Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL STUDI KASUS

PENERAPAN ATRAUMATIK CARE TERHADAP KECEMASAN PADA


ANAK

DENGAN HOSPITALISASI

Halaman olooo
OLEH:

ZULFITRI

NIM: PO022021807

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI DIII KEPERAWATAN POSO

T/A 2020-2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit dan hospitalisasi sering menjadi krisis pertama yang harus
dihadapi anak. Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman, baik
bagi anak maupun orang tua. Pencetus (perasaan) terjadinya stress pada anak
karena perubahan lingkungan dan status kesehatan yang dialaminya. Cemas
yang dialami anak merupakan perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang
tidak jelas dan gelisah disertai dengan respon otonom, sumber terkadang tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu, perasaan yang was-was untuk
mengatasi bahaya.

Hospitalisasi pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan


stress. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyak factor. Baik dari
petugas, lingkungan baru maupun keluarga yang mendapingi selama
perawatan. Dua elemen yang dapat menghancurkan anak sakit yaitu
merupakan efek emosional hospitalisasi yaitu: Pertama perpisahan dengan
lingkungan yang dikenal dan orang tua yang kedua adalah stress akan
bertambah dengan adanya pengalaman nyeri yang dirasakan.

Kondisi kecemasan yang dialami pada anak dengan hospitalisasi


tersebut harus ditangani sedini mungkin, karena keterlambatan dalam
penanganan kecemasan ini, akan berdampak tidak baik pada proses
kesembuhan anak. Dampak hospitalisasi dan kecemasan yang dialami oleh
anak akan berisiko mengganggu tumbuh kembang anak dan berdampak pada
proses penyembuhan. Dampak lainnya yang dialami anak yakni anak akan
menolak perawatan dan pengobatan. (Nurmashitah & Purnama, 2018)
Anak yang dirawat dirumah sakit dapat mengalami pengalaman yang
tidak menyenangkan (diinfus, disuntik, ambil darah, dan lain-lain). Hal ini
memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman,
penuh kasih saying, menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan dan
teman sepermainannya. Anak yang dirawat dirumah sakit sering mengalami
reaksi hospitalisasi dalam bentuk anak rewel tidak mau di dekati oleh petugas
kesehata, ketakutan, tampak cemas tidak kooperatif bahkan tamper tantrum.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2016


terdapat 35 juta anak didunia yang mengalami kecemasan saat mendapatkan
perawatan dirumah sakit. Menurut World Health Organization (WHO) anak
yang dirawat di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 5 juta menjalani
perawatan dirumah sakit sebanyak 50% dari jumlah tersebut mengalami
kecemasan. Menurut Survey Kesehatan Nasional (SUSENAS) tahun 2014, di
Indonesia jumlah anak yang dirawat pada tahun 2014 sebanyak 20,72% dari
jumlah total penduduk di Indonesia. Berdasarkan data tersebut menyatakan
prevalensi anak di Indonesia yang dirawat dirumah sakit cukup tinggi yaitu
sekitar 35 per 100 anak mengalami kecemasan, yang ditunjukkan dengan
selalu sepenuh hati melayani anak diruangan anak di rumah sakit pemerintah
maupun rumah sakit swasta.(Noya et al., 2019)

Menurut Wong (2009) lingkungan rumah sakit tenaga kesehatan baik


dari sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan dan lingkungan
sosial antara sesama pasien anak-anak. Adanya stressor tersebut di stress fisik
yang dapat dialami anak adalah pembatasan aktivitas perasaan nyeri dan suara
bising, sedangkan distress psikologi, mencangkup kecemasan, takut, marah,
kecewa, sedih, dan rasa bersalah, Menurut Alimul Hidayat (2008) prinsip
dasar perawatan atraumatic care yang harus dimiliki oleh setiap perawat
terdiri dari 5 komponen yang meliputi menurunkan atau mencegah dampak
perpisahan anak dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua dalam
mengontrol perawatan pada anak, mencegah atau mengurangi cidera (injury)
dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak serta
modifikasi lingkungan fisik.(Arquitectura et al., 2015)

Di Amerika Serikat, diperkirakan lebih dari 50% dari jumlah tersebut,


anak mengalami kecemasan. Diperkirakan lebih dari 1,6 juta anak dan usia
antara 2 sampai 6 tahun menjalani hospitalisasi disebabkan karena injury dan
berbagai penyebab lainnya (Disease Control, National Hospital Discharge
Survey (NHDS) (2004) dalam Apriliawati, 2011). Di Indonesia tahun 2009
dan 2010 presentase rawat inap anak usia 1-4 tahun sebesar 4,31% dan 4,65%
(Kementerian Kesehatan RI, 2012). Berdasarkan hasil pra penelitian yang
dilakukan pada tanggal 23-28 Januari 2016 di Ruang Karunia Rumah Sakit
Baptis Kediri didapatkan bahwa seluruh anak usia prasekolah (100%)
mengalami kecemasan akibat hospitalisasi.

Kecemasan akibat hospitalisasi ditandai dengan semua anak (100%)


cemas karena perpisahan selama menjalani hospitalisasi, sedangkan 14 anak
(93,3%) menangis ketika mendapatkan tindakan keperawatan seperti perawat
melakukan pemasangan infus, pemberian terapi atau obat, dan perawatan luka
pada tubuhnya. Hospitalisasi pada anak merupakan suatu proses karena suatu
alasan yang direncanakan atau darurat mengharuskananak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai anak dapat dipulangkan
kembali kerumah. Selama proses tersebut, anak dapat mengalami berbagai
kejadian berupa pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres
(Wong, 2008). Anak menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap
pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat
bergantung pada perkembangan usia anak, pengalaman terhadap sakit,
diagnosis penyakit, sistem dukungan, dan koping terhadap stress.
(Arquitectura et al., 2015)

Atraumatic care bermanfaat untuk mencegah masalah psikologis


(kecemasan) dan mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan pada anak
yang di hospitalisasi (Hidayat, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Rini dan
koleganya (2013) membuktikan bahwa terdapat korelasi kuat antara
penerapan atraumatic care dengan penurunan tingkat kecemasan pada anak
yang menjalani hospitalisasi. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Breving dan koleganya (2015) membuktikan bahwa penerapan
atraumatic care pengaruh penurunan kecemasan saat pemasangan infus pada
anak yang menjalani hospitalisasi.(Rahmanto, 2014)

Hospitalisasi merupakan proses karena suatu alasan yang berencana


atau darurat, mengharuskan anak tinggal dirumah sakit menjalani terapi,
perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Perawat dituntut memiliki
komunikasi yang baik pada anak yang berefek pada proses penyembuhan
dalam kaitannya meminimalkan stress hospitalisasi pada anak (Onibala F.
dkk, 2013). Perlu diketahui bahwa selama proses hospitalisasi anak,
kecemasan tidak hanya dialami oleh anak yang dirawat tetapi juga orang tua,
kurangnya pengetahuan orang tua memicu timbulnya stress pada orang tua,
yang dapat menimbulkan kecemasan. (Feny et al., 2020)

Desain penelitian yang digunakan adalah korelasional. Populasi pada


penelitian ini yaitu anak usia prasekolah beserta orang tua atau yang bersama
merawat anak di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri. Jumlah subyek
penelitian 38 anak. Teknik sampling yang digunakan dengan purposive
sampling. Variabel independen penerapan atraumatic care dan variabel
dependen kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi. Instrumen
penerapan atraumatic are menggunakan lembar kuesioner yang telah
dilakukan uji vailiditas dan reliabilitas dengan nilai Alfa Cronbach pada
penerapan atraumatic care 0,783. Instrumen kecemasan anak usia prasekolah
akibat hospitalisasi menggunakan lembar observasi yang dilakukan peneliti
pada anak usia prasekolah (3 – 6 tahun). (de Breving et al., 2015)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas untuk mecoba
malukukan studi kasus pada beberapa jurnal penelitian untuk mengetahui
lebih mendalam yang berhubungan dengan “ Penerapan Atraumatik Care
Terhadap Kecemasan Pada Anak Dengan Hospitalisasi”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Mengetahui penerapan atrumatik care terhadap kecemasan pada anak


dengan hospitalisasi

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik pasien anak selama proses
hospitalisasi di RSUD Poso
b. Untuk mengetahui penerapan Atraumatik Care Perawat di RSUD Poso
c. Untuk mengetahui kecemasan pada anak prasekolah saat proses
hospitalisasi di RSUD Poso
D. Manfaat Penelitian
1. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan dan
sumber data untuk menelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
Atraumatik Care dengan kepuasan orang tua selama anak mengalami
hospitalisasi.
2. Praktek Keperawatan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai penerapan terhadap ilmu yang telah
didapatkan perawat/mahasiswa selama pendidikan bahan masukkan
tentang pentingnya meningkatkan pengetahuan tentang Atraumatik Care,
dan hubungan Atraumatik care dengan kepuasan orang tua selama anak
mengalami hospitalisasi.
3. Penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan
masukkan bagi perawat dalam penerapan Atraumatik Care pada anak
sehingga dapat mengoptimalkan pemberian pelayanan kesehatan khusus
pada anak sehingga meminimalkan kecemasak pada anak di RSUD Poso.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Atraumatik Care

1. Definisi
Atraumatic care adalah suatu tindakan perawatan terapeutik yang dilakukan
oleh perawat dengan menggunakan intervensi melalui cara mengeliminasi
atau meminimalisasi stress psikologi dan fisik yang dialami oleh anak dan
keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan (Supartini). Dalam Wong
menyebutkan bahwa atraumatic care berhubungan dengan siapa, apa,
kapan, dimana, mengapa, bagaimana dari setiap prosedur tindakan yang
ditujukan pada anak bertujuan untuk mencegah atau meminimalisir stress
psikologi dan fisik.

Perawatan atraumatik di ruang rawat anak memperhatikan pengaturan


tempat, individu perawat, stess fisik dan psikologis yang ditimbulkan serta
intervensi keperawatan yang bertujuan untuk mengurangi stess fisik dan
psikologis anak dan keluarga (Hockenberry & Wilson, 2015). Personel
menyangkut hal orang yang terlibat langsung dalam pemberian terapi atau
tindakan. Intervensi melingkupi cakupan psikologi seperti intervensi
kejiwaan, yang mengijinkan orang tua dan anak dalam satu ruangan.
Tekanan psikologi menyangkut, takut, marah, rasa malu, kecemasan, rasa
sedih, kecewa, dan rasa bersalah. Adapun rentang tekanan (Alhogbi, 2017)

Prosedur perawatan menyangkut tempat pemberian perawatan, misal di


rumah, rumah sakit, klinik ataupun tempat kesehatan yang lain. Personel
menyangkut hal orang yang terlibat langsung dalam pemberian terapi atau
tindakan. Intervensi melingkupi cakupan psikologi seperti intervensi
kejiwaan, yang mengijinkan orang tua dan anak dalam satu ruangan.
Tekanan psikologi menyangkut, takut, marah, rasa malu, kecemasan, rasa
sedih, kecewa, dan rasa bersalah. Adapun rentang tekanan psikologi antara
lain adalah tidak bisa tidur dan immobilisasi hingga terganggu ransangan
sensori seperti rasa sakit, kenaikan suhu, suara bising, cahaya lampu,
ataupun kegelapan.(Ii & Atraumatic, 2017)

2. Prinsip Atraumatik Care


Menurut Azis, A (2005) mengatakan untuk mencapai perawatan tersebut
beberapa prinsip yang dapat dilakukan perawat antara lain :

a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan anak dan keluarga.


Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologi
seperti ketakutan, kecemasan, dan kurang kasih sayang. Gangguan ini
akan mengahambat proses dari penyembuhan anak dan dapat
mengganggu pertumbuhan perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol anak
diharapkan mampu mendiri dalam kehidupan sehari-hari, seorang akan
akan selalu berhati-hati dalam mengerjakan apapun tampah di damping
orang tua, dan orang tua harus selalu bersikap waspada dalam segala
hal yang dilakukan anak, serta pendidikan, terhadap kemampuan
seorang anak dan keterampilan orang tua dalam mengawasi anaknya.
c.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai