Anda di halaman 1dari 26

EFEKTIFITAS KOMBINASI TERAPI CONTRAST BATH DENGAN

FOOT MASSAGE TERHADAP PENURUNAN DERAJAT EDEMA


PADA PASIEN DENGAN KASUS CHF DI RSUD POSO

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

MUHAMAD FIKRAN DJUA


NIM : P00220218052

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALU


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN POSO
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan terutama penyakit kardiovaskuler menjadi masalah
kesehatan yang utama dalam masyarakat pada beberapa Negara industri maju dan
Negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu dari penyakit kardiovaskuler yang
marak terjadi di Indonesia adalah Congestive Heart Failure (CHF). CHF merupakan
ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan (Smeltzer.S.C, 2013). CHF juga
merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban (overload) cairan
dan perfusi jaringan yang buruk (Smeltzer.S.C, 2013).
Berdasarkan data dari World Health Organization (2016) menyebutkan bahwa
terdapat 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat gangguan kardiovaskular.
Sebanyak 75% penderita kardiovaskular terjadi di negara-negara yang memiliki
penghasilan rendah. Indonesia termasuk kelompok dengan jumlah kejadian tertinggi
yaitu 371 per 100.000 orang lebih tinggi di Asia Tenggara (Dewanti, 2019).
Berdasarkan Prevalensi Penyakit Jantung (Diagnosis Dokter) pada penduduk menurut
semua umur, Provinsi Sulawesi Tengah urutan ke-4 Setelah Provinsi Yogyakarta.
Berdasarkan (Riskesdas, 2018) di Indonesia jumlah penderita penyakit jantung
mencapai 1,5 % pada tahun 2013, dan mengalami peningkatan sebesar 2,2% pada
tahun 2018.
Penyebab umum CHF adalah rusaknya atau berkurangnya massa otot jantung
karena iskemik akut atau kronik, peningkatan resistensi vaskuler karena hipertensi,
atau karena takiaritmia (misalnya fibrilasi atrial) (Uly, 2014). Apabila terjadi CHF,
hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti:
tangan, kaki, paru-paru atau organ lainnya sehingga menimbulkan bengkak yang
dapat menghambat aktivitas dari pasien CHF (Budiono & Slamet, 2019). Bendungan
cairan pada CHF kanan terjadi karena ketidakmampuan jantung bagian kanan yang
mengakibatkan penimbunan darah dalam atrium kanan, vena kava dan sirkulasi besar.
Pada kondisi vena yang terbendung (Congesti), terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik intra vaskuler (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskuler
oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang
interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan
rongga badan maka terjadi edema. Edema pada ekstremitas bawah adalah salah satu
manifestasi dari CHF kanan (Budiono & Slamet, 2019).
Jika permasalahan edema tidak segera ditangani akan berdampak pada
ketidaknyamanan, penurunan kualitas hidup, perubahan postur tubuh, menurunkan
mobilitas serta meningkatkan resiko jatuh, adanya gangguan sensasi di kaki dan juga
bisa menyebabkan lesi pada kulit (Rahnavard, Nodeh, & Hatamipour, 2014). Edema
kaki secara fisiologis menyebabkan kram di malam hari, merasakan ketidaknyamanan
dan perasaan berat (Widi et al., 2018).
Menurut penelitian (Ristanti & Budiono, 2019) dilakukannya penerapan terapi
contrast bath dengan elevasi kaki 300 dapat memberikan keefektifan dalam penurunan
derajat edema ekstremitas bawah. Menurut (Villeco & Otr, 2012 dalam Sukmana,
Mayusef, 2016) penatalaksanaan edema berupa elevasi 30° menggunakan gravitasi
untuk meningkatkan aliran vena dan limpatik dari kaki. Posisi pembuluh darah yang
lebih tinggi dari jantung gravitasi akan meningkatkan dan menurunkan tekanan perifer
sehingga mengurangi derajat edema. Dengan pengkombinasian penerapan terapi
contrast bath yang akan mengurangi tekanan hidrostatik intra vena yang
menimbulkan pembesaran cairan plasma ke dalam ruang interstisium dan cairan yang
bererada di intertisium akan kembali ke vena. Sehingga dapat mengurangi edema
(Mcneilus, 2004 dalam Purwadi, I Ketut Agus Hida, 2015).
Sedangkan menurut penelitian (Engkartini & Kasron, 2019), dilakukan
penerapan foot massage terhadap penurunan derajat edema dinilai efektif. Edema kaki
secara umum bisa dikurangi dengan melakukan penerapan penatalaksanaan foot
massage, dengan foot massage akan menstimulasi pengeluaran cairan melalui saluran
limfe ke bagian yang lebih proksimal, sehingga menurunkan kejadian edema kaki
(Ciocon et al., 1995; Ely et al., 2006). Penerapan foot massage yang dilakukan dalam
penelitian ini sesuai prosedur yang dilakukan oleh Shimizu (2009), dimana Shimizu
melakukan penerapan foot massage tersebut dalam penelitian yang digunakan pada
ibu hamil yang mengalami edema kaki fisiologis. Hasil penelitian tersebut
menunjukan terdapat adanya pengaruh foot massage dengan penurunan edema kaki
pada wanita hamil (Shimizu, 2009). Hasil penelitian (Engkartini & Kasron, 2019)
menunjukan terdapat perubahan lingkar edema pada pasien CHF yang mengalami
edema kaki setelah diberikan intervensi foot massage setelah intervensi pemijatan hari
kedua dan ketiga dengan p-value <0,001 (Engkartini & Kasron, 2019).
Maka dari itu penulis ingin menguji keefektifan intervensi keperawatan
mandiri terapi contrast bath dengan pengkombinasian foot massage yang merupakan
terapi dengan rendam kaki sebatas betis secara bergantian dengan menggunakan air
hangat dan dilanjutkan dengan air dingin, dimana suhu dari air hangat antara 36,6 –
43,3°C dan suhu air dingin antara 10 – 20°C dan dilanjutkan dengan perawatan foot
masssage menggunakan gerakan sederhana yang berirama memijat kaki bagian
telapak kaki untuk menstimulasi aliran getah bening ke system sirkulasi darah, dengan
serangkaian tehnik, metode dan alat pijat tertentu. Maka diharapkan dengan
pengkombinasian kedua tindakan keperawatan mandiri tersebut, dapat memberikan
keefektifitas terhadap penurunan derajat edema.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, penerapan
tindakan keperawatan mengenai permasalahan edema pada ekstremitas bawah di
RSUD Poso ruangan neurologi, penyakit dalam, ICU, yang sebagian besar dialami
oleh pasien CHF, masih menerapkan tindakan pemberian diuretic dan memberikan
posisi elevasi kaki 300 untuk penurunan derajat edema. Maka penulis ingin
menerapkan salah satu intervensi keperawatan mandiri yakni dengan mengkombinasi
terapi contrast bath dengan foot massage. Dengan memberikan kombinasi terapi
farmakologi diuretic dengan intervensi keperawatan mandiri diharapkan dapat
memaksimalkan proses penurunan derajat edema kaki dan meningkatkan kenyamanan
pada pasien. Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis ingin mengetahui
efektifitas terapi contrast bath dengan foot massage untuk mengatasi permasalahan
edema ekstremitas bawah pada pasien CHF di RSUD Poso.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana

Keefektifan Kombinasi Terapi Contrast Bath dengan Foot Massage Terhadap

Penurunan Derajat Edema pada Pasien dengan Kasus CHF di RSUD Poso”?.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui keefektifan kombinasi dari Penerapan Terapi Contrast Bath

dengan Foot Massage terhadap Penurunan Derajat Edema pada Pasien dengan Kasus

CHF di RSUD Poso.


D. Manfaat Penelitian

Manfaat penulisan proposal penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan perawat di

rumah sakit terkait dengan intervensi keperawatan mandiri yang sederhana dan

mudah untuk diaplikasikan kepada pasien untuk mengatasi edema kaki pada

pasien Congestive Heart Failure.

2. Manfaat bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan

intervensi keperawatan mandiri berdasarkan evidence based terkini dan dapat

diaplikasikan dalam rangka memberikan informasi kepada mahasiswa yang akan

turun praktik, serta dapat menjadi tambahan bacaan di perpustakaan Prodi

Keperawatan Poso.

3. Manfaat bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengalaman dan

pengetahuan penulis tentang penyakit Congestive Heart Failure khususnya dalam

menerapkan intervensi keperawatan mandiri dalam mengatasi masalah edema kaki

pada pasien Congestive Heart Failure.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Tentang Congestive Heart Failure (CHF)


1. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan ketidakmampuan jantung
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi jaringan (Smeltzer.S.C, 2013). CHF juga merupakan sindrom klinis
yang ditandai dengan kelebihan beban (overload) cairan dan perfusi jaringan yang
buruk (Smeltzer.S.C, 2013). CHF adalah sebuah kondisi dari kardiovaskuler
dimana jantung tidak bisa memompa darah secara adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme dari jaringan tubuh (Engkartini & Kasron, 2019).
Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah dilatasi ventrikel,
hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardia, vasiokonstriksi
perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam, cairan badan, dan
peningkatan ekstraksi oksigen oleh jaringan. Apabila jantung bagian kanan dan
kiri bersama-sama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya
bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal jantung pada sirkulasi
sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut gagal jantung kongestif
(Waladani et al., 2019).
2. Etiologi
Menurut (Dewi, 2019) gagal jantung kongestif memiliki beberapa etiologi atau
penyebab, antara lain :
a. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic
overload) dapat menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel,
sehingga hal ini menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup (Dewi, 2019).
b. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolik overload)
Yang menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam
ventrikel meninggi yakni preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas
ventrikel (diastolic overload). Berdasarkan prinsip Frank Starling yakni pada
mula-mula curah jantung akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan
pada otot jantung, tetapi apabila beban terus bertambah sampai melampaui
batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali (Dewi, 2019).
c. Peningkatan kebutuhan metabolik-peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload)
Beban kebutuhan metabolik meningkat melebihi kemampuan daya dari
kerja jantung di mana jantung sudah bekerja dengan maksimal, maka terjadi
keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi, tetapi
tidak mampu memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh (Dewi, 2019).
d. Kelainan otot jantung
Penderita kelainan otot jantung yang menyebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung paling sering terjadi pada pasien gagal jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi
(Dewi, 2019).
e. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan adanya disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadinya hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Kematian sel jantung (infark miokardium) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini yang secara
langsung dapat merusak serabut jantung, dan menyebabkan kontraktilitas
menurun (Dewi, 2019).
f. Hipertensi sistemik/pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung (Dewi, 2019).
g. Penyakit jantung
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya
mencakup gangguan pada aliran darah yang masuk ke jantung (stenosis katup
semilunar), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
perikardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), dan peningkatan
mendadak overload (Dewi, 2019).

h. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolism, hipoksia, dan anemia
diperlukan adanya peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan
kontraktilitas jantung (Dewi, 2019).
3. Tanda dan gejala
a. Gagal jantung kiri
Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada
mekanisme kontrol pernafasan.
1) Dispnea
Terjadi karena penumpukan atau penimbunan cairan dalam alveoli
yang mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi pada saat
istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sering
(Munandar, 2019).
2) Orthopnea
Pasien yang mengalami orthopnea tidak akan mau berbaring, tetapi
akan menggunakan bantal agar bisa tegak ditempat tidur atau duduk
dikursi, bahkan saat tidur (Munandar, 2019).
3) Batuk
Hal ini disebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak produktif,
tetapi yang sering adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan
sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang terkadang disertai dengan
adanya bercak darah (Munandar, 2019).
4) Mudah Lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat jaringan dari
srikulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di gunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernafasan dan
batuk (Munandar, 2019).

5) Gelisah dan Cemas


Terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stres akibat kesakitan
berfasan dan pengetahuan bahkan jantung tidak berfungsi dengan baik
(Munandar, 2019).
b. Gagal jantung kanan
1) Edema pada perifer
2) Terjadi adanya peningkatan BB (berat badan)
3) Adanya distensi Vena Jugularis
4) Asites
5) Hepatomegali
6) Terdapat adanya Pitting Edema
7) Mual
8) Anoreksia
(Munandar, 2019).
4. Patofisiologi
Menurut Price (2005) beban pengisian preload dan beban tahanan afterload
pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya
peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat sehingga curah jantung
meningkat. Pembebanan pada jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis
sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan
tujuan meningkatkan curah jantung (Austaryani, 2012). Pembebanan jantung yang
berlebihan dapat meningkatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi
redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan
vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena ke
dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikan
kembali curah jantung (Austaryani, 2012).
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi
kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan makanisme kompensasi
jantung tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam
badan belum juga terpenuhi maka terjadilah keadaan gagal jantung (Austaryani,
2012). Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu : preload, contactility, afterload
(Siregar, 2018).
Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.
Contactility mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium, Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan
oleh tekanan arteriol. Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini
terganggu, maka curah jantung berkurang (Siregar, 2018).
Sedangkan menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal jantung
ventrikel kiri terjadi dikarenakan adanya gangguan pemompaan darah oleh
ventrikel kiri sehingga dapat menyebabkan curah jantung kiri menurun dengan
akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastol dalam
ventrikel kiri terjadi peningkatan. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam
melakukan kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan
akibat terjadi adanya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan
didalam atrium kiri yang mengalami peningkatan, ini menyebabkan adanya
hambatan aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. apabila keadaan ini
terus-menerus berlanjut maka akan terjadi bendungan dalam paru-paru dengan
akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan serta tanda-tanda akibat
adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi.
Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang
menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). apabila beban pada
ventrikel kanan itu terus-menerus bertambah, maka akan merangsang ventrikel
kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi
sampai batas kemampuannya, dan apabila beban tersebut tetap meninggi maka
dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya menyebabkan
terjadinya gagal jantung kiri- kanan atau congestive heart failure (CHF).
Gagal jantung kanan juga dapat pula terjadi dikarenakan adanya gangguan
atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel
kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan adanya penurunan isi
sekuncup ventrikel kanan, tekanan serta volume akhir diastol ventrikel kanan akan
meningkat dan inilah yang menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi
ventrikel kanan pada waktu diastol, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan
dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan
menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kafa superior dan
inferior kedalam jantung sehingga hal ini mengakibatkan kenaikan dan adanya
bendungan pada vena-vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis yang
meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi
bendungan sistemik yang berat dengan akibat timbulnya edema tumit dan tungkai
bawah serta asites.
5. Pathway CHF

Disfungsi Beban Tekanan Beban Sistole Beban Volume


Miokardium Berlebihan Berlebihan Berlebihan

Kontraktilitas Beban systole Perload


CHF Kanan
berkurang meningkat meningkat

Hambatan pengosongan
ventrikel

Beban jantung
meningkat

CHF Kiri CHF


Gagal Pompa Ventrikel Kiri Gagal Pompa Ventrikel Kanan

Tekanan
Diastole
Forward Failure Backward Failure

Bendungan atrium
LVED (Left Ventrikular kanan,vena kava
Cardiac Output menurun
End Diastolic) naik dan sirkulasi besar
Renal Flow

Suplai O2 Ke
Otak Tekanan
Suplai darah ke Tekanan vena
hidrostatik Intra
jaringan pulmonalis
Glomerular Filtration vaskuler
Rate
Metabolisme anaerob

Nutrisi Tekanan kapiler Beban


Perembesan cairan
paru Ventrikel
Timbunan asam laktat Retensi Na+H2O plasma
Kanan

Metabolisme Sel
Oedema paru
Oedema
Kelebihan Volume Cairan
Ekstremitas
Vaskuler
Lemah Fatique Cairan masuk dalam alveoli

Hambatan
Mobilisasi Berjalan

Intoleransi Aktivitas
Ketidakefektifan Gangguan
Pola Nafas Pertukaran Gas

Gangguan Perfusi Jaringan


6. Komplikasi CHF
a. Hiperkalemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diit berlebih (Austaryani, 2012).
b. Kerusakan ginjal
Dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya
dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani. Kerusakan
ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialisis untuk
pengobatan (Austaryani, 2012).
c. Perikarditis
Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat (Austaryani, 2012).
d. Masalah katup jantung
Menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung(Austaryani, 2012).
e. Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada
gagal jantung daripada di jantung yang normal, maka semakin
besar kemungkinan akan mengembangkan pembekuan darah, yang
dapat meningkatkan resiko terkena serangan jantung atau stroke
(Austaryani, 2012).
f. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiostenin-aldosteron (Austaryani, 2012).
g. Anemia
Akibat penurunan eritropoeitin, penurunan rentang usia sel
darah merah (Austaryani, 2012).
7. Penatalaksanaan
Menurut (Munandar, 2019), penatalaksanaan CHF meliputi:
a. Non farmakologi
1) CHF Kronik
a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau
pembatasan aktivitas.
b) Diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk menurunkan
edema.
c) Menghentikan obat-obatan yang mempengaruhi NSAID
karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi
air dan natrium.
d) Pembatasan cairan (± 1200-1500 cc/hari).
e) Olahraga secara teratur.
2) CHF Akut
a) Oksigenasi (ventilasi mekanik).
b) Pembatasan cairan (1,5 liter/hari)
b. Farmakologi
Tujuan : untuk mengurangi afterload dan preload.
1) First line drugs: diuretic.
Tujuan : Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan
mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic.
Obatnya adalah : thiazide diurestics untuk CHF sedang, loop
diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk
meningkatkan pengeluarn cairan), kalium-sparing diuretic.
2) Second line drugs: ACE inhibitor.
Tujuan: membantu meningkatan COP dan menurunkan
kerja jantung. Obatnya adalah :
a) Digoxin : meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak
digunakan untuk kegagalan diastic yang mana dibutuhkan
pengembangan ventrikel untuk relaksasi.
b) Hidralazin : menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
c) Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk
disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
d) Calcium chanel blocker : untuk kegagalan diastolic,
meningkatkan relaksasi dan pengisian ventrikel (jangan
digunakan pada CHF Kronik).
e) Beta blocker : sering dikontraindikasikan karena menekan
respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk
mengurangi HR,mencegah iskemik miokard, menurunkan T,
hipertrofi ventrikel kiri.
c. Pendidikan kesehatan
1) Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan
tentang penyakit dan penanganannya.
2) Monitoring difokuskan pada : monitoring BB setiap hari dan
intake natrium.
3) Diet yang sesuai untuk lansia CHF : pemberian makanan
tambahan yang banyak mengandung kalium seperti ; pisang,
jeruk dan lain-lain.
4) Teknik konservasi energy dan latihan aktivitas yang dapat
ditoleransi dengan bantuan terapi.

B. Tinjauan Tentang Edema


1. Definisi

Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan

interstisial lebih dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga

tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit

antara plasma dan jaringan interstisial.Pada jantung terjadinya edema

yang disebabkan terjadinya dekompensasi jantung (pada kasus payah

jantung), bendungan bersifat menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh

kegagalan venterikel jantung untuk memopakan darah dengan baik

sehingga darah terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan jaringan

akan melepaskan cairan ke intestisial (Siregar, 2018).


2. Etiologi edema

Etiologi edema tungkai dapat berhubungan dengan patologi

traumatic, infesi, vascular, ginjal, hati atau endokrin (Simon, 2009).

Masalah vascular adalah penyebab paling utama dalam permasalahan

edema kaki. Pasien dengan edema akibat CHF biasanya memiliki

gejala lain, seperti dispnea saat aktivitas, ortopnea dan dispnea

nocturnal paroksismal. Edema yang diakibatkan oleh pasien dengan

kasus CHF termasuk edema umum (anasarca). Edema pada tungkai,

bersamaan dengan kelelahan dan insomnia, mungkin merupakan tanda

dan gejala awal dari CHF pada pasien yang lebih tua. Apabila diamati

penumpukan cairan pada siang hari dan mereda pada malam hari, ini

menunjukkan gangguan fisiologis ringan, sedangkan adanya

pembengkakan yang berlangsung siang dan malam menunjukkan

penyebab yang lebih rumit (Simon, 2009). Jika ukuran kaki normal

saat seseorang bangun dipagi hari dan kemudian membengkak. Orang

tersebut mengalami edema akut ; edema kronis ditandai dengan

pembengkakan bahkan setelah orang tersebut tetap di tempat tidur

selama 8 jam (Hampton, 2010).

3. Jenis edema kaki

Menurut (Simon, 2009) terdapat 3 jenis edema pada kaki yakni :

a. Edema vena

Edema vena terjadi akibat ekstravasasi cairan interstisial ke

dalam ruang interstisial karena peningkatan tekanan filtrasi kapiler

atau tekanan onkotik cairan yang rendah.


b. Limfedema primer

Disebabkan oleh obstruksi aliran limfatik dan akumulasi

cairan interstisial yang kaya protein. Hasilnya adalah peningkatan

tekanan hidrostatis dan kemacetan pada ekstremitas.

Pembengkakan tanpa rasa sakit dimulai di kaki dan pergelangan

kaki dan berkembang secara sementara, mereda di pagi hari saat

bangun dan memburuk di penghujung hari.

Akhirnya, pembengkakan menjadi permanen, sekunder akibat

fibrosis pada kulit dan jaringan subkutan. Limfedema melibatkan

punggung jari kaki dan kaki serta lubang dengan susah payah.

Warna dan tekstur kulit normal hingga tahap selanjutnya, saat kulit

menebal, menggelap, dan berkembang menjadi beberapa

papillomatous proyeksi yang disebut verucosis limfostatik (kaki

berlumut).

c. Lipedema

Adalah akumulasi jaringan lemak di ekstremitas bawah,

terlihat dengan obesi. Ini melemahkan punggung kaki, berhenti di

pergelangan kaki, dan muncul pada wanita yang kelebihan berat

badan. Edema tungkai juga terlihat pada pasien yang lebih tua

dengan kaki iskemik yang nyeri. Pembengkakan dalam hal ini

disebabkan oleh penumpukan cairan ketika kaki disimpan dalam

posisi bergantung sebagai upaya untuk meredakan nyeri iskemik


4. Pengukuran edema

Menurut (Brodovicz et al., 2009) pengukuran edema memiliki

berbagai metode yakni : kedalaman lubang, waktu lubang, keliling,

penambahan BB, lingkar pergelangan kaki dan perpindahan air.

Lingkar pergelangan kaki dan perpindahan air menunjukkan keandalan

yang sangat baik, tetapi lingkar pergelangan kaki adalah metode

pengukuran edema yang praktis dan mudah. Penilaian edema meliputi

pengukuran lingkar betis. Perbedaan 3 cm atau lebih pada tiga lokasi

anatomi (betis bawah pada 7 cm proksimal dari titik tengah malelolus

medial, dibelakang maleolus medial dan dorsum kaki) menunjukkan

edema.

5. Edema kaki pada kasus CHF

Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan

dalam mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat

mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari

sirkulasi vena. Menurut (Cho & Atwood, 2002) pasien CHF yang

menderita edema lebih sering terjadi pada pasien dengan kelemahan

jantung akibat adanya akumulasi cairan di kaki dan tungkai yang di

akibatkan oleh ekspansi volume interstisial atau peningkatan volume

ekstraseluler. Edema ini di mulai pada kaki dan tumit (edema

dependen) dan secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan

akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral

jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral

menjadi daerah yang dependen (Siregar, 2018).


Bila terjadinya edema maka kita harus melihat kedalaman edema

dengan pitting edema. Pitting edema adalah edema yang akan tetap

cekung bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas

terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg

dari berat badan normal selama mengalami edema (Siregar, 2018).

6. Grading edema

a. 1+: pitting sedikit/ 2mm, menghilang dengan cepat.

b. 2+: pitting lebih dalam/ 4mm, menghilang dalam waktu 10-15

detik.

c. 3+: lubang yang dalam/6mm, menghilang dalam waktu 1 menit.

d. 4+: lubang yang sangat mendalam/ 8mm berlangsung 2-5 menit,

ekstremitas dep terlalu terdistruksi.

(Siregar, 2018)

C. Tinjauan Tentang Pengaruh Terapi Contrast Bath Dengan Foot


Massage Terhadap Penurunan Derajat Edema
1. Definisi terapi contrast bath dan foot massage
Terapi contrast bath merupakan perawatan dengan rendam kaki
sebatas betis secara bergantian dengan menggunakan air hangat dan
dilanjutkan dengan air dingin. Dimana suhu dari air hangat antara
36,6- 43,3°C dan suhu air dingin antara 10-20°C (Budiono & Slamet,
2019). Dengan selisih waktu 3 menit di dalam air hangat dan 1 menit
di air dalam dingin. Dilakukan kompres dengan kain handuk untuk
bagian-bagian tubuh yang tidak dapat direndam air dengan mudah,
yang membuat pembuluh - pembuluh darah mengembang atau
menyempit bersamaan dengan panas dan dingin yang meningkatkan
sirkulasi darah ke bagian tubuh yang dirawat (Purwadi et al., 2015).
Sedangkan foot massage adalah gerakan sederhana yang berirama
memijat kulit bagian telapak kaki untuk menstimulasi aliran getah
bening ke system sirkulasi darah, dengan serangkaian tekhnik, metode
dan alat pijat tertentu (Çoban & Şirin, 2010; Hulme, Waterman, &
Hillier, 1999; Shimizu, 2009). Menurut (Patient, 2010) pijat
merupakan sentuhan secara sistematis yang memanipulasi jaringan
lunak dari tubuh untuk meningkatkan kenyamanan dan penyembuhan.
2. Manfaat
Dengan merendam kaki yang edema dengan terapi ini akan
mengurangi tekanan hidrostatik intra vena yang menimbulkan
pembesaran cairan plasma ke dalam ruang interstisium dan cairan
yang bererada di intertisium akan kembali ke vena sehingga edema
dapat berkurang (Hida et al., 2015). Merendam kaki yang edema
dengan terapi ini akan mengurangi tekanan hidrostatik intra vena
(tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja
pompa jantung) yang menimbulkan pembesaran cairan plasma ke
dalam ruang interstisium dan cairan yang bererada di intertisium akan
kembali ke vena sehingga edema dapat berkurang (Martin, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian (Ristanti & Budiono, 2019) dengan
merendam kaki dengan air hangat dan air dingin menyebabkan
vasodilatassi pada otot dan pembuluh darah. Menurut (Purwadi et al.,
2015) dengan penetapan hipotesis secara konsisten , perendaman air
panas lama dalam siklus kedua contrast bath bisa menciptakan
fluktuasi yang cukup dalam kecepatan darah arteri.
Penatalaksanaan foot massage akan menstimulasi pengeluaran
cairan melalui saluran limfe ke bagian yang lebih proksimal, sehingga
menurunkan kejadian edema kaki (Ciocon, Galindo-Ciocon, &
Galindo, 1995; Ely, Osheroff, Chambliss, & Ebell, 2006).
Berdasarkan penelitian bahwa keuntungan utama pemijatan adalah
meningkatkan relaksasi, meningkatkan aliran darah, meningkatkan
penyembuhan otot, mengurangi spasme otot, dan menurunkan
kecemasan (Bayrakci Tunay, Akbayrak, Bakar, Kayihan, & Ergun,
2010; Be, Into, & Hospitals, 2013; Gazillo & Middlemas, 2001;
Ragsdale, n.d.). Proses pemijatan lebih mudah menurunkan derajat
edema pada bagian ekstremitas kiri pada area lingkar ankle
dimungkinkan terjadi karena pada saluran pembuluh limfe pada area
distal lebih mudah untuk mengembang atau dilatasi (Engkartini &
Kasron, 2019).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Hattan, King &
Griffiths, 2002) pada kasus edema kaki akibat post-operasi pasien
dengan gangguan system kardiovaskuler dengan melakukan pemijatan
kaki atau foot massage dan imajinasi terbimbing menunjukkan bahwa
intervensi tersebut dapat menurunkan edema dan kecemasan pasien
post-operasi system kardiovaskuler. Menurut hasil studi literature oleh
(Weerapong et al, 2005) menunjukan begitu banyak manfaat dari
pemijatan salah satunya adalah meningkatan kecepatan aliran darah,
dimana proses pemijatan dengan mekanisme penekanan (pressure)
akan menekan pembuluh darah dibagian sekitar area pemijatan
tersebut sehingga pembuluh darah dapat bervasodilatasi dan
vasokontriksi sehingga melemaskan otot polos pada pembuluh darah
tersebut yang ada akhirnya meningkatkan aliran darah diarea tersebut.
Banyak hasil literature menunjukkan banyak manfaat penggunaan
pijat yang lain diantaranya adalah menurunkan kecemasan, nyeri,
stress, mual, muntah, dapat, meningkatkan kenyamanan dan
meningkatkan respon fisiologis tubuh (menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolic, menurunkan denyut jantung, menurunkan
respiratory rate, meningkatkan saturasi oksigen) (Ågren & Berg, 2006;
Li, Wang, Feng, Yang, & Sun, 2014; Munk, Kruger, & Zanjani, 2011;
Quinn, Chandler, & Moraska, 2002; Ware, 1903). Dengan
mengkombinasi penerapan terapi contrast bath dengan foot massage
dapat menurunkan edema pada pasien dengan kasus CHF di RSUD
Poso.
3. Prosedur penerapan terapi contrast bath dengan foot massage
No
Fase Preinteraksi
1 Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan
kontraindikasi
Orientasi
2 Mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan menanyakan
nama pasien
3 Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan yang akan
dilakukan pada klien/keluarga
4 Memberikan klien kesempatan bertanya
5 Menjaga privasi klien
Tahap Kerja
6 Bantu pasien duduk dipinggir tempat tidur (panggil anggota
keluarga jika perlu)
7 Letakan 2 wadah besar yang telah berisi air hangat dengan
suhu 36,6- 43,3°C dan air dingin dengan suhu 10-20°C di
bawah kaki pasien
8 Rendam kaki pasien pada kedua wadah secara bergantian
dengan 3 menit di air hangat dan 1 menit di air dingin
9 Balut dengan kain bagian ekstremitas yang tidak bisa
terendam sempurna seperti dari betis, lutut dan paha
10 Setelah melakukan perendaman pada air hangat dan air
dingin langsung keringkan kaki pasien dengan handuk yang
telah disediakan
11 Kemudian bantu pasien berbaring kembali ke tempat tidur
dan lakukan tindakan foot massage kepada kedua kaki pasien
menggunakan minyak zaitun (atau bisa minyak yang lain)
dengan waktu masing-masing 5 menit
Terminasi
12 Evaluasi perasaan klien setelah diberikan tindakan terapi
contrast bath dengan foot massage
13 Kontrak waktu untuk tindakan selanjutnya
14 Dokumentasikan tindakan, respon klien, dan kondisi kulit
klien.
DAFTAR PUSTAKA

Austaryani, N. P. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan Congestive


Heart Failure (Chf) Di Ruangan Intensive Cardio Vascular Care Unit
(Icvcu) Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. 1–11.
Budiono, & Slamet, R. R. (2019). Pengaruh Pemberian Contrast Bath Dengan
Elevasi Kaki 30 Derajat Terhadap Penurunan Derajat Edema Pada Pasien
Gagal Jantung Kongestif. Hijp : Health Information Jurnal Penelitian, 11(2),
91–99. http://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP
Dewanti, G. S. (2019). Gambaran aktivitas fisik pada pasien gagal jantung (pp.
1–13).
Dewi, A. S. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagagl
Jantung Kongestif Dengan Gangguan Pertukaran Gas Di Ruang ICCUU
RSUD Wangaya.
Eka, A. Y., Setyorini, Y., & Akhmad, R. (2018). Hipervolemia Pada Pasein
Congestive Heart Failure (chf). Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 7(2), 101–
221.
Engkartini, & Kasron. (2019). Pijat Kaki Efektif Menurunkan Foot Edema Pada
Penderita Congestive Heart Failure (Chf). Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal
Bedah 2, 2(1), 1–54. https://doi.org/10.32584/jikmb.v2i1.203
Hida, P. I. K., W, G. G., & Dewi, P. (2015). Pengaruh Terapi Contrast Bath
(Rendam Air Hangat Dan Air Dingin) Terhadap Edema Kaki Pada Pasien
Penyakit Gagal Jantung Kongestif. Jurnal Gizi Dan Kesehatan, 7(15), 72–
78.
Munandar, A. A. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita
Gagal Jantung Dengan Masalah Penurunan Curah Jantung Di Ruang Aster
RSUD dr. Harjono Ponorogo.
Purwadi, I. K. A. H., W, G. G., & Puspita, D. (2015). Pengaruh Terapi Contrast
Bath (Rendam Air Hangat dan Air Dingin) Terhadap Edema Kaki Pada
Pasien Penyakit Gagal Jantung Kongestif. Jurnal Gizi Dan Kesehatan, 7(15),
72–78.
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Balitbangkes.
Ristanti, rini slamet, & Budiono. (2019). pengaruh pemberian contrast bath
dengan elevasi kaki 30 derajat terhadap penurunan derajat edema pada pasien
gagal jantung kongestif. Hijp : Health Information Jurnal Penelitian, 11(2),
91–99.
Simon, E. B. (2009). leg Edema Assessment And Management. In CNE Series.
Siregar, R. E. (2018). Pengaruh Peninggian Posisi Kaki Ditinggikan 30 Derajat
Di Atas Tempat Tidur Terhadap Pengurangan Edema Kaki Pada Pasien
Jantung Kongestif Di Ruangan Cvcu Rsup Ham.
Uly, I. E. (2014). Gagal Jantung pada Geriatri. CDK, 41(1), 19–24.
Waladani, B., Anetdita, P., & Putri, K. (2019). Analisis Asuhan Keperawatan
pada Pasien Congestive Heart Failure dengan Penurunan Curah Jantung.
University Research Colloqium, 878–882.
Widi, L. T. E., Nurul, M., & Admini. (2018). Literatur review: penerapan pijat
kaki dan rendam air hangat campuran kencur terhadap edema kaki ibu hamil
trimester iii di wilayah kerja puskesmas i wangon, banyumas. Jurnal
Kebidanan, 8(2).

Anda mungkin juga menyukai