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena
sebagian ibu belum mengetahui tentang perilaku sehat untuk menjaga
kesehatan keluarga seperti selalu menjaga kebersihan diri dan
makanan, menjaga kebersihan lingkungan rumah, memeriksakan
kondisi kesehatan ketika terdapat gejala suatu penyakit ke puskesmas,
menjaga pola istirahat serta menyempatkan untuk berekreasi guna
menghilangkan stres yang dapat memicu suatu penyakit (Subakti,
2015).

Survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 11 Januari 2016 di


dapatkan 3 orang anak dengan kasus diare di ruangan 2 anak di RST
Dr. Reksodiwiryo, dengan diagnosa keperawatan utama pada anak
yaitu dengan kekurangan volume cairan. Dari hasil pengamatan,

Poltekkes Kemenkes
5

perawat sudah melakukan pengkajian yang meliputi identitas anak dan


orang tua, alamat, riwayat kesehatan, data pemeriksaan fisik dan
diagnostik. Perawat sudah melakukan tindakan pemasangan infus,
NGT untuk memenuhi kebutuhan cairan pada pasien dan perawat
memantau kondisi pasien pada saat overan, pemberian obat, dan saat
mengganti infus pasien.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti melakukan studi kasus


dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Diare di
Ruang 2 Anak di RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut didapat rumusan masalah dari


kasus tersebut adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien
Anak dengan Diare di Ruangan 2 Anak di RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan


kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo
Padang Tahun 2017”

2. Tujuan khusus

Berdasarkan tujuan umum tersebut didapatkan tujuan khusus dari


penelitian kasus ini adalah :

Poltekkes Kemenkes
6

a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan


kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo
Padang Tahun 2017
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada
anak dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak
dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak
dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak
dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr.
Reksodiwiryo Padang Tahun 2017
f. Mampu melakukan pendokumentasian pada anak dengan kasus
Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang
Tahun 2017.

D. Manfaat

1. Pengembang Keilmuan

a. Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan anak pada anak dengan diare.

b. Bagi Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang


diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan oleh
mahasiswa prodi D III Keperawatan Padang untuk penelitian
selanjutnya.

2. Institusi Pelayanan

Poltekkes Kemenkes
7

a. Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes RI Padang

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan


kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik
keperawatan. Diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penelitian lebih lanjut
dengan metode dan tempat yang berbeda untuk penerapan
asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit Diare.

b. Institusi RS Reksodiwiryo Padang

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam


meningkatkan penerapan asuhan keperawatan anak pada anak
dengan diare.

Poltekkes Kemenkes
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kasus Diare


1. Pengertian
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi
buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi
yang lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau
BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi
tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas,
2013).

Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi


feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari
biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air
besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes,
2016).

WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari
tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan
diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari.

2. Klasifikasi Diare
Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Uniersitas
Airlangga dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung
paling lama 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.

8
Poltekkes Kemenkes
9

c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik
bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang
penyebab dan patogenesisnya multikompleks. Mengingat
banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare
kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan maka
dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan
lebih terarah.

Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan,


sebagai berikut:

a. Diare akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut
didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi
defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus
Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai
infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK).
Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14
hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi
tidak terjadi.

b. Diare kronis
Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi
dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih
dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis
seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi
kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik
yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut
yang tidak memadai.

c. Diare intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada
bayi dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu
tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya
dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya

Poltekkes Kemenkes
1

yang paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani
secara memadai.

d. Diare kronis nonspesifik


Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau
diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering
dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Feses
pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan
yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak-
anak yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh
secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak ada darah
dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.

3. Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai
infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya
merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal
atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih
dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare
akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare
terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena
dapat membawa bencana bisa terlambat.

Faktor penyebab diare, antara lain :


a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi
enteral sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-
lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans)

Poltekkes Kemenkes
1

2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan


seperti: otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.

b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.

c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.


d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar).

Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko


terjadinya diare, yaitu :

a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari
kehidupan.
b. Menggunakan botol susu.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja, atau sebelum menjamaah makanan.

Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :


1. Agens virus
a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami
demam (38ºC atau lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri
abdomen, disertai infeksi saluran pernapasan atas dan diare
dapat berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya terjadi pada
bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi di usia lebih
dari 3 tahun.
b. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam,
nafsu makan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa didapat

Poltekkes Kemenkes
1

dari air minum, air di tempat rekreasi (air kolam renang, dll),
makanan. Dapat menjangkit segala usia dan dapat sembuh
sendiri dalam waktu 2-3 hari.

2. Agens bakteri
a. Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada
strainnya. Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen,
demam, vomitus, BAB berupa cairan berwarna hijau dengan
darah atau mukus bersifat menyembur. Dapat ditularkan antar
individu, disebabkan karena daging yang kurang matang,
pemberian ASI tidak eksklusif.
b. Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam
untuk gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa
mengalami nausea atau vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB
kadang berdarah dan ada lendir, peristaltik hiperaktif, nyeri
tekan ringan pada abdomen, sakit kepala, kejang. Dapat
disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan
lainnya.
3. Keracunan makanan
a. Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan
kram yang hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh
makanan yang kurang matang atau makanan yang disimpan di
lemari es seperti puding, mayones, makanan yang berlapis
krim.
b. Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak
akan mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan
intensitas yang sedang hingga berat. Penularan bisa lewat
produk makanan komersial yang paling sering adalah daging
dan unggas.
c. Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan
mengalami nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia.
Ditularkan lewat makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya
bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang dapat

Poltekkes Kemenkes
1

menimbulkan kematian dengan cepat dalam waktu beberapa


jam.

4. Patofisiologi
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan
oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya :
a. Faktor infeksi
1) Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi
rotavirus. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan
masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman
yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian
melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus
menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit
baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum
matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini
menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak
dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya,
terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit.
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan
menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel
mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.

2) Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke
dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk
toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan
menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala,
dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak
mengakibatkan mencret berdarah berlendir. Penyebab utama
pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella sp, E.coli.
diare ini bersifat self-limiting dalam waktu kurang lebih lima

Poltekkes Kemenkes
1

hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti


dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013).

b. Faktor malabsorpsi,
1) Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul
di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus
Akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat menyebabkan
terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen
usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus.
Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong
keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2008).
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2008).
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare.
Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat
menyebabkan cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang,
terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan syok
hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera
diobati (Nursalam, 2008).

c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak
mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan
peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare (Hidayat,
2008). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi
protein, yang mengakibatkan usus halus mengalami perubahan

Poltekkes Kemenkes
1

yang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke defisiensi enzim


yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan terjadilah
diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan
respons imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit
terlambat, berkurangnya jumlah limfosit dan jumlah sel T yang
beredar.

Setelah mengalami gastroenteritis yang berat anak mengalami


malabsorpsi. Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami
malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus,
faktor infeksi silang usus yang berulang menyebabkan
malabsorpsi, enteropati dengan kehilangan protein. Enteropati ini
menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin yang
mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat
(Suharyono, 2008).

d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya


peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses
penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses
penyerapan terganggu (Hidayat, 2008).

Poltekkes Kemenkes
17

Poltekkes Kemenkes Padang


1

5. Manifestasi Klinis

Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram


perut, muntah, demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena
infeksi bakteri invasif akan mengalami demam tinggi, nyeri kepala,
kejang- kejang, mencret berdarah dan berlendir (Wijoyo, 2013).

Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-


mula akan cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan
BAB cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam basa
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia,
hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu berat badan
turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, mukosa bibir kering.

Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat


menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya
bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat (Juffrie, 2010). Untuk mengetahui keadaan dehidrasi dapat
dilakukan penilaian sebagai berikut:

Tabel 2.1
Penilaian Derajat Dehidrasi

Poltekkes Kemenkes
1

Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi


Dehidrasi Ringan/Sedan Berat
g
1. Lihat:
Keadaan Umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai
atau tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan kering

Air mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa Haus, ingin Malas minum


tidak haus minum banyak atau tidak bisa
minum

2. Periksa:
Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
Turgor kulit
lamb

3. Hasil Tanpa Dehidrasi Dehidrasi


pemeriksaan dehidrasi ringan/ sedang, berat, kriteria
kriteria bila ada 1
tanda*

Bila ada 1 tanda Ditambah 1


ditambah 1 atau atau lebih
lebih tanda lain tanda lain

4. Terapi Rencana terapi Rencana terapi Rencana terapi


A B C
*Tanda-tanda yang juga dapat diperiksa: timbang berat badan, ubun-ubun
besar, urine, nadi, dan pernapasan atau tekanan darah.

Sumber: Depkes, Buku Ajar Diare dalam Nursalam (2008)

6. Respon Tubuh

a. Sistem Integumen

Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga berat


turgor kulit biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak

Poltekkes Kemenkes
2

adekuatnya kebutuhan cairan dan elektrolit pada jaringan tubuh


anak sehingga kelembapan kulitpun menjadi berkurang.

b. Sistem Respirasi

Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare mengakibatkan


gangguan keseimbangan asam basa yang menyebabkan pH turun
karena akumulasi asam non-volatil. Terjadilah hiperventilasi yang
akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan
dalam (pernapasan kusmaul).

c. Sistem Pencernaan

Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada nutrisi, yang


disebabkan oleh kerusakan mukosa usus dimana usus tidak dapat
menyerap makanan. Anak akan tampak lesu, malas makan, dan
letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap mengakibatkan anak bisa
mengalami gangguan gizi yang bisa menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga
proses penyembuhan akan lama.

d. Sistem Muskoloskletal

Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak yang


diare dapat menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram dan
detak jantung sangat lambat.

e. Sistem Sirkulasi

Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem sirkulasi


darah menyebabkan nadi melemah, tekanan darah rendah, kulit
pucat, akral dingin yang mengakibatkan terjadinya syok
hipovolemik.

f. Sistem Otak

Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan oksigen ke


otak berkurang. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan

Poltekkes Kemenkes
2

kesadaran dan bila tidak segera ditolong dapat mengakibatkan


kematian.

g. Sistem Eliminasi

Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama berubah


kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja yang makin
asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal
dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting


yang perlu diperhatikan

a) Jenis cairan

(1) Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte

(2) Parenteral : NaCl, Isotonic, infus

b) Jumlah cairan

Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang


dikeluarkan.

c) Jalan masuk atau cara pemberian

(1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan
sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan
NaCl dan NaHCO3, KCL dan glukosa.

(2) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)


selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
seberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat

Poltekkes Kemenkes
2

ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan


cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

d) Jadwal pemberian cairan

Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali


status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan.

(1) Identifikasi penyebab diare

(2) Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti
mortilitas dan sekresi usus, antiemetik

2) Pengobatan dietetik

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg jenis makanan :

(a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah
dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau
sejenis lainnya).

(b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi


tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak
biasa.

(c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan


misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak
yang berantai sedang atau tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Bila dehidrasi masih ringan

Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah


pasien defekasi. Cairan harus mengandung eletrolit, seperti oralit.
Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula garamdenan 1

Poltekkes Kemenkes
2

gelas air matang yang agak dingindilarutkan dalam 1 sendok teh


gula pasir dan 1 jumput garam dapur.
Jika anak terus muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu
diberikan melaluui sonde. Bila pemberian cairan per oral tidak dapat
dilakukan, dipasang infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau
cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan
adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam
pertama karena diperlukan untuk segera mengatasi dehidrasi.

2) Pada dehidrasi berat

Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui


kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang
masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:

(a) Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set
infus yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus
waktu memantaunya.

(b) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.

(c) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering,
encer atau sudah berubah konsistensinya.

(d) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah
bibir dan selaput lendir mulut kering.

(e) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi


makan lunak atau secara realimentasi.

Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai


berikut:

1. Rencana terapi A

Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4


aturan perawatan di rumah:

Poltekkes Kemenkes
2

a. Beri cairan tambahan

1) Jelaskan pada ibu, untuk:

a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali
pemberian.

b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air


matang sebagai tambahan.

c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau


lebih cairan berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur,
air tajin) atau air matang.

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam


kunjungan ini.

b) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah


parah.

2) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6


bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan
kepada ibu berapa banyak oralit atau cairan lain yang harus
diberikan setiap kali anak berak:

a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali berak.

b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali


berak.

Katakan kepada ibu:

a) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/


cangkir/ gelas.

b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi


dengan lebih lambat.

c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

Poltekkes Kemenkes
2

b. Beri tablet Zinc selama 10 hari

c. Lanjutkan pemberian makan

d. Kapan harus kembali untuk konseling bagi ibu.

2. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi ringan/ sedang dengan oralit. Berikan oralit di


klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

Tabel 2.2
Pemberian Oralit

Umur ≤ 4 bulan 4 - <12 bulan 1 - <2 tahun 2 - <5 tahun

Berat < 6 kg 6 - <10 kg 10 - <12 kg 12 – 19 kg

Jumlah 200 – 400 400 – 700 700 – 900 900 – 1400


Sumber: MTBS, 2011.

a) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama

(1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari


pedoman diatas.

(2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu,
berikan juga 100-200 ml air matang selama periode ini.

b) Tunjukkan cara memberikan larutan oralit

(1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas

(2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi


lebih lambat.

(3) Lanjutkan ASI selama anak mau.

c) Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut

Poltekkes Kemenkes
2

(1) Umur <6 bulan : 10 mg/hari

(2) Umur ≥6 bulan : 20 mg/hari

d) Setelah 3 jam

(1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat


dehidrasinya.

(2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.

(3) Mulailah memberi makan anak.

e) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai

(1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah

(2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah


untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.

(3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6


bungkus lagi

(4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi


A).

3. Rencana terapi C

Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaiu dengan:

a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum,


beri oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100
ml/kg cairan Ringer Laktat (atau jika tak tersedia, gunakan cairan
Nacl yang dibagi sebagai berikut:

Tabel 2.3
Pemberian Cairan

Poltekkes Kemenkes
2

Umur Pemberian Pemberian


Pertama 30 ml/kg Berikut 70 ml/kg
Selama Selama
Bayi 1 jam* 5 jam
(dibawah umur 12 bulan)

Anak 30 menit* 2 ½ jam


(12 bulan sampai 5 tahun)
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba
Sumber: MTBS, 2011.

b. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba,
beri tetesan lebih cepat.

c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau


minum: biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan
beri juga tablet Zinc.

d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.


Klasifikasikan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai
untuk melanjutkan pengobatan.

e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas


untuk pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).

f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan
cara meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama
dalam perjalan menuju klinik.

g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk


rehidrasi, mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui
pipa nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam
(total 120 ml/kg).

h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:

(1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri
cairan lebih lambat.

Poltekkes Kemenkes
2

(2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk


anak untuk pengobatan intravena.

i. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi.


Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C)
untuk melanjutkan pengobatan.

4. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare

a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet


Zinc sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan.

b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan dosis tunggal selama


10 hari:

1) Umur < 6 bulan : ½ tablet

2) Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet

c. Cara pemberian tablet Zinc

1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh
(tablet akan larut ± 30 detik), segera berikan kepada anak.

2) Apabila anak muntah sekitar setenagh jam setelah pemberian


tablet Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan
potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu
dosis penuh.

3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama


10 hari penuh, meskipun diare sudah berhent, karena Zinc
selain memberi pengobatan juga dapat memberikan
perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan.

4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan


infus, tetap berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa
minum atau makan.

Poltekkes Kemenkes
2

5. Pemberian Perbiotik Pada Penderita Diare

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai


suplemen makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada
penderita dengan memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus,
akan terjadi peningkatan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen
saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan produksi musin mukosa
usus sehingga meningkatkan respons imun alami (innate immunity).
Probiotik menghasilkan ion hidorgen yang akan menurunkan pH usus
dengan memproduksi asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan
bakteri patogen.

Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif
diare akut. Hal ini berdasarkan peranannya dalam menjaga
keseimbangan flora usus normal yang mendasari terjadinya diare.
Probiotik aman dan efektif dalam mencegah dan mengobati diare akut
pada anak (Yonata, 2016).

3) Kebutuhan nutrisi

Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia


sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang. Kekurangan
kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien juga mengalami
muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan makin
menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak lekas
tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi.

Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan


yang menyebabkan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian
makanan harus mempertimbangkan umur, berat badan dan
kemampuan anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun
sudah bisa makan makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa
sayuran pada hari masih diare dan minum teh. Hari esoknya jika

Poltekkes Kemenkes
3

defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak


berlemak (Ngastiyah, 2014).

8. Komplikasi

Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), komplikasi yang dapat


terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:

1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)

Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam


basa (asidosis metabolik), karena:

a. Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja.

b. Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak


sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.

c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia


jaringan.

d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena


tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria).

e. Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam


cairan intraseluler.

Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi beberapa asam non-
volatil, maka akan terjadi hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2
menyebabkan pernafasan bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan
kusmaul) (Suharyono, 2008).

2. Hipoglikemia

Poltekkes Kemenkes
3

Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita


diare dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah
menderita kekurangan kalori protein (KKP), karena :

a. Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu.

b. Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang

terjadi.

Gejala hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah


menurun sampai 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal
tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.

3. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi


sehingga terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena:

a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare


atau muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua
hanya sering memberikan air teh saja.

b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan


pengenceran dalam waktu yang terlalu lama.

c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi


dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

4. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka


dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok
hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadinya
hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan

Poltekkes Kemenkes
3

perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak


segera ditolong maka penderita dapat meninggal.

5. Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na<
130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan
Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anaka dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau
Normal Saline (Juffrie, 2010).

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin,


tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang
tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan.

1) Keluhan Utama

Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari


3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi),
BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB >
10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14 hari
maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila
berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten
(Nursalam, 2008)

Poltekkes Kemenkes
3

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pasien mengalami:

a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan


mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
dan kemungkinan timbul diare.

b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan


darah. Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena
bercampur empedu.

c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering


defekasi dan sifatnya makin lama makin asam.

d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit,


maka gejala dehidrasi mulai tampak.

f. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila


terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi.
Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang.
Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat)
(Nursalam, 2008).

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

a. Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare


lebih sering terjadi pada anak-anak dengan campak atau
yang baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir,
sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien.
Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat
imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi
DPT, serta imunisasi polio.

Poltekkes Kemenkes
3

b. Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan


(antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini
merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.

c. Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja,


menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah
buang air besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah
makanan.

d. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia


dibawah 2 tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan
kejang yang terjadi sebelumnya, selama, atau setelah diare.
Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan gejala
infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA,
tonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis
(Nursalam, 2008).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya,


yang dapat menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga
makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang disajikan
kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan ke
daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).

5) Riwayat Nutrisi

Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare,


meliputi:

a. Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat


mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius.

Poltekkes Kemenkes
3

b. Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air


masak dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol
yang tidak bersih akan mudah menimbulkan pencemaran.

c. Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak


merasa haus (minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau
sedang anak merasa haus ingin minum banyak. Sedangkan
pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa
minum (Nursalam, 2008).

b. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar

b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel

c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar

2. Berat badan

Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang


mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami
penurunan berat badan, sebagai berikut:
Tabel 2.4
Persentase Kehilangan Berat Badan
Berdasarkan Tingkat Dehidrasi

% Kehilangan Berat Badan


Tingkat Dehidrasi Bayi Anak
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)

Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)

Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)


Sumber: Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Nursalam, 2008.

Poltekkes Kemenkes
3

3. Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi,


ubun-ubunnya biasanya cekung

b) Mata

Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk


kelopak matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi
ringan atau sedang kelopak matanya cekung (cowong).
Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung.

c) Hidung

Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung,


tidak sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung.

d) Telinga

Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.

e) Mulut dan Lidah

(1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah

(2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering

(3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering

f) Leher

Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak


ada kelainan pada kelenjar tyroid.

g) Thorak

(1) Jantung

(a) Inspeksi

Poltekkes Kemenkes
3

Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.

(b) Auskultasi

Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal,


diare dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung
pasien normal hingga meningkat, diare dengan
dehidrasi berat biasanya pasien mengalami takikardi
dan bradikardi.

(2) Paru-paru

(a) Inspeksi

Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal,


diare dehidrasi ringan pernapasan normal hingga
melemah, diare dengan dehidrasi berat pernapasannya
dalam.

h) Abdomen

(1) Inspeksi

Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.

(2) Palpasi

Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik,


pada pasien diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik,
pada pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.

(3) Auskultasi

Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya


meningkat

i) Ektremitas

Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT)


normal, akral teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi

Poltekkes Kemenkes
3

ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin. Pada anak


dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin,
sianosis.

j) Genitalia

Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu
di lakukan pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.

c. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan laboratrium

(a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum

Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L,


kalium > 5 mEq/L

(b) Pemeriksaan urin

Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang


diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan
adanya ketosis (Suharyono, 2008).

(c) Pemeriksaan tinja

Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion


natrium, klorida, dan bikarbonat.

(d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa

Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar


protein leukosit dalam feses atau darah makroskopik
(Longo, 2013). pH menurun disebabkan akumulasi asama
atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).

(e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan


dicurigai infeksi sistemik ( Betz, 2009).

Poltekkes Kemenkes
3

2) Pemeriksaan Penunjang

(a) Endoskopi

(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2,


jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia.
Dilakukan jika pasien mengalami mual dan muntah.

(2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan


perdarahan segar melalui rektum.

(3) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua


pasien jika pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya
normal, yang bertujuan untuk menyingkirkan kanker.

(b) Radiologi

(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok


menjalani kolonoskopi

(2) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai


mengalami penyakit bilier atau prankeas

(c) Pemeriksaan lanjutan

(1) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa


akan mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik
dari diare.

(2) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai


membutuhkan sampel feses dan serologi (Emmanuel,
2014).

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

Poltekkes Kemenkes
4

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare


menurut NANDA Internasional (2015), adalah sebagai berikut:

a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi,


inflamasi, iritasi, malabsorbsi.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, kegagalan mekanisme regulasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis, faktor psikologis,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrien.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB, perubahan status cairan, perubahan pigmentasi,
perubahan turgor, penurunan imunologis.
e. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan diare,
intoleransi makanan, malnutrisi.
f. Resiko syok berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit.
g. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju
metabolisme, penyakit.
h. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (sering BAB).
i. Ganguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit,
kurang kontrol situasi.
j. Anisetas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan,
gejala terkait penyakit.
k. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi,
kurang sumber pengetahuan.

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.5
Intervensi Keperawatan Untuk Pasien Diare

Intervensi

Poltekkes Kemenkes
4

NO Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Diare NOC: NIC:
berhubungan a. Kontinensi usus a. Manajemen diare
dengan parasit, Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
psikologis, keperawatan diharapkan 1. Evaluasi efek
proses infeksi, pasien dapat mengontrol samping pengobatan
inflamasi, pengeluaran feses dari terhadap
iritasi, usus, dengan Kriteria gastrointestinal
malabsorbsi. hasil: 2. Anjurkan pasien
1. Diare(4) untuk menggunakan
2. Mengeluarkan feses obat antidiare
paling tidak 3 kali per 3. Evaluasi intake
hari(5) makanan yang
3. Minum cairan secara dikonsumsi
adekuat(5) sebelumnya
4. Mengkonsumsi serat 4. Identifikasi faktor
secara adekuat(5) penyebab diare
(misalnya, bakteri)
Keterangan: 5. Berikan makanan
(4) : Jarang menunjukkan dalam porsi kecil dan
(5) : Secara lebih sering serta
konsisten tingkatkan porsi
menunjukkan secara bertahap
6. Monitor tanda dan
gejala diare

b. Fungsi b. Manajemen
Gastrointestinal Saluran Cerna
Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
keperawatan diharapkan 1. Monitor buang air
saluran pencernaan pasien besar termasuk
mampu untuk mencerna, frekuensi,
dan menyerap nutrisi dari konsistensi, bentuk,
makanan, dengan Kriteria volume, dan warna,
hasil: dengan cara yang
1. Frekuensi BAB(4) tepat.
2. Konsistensi feses(5) 2. Monitor bising usus
3. Distensi perut(5) 3. Instruksikan pasien
4. Peningkatan mengenai makanan
peristaltik(4) tinggi serat
5. Diare(4)

Keterangan:
(4) : Sedikit terganggu
(5) : Tidak terganggu

Poltekkes Kemenkes
4

2. Kekurangan NOC: NIC:


a. Keseimbangan cairan a. Manajemen cairan
Volume cairan
Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
berhubungan keperawatan diharapkan 1. Monitor status
dengan keseimbangan cairan hidrasi (misalnya,
kehilangan didalam tubuh pasien tidak membran mukosa
terganggu, dengan Kriteria lembab, denyut nadi
cairan aktif, hasil: adekuat)
kegagalan 1. Tekanan darah (5) 2. Jaga intake/asupan
2. Denyut nadi perifer(5) yang akurat dan catat
mekanisme
3. Keseimbangan intake output pasien
regulasi. dan output dalam 24 3. Monitor
jam(4) makanan/cairan yang
4. Berat badan stabil(5) dikonsumsi dan
5. Turgor kulit(5) hitung asupan kalori
6. Kelembaban membran
harian
mukosa(5) 4. Kolaborasi
pemberian cairan IV
Keterangan: 5. Monitor status nutrisi
(4): Sedikit terganggu 6. Timbang berat badan
(5): Tidak terganggu setiap hari dan
monitor status pasien
7. Monitor tanda-tanda
vital
8. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan

b. Hidrasi b. Manajemen
Setelah dilakukan tindakan Hipovolemia
keperawatan diharapkan Tindakan Keperawatan:
ketersediaan air didalam 1. Monitor status cairan
tubuh pasien tidak termasuk intake dan
terganggu, dengan Kriteria output cairan
hasil: 2. Pelihara IV line
1. Turgor kulit(5) 3. Monitor tingkat Hb
2. Membran mukosa dan hematokrit
lembab(5) 4. Monitor tanda-tanda
3. Intake cairan(5) vital
4. Mata dan ubun-ubun 5. Monitor respon
cekung(5) pasien terhadap
5. Nadi cepat dan penambahan cairan
lemah(5) 6. Dorong pasien untuk
menambah intake
Keterangan: oral

Poltekkes Kemenkes
4

(5): Tidak terganggu

c. Status nutrisi: c. Monitor cairan


asupan makanan & Tindakan keperawatan:
cairan 1. Monitor berat badan
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor intake dan
keperawatan diharapkan output
jumlah makanan dan 3. Monitor nilai serum
cairan yang masuk ke dan elektrolit urin
dalam tubuh pasien 4. Monitor serum
adekuat, dengan Kriteria albumin dan total
hasil: protein
1. Asupan makanan 5. Monitor TD, nadi,
secara oral(4) pernafasan
2. Asupan makan secara 6. Monitor kelembaban
tube feeding mukosa, turgor kulit
(NGT/OGT) (4)
3. Asupan cairan
intravena(4)
4. Asupan nutrisi
parenteral(4)

Keterangan:
(4): Sebagian besar
adekuat

3. Ketidakseimba NOC: NIC:


ngan nutrisi: a. Status nutrisi a. Manajemen nutrisi
kurang dari Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
kebutuhan keperawatan diharapkan 1. Identifikasi adanya
tubuh nutrisi pasien dapat alergi atau
terpenuhi, dengan Kriteria intoleransi makanan
hasil: 2. Instruksikan pasien
1. Asupan makanan(4) mengenai kebutuhan
2. Asupan cairan(5) nutrisi
3. Rasio berat/tinggi 3. Atur diet yang
badan(5) diperlukan (yaitu,
4. Energi(4) menyediakan
5. Hidrasi(4) makana protein
tinggi, menambah
Keterangan: atau mengurangi
(4) : Sedikit menyimpang kalori, menambah
dari rentang normal atau menurangi
(5) : Tidak menyimpang vitamin, mineral)
dari rentang normal 4. Tentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan untuk

Poltekkes Kemenkes
4

memenuhi
persyaratan gizi

b. Status nutrisi: b. Monitor nutrisi


Asupan Makanan & Tindakan keperawatan:
Cairan 1. Monitor
Setelah dilakukan tindakan kecendrungan turun
keperawatan diharapkan BB
jumlah makanan dan 2. Monitor turgor kulit
cairan yang masuk ke 3. Monitor adanya mual
dalam tubuh pasien dan muntah
adekuat, dengan Kriteria 4. Monitor pucat,
hasil: kemerahan, dan
1. Asupan makanan kekeringan jaringan
secara oral(4) konjungtiva
2. Asupan makan secara 5. Monitor diet dan
tube feeding asupan kalori
(NGT/OGT) (4)
3. Asupan cairan secara
oral(4)
4. asupan nutrisi
parenteral(4)

Keterangan:
(4): Sebagian besar
adekuat

c. Status nutrisi: c. Monitor nutrisi


asupan nutrisi Tindakan keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang berat
keperawatan diharapkan badan pasien
asupan gizi pasien 2. Monitor adanya
terpenuhi, dengan Kriteria mual muntah
hasil: 3. Monitor adanya
1. Asupan kalori(5) penurunan berat
2. Asupan protein(5) badan
3. Asupan karbohidrat(5) 4. Monitor turgor
4. Asupan serat(4) kulit dan mobilitas
5. Asupan mineral(5)

Keterangan:
(4) : Sebagian
besar adekuat
(5) : Sepenuhnya adekuat

d. Berat badan: Massa d. Bantuan


tubuh peningkatan BB
Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:

Poltekkes Kemenkes
4

keperawatan diharapkan 1. Timbang pasien


berat badan pasien normal, pada jam yang sama
dengan Kriteria hasil: setiap hari
1. Berat badan(5) 2. Monitor mual dan
2. Persentil lingkar muntah
kepala (anak)(5) 3. Monitor asupan
3. Persentil berat badan kalori setiap hari
(anak)(5) 4. Instruksikan cara
meningkatkan
Keterangan: asupan kalori
(5): Tidak ada deviasi
dari kisaran normal
4. Kerusakan NOC: NIC:
integritas kulit Integritas jaringan: Kulit Manajemen elektrolit/
& membran mukosa cairan
Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
keperawatan diharapkan 1. Monitor kehilangan
keutuhan dan fungsi kulit cairan (misalnya,
pasien tidak terganggu, muntah, diare)
dengan Kriteria hasil:
1. Integritas kulit(5) 2. Tingkatkan intake
2. Suhu kulit(5) asupan cairan per
3. Elastisitas(5) oral
4. Hidrasi(4) 3. Pastikan bahwa
5. Perfusi jaringan(5) larutan intravena
yang mengandung
Keterangan: elektrolit diberikan
(4) : Sedikit terganggu dengan aliran yang
(5) : Tidak terganggu konstan dan sesuai

5. Disfungsi NOC: NIC:


motilitas a. Eliminasi usus a. Manajemen
gastrointestinal Setelah dilakukan tindakan Saluran Cerna
keperawatan diharapkan Tindakan keperawatan:
pengeluaran feses pasien 1. Monitor buang air
tidak terganggu, dengan besar termasuk
Kriteria hasil: frekuensi,
1. Pola eliminasi(5) konsistensi, bentuk,
2. Warna feses(5) volume, dan warna,
3. Feses lembut dan dengan cara yang
berbentuk(5) tepat.
4. Kemudahan BAB(5) 2. Monitor bising usus
5. Suara bising usus(5) 3. Instruksikan pasien
6. Nyeri pada saat mengenai makanan
BAB(5) tinggi serat
Keterangan: 4. Monitor adanya
(5): Tidak terganggu tanda dan gejala

Poltekkes Kemenkes
4

(5): Tidak ada diare, konstipasi.

b. Fungsi
gastrointestinal
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
saluran pencernaan pasien
mampu untuk mencerna,
dan menyerap nutrisi dari
makanan, dengan Kriteria
hasil:
1. Frekuensi BAB(4)
2. Konsistensi feses(5)
3. Distensi perut(5)
4. Peningkatan
peristaltik(4)
5. Diare(4)

Keterangan:
(4) : Sedikit terganggu
(5) : Tidak terganggu
6. Resiko syok
hipovolemik
7. Nyeri akut

8. Hipertermi

9. Gangguan rasa NOC: NIC:


nyaman a. Status kenyamanan: a. Teknik
fisik menenangkan
Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
keperawatan diharapkan 1. Yakinkan
rasa nyaman pasien tidak keselamatan dan
keamanan klien
terganggu, dengan Kriteria
2. Peluk dan beri
hasil: kenyamanan pada
1. Kontrol terhadap bayi atau anak
gejala(4) 3. Identifikasi orang
2. Intake makanan(4) terdekat klien yang
3. Intake cairan(4) bisa membantu klien
4. Mual dan muntah(5)
5. Diare(4)

Keterangan:
(4) : Sedikit terganggu
(5) : Tidak terganggu

Poltekkes Kemenkes
4

b. Tingkat kecemasan b. Pengurangan


Setelah dilakukan tindakan kecemasan
keperawatan diharapkan Tindakan keperawatan:
merasakan cemas, dengan 1. Gunakan pendekatan
Kriteria hasil: yang tenang dan
menyenangkan
1. Perasaan gelisah(5) 2. Nyatakan dengan
2. Wajah tegang(5) jelas harapan
3. Peningkatan frekuensi terhadap perilaku
nadi(5) klien
3. Dorong keluarga
Keterangan: untuk mendampingi
(5): Tidak ada klien dengan cara
yang tepat
4. Identifikasi tingkat
kecemasan

c. Peningkatan tidur
c. Tidur Tindakan keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan pola
keperawatan diharapkan tidur/aktivitas klien
tidur pasien tidak 2. Monitor pola tidur
terganggu, dengan Kriteria klien dan catat
hasil: kondisi fisik
1. Pola tidur(4) (misalnya,
2. Kualitas tidur(4) ketidaknyamanan)
atau psikologis
Keterangan: (ketakutan atau
(4): Sedikit terganggu kecemasan) keadaan
yang menggangu
tidur
3. Sesuaikan
lingkungan untuk
meningkatkan tidur

Sumber: NANDA International, 2015, Moorhead, Sue, dkk, 2013, Bulechek,


Gloria M, 2013.

Poltekkes Kemenkes
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode
penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan
secara objektif dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian
deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan
yang sedang dihadapi pada situasi sekarang (Notoatmodjo, 2010). Hasil
yang diharapkan oleh peneliti adalah melihat penerapan asuhan
keperawatan anak pada anak dengan diare di ruang 2 ibu dan anak RS
Reksodiwiryo Padang tahun 2017.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Studi kasus ini akan dilakukan di RS Reksodiwiryo Padang khususnya di
ruang 2 ibu dan anak tahun 2017. Waktu penerapan asuhan keperawatan
ini dimulai dari pembuatan proposal pada bulan Januari 2017 sampai Juni
2017.

C. Subjek Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini adalah 2 orang yang memiliki kriteria
sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien dan orangtua yang bersedia sebagai partisipan
b. Pasien anak yang berumur > 12 bulan
c. Pasien dengan masalah diare tidak disertai dengan penyakit lainnya
d. Pasien yang dirawat diruang 2 ibu dan anak RS Reksodiwiryo
Padang Tahun 2017
e. Pasien anak dengan diare yang dirawat minimal 5 hari rawatan.

49
Poltekkes Kemenkes
5

2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien anak yang mengalami diare dengan komplikasi penyakit
lainnya seperti HIV, Sindroma Nefrotik, DHF, Bronkopneumonia.
D. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format pengkajian
keperawatan, diagnosis keperawatan, perencananaan keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan alat pemeriksaan
fisik yang terdiri dari stetoskop, termometer, timbangan, pen light, dan
tongue spatel, meteran. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, observasi langsung, dan studi dokumentasi.
1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas pasien,
identifikasi penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar,
pemeriksaan fisik, data psikologis, data ekonomi sosial, data spiritual,
lingkungan tempat tinggal, pemeriksaan laboratorium, dan program
pengobatan.
2. Format analisa data terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik,
data, masalah, dan etiologi.
3. Format diagnosis keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam
medik, diagnosis keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya
masalah, serta tanggal dan paraf dipecahkannya masalah.
4. Format rencana asuhan keperwatan terdiri dari: nama pasien, nomor
rekam medik, diagnosa keperawatan, intervensi NIC dan NOC.
5. Format implementasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor
rekam medik, hari dan tanggal, diagnosis keperawatan, implementasi
keperawatan, dan paraf yang melakukan implementasi keperawatan.
6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam
medik, hari dan tanggal, diagnosis keperawatan, evaluasi keperawatan,
dan paraf yang mengevaluasi tindakan keperawatan.

E. Cara Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti (triangulasi)
artinya teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari

Poltekkes Kemenkes
5

berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.
Peneliti akan menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam,
dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak
(Sugiyono, 2014).

1. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari
pasien, seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien, selain itu
juga mengobservasi tanda-tanda terjadinya dehidrasi seperti anak lesu,
rasa haus pada anak, turgor kulit abdomen, mata cekung, bibir, mukosa
mulut, lidah kering dan respon tubuh terhadap tindakan apa yang telah
dilakukan.

2. Pengukuran
Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan
metoda mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksaan, seperti
melakukan pengukuran suhu, mengukur tanda-tanda vital, menimbang
berat badan.

3. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data
pengkajian seperti, identitas, riwayat kesehatan (riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, dan riwayat kesehatan keluarga),
dan activity daily living.

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan


pedoman wawancara bebas terpimpin (format pengkajian yang
disediakan). Wawancara jenis ini merupakan kombinasi dari

Poltekkes Kemenkes
5

wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin. Meskipun dapat


unsur kebebasan, tapi ada pengarah pembicara secara tegas dan
mengarah sehingga wawancara ini bersifat fleksibelitas dan tegas.

4. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dalam penelitian ini mengunakan dokumen dari rumah
sakit untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan yaitu data
laboratorium pemeriksaan pH, pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan tinja, pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan kadar natrium
serum, pemeriksaan urin dan pemeriksaan klinis lainnya.

F. Jenis – jenis Data


1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden
dan keluarga berdasarkan format pengkajian asuhan keperawatan anak.
Data primer dari penelitian tersebut didapatkan dari hasil wawancara
observasi langsung dan pemeriksaan fisik langsung pada responden.
Data primer yang diperoleh masing- masing akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Hasil wawancara sesuai dengan format pengkajian asuhan
keperawatan yang telah disediakan sebelumnya meliputi: identitas
pasien dan orang tua, riwayat kesehatan, riwayat imunisasi dan
perkembangan, kebiasaan sehari- hari
b. Hasil observasi langsung berupa: pasien malas minum, pasien
tampak letargis, pasien tampak mengalami penurunan kesadaran,
pasien tampak cenggeng, rewel dan lain- lain
c. Hasil pemeriksaan fisik berupa: keadaan umum, pemeriksaan
tanda- tanda vital, pemeriksaan fisik head to toe

Poltekkes Kemenkes
5

2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari laporan status pasien di ruangan 2 ibu
dan anak RS Reksodiwiryo Padang Tahun 2017. Informasi yang
diperoleh berupa data tambahan atau penunjang dalam merumuskan
diagnosa keperawatan. Data yang diperoleh biasanya berupa: data
penunjang dari laboratorium, terapi pengobatan yang diberikan dokter.

G. Rencana Analisis
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan
konsep dan teori keperawatan pada anak dengan diare. Data yang telah
didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan
sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan dibandingkan
dengan teori asuhan keperawatan anak dengan diare. Analisa yang
dilakukan adalah untuk menentukan apakah ada persamaan antara teori
yang ada dengan kondisi pasien di ruangan.

Poltekkes Kemenkes
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada partisipan 1 An.D umur 13 tahun dengan
diagnosa diare dehidrasi ringan + low intake dan partisipan 2 An.R
umur 18 bulan dengan diare dehidrasi sedang. Pengkajian dilakukan
pada tanggal 23 Mei sampai 27 Mei 2017 di ruang 2 Ibu Dan Anak RS
Reksodiwiryo Padang.
Tabel 4.1
Pengkajian Keperawatan

Partisipan 1 Partisipan 2

An.D dibawa ke RS Reksodiwiryo An.R dibawa ke RS Reksodiwiryo


Padang pada tanggal 22 Mei 2017 Padang pada tanggal 23 Mei 2017
pukul 16.15 WIB dengan keluhan pukul 13.05 WIB dengan keluhan
demam tinggi sejak 2 hari sebelum muntah 1 kali, demam tinggi sejak 2
masuk rumah sakit dan BAB encer hari sebelum masuk rumah sakit dan
sudah 7 kali dari tadi pagi sebelum BAB encer sudah 2 hari sebelum masuk
masuk rumah sakit. Nyeri di ulu hati rumah sakit. An.R BAB ± 20 kali dari
(skala nyeri 6), batuk, badan lemah pagi sebelum masuk rumah sakit, badan
serta nafsu makan berkurang sejak lemah, nafsu makan berkurang.
An.D demam.

Pada saat pengkajian An.D mengatakan Pada saat pengkajian Ny.Y mengatakan
BAB baru 1 kali dari pagi. Saat ini dari mulai masuk ruangan anaknya
BAB masih encer dengan jumlah ± 100 sudah 6 kali BAB. BAB anaknya encer,
ml setiap diare, warna kuning, tidak berlendir tidak disertai darah,
berlendir dan tidak disertai darah. Ny.I jumlahnya ±50 ml setiap diare, BAB
mengatakan anaknya masih demam dan sudah tidak ampas, warna kuning, area
BAK anaknya agak pekat, frekuensi 2 sekitar anus lembab dan tampak sedikit
kali dari pagi dengan jumlah ± 100 ml kemerahan. An.R masih demam anak
setiap BAK. Ny.I juga mengatakan tampak lemah dan rewel, setiap kali
anaknya masih malas makan dan malas anak BAK bercampur dengan BAB,
minum. An.D tampak lesu dan lemah. anak tampak lesu, dan rewel. Ny.Y juga
Kedua mata pasien tampak merah. mengatakan sebelum diare An.R
menderita demam, dan pilek. Ny.Y
mengatakan sebelumnya tidak ada
anggota keluarga yang menderita diare

54
Poltekkes Kemenkes Padang
5

Ny.I mengatakan sebelum sakit ataupun mengalami sakit sebelumnya.


anaknya memang suka malas makan. Ny.I mengatakan anak ke 2 umur 5
An.D biasanya makan 2 kali sehari. bulan dan ke 3 umur 9 bulan meninggal
Pola makan tidak teratur, An.D suka dunia karena gastroenteritis akut.
makan cemilan, dan membeli minuman
seperti pop ice. An.D mengalami Ny.Y mengatakan anaknya tidak mau
penurunan berat badan, dari 38 kg makan. Setiap kali disuapkan makan
ditimbang pada 1,5 bulan yang lalu di An.R memuntahkannya. Ny.Y
bidan karena anaknya demam, batuk mengatakan biasanya An.R makan
dan pilek, saat diruangan An.D makanan yang dilunakkan, seperti nasi,
ditimbang lagi BB 31 kg saat sakit, dan sayur, lauk yang dilunakkan dan An.R
saat ini An.D diit makanan lunak. An.D juga minum susu formula Bebelac ± 4
masih malas minum air putih dan oralit, kali dalam sehari. An.R juga
An.D minum air putih ± 2 gelas sehari. mengalami penurunan berat badan dari
An.D BAB ±4 kali sehari, warna 8,9 kg menjadi 8,6 kg saat sakit. An.R
kuning, encer, BAK ±2 kali sehari, lebih suka minum oralit (± 8 dot sehari,
warna kuning pekat. Pola tidur siang ± 200cc/dot) dibanding minum air putih
tidak teratur, dan tidur malam kurang saja. Pola tidur An.R terganggu karena
lebih 6 jam sering terbangun karena BAB dan badannya masih panas.
badannya yang masih panas.

Hasil pemeriksaan fisik An.D Hasil pemeriksaan fisik An.R


ditemukan mata merah dan cekung, ditemukan mata cekung, mukosa mulut
mukosa mulut kering, pucat, bunyi kering, pucat, ada bintik merah pada
nafas bronkovesikuler An.D kadang- perut, bunyi nafas vesikuler. Bising
kadang masih batuk. Bising usus usus positif lebih dari 10 kali/menit,
normal, turgor kulit kembali lambat, turgor kulit kembali lambat, CRT lebih
CRT lebih dari 2 detik, akral teraba dari 2 detik, akral teraba hangat. Kulit
hangat. An.D mengalami penurunan sekitar anus lembab dan berwarna
berat badan. Berat badan sebelumnya kemerahan. An.R mengalami
38 kg ditimbang pada 1,5 bulan yang penurunan berat badan, berat badan
lalu di bidan karena anaknya demam, sebelum sakit 8,9 kg, berat badan saat
batuk dan pilek, berat badan saat sakit sakit 8,6 kg dan tinggi badan 93 cm.
31 kg, tinggi badan 153 cm. Hasil Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital S:
pemeriksaan tanda-tanda vital TD: 38,8ºC N: 100 x/mnt RR: 20 x/mnt.
110/70 mmHg N: 88 x/mnt RR: 18 Hasil laboratorium pemeriksaan darah
x/mnt S: 37,9 ºC. Hasil laboratorium pada tanggal 23 Mei 2017 Hb : 11,8
pemeriksaan darah pada tanggal 22 Mei gl/dl. Leukosit : 11.620 mm3
2017 Hb 12,7 g/dl, leukosit 10.800 Trombosit : 305.000 mm Hematokrit :
3.

mm3, trombosit 313.000 mm3, 36,1 %. Hasil laboratorium pemeriksaan


hematokrit 38,7%. An.D mendapatkan feses pada tanggal 23 Mei 2017
terapi IVFD RL 22 tetes per menit, Makroskopis, keadaan : lunak, Lendir :
paracetamol 3x1 tablet, zinc 1x10 mg ada, Darah : tidak ada. Mikoskopis
dan oralit setiap kali diare. Leukosit : 10-15 / LPB
Eritrosit : 4-5 / LPB. Terapi IVFD RL
20 tts/mnt, Zink 1x1 sendok teh, Oralit.

Poltekkes Kemenkes
5

Hasil pengkajian mengenai lingkungan Hasil pengkajian mengenai lingkungan


rumah An.D, ibu pasien mengatakan rumah An.R, ibu mengatakan sumber
sumber air minum dan untuk keperluan air minum dari air galon isi ulang dan
sehari-hari menggunakan air PDAM. untuk keperluan sehari-hari Ny.Y
Ny.I mengatakan kebiasaan melakukan menggunakan air dari PDAM. Ny.Y
cuci tangan pakai sabun jarang juga mengatakan untuk kebiasaan
dilakukan. mencuci tangan pakai sabun saat
menyiapkan makanan dan menyiapkan
susu untuk anaknya jarang dilakukan.

2. Diagnosis Keperawatan
Dari hasil pengkajian diatas, didapatkan diagnosis keperawatan yang
bisa ditegakkan untuk kedua partisipan tersebut yaitu, untuk An.D 1)
hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, 2) kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, 3)
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor psikologis, 4) diare berhubungan dengan proses infeksi,
5) resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB. Diagnosis yang dapat ditegakkan untuk An.R yaitu 1)
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, 2) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsobrsi makanan, 3)
hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, 4) resiko kerusakan
integrotas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB, 5)
diare berhubungan dengan proses infeksi, 6) gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan gejala terkait penyakit.

Tabel 4.2
Diagnosis Keperawatan

Partisipan 1 Partisipan 2
Kekurangan volume cairan Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan Kehilangan berhubungan dengan Kehilangan
cairan aktif akibat diare ditandai cairan aktif akibat diare ditandai
dengan Ny.Y mengatakan anaknya dengan Ny.Y mengatakan anaknya
diare baru satu hari yang lalu, Ibu diare sejak 2 hari sebelum masuk
mengatakan BAB anaknya encer, tidak rumah sakit, BAB encer, berlendir tapi
berlendir, dan tidak berdarah. Ibu I tidak berdarah, sebelum masuk rumah
mengatakan anaknya ± 7 kali BAB sakit anaknya BAB ± 20 kali. Saat
sebelum masuk rumah sakit, saat diruangan An.R BAB sudah 6 kali,
pengkajian An.D mengatakan baru 1 warna kuning, anak rewel, infus
kali BAB, BAB masih encer, tidak terpasang RL 20 tts/mnt dalam 8 jam,
berlendir. Ibu I mengatakan BAK ± 4 setiap kali BAB ± 50 ml, anak minum

Poltekkes Kemenkes
5

kali sehari, bau khas, warna kuning oralit ± 8 dot sehari, ± 200cc/dot, BAK
pekat, anaknya masih malas minum, ±2 sedikit, warna kuning, bau khas, anak
(±200 cc) gelas sehari. Anak tampak menggunakan pempers, jumlah urine
lemah, urine ± 70 ml, BAB ± 100 ml, tidak bisa dihitung karena bercampur
mukosa bibir kering, turgor kulit dengan BAB, mukosa mulut kering,
kembali lambat, mata tampak cekung mata cekung.
dan merah.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh berhubungan dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Faktor biologis Ny.I dengan ketidakmampuan
mengatakan Ibu I mengatakan sebelum mengabsorbsi makanan ditandai
sakit anaknya memang malas makan, dengan Ny.Y mengatakan selama sakit
An.D biasa makan 2 kali sehari dan nafsu makan anaknya berkurang, setiap
tidak teratur. Ibu I mengatakan anaknya kali disuapkan makan anak selalu
suka minum pop ice dan makan memuntahkannya. NyY mengatakan
cemilan, pada saat demam anaknya mengganti makanan anaknya dengan
tidak mau makan. Anak tampak lesu roti tapi anaknya tetap tidak mau makan
dan kurus, diit yang diberikan tampak minum oralit ± 8 dot sehari, ±
tidak dihabiskan. Anak mengalami 200cc/dot.anak tampak lesu, rewel,
penurunan berat badan dari 38 kg makanan yang diberikan tidak dimakan.
ditimbang pada 1,5 bulan yang lalu di An.R mengalami penurunan berat
bidan karena anaknya demam, batuk badan dari 8,9 kg menjadi 8,6 kg saat
dan pilek, saat diruangan An.D sakit. Membran mukosa mulut kering,
ditimbang lagi BB 31 kg saat sakit turgor kulit kembali lambat, CRT >2
detik.

hipertermi berhubungan dengan hipertermi berhubungan dengan


dehidrasi ditandai dengan Ny.I dehidrasi ditandai dengan Ny.Y
mengatakan anaknya demam tinggi mengatakan anaknya demam sudah 2
sudah 2 hari sebelum masuk rumah hari sebelum masuk rumah sakit. Ny.Y
sakit, BAB encer sudah 7 kali. Saat mengatakan anaknya tampak lesu sejak
diruangan An.D masih demam, BAB demam, saat diruangan anaknya masih
baru 1 kali dari pagi, kosistensi encer, demam tinggi S: 38,8ºC. Ny.Y sudah
warna kuning, tidak berlendir, tidak mengompres anaknya, badan anak
berdarah, jumlah ± 100. Ibu masih terasa panas, An.R mengalami
mengatakan anaknya tampak lesu sejak diare dengan dehidrasi sedang. Anak
demam. Keadaan umum An.D sedang, mau minum jika dicampur dengan oralit
anak mengalami dehidrasi ringan minum oralit ± 8 dot sehari, ±
dengan low intake, anak tampak malas 200cc/dot.
minum, kedua mata An.D tampak
merah. Tanda-tanda vital S: 37,9ºC,
HR: 88 x/mnt, RR: 18 x/mnt, TD:
110/70 mmHg

diare yang berhubungan dengan diare berhubungan dengan proses


proses infeksi yang ditandai dengan infeksi yang ditandai dengan Ny.Y
Ny.I mengatakan BAB anaknya encer mengatakan BAB anaknya encer sudah

Poltekkes Kemenkes
5

sudah 1 hari, frekuensi BAB ± 7 kali 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
dari pagi sebelum masuk rumah sakit, BAB analnya encer, berlendir, sebelum
BAB bewarna kuning, tidak berlendir masuk RS pasien ± 20 kali BAB. Dan
dan tidak berdarah, demam tinggi sudah saat baru masuk ruangan An.R sudah 6
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat kali BAB. Anak tampak lesu, hasil
diruangan An.D masih demam, BAB pemeriksaan laboratorium darah
baru 1 kali dari pagi, kosistensi encer, didapatkan leukosit 11.620 mm3.
warna kuning, tidak berlendir, tidak
berdarah, jumlah ± 100.Hasil
laboratorium pemeriksaan darah
didapatkan leukosit An.D tinggi yaitu
10.800 mm3.

resiko kerusakan integritas kulit kerusakan integritas kulit


berhubungan dengan ekskresi atau berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB ditandai dengan ibu pasien sering BAB ditandai dengan ibu
mengatakan anaknya BAB sudah lebih mengatakan anaknya BAB sudah 2 hari
dari 7 kali sebelum masuk rumah sakit, sebelum masuk RS ± 20 kali. Ibu
saat diruangan anak BAB baru 1 kali mengatakan frekuensi frekuensi BAB
dari pagi, anak tampak lesu setelah anaknya sangat sering, BAB sedikit-
BAB, daerah sekitar anus lembab dan sedikit, jarak untuk BAB sangat dekat,
tidak ada berwarna kemerahan. BAB sudah tidak ada ampas, ibu juga
mengatakan anaknya tampak lesu
setelah BAB dan setiap kali BAB anak
pasti menangis. Daerah sekitar anus
tampak lembab, sedikit berwarna
kemerahan dan bersih, anak memakai
pempers.

Defisiensi pengetahuan berhubungan gangguan rasa nyaman berhubungan


dengan kurang informasi ditandai dengan gejala terkait penyakit
dengan kebiasaan atau hygiene ibu yang ditandai dengan Ny.Y mengatakan
tidak mencuci tangan saat menyiapkan anaknya sangat rewel, anak BAB ± 20
makanan dan kebiasaan anak yang suka kali, BAB encer, anus dan daerah
membeli pop ice, makan cemilan, dan sekitarnya lembab dan sedikit
sumber air minum dari air PDAM. kemerahan. Ny.Y mengatakan setiap
kali BAB anaknya selalu menangis.
Pola tidur anak tidak teratur karena
gelisah, dan BAB.

Defisiensi pengetahuan berhubungan


dengan kurang informasi ditandai
dengan hasil observasi peneliti ibu tidak
mencuci tangan setelah membersihkan
BAB anaknya dengan tisu basah,
setelah itu ibu membuatkan oralit untuk
anaknya. Sebelumnya anak ketiga dan
keempat dari Ny.Y meninggal dunia

Poltekkes Kemenkes
5

karena gastroenteritis akut. Sumber air


minum dari air galon isi ulang dan air
untuk keperluan sehari-hari
menggunakan air PDAM.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan ke An.D dan
An.R sesuai dengan diagnosis yang sudah ada yaitu 1) manajemen
cairan, 2) manajemen nutrisi, 3) termoregulasi, dan 4) manajemen
diare, 5) manajemen tekanan.

Tabel 4.3
Intervensi Keperawatan

Partisipan 1 Partisipan 2
Rencana tindakan yang akan dilakukan Rencana tindakan untuk diagnosa
untuk diagnosa kekurangan volume kekurangan volume cairan
cairan berhubungan dengan berhubungan dengan kehilangan
kehilangan cairan aktif yaitu 1) cairan aktif yaitu 1) monitor status
monitor status hidrasi (kelembaban hidrasi (kelembaban mukosa mulut,
mukosa mulut, nadi yang adekuat), 2) nadi yang adekuat), 2) mencatat intake
mencatat intake dan output pasien, 3) dan output pasien, 3) monitor dan
monitor dan hitung asupan kalori hitung asupan kalori pasien, 4)
pasien, 4) kolaborasi pemberian cairan kolaborasi pemberian cairan IV, 5)
IV, 5) monitor status nutrisi, 6) monitor monitor status nutrisi, 6) monitor tanda-
tanda-tanda vital, 7) timbang berat tanda vital, 7) timbang berat badan
badan pasien, 8) monitor respon pasien pasien, 8) monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan. Kriteria terhadap penambahan cairan. Kriteria
hasil yang hendak dicapai yaitu, turgor hasil yang hendak dicapai yaitu, turgor
kulit tidak terganggu, berat badan kulit tidak terganggu, berat badan
stabil, kelembaban membran mukosa stabil, kelembaban membran mukosa
tidak terganggu, keseimbangan intake tidak terganggu, keseimbangan intake
dan output dalam 24 jam tidak dan output dalam 24 jam tidak
terganggu, intake cairan tidak terganggu, intake cairan tidak
terganggu, mata tidak cekung. terganggu, mata tidak cekung.

ketidakseimbangan nutrisi kurang ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh berhubungan dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis 1) identifikasi dengan faktor biologis 1) identifikasi
adanya alergi terhadap makanan, 2) adanya alergi terhadap makanan, 2)
monitor kecendrungan turun BB, 3) monitor kecendrungan turun BB, 3)
monitor diit dan asupan kalori, 4) monitor diit dan asupan kalori, 4)
timbang BB pasien, 5) monitor adanya timbang BB pasien, 5) monitor adanya

Poltekkes Kemenkes
6

mual dan muntah, 6) monitor turgor mual dan muntah, 6) monitor turgor
kulit, 7) instrusikan cara meningkatkan kulit, 7) instrusikan cara meningkatkan
asupan nutrisi. Kriteria hasil yang asupan nutrisi. Kriteria hasil yang
dicapai asupan makanan dan cairan dicapai asupan makanan dan cairan
tidak menyimpang dari rentang normal, tidak menyimpang dari rentang normal,
asupan makanan secara oral adekuat, asupan makanan secara oral adekuat,
berat badan dalam kisaran normal, berat badan dalam kisaran normal.
asupan makanan secara oral adekuat,
asupan cairan secara oral adekuat.

hipertermi berhubungan dengan hipertermi berhubungan dengan


dehidrasi yaitu 1) memantau suhu dan dehidrasi yaitu 1) memantau suhu dan
tanda-tanda vital, 2) monitor intake tanda-tanda vital, 2) monitor intake
output cairan, 3) dorong konsumsi output cairan, 3) dorong konsumsi
cairan, 4) montior kelembaban mukosa cairan, 4) montior kelembaban mukosa
mulut, 5) monitor suhu kulit setiap 2 mulut, 5) monitor suhu kulit setiap 2
jam, 6) tingkatkan intake cairan, 7) jam, 6) tingkatkan intake cairan, 7)
ajarkan cara kompres. Tindakan ajarkan cara kompres. Tindakan
tersebut dilakukan dengan kriteria hasil tersebut dilakukan dengan kriteria hasil
suhu tubuh tidak terganggu, dehidrasi suhu tubuh tidak terganggu, dehidrasi
ringan, tanda-tanda vital dalam kisaran ringan, tanda-tanda vital dalam kisaran
normal. Kriteria hasil yang akan dicapai normal. Kriteria hasil yang akan dicapai
yaitu melaporkan suhu tubuh tidak yaitu melaporkan suhu tubuh tidak
terganggu, tidak terjadi peningakatan terganggu, tidak terjadi peningakatan
suhu tubuh, dehidrasi tidak ada, tanda- suhu tubuh, dehidrasi tidak ada, tanda-
tanda vital tidak ada deviasi dari tanda vital tidak ada deviasi dari
kisaran normal. kisaran normal.

diare berhubungan dengan proses diare berhubungan dengan proses


infeksi intervensinya 1) anjurkan infeksi intervensinya 1) anjurkan
pasien untuk menggunakan obat diare, pasien untuk menggunakan obat diare,
2) evaluasi intak makanan yang pernah 2) evaluasi intak makanan yang pernah
dikonsumsi, 3) identifikasi faktor dikonsumsi, 3) identifikasi faktor
penyebab diare, 4) berikan makanan penyebab diare, 4) berikan makanan
dalam porsi kecil dan lebih sering, 5) dalam porsi kecil dan lebih sering, 5)
monitor tanda dan gejala diare, 6) monitor tanda dan gejala diare, 6)
monitor BAB (frekuensi, konsistensi, monitor BAB (frekuensi, konsistensi,
bentuk, volume, warna), 7) monitor bentuk, volume, warna), 7) monitor
bising usus, 8)instruksikan pasien untuk bising usus, 8)instruksikan pasien untuk
makan makanan yang tinggi serat. makan makanan yang tinggi serat.
Kriteria hasil yang dicapai yaitu Kriteria hasil yang dicapai yaitu
frekuensi BAB tidak terganggu, intake frekuensi BAB tidak terganggu, intake

Poltekkes Kemenkes
6

cairan secara adekuat, mengkonsumsi cairan secara adekuat, mengkonsumsi


serat secara adekuat, tidak terjadi serat secara adekuat, tidak terjadi
peningkatan hiperperistaltik usus. peningkatan hiperperistaltik usus.

resiko kerusakan integritas kulit kerusakan integritas kulit


berhubungan dengan ekskresi atau berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB 1) menganjurkan kepada sering BAB 1) menganjurkan kepada
orang tua untuk menggunakan pakaian orang tua untuk menggunakan pakaian
yang longgar kepada anak, 2) jaga yang longgar kepada anak, 2) jaga
kebersihan kulit area anus agar tetap kebersihan kulit area anus agar tetap
bersih dan kering, 3) monitor ada bersih dan kering, 3) monitor
kemerahan pada kulit, 4) oleskan baby kemerahan pada kulit, 4) oleskan baby
oil atau lotion pada daerah yang oil atau lotion pada daerah yang
tertekan. Kriteria hasil, integritas kulit tertekan, 5) tingkatkan intake cairan per
tidak terganggu, suhu kulit tidak oral. Kriteria hasil, integritas kulit tidak
terganggu. terganggu, suhu kulit tidak terganggu,
kulit menjadi noraml.

Defisiensi pengetahuan berhubungan gangguan rasa nyaman berhubungan


dengan kurang informasi 1) Mengkaji dengan gejala terkait penyakit 1)
tingkat pengetahuan keluarga terkait Peluk dan beri kenyamanan pada bayi
penyakit yang dialami anak, 2) jelaskan atau anak, 2) Identifikasi orang terdekat
tanda dan gejala yang umum dari klien yang bisa membantu klien,
penyakit, 3) Jelaskan mengenai proses Gunakan pendekatan yang tenang dan
penyakit, Jelaskan alasan dibalik menyenangkan, 3) Dorong keluarga
manajemen/terapi/penanganan yang untuk mendampingi klien dengan cara
direkomendasikan, 4) Edukasi keluarga yang tepat, 4) Monitor pola tidur klien
mengenai tindakan untuk dan catat kondisi fisik (misalnya,
mencegah/meminimalkan gejala, sesuai ketidaknyamanan) atau psikologis
kebutuhan. (ketakutan atau kecemasan) keadaan
yang menggangu tidur, 5) Sesuaikan
lingkungan untuk meningkatkan tidur.
Kriteria hasil yang hendak dicapai
yaitu, perasaan gelisah tidak ada, intake
makanan dan cairan tidak terganggu,
mual dan muntah tidak terganggu,
kontrol tehadap gejala tidak terganggu.

Defisiensi pengetahuan berhubungan


dengan kurang informasi 1) Mengkaji
tingkat pengetahuan keluarga terkait
penyakit yang dialami anak, 2) jelaskan
tanda dan gejala yang umum dari
penyakit, 3) Jelaskan mengenai proses

Poltekkes Kemenkes
6

penyakit, Jelaskan alasan dibalik


manajemen/terapi/penanganan yang
direkomendasikan, 4) Edukasi keluarga
mengenai tindakan untuk
mencegah/meminimalkan gejala, sesuai
kebutuhan.

Poltekkes Kemenkes
6

4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang akan dilakukan sesuai dengan rencana
diatas. Tindakan yang akan dilakukan untuk memenuhi 1) kebutuhan
cairan, 2) kebutuhan nutrisi, 3) manajemen mengatasi diare, 4)
manajemen termoregulasi, 5) manajemen tekanan.

Tabel 4.4
Implementasi Keperawatan

Partisipan 1 Partisipan 2
Tindakan keperawatan yang dilakukan Tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk diagnosa utama Kekurangan untuk diagnosa utama Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif 1) kehilangan cairan aktif 1)
Memberikan cairan oralit 700 cc/3 Memberikan cairan oralit 200 cc/3 jam
jam, 2) Memberitahu ibu untuk tetap , 2) Memberitahu ibu untuk tetap
memberikan anaknya minum sesering memberikan anaknya minum sesering
mungkin, 4 gelas dalam 8 jam, 3) mungkin, 3) Memberikan cairan IV RL
Memberikan cairan IV RL 20 tts/mnt 20 tts/mnt dalam 8 jam, 4) Memantau
dalam 8 jam, 4) Memantau respon respon pasien setelah 7 jam pemberian
pasien setelah 7 jam pemberian oralit , oralit, 5) Memberikan terapi zink 1x1
5) Memberikan terapi zink 1x10 mg sendok teh setelah BAB, 6) Memantau
setelah BAB, 6) Memantau mata mata cekung, turgor kulit, kelembaban
cekung, turgor kulit kembali lambat , mukosa mulut, CRT pada anak
kelembaban mukos mulut, CRT pada kembali >2 detik, 7) Memantau pola
anak > 2 detik, 7) Memantau pola minum anak hasil yang didapatkan
minum anak, hasil yang didapatkan anak minum oralit ± 200 cc/dot, 8)
anak hanya minum ± 50 cc, 8) Memantau warna urine dan frekuensi
Memantau warna urine dan frekuensi urine anak, hasil yang didapatkan
urine anak. warna kuning, frekuensi setiap kali
anak BAB langsung BAK.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
dengan faktor biologis tindakan mengabsorbsi makanan 1) Mengkaji
keperawatan sebagai berikut 1) riwayat alergi makanan pada anak, 2)
Mengkaji riwayat alergi makanan pada Memberikan informasi kepada ibu
anak, 2) Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi yang
kepada ibu tentang kebutuhan nutrisi diperlukan anak, 3) Menjelaskan
yang diperlukan anak, 3) Mencatat kepada ibu makanan untuk
jumlah makanan yang dihabiskan memberikan makanan yang tinggi
anak, 4) Memeriksa turgor kulit, serat, 4) Mencatat jumlah makanan
kelembaban mukosa mulut setelah 8 yang dihabiskan anak, hasil yang
jam, 5) Memberitahu ibu untuk didapatkan anak tidak mau makan,
menyuapi anaknya makan, 6) setiap disuapkan sama ibunya An.R
Memantau mual dan muntah selama memuntahkan makanannya, 5)

Poltekkes Kemenkes
6

makan. Memeriksa turgor kulit, kelembaban


mukosa mulut setelah 8 jam, 6)
Memberitahu ibu untuk tetap
menyuapi anaknya makan, 7)
Memantau mual dan muntah selama
makan

Hipertermi berhubungan dengan


dehidrasi 1) Mengukur suhu tubuh
hipertermi berhubungan dengan anak saat awal pengkajian,hasil yang
dehidrasi yaitu 1) mengukur suhu didapatkan S: 38,8ºC, 2)
tubuh anak saat awal pengkajian, hasilMenganjurkan ibu untuk tetap
yang didapatkan S: 37,9ºC, 2) memberikan minum kepada anaknya,
Memberikan paracetamol 1 tablet 500 sesering mungkin, 3) Memberitahu ibu
mg, 3) Menganjurkan ibu untuk tetap untuk tetap melakukan kompres hangat
memberikan minum kepada anaknya, pada kening, lipatan paha, dan akxila,
sesering mungkin, ± 4 gelas dalam 8 4) Memantau perubahan suhu anak
jam, 4) Memberitahu ibu untuk tetap setelah dikompres, 5) Mengukur suhu
melakukan kompres hangat pada anak setelah 2 jam setelah di kompres
kening, lipatan paha, dan akxila, 5) hangat.
Memantau perubahan suhu anak
setelah diberikan paracetamol, 6)
Mengukur suhu anak setelah 2 jam
setelah diberikan paracetamol dan
kompres hangat. Diare berhubungan dengan proses
infeksi 1) Mengkaji faktor penyebab
Diare berhubungan dengan proses dari diare, 2) Mencatat warna,
infeksi 1) Mengkaji faktor penyebab frekuensi, konsistensi dan jumlah feses
dari diare , 2) Mencatat warna, setiap kali BAB hasil yang didapatkan
frekuensi, konsistensi dan jumlah feses BAB warna kuning, encer, ± sudah 6
setiap kali BAB, 3) Memantau jumlah kali, jumlah ±70 cc, 3) Memantau
dan frekuensi dari BAB setiap 7 jam, jumlah dan frekuensi dari BAB setiap
4) Memberitahu ibu untuk 7 jam, 4) Memberitahu ibu untuk
memberikan oralit kepada anak setiap memberikan oralit kepada anak setiap
kali setelah BAB, 5) Memberitahu ibu kali setelah BAB, hasil yang
untuk memberikan oralit ±200 cc didapatkan anak minum oralit ± 200
setelah anak BAB, 6) Memberikan cc/dot, 5) Memberitahu ibu untuk
terapi obat zink 1x10 mg sesuai order memberikan oralit ±200 cc setelah
dokter, 7) Memantau mukosa mulut anak BAB, 6) Memberikan terapi obat
dan turgor kulit anak, 8) Menanyakan zink 1x10 mg sesuai order dokter, 7)
kepada ibu dan anak berapa banyak Memantau mukosa mulut dan turgor
minum setelah BAB, hasil yang kulit anak, 8) Menanyakan kepada ibu
didapatkan anak minum ± hanya 50 dan anak berapa banyak minum
cc . setelah BAB

kerusakan integritas kulit

Poltekkes Kemenkes
6

berhubungan dengan ekskresi atau


Resiko kerusakan integritas kulit sering BAB 1) Menganjurkan ibu
berhubungan dengan ekskresi atau untuk memberikan pakaian longgar
sering BAB 1) Menganjurkan ibu pada anaknya, 2) Menjelaskan kepada
untuk memberikan pakaian longgar An.D cara membersihkan daerah
pada anaknya, 2) Menjelaskan kepada sekitar anus agar tidak lembab, 3)
An.D cara membersihkan daerah Menjelaskan kepada An.D untuk
sekitar anus agar tidak lembab, 3) merubah posisi setiap 3 jam sekali, 4)
Menjelaskan kepada An.D untuk Menyarankan kepada An.D untuk
merubah posisi setiap 3 jam sekali, 4) memakai baby oil untuk dioleskan
Menyarankan kepada An.D untuk diaerah sekitar anus setiap setelah
memakai baby oil untuk dioleskan BAB atau setelah mandi, 5)
diaerah sekitar anus setiap setelah Menyarankan kepada ibu untuk
BAB atau setelah mandi. langsung mengganti pempers ketika
anak BAB.

Gangguan rasa nyaman


berhubungan dengan gejala terkait
Defisiensi pengetahuan penyakit 1) Menjelaskan kepada ibu
berhubungan dengan kurang untuk tetap mendampingi anaknya
informasi 1) mengkaji tingkat selama sakit, 2) Menjelaskan kepada
pengetahuan keluarga terkait proses ibu untuk memberikan kenyamanan
diare yang dialami anak, 2) kepada anak dengan cara memeluk
menjelaskan tanda dan gejala dari atau menggendong anak, 3)
diare, 3) menjelaskan alasan anak Identifikasi orang terdekat dengan
mendapat terapi oralit, zinc, dan anak, 4) Monitor pola tidur dan catat
mendapatkan terapi RL, 4) kondisi fisik pasien saat itu.
memberikan edukasi kepada keluarga
agar tidak terjadi diare berulang pada Defisiensi pengetahuan
anak. berhubungan dengan kurang
informasi 1) mengkaji tingkat
pengetahuan keluarga terkait proses
diare yang dialami anak, 2)
menjelaskan tanda dan gejala dari
diare, 3) menjelaskan alasan anak
mendapat terapi oralit, zinc, dan
mendapatkan terapi RL, 4)
memberikan edukasi kepada keluarga
agar tidak terjadi diare berulang pada
anak.

5. Evaluasi Keperawatan

Poltekkes Kemenkes
6

Setelah melakukan implementasi keperawatan kepada An.D dan An.R.


Tindakan keperawatan selanjutnya yaitu membuat evaluasi keperawat
an dengan metode SOAP.
Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan

Partisipan 1 Partisipan 2

Setelah dilakukan evaluasi keperawatan Setelah dilakukan evaluasi keperawatan


selama 5 hari berturut-turut untuk selama 4 hari berturut-turut di ruangan
masing-masing diagnosa yang dapat dan 1 hari dengan kunjungan rumah
teratasi dengan baik. Diagnosa untuk masing-masing diagnosa yang
Kekurangan volume cairan dapat teratasi dengan baik. Diagnosa
berhubungan dengan kehilangan Kekurangan volume cairan
cairan aktif dapat teratasi setelah hari berhubungan dengan kehilangan
rawatan ke 5 dengan S: Ibu pasien cairan aktif dapat teratasi setelah
mengatakan anaknya sudah banyak melengkapi asuhan keperawatan
minum, pasien mengatakan oralit yang dengan kunjungan rumah selama 1 hari
diberikan sudah dihabiskan dalam 3 S: Ibu mengatakan saat dirumah
jam, ibu pasien mengatakan BAK anaknya masih diberi oralit, ibu
anaknya bewarna kuning bening, ± 100 mengatakan anaknya masih diberi zink,
cc, O: mata An.D tampak sudah tidak ibu mengatakan BAB anaknya sudah
cekung lagi, Mukosa mulut lembab, normal ± 3 kali, konsistensi lembek,
infus RL diberikan 20 tts/mnt dalam 8 jumlah ± 50ml, ibu mengatakan sudah
jam sudah kolf ke 8, A: tujuan tercapai, paham dengan apa yang dijelaskan
keseimbangan intake dan output dalam peneliti, yaitu tentang pentingnya
24 jam tidak terganggu, kelembaban pemberian oralit dan zink, O: anak
membran mukosa tidak terganggu, tampak tenang, anak sudah bisa
turgor kulit tidak terganggu, P: bermain, mata tidak cekung, turgor
intervensi dihentikan kulit baik, A: tujuan tercapai,
keseimbangan intake dan output dalam
24 jam tidak terganggu, kelembaban
membran mukosa tidak terganggu,
turgor kulit tidak terganggu, P:
intervensi dihentikan

Ketidakseimbangan nutrisi kurang Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh berhubungan dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis dapat teratasi dengan ketidakmampuan
setelah hari rawatan ke 5 ditandai mengabsorbsi makanan dapat teratasi
dengan S: ibu pasien mengatakan setelah melengkapi asuhan keperawatan
anaknya sudah mau makan, ibu pasien dengan kunjungan rumah selama 1 hari
mengatakan anaknya menghabiskan S: Ibu mengatakan anaknya sudah
makanannya, O: saat di timbang BB: 32 mulai makan seperti biasa (nasi, sayur
kg, kulit tampak lembab, turgor kulit ikan, dilunakkan), ibu mengatakan
kembali cepat, mukosa bibir lembab, anaknya dapat menghabiskan makanan
CRT < 2 detik, A: tujuan tercapai, yang diberikan (dalam mangkuk kecil),
asupan makanan dan cairan tidak O: turgor kulit anak baik, mukosa bibir

Poltekkes Kemenkes
6

menyimpang dari rentang normal, lembab, CRT < 2 detik, mata anak
asupan makanan secara oral sebagian sudah tidak cekung, anak dapat
besar adekuat, P: intervensi dihentikan. menghabiskan makanannya, anak
banyak minum), A: tujuan tercapai,
asupan makanan dan cairan tidak
menyimpang dari rentang normal,
asupan makanan secara oral sebagian
besar adekuat, P: intervensi dihentikan

hipertermi berhubungan dengan Hipertermi berhubungan dengan


dehidrasi dapat teratasi setelah hari dehidrasi dapat teratasi pada hari
rawatan ke tiga dengan S: Ibu pasien rawatan ke 2 S: Ibu pasien mengatakan
mengatakan badan anaknya sudah tidak badan anaknya sudah tidak panas lagi,
terasa panas lagi. Ibu mengatakan anak masih rewel, ibu pasien
anaknya masih tampak lesu. Ibu pasien mengatakan masih mengompres
mengatakan tidak lagi mengompres anaknya, ibu mengatakan bintik-bintik
anaknya. O: An.D masih tampak lesu, merah di daerah sekitar perut
badan An.D tidak panas lagi, S: 36,2ºC, anaknyasudah hilang, ibu mengatakan
N: 80 x/mnt, RR: 20 x/mnt, A: tujuan anaknya sudah mulai berkeringat, ibu
tercapai, melaporkan suhu tubuh tidak mengatakan anaknya banyak minum
terganggu, P: intervensi dihentikan oralit, O: An.R masih rewel, anak sudah
banyak minum, S: 36,6ºC, N: 72
x/mnt, RR: 18 x/mnt, bintik-bintik di
perut sudah hilang, A: tujuan tercapai,
melaporkan suhu tubuh tidak
terganggu, P: intervensi dihentikan

Diare berhubungan dengan proses Diare berhubungan dengan proses


infeksi dapat teratasi pada hari rawatan infeksi teratasi pada hari rawatan ke 4
ke 3 dimana S: An.D mengatakan BAB S: ibu mengatakan anaknya masih
sudah tidak encer lagi, An.D BAB, frekuensi BAB ± 4 kali, warna
mengatakan baru 1 kali BAB, BAB kuning, BAB sudah ada ampasnya,
berwarna kuning kecoklatakan, O: jumlah ± 50 ml, ibu mengatakan jarak
turgor kulit normal, mukosa mulut anaknya untuk BAB udah tidak terlalu
lembab, CRT < 2 detik, A: tujuan sering, O: anak tampak sudah lebih
tercapai, diare jarang menunjukkan, baik, anak sudah bisa bermain, tidak
mengeluarkan feses paling tidak 3 kali lagi rewel, jarak anak untuk BAB sudah
per hari secara konsisten menunjukkan, tidak terlalu dekat, A: tujuan tercapai,
minum cairan secara adekuat secara diare jarang menunjukkan,
konsisten menunjukkan, frekuensi BAB mengeluarkan feses paling tidak 3 kali
sedikit terganggu, konsistensi BAB per hari secara konsisten menunjukkan,
tidak terganggu, P: intervensi minum cairan secara adekuat secara
dihentikan konsisten menunjukkan, frekuensi BAB
sedikit terganggu, konsistensi BAB
tidak terganggu, P: intervensi
dihentikan

Resiko kerusakan integritas kulit kerusakan integritas kulit

Poltekkes Kemenkes
6

berhubungan dengan ekskresi atau berhubungan dengan ekskresi atau


sering BAB dapat teratasi pada hari sering BAB teratasi pada hari rawatan
rawatan ke 2 S: An.D mengatakan ke 3 S: Ibu membersihkan BAB
sudah membersihkan daerah sekitar anaknya dengan tisu basah, ibu
anus setiap kali selesai BAB dengan mengatakan daerah sekitar anus sudah
bersih, ibu pasien mengatakan anaknya tidak berwarna kemerahan lagi, O: area
memakai lotion didaerah sekitar sekitar anus masih tampak lembab, ibu
bokong setelah selesai mandi, O: area tidak mencuci tangan setelah
sekitar anus masih lembab, tidak terjadi membersihkan BAB anaknya, area
iritasi pada daerah sekitar anus, area sekitar anus tampak bersih, dan sedikit
sekitar anus tampak bersih, A: tujuan bau, bokong pasien tampak tidak
tercapai, integritas kulit tidak berwarna kemerahan lagi, A: tujuan
terganggu, suhu kulit tidak terganggu, tercapai, integritas kulit tidak
elastisitas tidak terganggu, P: intervensi terganggu, suhu kulit tidak terganggu,
dihentikan elastisitas tidak terganggu, P: intervensi
dihentikan

Defisiensi pengetahuan berhubungan Gangguan rasa nyaman


dengan kurang informasi dapat berhubungan dengan gejala terkait
teratasi pada hari ke 2 S: ibu penyakit teratasi pada hari rawatan ke
mengatakan sudah mengerti dengan 3 S: Ibu mengatakan anaknya sudah
proses penyakit diare, ibu juga tidak rewel lagi, ibu mengatakan anak
mengatakan sudah mengerti dengan sudah bisa diajak bermain, O: An.R
tanda dan gejala dari diare yang dialami tampak lebih tenang, BAB sudah tidak
anaknya, ibu mengatakan sudah sering lagi, ± 6 kali, sudah tidak encer
mengerti dengan terapi oralit dan anak lagi, anak tampak sudah mulai bermain,
yang diharuskan untuk minum banyak, A: tujuan tercapai, kontrol terhadap
O: ibu beranggapan bahwa penyakit gejala sedikti terganggu, perasaan
diare itu hanya sakit biasa, ibu tidak gelisah tidak ada, P: intervensi
tahu alasan diberikannya oralit dan dihentikan.
anak yang diwajibkan banyak minum,
A: tujuan tercapai, ibu mengetahui Defisiensi pengetahuan berhubungan
karakteristik spesifik dari diare, ibu dengan kurang informasi dapat
mengetahui faktor penyebab, tanda dan teratasi pada hari ke 2 S: ibu
gejala dari diare, ibu mengetahui mengatakan sudah mengerti dengan
strategi untuk meminimalkan agar tidak proses penyakit diare, ibu juga
terjadi diare berulang pada anak, P: mengatakan sudah mengerti dengan
intervensi dihentikan. tanda dan gejala dari diare yang dialami
anaknya, ibu mengatakan sudah
mengerti dengan terapi oralit dan anak
yang diharuskan untuk minum banyak,
O: ibu sudah berpengalaman merawat
anak dengan diare karena anak kedua
dan ketiga meninggal karena
gastroenteritis akut, ibu tidak tahu
alasan diberikannya oralit dan anak
yang diwajibkan banyak minum, ibu
tidak mencuci tangan setelah

Poltekkes Kemenkes
6

membersihkan BAB anaknya, setelah


itu ibu membuatkan oralit untuk
anaknya, A: tujuan tercapai, ibu
mengetahui karakteristik spesifik dari
diare, ibu mengetahui faktor penyebab,
tanda dan gejala dari diare, ibu
mengetahui strategi untuk
meminimalkan agar tidak terjadi diare
berulang pada anak, P: intervensi
dihentikan

B. Pembahasan
1. Pengkajian
Hasil pengkajian riwayat kesehatan yang peneliti temukan pada An.D
datang ke rumah sakit dengan keluhan BAB encer sudah 7 kali, Nyeri
di ulu hati, batuk, nafsu makan berkurang, demam, anak malas minum.
An.D tampak lesu dan lemah. Riwayat kesehatan yang peneliti
temukan pada An.R datang ke rumah sakit dengan keluhan muntah 1
kali, demam tinggi sejak 2 hari, BAB encer sudah 2 hari, BAB ± 12
kali, BAB berlendir tidak disertai darah, area sekitar anus lembab dan
tampak sedikit kemerahan, anak demam, lemah dan rewel.

Berdasarkan hasil penelitian supriadi (2013), tentang asuhan


keperawatan pada An.F dengan gangguan pemenuhan sistem
pencernaan diare akut dehidrasi sedang diruang metai 2 RSUD Dr.
Moewardi. Dimana pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan BAB
encer sudah 5 kali, konsistensi encer, warna kuning.

Riskesdas (2013), mengatakan diare merupakan gangguan buang air


besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender.
Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram
perut, muntah, demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi
bakteri invasif akan mengalami demam tinggi, mencret berdarah dan
berlendir (Wijoyo, 2013). Menurut Ngastiyah (2014), mengatakan
anak yang mengalami diare mula-mula akan cengeng, gelisah, suhu
tubuh meningkat, nafsu makan berkurang. BAB cair, mungkin disertai

Poltekkes Kemenkes
6

lendir dan darah. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi
oleh usus selama diare.

Menurut peneliti keluhan yang ditemukan pada kasus An.D dan An.R
sesuai dengan teori dan yang ada dimana pasien dengan diare datang
kerumah sakit karena BAB encer, frekuensi lebih dari 3 kali dalam
sehari, muntah, demam tinggi, dan BAB berlendir, anus dan daerah
sekitar menjadi lecet, nafsu makan berkurang, anak menjadi gelisah,
dan rewel. Hanya saja terdapat perbedaan pada An.D dimana An.D
tidak mengalami muntah, BAB tidak berlendir, anus dan daerah
sekitarnya tidak ada lecet. Hal ini disebabkan karena jenis dari bakteri
yang menginfeksi partisipan 1, tetapi pada partisipan 1 tidak diketahui
pasti bakteri apa yang terdapat didalam feses.

Hasil pemeriksaan fisik pada An.D dan An.R ditemukan perbedaan


yaitu mata An.D merah, anus dan daerah sekitarnya tidak lecet, tidak
berwarna kemerahan. Pada An.R ditemukan kulit sekitar anus lembab
dan berwarna kemerahan. An.D dan An.R mengalami penurunan berat
badan.

Hasil penelitian Sulaiman (2011), tentang profil diare di ruang rawat


inap anak RSUD Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh. Dimana pasien
diare yang disertai gizi buruk 8,6% dan gizi kurang 38,5%. Dan hasil
penelitian Arini (2012), tentang asuhan keperawatan pemenuhan
kebutuhan volume cairan pada An.F dengan gastroenteritis aku (GEA).
Dimana pasien tampak lemas dan dan sering menangis, kulit bersih,
turgor kulit kembali lambat, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering,
muntah sampai 4 kali, pada bokong terlihat kemerahan, mata cekung,
pasien tampak pucat.

Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang mengalami


diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi

Poltekkes Kemenkes
7

dengan baik karena adanya hiperperistaltik. Secara klinis, pada anak


yang diare mengalami penurunan pH karena akumulasi beberapa asam
non-volatil, maka akan terjadi hiperventilasi yang akan menurunkan
pCO2 menyebabkan pernafasan bersifat cepat, teratur, dan dalam
(pernapasan kusmaul) (Suharyono, 2008). Anak yang mengalami diare
dengan dehidrasi ringan hingga berat turgor kulit biasanya kembali
sangat lambat. Karena tidak adekuatnya kebutuhan cairan dan
elektrolit pada jaringan tubuh anak sehingga kelembapan kulitpun
menjadi berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
mukosa bibir kering. Menurut peneliti apa yang ada di teori sama
dengan kasus. Akan tetapi pada partisipan 1 dan 2 tidak dilakukan
pemeriksaan gas darah untuk mengetahui adanya penurunan pH.

Dari hasil pengkajian terhadap kebiasaan ibu dalam menyiapkan


makanan didapatkan pada partisipan 1, Ny.I jarang melakukan cuci
tangan pakai sabun saat menyiapkan makanan dan partisipan 2 Ny.Y
jarang melakukan cuci tangan saat menyiapkan makanan dan
membuatkan susu untuk anaknya. Hasil observasi peneliti Ny.Y jarang
mencuci tangan setelah membersihkan BAB anaknya. Ny.Y
membersihkan BAB anaknya dengan tisu basah, dan setelah itu Ny.Y
tidak mencuci tangan.

Berdasarkan hasil penelitian Astuti (2011), tentang hubungan


pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan dengan kejadian diare pada
balita. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
ibu tentang sanitasi makanan dengan kejadian diare. Dimana
didapatkan responden dengan pengetahuan sanitasi dengan kriteria
baik dan pernah mengalami diare sebanyak 12 orang (17,6%),
sedangkan responden dengan pengetahuan sanitasi dengan kriteria
cukup dan pernah mengalami diare sebanyak 11 orang (16,2%).

Menutu Ngastiyah (2014), selain kuman ada beberapa perilaku yang


dapat meningkatan resiko terjadinya diare seperti menggunakan botol
susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, air minum

Poltekkes Kemenkes
7

tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci tangan sesudah buang air
besar, sesudah membuang tinja, atau sebelum menjamaah makanan,
dan kondisi lingkungan juga menjadi resiko utama terjadinya diare.
Asumsi dari peneliti berdasarkan pengkajian, hasil penelitian dan teori
diatas sanitasi ibu dalam menyiapkan makanan keluarga An.D perlu
ditingkat lagi, sedangkan pada An.R ibu juga perlu meningkatkan lagi
sanitasinya dalam menyiapkan makanan dan kebiasaan ibu untuk
mencuci tangan setelah membersihkan BAB anaknya. Hal ini
dilakukan agar diare dan penyakit lainnya terjadi pada keluarga lainnya
dan untuk mencegah terjadinya penularan terhadap anggota keluarga
lainnya.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di rumah sakit, perawat hanya
menegakkan dua diagnosa saja. Diagnosa utama yang diangkat untuk
partisipan 1 dan partisipan 2 sama yaitu, 1) kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, 2) ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi makanan. Diagnosa yang peneliti
temukan pada partisipan 1 yaitu, 1) Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, 2) Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis, 3) hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, 4) diare
berhubungan dengan proses infeksi, 5) resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB. Pada partisipan 2
yaitu, 1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif, 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan faktor biologis, 3) hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi, 4) diare berhubungan dengan proses infeksi, 5)
resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB, 6) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala
terkait penyakit.

Poltekkes Kemenkes
7

Berdasarkan beberapa sumber buku peneliti menemukan ada 11


diagnosa keperawatan (Aziz, Nursalam, Wong & Ngastiyah, 2014)
untuk pasien yang mengalami diare, yaitu 1) Diare berhubungan
dengan proses infeksi, 2) Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif, 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan, 4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
atau sering BAB, 5) Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan
dengan diare, 6) Resiko syok berhubungan dengan kehilangan cairan
dan elektrolit, 7) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, 8) Nyeri
akut berhubungan dengan agens cedera (sering BAB), 9) Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit, 10) Anisetas
berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, 11) Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kurang sumber
pengetahuan.

Hasil penelitian dari Arini (2012), mengatakan bahwa masalah


keperawatan yang di prioritaskan adalah kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Hal ini jika tidak diatasi
secepatnya anak akan mengalami dehidrasi berat yang berakhir pada
syok dan bisa menyebabkan kematian karena tubuh banyak kehilangan
cairan dan elektrolit.

Berdasarkan kasus yang peneliti temukan diagnosa utama yang peneliti


angkat untuk An.D dan An.R sama yaitu, Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif peneliti angkat menjadi
diagnosa utama untuk partisipan 1 ditandai dengan Ny.I mengatakan
BAB anaknya encer sudah lebih dari 7 kali, BAB encer, tidak berlendir
dan tidak berdarah, mata cekung, turgor kulit kembali lambat, dan
patisipan 2 ditandai dengan Ibu Y mengatakan anaknya diare sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit, BAB anaknya encer, berlendir dan
tidak berdarah, anaknya BAB ± 20 kali sebelum masuk rumah sakit,
BAB berwarna kuning, mata cekung, turgor kulit kembali lambat, CRT
>2 detik, Ibu Y mengatakan anaknya suka minum oralit, anak rewel,

Poltekkes Kemenkes
7

infus terpasang RL 22 tts/mnt dalam 8 jam, mukosa bibir kering, mata


tampak cekung dan merah

Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), Kehilangan air dan


elektrolit dapat meyebabkan dehidrasi. Kondisi ini juga dapat
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik), dehidrasi, hipokalemia, dan hipovolemia. Gejala dari
dehidrasi yang tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit kembali
sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, mukosa
bibir kering.

Analisa peneliti anak yang mengalami dehidrasi cenderung akan


berakhir pada syok hipovolemik dan bisa menyebabkan anak
mengalami penurunan kesadaran dan berakhir pada kematian. Pada
kasus partisipan 1 An.D mengalami dehidrasi ringan BAB encer, BAB
>7 kali, anak malas minum, partisipan 2 An.R mengalami dehidrasi
sedang. An.R BAB sangat sering, BAB encer, jika kedua hal ini
dibiarkan terlalu lama An.R bisa mengalami dehidrasi berat dan bisa
syok hipovolemik karena intake dan output cairan yang tidak adekuat.

Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan faktor psikologis dan ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi makanan ditandai dengan An.D suka malas makan.
Makan hanya 2 kali dalam sehari dan tidak teratur, An.D lebih suka
makan cemilan. Hasil observasi peneliti An.D tampak kurus dan
lemah. An.D juga mengalami penurunan berat badan, sebelum BB 38
kg, saat sakit 31 kg, turgor kulit kembali lambat. Pada An.R Ny.Y
mengatakan setiap diberikan makan, An.R selalu memuntahkannya,
Saat ini An.D mendapat diit makanan lunak. Anak tampak lemah dan
nafsu makan berkurang. An.D juga mengalami penurunan berat badan,
berat badan sebelum sakit 8,9 kg, saat sakit 8,6 kg, dan turgor kulit
kembali lambat.

Menurut Ngastiyah (2014), pasien yang menderita diare biasanya juga


menderita anoreksia sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang.

Poltekkes Kemenkes
7

Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien juga


mengalami muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan
makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak
lekas tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi.

Berdasarkan analisa peneliti diagnosa ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis
dan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan. Hal ini disebabkan
karena anak yang mengalami diare beresiko untuk terjadinya
ketidakseimbangan nutrisi, karena terjadinya gangguang di saluran
pencernaan yang dapat menyebabkan anak mengalami penurunan
nafsu makan. Oleh sebab itu perlu penanganan cepat agar tidak terjadi
penurunan berat badan yang dapat menyebabkan anak menjadi kurang
gizi. Pada kasus yang peneliti temui, partisipan 1 dan partisipan 2
mengalami penurunan berat badan. Partisipan 1 mengalami penurunan
berat badan yang drastis yaitu dari 38 kg berat badan sebelumnya dan
pada saat sakit turun menjadi 31 kg.

Diagnosa diare berhubungan dengan proses infeksi ditandai ibu dari


An.D mengatakan BAB anaknya encer, warna kuning, sebelum masuk
rumah sakit anaknya BAB ± 7 kali. Pada partisipan 2, ibu An.R
mengatakan anaknya BAB sudah 2 hari, sebelum masuk rumah sakit
anaknya BAB ± 12 kali, BAB encer. Hasil laboratorium pemeriksaan
feses pada An.R didapatkan keadaan feses lunak, lendir positif, darah
negatif. Sedangkan hasil pemeriksaan mikroskopis menunjukkan
leukosit 10-15 LPB, eritrosit 4-5 LPB, amoeba dan telur cacing tidak
ditemukan.

Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi


buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi
yang lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau
BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi
tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas,
2013).

Poltekkes Kemenkes
7

Diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan Kerusakan integritas


kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB yang ditandai
dengan ibu dari An.R mengatakan anaknya sering BAB, BAB encer.
Hasil observasi peneliti anus dan daerah sekitarnya tampak lembab,
dan berwarna kemerahan.

Ngastiyah (2014) mengatakan anak yang mengalami diare akan


menyebabkan anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering
defekasi. Hal ini disebabkan karena tinja yang makin asam sebagai
akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang
tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Hasil analisa peneliti
diagnosa kerusakan integritas kulit ini ditegakkan karena pada kasus
partisipan 1 dan partisipan 2 sering BAB, BAB encer dan hal ini dapat
menyebabkan daerah sekitar anus berwarna kemerahan, lama
kelamaan bisa menjadi lecet, dan anak menjadi rewel setiap kali BAB.

Pada kasus diatas terdapat perbedaan antara partisipan 1 dan partisipan


2. Dimana partisipan 1 tidak mengalami kerusakan integritas kulit, hal
ini disebabkan karena An.D diare baru 1 hari dengan frekuensi ± 7
kali. Dan setelah itu An.D BAB ± 4 kali, BAB masih encer tetapi
sudah ada ampasnya.

Diagnosa gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait


penyakit ditandai dengan pada An.D ditemukan anak BAB sudah lebih
dari 7 kali, anak gelisah, tidur tidak teratur karena BAB, anak masih
demam, dan sekali-sekali batuk. Pada An.R ditemukan anak BAB
sudah 2 hari ± 20 kali sehari, anak rewel, setiap kali BAB An.R selalu
menangis, anus daerah sekitarnya lecet dan berwarna sedikit
kemerahan.

Menurut Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare


mula-mula akan cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan
berkurang. BAB cair, mungkin disertai lendir dan darah. Anus dan
daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang

Poltekkes Kemenkes
7

berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Menurut analisa peneliti anak yang mengalami diare pasti mengalami
gangguan rasa nyaman karena perubahan status kesehatan dan efek
hospitalisasi.

Diagnosa resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan


cairan dan elektrolit tidak ditegakkan karena tidak ditemukan tanda-
tanda terjadinya syok hipovolemik pada partisipan 1 dan partisipan 2.
Tanda-tanda syok seperti akral teraba dingin, denyut nadi cepat dan
lemah, BAK sedikit, terjadi penurunan kesadaran, tekanan darah
rendah, kulit pucat, dan dapat berakhir pada kematian. Syok
hipovolemik dapat terjadi pada anak yang mengalami dehidrasi berat
(Nursalam, 2008).

Asumsi dari peneliti yaitu jika dehidrasi pada partisipan 1 dan 2 tidak
diatasi dengan cepat maka ditakutkan anak akan mengalami dehidrasi
berat. Anak dengan dehidrasi berat akan mengalami penurunan
kesadaran, Seperti yang dijelaskan Nursalam (2008), syok
hipovolemik dapat terjadi pada anak yang mengalami dehidrasi berat.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang disusun sesuai diagnosa yang muncul
pada kasus berdasarkan NOC dan NIC (2013) yaitu, diagnosa utama
pada partisipan 1 dan partisipan 2 adalah kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu 1) monitor status
hidrasi, 2) catat intake dan output pasien, 3) monitor makanan yang
dikonsumsi, 4) kolaborasi pemberian cairan IV, 5) mmnitor status
nutrisi, 5) timbang BB pasien, 6) monitor tanda-tanda vital, 7) dorong
pasien untuk menambah intake oral, 8) monitor kelembaban mukosa
dan turgor kulit. Tindakan yang dilakukan pada masalah kekurangan
volume cairan yaitu untuk menggantikan cairan yang hilang,
mencegah terjadinya penurunan berat badan, untuk melihat respon
pasien setelah diberikan cairan. Kriteria hasil yang hendak dicapai
yaitu tanda-tanda vital tidak terganggu, keseimbangan intake dan
output cairan dalam 24 jam tidak terganggu, berat badan stabil, turgor

Poltekkes Kemenkes
7

kulit tidak terganggu, kelembaban membran mukosa tidak terganggu,


asupan makanan secara oral sebagian besar adekuat, asupan cairan
intravena sebagian besar adekuat.

Intervensi untuk diagnosa yang sama Ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsobrsi makanan dan faktor biologis yaitu 1) Identifikasi adanya
alergi atau intoleransi makanan, 2) monitor kecendrungan turun BB, 3)
monitor turgor kulit, 4) monitor adanya mual dan muntah, 5) monitor
pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva, 6) timbang
berat badan pasien, 7) instruksikan cara meningkatkan asupan kalori.
Kriteria hasil yang hendak dicapai yaitu asupan makanan dan cairan
tidak menyimpang dari rentang normal, asupan makanan dan cairan
secara oral sbagian besar adekuat, berat badan tidak ada deviasi dari
kisaran normal.

A.Aziz & Nursalam (2008), membuat rencana tindakan berdasarkan


masalah yang sudah ditegakkan pada kasus diare, antara lain
manajemen cairan, manajemen resusitasi, monitor cairan, manajemen
nutrisi, monitor status nutrisi, perawatan demam, monitor tanda-tanda
vital. Hasil analisa peneliti intervensi yang disusun pada kasus sama
dengan apa yang ada di teori.

4. Implementasi Keperawatan
Tindakan yang telah peneliti rencanakan untuk diagnosa Tindakan
keperawatan untuk diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif yaitu, Memberikan cairan oralit 200
cc/3 jam, memberitahu ibu untuk tetap memberikan anaknya minum
sesering mungkin, memberikan cairan IV RL 20 tts/mnt dalam 8 jam,
memantau respon pasien setelah 7 jam pemberian oralit, memberikan
terapi zink 1x1 sendok teh sesuai dengan order dokter, memantau
mata cekung, turgor kulit, kelembaban mukosa mulut, CRT pada anak,
memantau pola minum anak, memantau warna urine dan frekuensi
urine anak

Poltekkes Kemenkes
7

Hasil penelitian Rusdi (2012), tentang evaluasi penggunaan obat diare


terhadap kesesuaian obat dan dosis pada pasien rawat inap di RSUD
Budi Asih Jakarta. Menunjukkan bahwa pengobatan diare anak paling
banyak diberikan terapi cairan pengganti (rehidasi), terdapat 97 kasusu
(32,99%) pasien yang diberikan terapi cairan RL.

Menurut Ngastiyah (2014), dehidrasi sebagai prioritas utama


pengobatan. Salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan yaitu
jenis cairan, jumlah cairan, cara pemberian cairan, dan jadwal
pemberian cairan pada pasien yang mengalami diare.

Analisa peneliti terhadap kasus yang ditemukan dengan penelitian, dan


teori sama. Dimana pada kasus anak mendapat terapi cairan RL 20
tts/mnt per 8 jam. Dan juga anak mendapatkan terapi oralit dan zink
dengan cara pemberian cairan melalui oral. Pemberian oralit pada
An.D berdasarkan umur dan BB dimana umur 2- <5 tahun dengan BB
12-19 Kg diberikan oralit sebanyak 900-1400 cc, sedangkan pada
An.R umur 1- <2 tahun dengan BB 10-12 Kg diberikan sebanyak 700-
900 cc.

Tindakan keperawatan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsobrsi
makanan dan faktor biologis yaitu Mengkaji riwayat alergi makanan
pada anak, memberikan informasi kepada ibu tentang kebutuhan
nutrisi yang diperlukan anak, mencatat jumlah makanan yang
dihabiskan anak, memeriksa turgor kulit, kelembaban mukosa mulut
setelah 8 jam, memberitahu ibu untuk menyuapi anaknya makan,
memantau mual dan muntah selama makan.

Menurut Ngastiyah (2014), pasien yang menderita diare biasanya juga


menderita anoreksia sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang.
Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien juga
mengalami muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan
makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak
lekas tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi.

Poltekkes Kemenkes
7

Berdasarkan analisa peneliti anak diare mengalami anoreksia karena


terjadi gangguan di saluran pencernaan yang menyebabkan tekanan
hiperperistaltik usus yang merangsang anak menjadi mual, muntah dan
nafsu makan mennurun.

Tindakan keperawatan untuk diagnosa resiko syok hipovolemik yaitu


memberikan IVFD RL 20 tts/mnt dalam 8 jam untuk antisipasi
terjadinya dehidrasi berat pada partisipan 1 dan partisipan 2. Menurut
analisa peneliti tindakan ini dilakukan karena partisipan 1 mengalami
diare dehidrasi ringan dan anak malas untuk minum, pada partisipan 2
diare dehidrasi sedang anak banyak minum tetapi BAB sangat sering.
Oleh sebab itu perawat diruangan memasang infus untuk kedua
partisipan dengan tujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan
didalam tubuh.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan disusun dengan metode SOAP. Evaluasi
keperawatan dilaksanakan selama 5 hari melakasanakan asuhan
keperawatan. Hasil evaluasi dari diagnosa kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, setelah 5 hari melakukan
asuhan keperawatan didapatkan Ibu mengatakan saat dirumah anaknya
masih diberi oralit, ibu mengatakan anaknya masih diberi zink, ibu
mengatakan BAB anaknya sudah normal ± 3 kali, konsistensi lembek,
jumlah ± 50ml, ibu mengatakan sudah paham dengan apa yang
dijelaskan, anak tampak tenang, anak sudah bisa bermain, mata tidak
cekung, turgor kulit baik.

Depkes (2011), mangatakan oralit diberikan bila anak diare dan sampai
diare berhenti. Untuk anak usia kurang dari satu tahun diberikan 50
sampai 100 cc cairan oralit setiap kali buang air besar sedangkan anak
labih dari 1 tahun diberikan 100 sampai 200 cc cairan oralit setiap klai
buang air besar. Menurut peneliti apa yang ditemukan pada kasus sama
dengan apa yang ada diteori. Anak yang diare banyak kehilangan air

Poltekkes Kemenkes
8

dan elektrolit. Oralit berguna untuk membantu menggantikan cairan


yang keluar bersama BAB yang encer.

Hasil evaluasi diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsobrsi
makanan dan faktor biologis, setelah 5 hari melakukan asuhan
keperawatan didapatkan Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau
makan, ibu pasien mengatakan anaknya menghabiskan makanannya,
kulit tampak lembab, berat badan bertambah, turgor kulit kembali
cepat, mukosa bibir lembab.

Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan


yang menyebabkan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian
makanan harus mempertimbangkan umur, berat badan dan
kemampuan anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun
sudah bisa makan makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa
sayuran pada hari masih diare dan minum teh. Hari esoknya jika
defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak
berlemak (Ngastiyah, 2014).

Poltekkes Kemenkes
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada partisipan 1 An.D
dengan diare dehidrasi ringan+low intake dan partisipan 2 An.R dengan
diare dehidrasi sedang di ruang 2 Ibu Dan Anak RS Reksodiwiryo Padang,
peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengkajian pada An.D didapatkan anak BAB ± 7 kali, BAB
encer, tidak berlendir, anak demam, nafsu makan berkurang, anak
malas dan An.R didapatkan data keluhan BAB encer, lebih dari 20 kali
dalam sehari, berlendir, tidak berdarah, demam, anak banyak minum,
dan nafsu makan berkurang.
2. Hasil pengkajian dan analisa data terdapat 5 diagnosa yang muncul
pada An.D yaitu hipertermi berhubungan dengan proses infeksi,
kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan aktif,
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, Diare berhubungan dengan proses infeksi,
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering
BAB. Pada An.R muncul 6 diagnosa utama Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan, Diare berhubungan dengan
proses infeksi, Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
atau sering BAB, Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala
terkait penyakit
3. Intervensi keperawatan yang direncanakan sesuai dengan masalah
yang ditemukan pada An.D yaitu perawatan demam, manajemen
cairan, manajemen nyeri, manajemen nutrisi, monitor nutrisi,
manajemen diare, manajemen tekanan. Rencana keperawatan pada
An.R yaitu manajemen cairan, manajemen nyeri, manajemen nutrisi,
monitor nutrisi, perawatan demam, manajemen diare, manajemen
tekanan, teknik menenangkan.

Poltekkes Kemenkes
82

Poltekkes Kemenkes
8

4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang


telah disusun. Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 23 –
27 Mei 2017. Sebagian besar rencana tindakan keperawatan dapat
dilaksanakan pada implementasi keperawatan.

5. Evaluasi tindakkan keperawatan yang dilakukan selama lima hari


dalam bentuk SOAP. Diagnosa keperawatan pada An.D yaitu
hipertermi berhubungan dengan proses infeksi teratasi pada hari ke
tiga, kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan aktif
teratasi pada hari ke lima, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis teratasi pada hari
ke lima, Diare berhubungan dengan proses infeksi teratasi pada hari ke
tiga, Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB teratasi pada hari ketiga. Pada An.R diagnosa kekurangan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif teratasi pada hari ke empat, Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan teratasi pada hari ke empat, Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi teratasi pada hari ke dua, Diare berhubungan dengan
proses infeksi teratasi pada hari ke empat, Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB teratasi pada hari ke
tiga, Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit teratasi pada hari ke tiga.

B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit Reksodiwiryo
Saran peneliti kepada pihak rumah sakit lebih menyediakan fasilitas
dalam melakukan tindakan keperawatan dalam ruangan khususnya
fasilitas yang sangat dibutuhkan oleh pasien diare dehidarasi sedang.

2. Perawat ruangan

Poltekkes Kemenkes
8

Saran peneliti bagi perawat ruangan agar lebih memperhatikan dalam


menegakkan diagnosa keperawatan, intervensi yang sudah dilakukan
dan mempertahankan agar intervensi berjalan secara optimal.

3. Peneliti selanjutnya
Saran untuk peneliti selanjutnya agar lebih dapat memperhatikan
masalah yang dialami pasien khususnya dan mampu bekerja sama
dengan baik dengan perawat ruangan agar implementasi keperawatan
yang dijalankan dapat terlaksana dengan baik.

Poltekkes Kemenkes
DAFTAR PUSTAKA

Adyanastri, Festy. 2012. Etiologi Dan Gambaran Klinis Diare Akut Di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Diakses tanggal 7 Januari 2017 dari
http://eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdf
Arini, Estanti, N. 2012. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Volume
Cairan Pada An.F Dengan Gastroenteritis Akut (GEA) Di Ruang Melati
RSUD Karanganyar. Studi Kasus Keperawatan STIKES Kusuma Husada
Surakarta. Diakses tanggal 6 Juni 2017 dari
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/5/01-gdl-estantinur-227-
1-estanti-4.pdf
Astuti, Wiwin, p.; Heriyatun.; Yudha, Hendri, T.; 2011. Hubungan Pengetahuan
Ibu Tentang Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 3. Diakses tanggal 6 Juni
2017 dari
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/27/jtstikesmuhgo-gdl-
wiwinpujia-1337-2-hal.151-8.pdf
Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatr Edisi 5.
Jakarta: EGC
Bulechek, M.G.; Butcher, H.K.; Dochterman, J.M.; & Wagner, C.M. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition. United State Of
America: Mosby Elsevier, Inc
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS). Jakarta

Dinas kesehatan. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Diakses


tanggal 11 Januari 2017 dari
http://sumbar.antaranews.com/image/2009/09ori/20090908img_1646.jpg

Dinkes Kesehatan Kota Padang. 2016. Profil Kesehatan Kota Padang Tahun
2015. Dari http://dinkes.padang.go.id/index.php/baca/artikel/107 Diakses
tanggal 13 Januari 2017
Emmanuel, anton. & Inns, stephen. 2014. Gastroenterologi dan Hepatologi.
Jakarta: Erlangga
Herdman, T, Heather. NANDA Internasional Inc. Diagnosa Keperawatan:
Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Juffrie, M.; Soenarto, S.S.Y.; Oswari, H.; Arief, S.; Rosalina, I.; & Mulyani, N.S.
2010. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI
Kemenkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Diakses tanggal 9 Januari 2017
http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/buletin-diare.pdf

Marlia, D. L.; Dwipoerwantoro, P. G. & Advani, Najib. 2015. Defisiensi Zinc


sebagai Salah Satu Faktor Risiko Diare Akut menjadi Diare Melanjut.

Poltekkes Kemenkes
Jurnal Sari Pediatri, Volume 16, No. 5. Dari
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/142/146
diakses tanggal 22 Januari 2017

Moohead, S.; Johnson, M.; Maas, M.L.; & Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th edition. United State Of America: Mosby Elsevier,
Inc

Ngastiyah. 2014. Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta : EGC

Notoadmodjo, soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan
anak. Jakarta : Salemba Medika

Puput, Stefanny R. 2011. Perilaku Pemberian Asi Terhadap Frekuensi Diare Pada
Anak Usia 6-24 Bulan Di Ruang Anak Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal
STIKES RS. Baptis Kediri Volume 4, No. 2. Diakses tanggal 6 Januari 2017
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=4216&val=360&title=PERILAKU%20PEMBERIAN%20ASI
%20TERHADAP%20FREKUENSI%20DIARE%20PADA%20ANAK
%20USIA%20624%20BULAN%20DI%20RUANG%20ANAK
%20RUMAH%20SAKIT%20BAPTIS%20KEDIRI

Riset Keperawatan Dasar (RISKESDAS). 2013. Diakses tanggal 9 Januari 2017


http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf

Rusdi, Numlil, K.; Gultom, Betti. & Wulandari, Apriyanti. 2012. Evaluasi
Penggunaan Obat Diare Terhadap Kesesuaian Obat Dan Dosis Pada Pasien
Rawat Inap Di RSUD Budhi Asih Jakarta. Jurnal Farmasains Volume 1,
No.5. Diakses tanggal 22 Januari 2017 dari
http://farmasains.uhamka.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/Numlil-
farmasains.uhamka.ac_.id-volume-1-no-5.pdf

Soedjas, triwibowo. 2011. Bila Anak Sakit. Yogyakarta: Amara Books

Subakti, Fikri, A. 2015. Pengaruh Pengetahuan, Perilaku Sehat dan Sanitasi


Lingkungan terhadap Kejadian Diare Akut di Kelurahan Tlogopojok dan
Kelurahan Sidorukun Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik. Jurnal UNESA
(Universitas Negeri Surabaya) dari
http://ejournal.unesa.ac.id/article/13744/40/article.pdf diakses tanggal 11
Januari 2017

Supriyadi, bayu, H. 2013. Asuhan Keperawatan Pada An.N Dengan Gangguan


Sistem Pencernaan Diare Akut Dehidrasi Sedang Di Ruang Melati 2 Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Studi Kasus Keperawatan Fakultas

Poltekkes Kemenkes
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses pada
tanggal 6 Juni 2017 dari
http://eprints.ums.ac.id/25518/13/NASKAH_PUBLIKASI_.pdf

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:


Alfabeta
Suharyono. 2008. Diare Akut: Klinik Dan Laboratorik. Jakarta: Rineka Cipta
Tammi, M. A.; Jurnalis, Y. D. & Sulastri, delmi. 2016. Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Bayi di Wilayah Puskesmas
Nanggalo Padang. Jurnal Kesehatan Andalas; 5 (1). Diakses tanggal 11
Januari 2011
http://download.portalgaruda.org/article.php? article=421616&val=7288&title=Hubungan
%20Pemberian%20ASI
%20Eksklusif%20dengan%20Kejadian%20Diare%20pada%20Bayi%20di
%20Wilayah%20Puskesmas%20Nanggalo%20Padang
World Health Organization. (2009). Diarrhea: Why Children Are Dying And
What Can Be Done. Switzerland. Diakses tanggal 11 Januari 2017
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44174/1/9789241598415_eng.pdf

WHO. 2012. The 10 leading causes of death in the world, 2000 and 2012. Dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/ diakses tanggal 11
Januari 2017

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Wijoyo, yosef. 2013. Diare Pahami Penyakit dan Obatnya. Yogyakarta: PT Citra
Aji Parama.
Wong, D.L.; Eaton, M.H.; Wilson, D.; Winkelstein, M.L.;& Schwart, P. 2008.
Buku ajar keperawatan pediatrik edisi 6. Jakarta : EGC
Yonata, A & Farid, A.F. 2016. Penggunaan Probiotik Sebagai Terapi Diare.
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Majority Volume 5 Nomor 2.
Dari http://jukeunila.com/wp-content/uploads/2016/04/5.2-Agus-Fathul-
Muin- done.pdf diakses Tanggal 21 Februari 2017

Yusuf, Sulaiman. 2011. Profil Diare Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Sari Pediatri Volume 13, No. 4. Dari
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/424/356
diakses tanggal 18 Januari 2017.

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes
Lampiran

Poltekkes Kemenkes

Anda mungkin juga menyukai