Anda di halaman 1dari 5

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN KEHAMILAN DENGAN HIDRAMNION

a. DEFINISI
Hidramnion atau poli hidramnion adalah suatu kondisi dimana terdapat keadaan jumlah
air ketuban melebihi dari batas normal. Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah
sebanyak antara 1-2 liter, sedangkan kasus hidramnion melebihi batas dari 2 liter yaitu
antara 4-5 liter. Hidramnion ini adalah kebalikan dari oligo hidramnion yaitu kekurangan air
ketuban.
b. ETIOLOGI
 Penyakit pada Ibu hamil seperti Diabetes, sakit ginjal, ataupun sakit jantung. Gula darah
Ibu yang meningkat akan meningkatkan gula darah janin.
 Kelainan tulang belakang yang terbuka, kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
adanya sebagian atau keseluruhan tulang tengkorak bagian belakang dan belahan otak
kecil, sumbing, atau tumor pada leher janin sehingga membuat kerongkongan janin
menyempit dan janin sulit menelan air ketuban.
 Gangguan pada sistem pencernaan Ibu.
 Kelainan placenta : adanya tumor pada placenta.
 Terjadi kehamilan kembar, di mana salah satu janin memiliki jantung yang lebih besar
sehingga membuat janin menghasilkan lebih banyak urin dan jumlah air ketuban menjadi
lebih banyak.
 Adanya kelainan pada bayi seperti anencefali,spina bifida, sumbatan saluran makanan
bayi, tumor di leher bayi

Hidramnion secara umum adalah patologis yang sering berkaitan dengan malformasi
janin, sebagai contoh, hidramnion terdapat pada sekitar separuh kasus anensefalus dan
atresia esophagus. Secara spesifik, pada hampir separuh kasus hidramnion sedang dan berat,
ditemukan adanya anomaly janin. Satu temuan yang cukup menarik adalah bahwa sebagian
besar ganguan perinatal terjadi pada wanita nondiabetik yang mengalami hidarmnion.
c. MANIFESTASI KLINIS

 Susah bernafas,berdebar-debar, dan bengkak pada kaki.


 Tinggi rahim melebihi usia kehamilan
 Bagian-bagian janin sulit diraba dari luar.
 Rasa nyeri pada ulu hati dan perut
 Sering mual dan muntah
 Perut terasa lebih berat dari biasanya

Gejala utama yang menyertai hidramnion terjadi semata-mata akibat factor mekanis dan
terutama disebabkan oleh tekanan di dalam dan disekitar uterus yang mengalami
overdistensi terhadap organ-organ di dekatnya. Apabila peregangannya berlebih, ibu dapat
mengalami dispnea dan, pada kasus ekstrim, mungkin hanya dapat bernafas apabila dalam
posisi tegak. Sering terjadi edema akibat penekanan system vena besar oleh uterus yang
sangat besar, terutama di ekstremitas bawah, vulva, dan dinding abdomen. Walaupun jarang,
dapat terjadi oliguria berat akibat obstruksi ureter oleh uterus yang sangat besar.
Pada hidramnion kronik, penimbunan cairan berlangsung secara berhadap dan wanita yang
bersangkutan mungkin mentoleransi distensi abdomen yang berlebihan tanpa banyak
mengakami rasa tidak nyaman. Namun, pada hidramnion akut, distensi dapat menyebabkan
gangguan yang cukup serius dan mengancam. Hidramnion akut cenderung muncul pada
kahamilan dini dibandingkan dengan bentuk kronik, pada minggu ke 16 sampai 20, dan
dapat dengan cepat membesar uterus yang hipertonik sehingga ukurannya menjadi sangat
besar. Biasanya hidramnion akut menyebabkan persalinan sebelum usia gestasi 28 minggu,
atau gejala dapat menjadi sedemikian parah sehingga harus dilakukan intervensi. Pada
sebagian kasus hidramnion kronik, beberapa pada hidramnion akut, tekanan air ketuban tida
terlalu tinggi dibandingkan dengan pada kehamilan normal.
Gambaran klinis utama pada hidramnion adalah pembesaran uterus disertai kesulitan
dalam meraba bagian-bagian kecil janin dan dalam mendenar denyut jantung janin. Pada
kasus berat, dinding uterus dapat sedemikain tegang sehingga bagian-bagian janin tidak
mungkin diraba. Perbedaan antara hidramnion, asites atau kista ovarium yang biasanya
mudah dilakukan dengan evaluasi ultrasonografi. Cairan amnion dalam jumlah besar hampir
selalu mudah diketahui sebagai ruang bebas-echo yang sangat besar di antara janin dan
dinding uterus atau plasenta . kadang-kadang mungkin dijumpai kelinan, atau anomaly
saluran cerna.
d. PATOFISIOLOGI
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat mirip
dengan cairan ekstrsel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil
lainnya berlangsung tidak saja melalui amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama
trimester kedua, janin mulai berkemih, menelan, dan menghirup cairan amnion (Abramovich
dkk. 1979; Duenhoelter dan Pritchard, 1976). Proses-proses ini hampir pasti secara
bermakana mengatur pengendalian volume cairan. Walaupun pada kasusu hidramnion epitel
emnion sering dianggap sebagai sumberutama cairan amnion belum pernah ditemukan
adanya perubahan histologik pada amnion atau perubahan kimiawi pada cairan amnion.
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa
mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini
dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin yidak
dapat menelan, seperti pada kasus atresia esophagus. Pros ini jelas bukan satu-satunya
mekanisme untuk mencegah hidramnion. Pritchard (1966) dan Abramovich (1970)
mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa kasusu hidramnion berat, janin
menelan cairan amnion dalam jumlah yang cukup banyak.
Pada kasus anensefalus dan spina bifida, factor etiologinya mungkin adalah
meningkatnya transudasi cairan dari meningen yang terpajan ke dalam rongga amnion.
Penjelasan lain yang mungkin pada anensefalus, apabila tidak terjadi gangguan menelan,
adalah peningkatan berkemih akibat stimulasi pusat-pusat di serebrospinal yang tidak
terlindungi atau berkurangnya efek antidiuretik akibat gangguan sekresi arginin vasopresin.
Hal yang sebaliknya telah dijelaskan, bahwa kelainan janin yang menyebabkan anuria
hampir selalu menyebabkan oligohidramnion. Pada hidramnion yang terjadi pada kahamilan
monozigot, diajurkan hipotesis bahwa salah satu janin merampas sebagian besar sirkulasi
bersama dan mengalami hipertrofi jantung, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan
keluaran urin. Naeye dan Blanc (1972) menemukan pelebaran tubulus ginjal, pembesaran
kandung kemih, dan peningkatan keluaran urin pada masa neonatus dini, yang
mengisyaratkan bahwa hidramnion disebabkan oleh peningkatan produksi urin janin.
Sebaliknya, donor dari pasangan transfuse transplsenta parabiotik mengalami penciutan
tubulus ginjal disertai oligohidramnion. Hidramnion yangs erring terjadi pada diabetes ibu
selama hamil trimester ketiga masih belum dapat diterangakan. Salah satu penjelasannaya
adalah bahwa hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia janin yang menimbulkan
diuresis osmotik. Barhava dkk (1994) membuktikan bahwa volume air ketuban trimester
ketiga pada 399 diabetes gestasional mencerminkan status glikenik terakhir. Yasuhi dkk.
(1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada wanita diabetic yang puasa
dibandingkan dengan control nondiabetik. Yang menarik, produksi urin janin meningkat
pada wanita nondiabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak dijumpai pada wanita diabetic.
Secara umum, semakin berat derajat hidramnion, semakin tinggi akngka kemntian
perinatal. Prognosis untuk bayi pada kehamilan denagn hidramnion berat adalah buruk.
Bahkan apabila sonografi dan sinar-X memperlihatkan janin yang tampak normal, prognosis
masih dubia, karena melformasi janin dan kelinan kromosom sering dijumpai. Furman dkk.
(2000) melaporkan peningkatan bermakana hasil perinatal yang merugikan apabila
hidramnion disertai dengan hambatan pertumbuhan janin. Mortalitas perinatal semakin
meningkat pada pelahiran preterm, bahkan apabila janinnya normal. Eritroblastosis,
kesulitan-kesulitan yan dihadapi oleh bayi dari ibu diabetic, prolaps tali pusat saat selaput
ketuban pecah, dan solusio plasenta sewaktu ukuran uterus berkurang secara cepat, semakin
memperburuk hasil. Penyulit tersering pada ibu yang disebabkan oleh hidramnion dalah
solusio plasenta, disfungsi uterus, dan perdarahan postpartum. Pemisahan dini plasenta yang
luas kadang-kadang terjadi setelah air ketuban keluar dalam jumlah besar kerena
berkurangnya luas bagian uterus di bawah plasenta. Disfunfsi uterus dan perdarahan
postpartum terjadi akibat atonia uterus karena overdistensi. Kelianan presentasi janin dan
intervensi operasi juga lebih sering terjadi.
e. PEMERIKSAAN PENUNJANG

f. PENATALAKSANAAN

Hidramnion derajat ringan jarang memerlukan terapi. Bahkan yang derajat sedang dengan
sedikit gangguan biasanya depat ditangani tanpa intervensi sampai terjadi persalinan atau
sampai selaput ketuban pecah spontan. Apabila terjadi dispnea atau nyeri abdomen, atau
pabila rawat jalan sulit, pesian perlu dirawat inap. Tirah baring jarang berpengaruh, dan
pemberian diuretika serta pembatasan air dan garam juga biasanya kurang efektif. Baru-baru
ini diakukan terapi indometasin untuk hidramnion simtopatik.

g. KOMPLIKASI
h. PATHWAY
i. FOKUS PENGKAJIAN

Inspeksi : Perut ibu tampak lebih besar, tegang, mengkilat dan tampak retak-retak, bila
tidur telentang, perut tampak melebar ke samping, Ibu terlihat sesak serta terlihat susah
membawa kandungannya, tampak edema pada vulva.
Palpasi : Perut teraba tegang serta terjadi edema pada dinding perut dan tungkai, fundus
uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilannya sesungguhnya, bagian-bagian janin sukar
dikenali karena banyaknya cairan, karena bebasnya janin bergerak, maka dapat terjadi
perubahan posisi/letak janin.

Auskultasi : DJJ suka di dengar.

j. DIAGNOSA KEPERAWATAN
k. FOKUS RENCANA INTERVENSI

Anda mungkin juga menyukai