Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

RESUME KEPERAWATAN PADA BALITA AN.L DENGAN


DIAGNOSA MEDIS RHINITIS DI POLI ANAK RUMAH
SAKIT SUMBER KASIH KOTA CIREBON

Mata Kuliah Keperawatan Anak Program Profesi Ners

Tanggal Praktik : 28-12-2021 s/d 31-12-2021

SRI WIDYASTUTI

NPM. 421J0022

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

CIREBON

2021
LAPORAN KASUS

RESUME KEPERAWATAN PADA BALITA AN.L DENGAN


DIAGNOSA MEDIS RHINITIS DI POLI ANAK RUMAH
SAKIT SUMBER KASIH KOTA CIREBON

Mata Kuliah Keperawatan Anak Program Profesi Ners

Tanggal Praktik : 28-12-2021 s/d 31-12-2021

SRI WIDYASTUTI

NPM. 421J0022

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

CIREBON

2021
LEMBAR PERSETUJUAN

RESUME KEPERAWATAN PADA BALITA AN.L DENGAN


DIAGNOSA MEDIS RHINITIS DI POLI ANAK RUMAH
SAKIT SUMBER KASIH KOTA CIREBON

Laporan Mata Kuliah Keperawatan Anak Program Profesi Ners

Telah Disetujui oleh tim preseptor

SRI WIDYASTUTI

NPM. 421J0022

Menyetujui,

Pembimbing Akademik

Ns. Dwiyanti Purbasari,M.Kep

Preseptor Klinik

( )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

CIREBON

2021
LEMBAR PERSETUJUAN

RESUME KEPERAWATAN PADA BALITA AN.L DENGAN


DIAGNOSA MEDIS RHINITIS DI POLI ANAK RUMAH
SAKIT SUMBER KASIH KOTA CIREBON

Laporan Mata Kuliah Keperawatan Anak Program Profesi Ners

Telah Disetujui oleh tim preseptor

SRI WIDYASTUTI

NPM. 421J0022

Menyetujui,

Pembimbing Akademik

Ns. Dwiyanti Purbasari,M.Kep

Preseptor Klinik

( )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

CIREBON

2021
RESUME KEPERAWATAN PADA BALITA AN.L DENGAN
DIAGNOSA MEDIS RHINITIS DI POLI ANAK RUMAH
SAKIT SUMBER KASIH KOTA CIREBON

1. Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh
alergi pada pasien yang atopi yang sebelumnya sudah
tersensitisasi denganalergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut.Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai
gangguan fungsihidung yang terjadi setelah paparan alergen
melalui inflamasi padamukosa hidung. Menurut WHO ARIA
( Allergic Rhinitis and It’s Impact on Asthma, 2011 ) adalah
kelainan pada hidung dengan gejala bersin- bersin, rinore, rasa
gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpaparalergen yang
diperantarai oleh IgE. Rinitis alergi merupakan bentuk alergi
respiratorius yang paling sering ditemukan dan diperkirakan
diantarai oleh reaksi imunologi cepat(hipersensitivitas). (Brunner
and Suddart, 2013). Rhinitis lebih sering ditemukan pada anak-
anak dibanding dengan usia dewasa. Klasifikasi Rinitis alergi
dibagi menjadi sebagai berikut:
1. dengan gejala ≤4 hari perminggu atau ≤4 minggu dan
persisten
2. dengan gejala >4 hari perminggu dan >4 minggu.
Berdasarkan beratnya penyakit dibagi dalam ringan dan
sedang-berat tergantung dari gejala dan kualitas hidup. Dikatakan
ringan yaitu tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas
harian, bersantai, olah raga, belajar, bekerja dan lain-lain yang
mengganggu. Dikatakan sedang-berat jika terdapat satu atau lebih
gangguan tersebut diatas

(Brunner and Suddart, 2013)

2. Etiologi
Menurut Brunner and Suddart (2013) cara masuknya alergen dibagi menjadi
sebagai berikut:
a. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya
tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan,
serta jamur.
b. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya
susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang kepiting, dan kacang-kacangan.
c. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan,
d. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan
mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasanBerbagai pemicu yang bisa
berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya
asap rokok
3. Maanifestasi Klinis
Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari,
keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan
mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata
(lakrimasi). Awitan gejala timbul cepat setelah paparan allergen dapat berupa
bersin, mata atau palatum yang gatal berair, rinore, hidung gatal, hidung
tersumbat. Pada mata dapat menunjukkan gejala berupa mata merah, gatal,
conjungtivitis, mata terasa terbakar, dan lakrimasi. Pada telinga bisa dijumpai
gangguan fungsi tuba, efusi telinga bagian tengah. Yang paling umum terjadi
adalah:
a. Kongesti nasal
b. Secret hidung yang jernih serta encer
c. Bersin- bersin
d. Rasa gatal pada hidung
e. Sering terdapat rasa gatal pada tenggorok dan palatum mole
f. Timbul batuk kering atau suara parau
g. Sakit kepala, nyeri didaerah paranasal
h. Epistaksis dapat juga menyertai rhinitis alergi
(Brunner and Suddart, 2013)
4. Patofisiologi
Awal terjadinya reaksi alergi dimulai dengan respon pengenalan
alergen/antigen oleh sel darah putih yang dinamai sel makrofag, monosit dan
atau sel dendrit. Sel-sel tersebut berperan sebagai sel penyaji ( antigen
presenting cell/sel APC), dan berada di mukosa saluran pernafasan. Antigen
yang menempel pada permukaan mukosa tersebut ditangkap oleh sel-sel APC,
kemudian dari antigen terbentuk fragmen peptida imunogenik. Fragmen
pendek peptida ini bergabung dengan MHC-II yang berada pada permukaan
sel APC. Komplek peptida-MHC-II ini akan dipresentasikan ke limfosit T
yang diberi nama Helper-T cells (T H0 ). Apabila sel T H0 memiliki reseptor
spesifik terhadap molekul komplek peptida-MHC-II tersebut, maka akan
terjadi penggabungan kedua molekul tesebut. Sel APC akan melepas sitokin
yang salah satunya adalah IL-1. IL-1 akan mengaktivasi T H0 menjadi T H1
dan T H2. Sel T H2 melepas sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-
4 dan IL-13 akan ditangkap resptornya pada permukaan limfosit-B, akibatnya
akan terjadi aktivasi limfosit-B. Limfosit-B aktif ini memproduksi IgE.
Molekul IgE beredar dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan
dan ditangkap eleh reseptor IgE pada permukaan sel mastosit atau sel basofil.
Maka akan terjadi degranulasi sel mastosit dengan akibat terlepasnya mediator
alergis.Mediator yang terlepas terutama histamin. Histamin menyebabkan
kelenjar mukosa dan goblet mengalami hipersekresi, sehingga hidung
beringus. Efek lainnya berupa gatal hidung, bersin-bersin, vasodilatasi dan
penurunan permeabilitas pembuluh darah dengan akibat pembengkakan
mukosa sehingga terjadi gejala sumbatan hidung. (Brunner and Suddart, 2013)
Reaksi alergi yang segera terjadi akibat histamin tersebut dinamakan
reaksi alergi fase cepat (RAFC), yang mencapai puncaknya pada 15-20 menit
pasca paparan alergen dan berakhir pada sekitar 60 menit kemudian.
Sepanjang RAFC mastosit juga melepas molekul-molekul kemotaktik yang
terdiri dari ECFA (eosinophil chemotactic factor of anaphylatic) dan NCEA (
neutrophil chemotactic factor of anaphylatic). Kedua molekul tersebut
menyebabkan penumpukkan sel eosinofil dan neutrofil di organ sasaran.
Reaksi alergi fase cepat ini dapat berlanjut terus sebagai reaksi alergi fase
lambat (RAFL) sampai 24 bahkan 48 jam kemudian. Tanda khas RAFL
adalah terlihatnya pertambahan jenis dan jumlah sel-sel inflamasi
yangberakumulasi di jaringan sasaran dengan puncak akumulasi antara 4-8
jam. Sel yang paling konstan bertambah banyak jumlahnya dalam mukosa
hidung dan menunjukkan korelasi dengan tingkat beratnya gejala pasca
paparan adalah eosinofil. (Brunner and Suddart, 2013)
Kurang terpaparinformasi
proses penyakit

Defisit pengetahuan

Jalan nafas tersumbat Pola nafas abnormal Cemas

Ansietas
5. Komplikasi
1) Asma alergik
2) Obstruksi nasal kronik
3) Otitis kronik dengan gangguan pendengaran
4) Anosmia ( gangguan kemampuan membau)
5) Pada anak-anak deformitas dental orofasial

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan sitologi hidung sebagai pemeriksaan penyaring atau
pelengkap. Ditemukan eosofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestan dan sel
polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri.
b. Pada pemeriksaan darah tepi, hitung eosinofil dan IgE total serum dapat
normal atau meningkat.
c. Yang lebih bermakna tes IgE spesifik dengan RAST (radio
immunosorbent test ) atau ELISA (enzyme linked immuno assay).
d. Dapat juga dicari secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal atau
berseri, uji tusuk (prick test), uji provokasi hidung / uji inhalasi dan uji
gores. Pemeriksaan eliminasi dan provokasi untuk alergi makanan
7. Konsep Dasar Keperawatan
Konsep dasar keperawatan menururut Brunner and Suddart, (2013) adalah
sebagai berikut:
1) Pengkajian Fokus
a. Anamnesis
Data subjektif
a) pasien mengatakan gatal pada hidungnya
b) pasien mengeluh sakit kepala
c) batuk kering
d) pasien mengatakan bersin-bersin

Data objektif

a) secret hidung jernih


b) odema mukosa hidung
c) nyeri di daerah paranasa
d) epistaksis
e) gatal pada tenggorokan

Gejala lain adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak,
hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai
dengan banyak keluar air mata (lakrimasi).

Riwayat penyakit alergi dalam keluarga perlu ditanyakan. Pasien juga


perlu ditanya gangguan alergi selain yang menyerang hidung, seperti
asma, eczema, urtikaria, atau sensitivitas obat. Keadaan lingkungan
kerja dan tempat tinggal juga perlu ditanya untuk mengaitkan awitan
gejala
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi
pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga
penting.
1) Wajah
a. Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan
berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung
b. Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang
melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan
menggosok hidung keatas dengan tangan.
2) Hidung
a. Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau bagi
spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi
b. Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna
pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak
c. Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada
rinitis alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen
biasanya berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang
kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.
d. Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau
perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi
kronis, penyakit granulomatus.
e. Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti
polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu
dengan tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan
menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.
3) Telinga, mata dan orofaring
a. Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani,
air- fluid level , atau bubbles Kelainan mobilitas dari membran
timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi
pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi
yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media
sekunder.
b. Pada pemeriksaan mata Akan ditemukan injeksi dan
pembengkakkan konjungtiva palpebral yang disertai dengan
produksi air mata.
4) Leher. Perhatikan adanya limfadenopati
5) Paru-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asma
6) Kulit. Kemungkinaan adanya dermatitis atopi.

2) Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan SDKI (2017) diagnosa yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/ d dengan peningkatan
produksi secret d/d pasien mengatakan gatal pada hidungnya, batuk
kering, pasien mengatakan bersin-bersin, secret hidung jernih, nyeri di
daerah paranasal, epistaksis, odema mukosa hidung
2. Nyeri akut b/d respons alergi d/d pasien mengatakan sakit kepala,
pasien mengatakan gatal pada hidungnya, pasien mengatakan bersin-
bersin, odema mukosa hidung,epistaksis, nyeri di daerah paranasal
3. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien
mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jernih
4. Risiko aspirasi b/d edema jaringan
5. Risiko terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama
sekunder terhadap perlengketan secret di saluran pernapasan

3) Rencana Asuhan Keperawatan (Tujuan, Intervensi, Rasional)


Rencana asuhan keperawatan berdasarkan (SIKI, 2017):
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/ d dengan peningkatan
produksi secret d/d pasien mengatakan gatal pada hidungnya, batuk
kering, pasien mengatakan bersin-bersin, secret hidung jernih, nyeri di
daerah paranasal, epistaksis, odema mukosa hidung

Tujuan : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas


bersih/ jelas
Kriteria hasil :
ronchi tidak ada
wheezing tidak ada
tidak ada penumpukan sekrret
respirasi 20 X / menit

2. Nyeri akut b/d respons alergi d/d pasien mengatakan sakit kepala,
pasien mengatakan gatal pada hidungnya, pasien mengatakan bersin-
bersin, odema mukosa hidung,epistaksis, nyeri di daerah paranasal

Tujuan : nyeri pasien berkurang atau hilang


Kriteria hasil :
pasien mengatakan nyerinya berkurang
Pasien tidak meringis lagi
Tanda– tanda vital normal

3. Gangguan rasa nyaman b/d odema pada mukosa hidung d/d pasien
mengatakan bersin-bersin, rasa gatal,secret hidung jerni
Tujuan : pasien menunjukkan tanda-tanda kearah perbaikan
kenyamanan
4. Risiko aspirasi berhubungan dengan edema jaringan
Tujuan : Tidak terjadi gangguan aspirasi
Kriteria hasil : Jalan napas pasien lancar

5. Risiko terhadap infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan utama


sekunder terhadap perlengketan secret di saluran pernapasan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : tanda-tanda vital normal

Anda mungkin juga menyukai