Oleh :
KELOMPOK 3
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa .bahwa penulis
telah dapat membuat makalah tentang “Konsep Keperawatan Anak Dalam Konteks Keluarga”
walaupun banyak sekali hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyusun makalah
ini,dan mungkin makalah ini masih terdapat kekurangan dan belum bisa dikatakan sempurna
dikaranakan keterbatasan kemampuan penulis.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak terutama dari Bapak/Ibu dosen maupun teman-teman sekalian supaya penulis
dapat lebih baik lagi dalam menyusun sebuah makalah dikemudian hari, dan semoga makalah ini
berguna bagi siapa saja.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
C. Patofisiologi ........................................................................................... 5
D. Pathway .................................................................................................. 7
F. Klasifikasi ............................................................................................... 8
H. Pencegahan............................................................................................. 11
I. Penatalaksanaan ....................................................................................... 11
J. Komplikasi .............................................................................................. 16
A. Pengkajian .............................................................................................. 18
ii
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 30
B. Saran ....................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada
waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu
ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa
kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi
dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-
lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease
merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran
gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau
komplikasi yang dihasilkannya
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan
sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan
permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan cuping
hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam
pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda
lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran.
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid
dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran
bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman modern sekarang ini dari pelayanan NICU
turun menjadi 1%.Di negara berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang
kejadian RDS.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien RDS pada anak?
2. Bagaimanakah contoh Kasus RDS konsep asuhan keperawatan pada anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasieen RDS pada anak.
2. Untuk mengetahui kasus RDS konsep asuhan keperawatan pada anak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut neonatal
respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea
atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih
intekostal pada saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya kumpulan gejala
tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di
luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan sindrom ini adalah
B. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia
kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi
3
kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah
kejadian RDS.
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu,
15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37
minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi
dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin,
persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa
bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih
4
C. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya
tidak terjadi kola Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi
paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi
sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat
ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena
itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas
(ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang
lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan
menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin
lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini
menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit
menyebabkan atelektasis.
resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping
itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan
arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
5
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang
menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang
asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke
organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang
bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa
vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar,
PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal, asfiksia,
hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi
dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena
trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang
6
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan
100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat
badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau
tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-
8 jam pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72
jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru
yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau
hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru
atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain
tanda gangguan pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan
7
pada penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema
terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral
F. Klasifikasi
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Downes.
Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai
progresivitasnya.
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 x/menit 60 – 80 x/menit > 80 x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis hilang Sianosis menetap
Sianosis Tidak ada sianosis
dengan O₂ walaupun diberi O₂
Penurunan udara Tidak ada udara
Air entry Udara masuk
masuk masuk
Dapat di dengan Dapat didengar tanpa
Merintih Tidak merintih
dengan stetoskop alat bantu
8
G. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
1. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin,
ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate
retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa
pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran
9
2. Gambaran laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%,
prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi
normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya
oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi,
karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH
darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi pernapasan
yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula perubahan pada fungsi
fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau
pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri
10
3. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin
di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang
mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel
eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.
H. Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang belum
sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah
kelahiran bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan sempurna
bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971) memperkenalkan suatu
cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan
sfigomielin dalam cairan amnion.
Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi yangakan lahir tidak
akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari tiga
berati paru-paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin. Pemberian
kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin. Cara yang paling
efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas.
I. Penatalaksanaan
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar
tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara meletakkan bayi dalam
11
bhhhhhhhanyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan
jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari.
asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan
u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5
mg/kg BB/hari.
eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun harganya amat mahal.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat badan lahir
1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu. Oleh karena itu, bayi ini
tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima bayi baru lahir yang demikian harus
selalu waspada bahaya yang dapat timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya
kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesukaran
dalam pemberian makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman
(kebutuhan psikologik)
12
a) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
d) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) e. Jika bayi mengalami
apneu
lanjut
the Newborn (TTN) yang biasanya terjadi karena bedah sesar. Kondisi ini
mengurangi sepsis
Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak mampu peras ASI
13
Kurangi pemberian O₂ secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
kali/menit
antaran 30-60 kali/menit, tidak ada sepsis, dan tidak ada masalah lain
dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis jika tidak ada
suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam: Bila suhu masih belum stabil
Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
14
Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan (frekuensi nafas
hari, bayi dapat dipulangkan dan bayi sudah bisa diberikan ASI
nafas semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir< 2500
gram atau umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas kering memburuk
dalam waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam
satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap
ventilator mekanik.
15
d) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasang pipa
e) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan
maka :
minum.
J. Komplikasi
1) Ruptur alveoli
memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis
yang menetap
16
2) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi
4) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya. Komplikasi
jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain.
2) Retinopathy premature
infeksi.
17
ASUHAN KEPERAWATAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Agama : Islam
No.RM : 780763
2. Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Usia : 29 Tahun
Agama : Islam
3. Keluhan Utama
18
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam Wib, karena bayi Ny. W I lahir
dengan BB 1650 gr, tangis (-), sesak nafas (+), RR >60X/Menit/takipnea (+), retraksi
dalam (+) dan sianosis. Di HCU Neonatus bayi langsung ditempatkan di inkubator
Ny. W I mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny. W I hanya mengkonsumsi
obat-obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. W I tidak mempunyai riwayat penyakit
Ny. W I mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan
maupun menular. Di dalam keluarga Ny. W I maupun suaminya tidak ada yang
7. Riwayat Psikososial
8. Riwayat Antenatal
9. Riwayat Natal
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam 15.05 WIB secara spontan. Ny. W I
mengatakan air ketuban sudah keluar sejak sebelum melahirkan. Ny.S mengatakan
umur kehamilannya baru ± 34 minggu, karena air ketubannya sudah keluar, maka
19
10. Riwayat Pos Natal
a) Apgar Skor
Skor
jantung
teratur
rangsang
ujung-
ujung
biru
Jumlah 5 7
c) Lingkar kepala : 30 cm
e) Panjang badan : 40 cm
f) Lingkar dada : 26 cm
20
g) Lingkar perut : 25 cm
h) Anus : positif
a) Pola pernapasan
karena refleks menghisap dan menelan bayi masih lemah. Bayi NY. W I
c) Pola Eliminasi
Bayi Ny. W I memakai pempers dan ditimbang tiap kali ganti pempers. Bayi Ny.
Bayi Ny. W I terlihat lemah di dalam inkubator, tangisnya masih merintih dan
Ny. W I tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet ketat, Ny. W I tidak
f) Hubungan Psikologis
21
Ny. W I sering menjenguk anaknya. Ny. W I merasa khawatir dengan kondisi
anaknya yang menurutnya sangat kecil. Ibu pasien selalu berdoa agar anaknya
g) Persepsi-Kognitif
Ny. W I tahu tentang kondisi bayinya, menurut Ny. W I bayinya dalam kondisi
tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang dadanya terlihat tertarik, Ny. W
I tahu bahwa anaknya belum bisa disusui karena reflek menelannya dan
merintih
ºC
Pemeriksaan tubuh :
sianosis, terdapat sedikit lanugo pada dahi dan sekitar pipi, kulit tipis.
kering.terpasang OGT.
22
Telinga : Tidak ada deformitas, lubang telinga bersih, simetris. Leher
Thorax : Simetris (kanan kiri sama), tarikan intercosta (+), retraksi dada
(+), dada cekung kebawah (di bawah px), RR= 68x/menit, ditemukan suara
nafas ronki.
Cardio : HR = 184x/menit
Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, terdapat bising usus 5 x/mnt. Umbilikus :
Tali pusat basah, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi infeksi, terpasang infus
umbilikalis D10%.
Genetalia : Labia mayora belum menutupi labia minora, tidak ada kelainan
Anus : Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces hitam lembek.
Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah jari kaki 5/5, tak
Reflek :
a) Reflek Moro ; ketika ada suara agak keras di sekitar ruangan / tempat
maka pasien tidak dapat 47 menelan dengan sempurna ASI yang diberikan
23
d) Reflek Tonic Neck (Menoleh); ketika perawat membuat gerakan / suara di
f) Reflek Menelan ; kurang, jika diberi munim lewat spuit maka ASI kan
4 HCT 42,5 % 47 – 75
5 MCV 107,6+ fL 80 – 99
6 MCH 36,2+ fL 27 – 31
14. Terapi
24
Infus TPN IL
B. ANALISA DATA:
Suhu = 36,70 C
HR = 186 x/menit
RR 68 X/Menit (adanya
takipnea )
sianosis
Terpasang O2 NCPAP 40
% PEEP 5 l/mnt
KU: Lemah
Suhu = 36,70 C
25
HR = 186 x/menit
RR 68 X/Menit (adanya
takipnea )
sianosis
Terpasang O2 NCPAP 40
% PEEP 5 l/mnt
C. Intervensi Keperawatan:
Diagnosa Intervensi
No. Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil (NOC) (NIC)
(NANDA)
1 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
gas berhubungan keperawatan selam 3 X 24 jam 1. Posisikan pasien untuk
dengan perubahan diharapkan memaksimalkan ventilasi
membran kapiler- 2. Auskultasi suara napas,
alveolar ditandai Status Pernapasan : Pertukaran catat area yang
dengan: Gas ventilasinya menurun atau
Ds: - tidak ada dan adanya
DO: Ku: Baik suara tambahan
KU: Lemah TTV: 3. Kelola pemberian
RR: 40 – 60 bronkodilator,
Suhu = 36,70
x/menit sebagaimana mestinya
26
C HR: 120 –130 4. Monitor status pernapasan
x/menit dan okseigenasi,
HR = 186
Suhu: 36, 5 – 37, 5 sebagaimana mestinya
x/menit
ºC
RR 68 Tidak ada retraksi dada Terapi Oksigen
Tidak ada tarikan 1. Pertahankan kepatenan
X/Menit
intercosta jalan napas
(adanya
Tidak ada retraksi dalam 2. Monitor aliran oksigen
takipnea ) tidak ada ronki 3. Rubah perangkat
dalam bernapas
2. Catat pergerakan dada,
suara nafas
catat ketidaksimetrisan,
ronki penggunaan otot-otot
bantu napas dan retraksi
sianosis
pada supraclaviculas dan
Terpasang O2
interkosta
NCPAP 40 % 3. Monitor suara tambahan
seperti ngorok atau mengi
PEEP 5 l/mnt
4. Monitor pola napas
(misalnya, bradipneu,
takipneu, hiperventilasi,
pernapasan kusmaul,
apneustik, respirasi biot
5. Auskultasi suara napas,
27
catat area dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara napas
tambahan
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
efektif berhubungan keperawatan selama 3 X 24 jam 1. Posisikan pasien
dengan kelelahan diharapkan untuk
otot pernafasan memaksimalkan
Status Pernapasan : Ventilasi ventilasi
DS: - Ku: Baik 2. Lakukan fisioterapi
TTV: dada, sebagaimana
DO :
RR: 40 – 60 mestinya
28
Ada retraksi dada, catat
ketidaksimetrisan,
dalam
penggunaan otot-otot
suara nafas bantu napas dan
ronki retraksi pada
supraclaviculas dan
sianosis
interkosta
Terpasang O2 3. Monitor suara
NCPAP 40 % tambahan seperti
PEEP 5 l/mnt ngorok atau mengi
4. Monitor pola napas
(misalnya, bradipneu,
takipneu,
hiperventilasi,
pernapasan kusmaul,
pernapasan 1:1,
apneustik, respirasi
biot, pola ataxic
5. Auskultasi suara
napas setelah
tindakan, untuk
dicatat
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi
B. Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyususun dan pembaca. Kritik dan saran
30
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. 2017. Nanda Internasional IncDiagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-
2017 Edisi 10.Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada Anak Edisi
2. Jakarta : Sagung Seto.