Kopi merupakan minuman yang paling banyak di konsumsi masyarakat di dunia. Berbagai
senyawa terkandung di dalam kopi telah memperlihatkan adanya hubungan dengan metabolisme glukosa.
Beberapa penelitian di dunia melaporkan adanya hubungan antara konsumsi kopi dengan diabetes
mellitus (DM). Di Indonesia belum ada penelitian dalam jumlah besar untuk melihat hubungan antara
konsumsi kopi dengan DM. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara konsumsi kopi
dengan kejadian DM di Tana Toraja. Data yang digunakan merupakan data sekunder Riset Kesehatan
Dasar 2013 menggunakan desain studi cross sectional. Jumlah sampel yang dikumpulkan sebanyak
712.580 dari. Analisis menggunakan uji regresi logistik biner dan menggunakan desain complex. Hasil
penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara konsumsi kopi dengan DM dengan nilai P value <
0,05 dan nilai Prevalence Ratio (PR) < 1. Individu yang mengkonsumsi kopi lebih dari satu kali per hari
dapat mengurangi risiko DM sebesar 33,9% dari pada yang tidak konsumsi kopi. Konsumsi kopi satu kali
per hari menurunkan risiko DM sebesar 32,8%, 3-6 kali perminggu sebesar 36%, 1-2 kali perminggu
35,9%, kurang dari tiga kali perbulan menurunkan risiko sebesar 18,9%. Variabel usia dalam penelitian
ini terbukti menjadi konfounding hubungan konsumsi kopi dengan diabetes mellitus, sehingga untuk
penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih lanjut konsumsi kopi dengan DM dengan
mengontrol variabel konfounding dan interaksi, serta membedakan konsumsi kopi tanpa gula dan
konsumsi kopi dengan gula.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu dari empat penyakit tidak menular (PTM)
utama di dunia (WHO, 2016). Prevalensi global diabetes mellitus pada orang dewasa usia diatas
18 tahun meningkat dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5% pada tahun 2014 (WHO, 2016). Di
Amerika Serikat sebanyak 29 juta orang mengalami diabetes mellitus, sedangkan di Asia
Tenggara pada tahun 2010 sekitar 71 juta orang mengalami diabetes mellitus (WHO, 2012). Di
Indonesia diabetes mellitus merupakan salah satu dari lima PTM tertinggi pada tahun 2013.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari
5,7% pada tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
Hasil laporan Diabetes Country Profiles 2016 melaporkan bahwa pada tahun 2015 prevalensi
Diabetes mellitus merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia (WHO,
2017). Pada tahun 2012, sekitar 1,5 juta kematian di dunia disebabkan oleh diabetes mellitus
(WHO, 2016). Berdasarkan laporan WHO, Indonesia termasuk lima negara di dunia yang
diperkirakan memiliki jumlah kematian tertinggi akibat diabetes mellitus pada usia diatas 15
tahun. Selain itu, Diabetes mellitus menjadi salah satu PTM penyebab kematian tertinggi di
Indonesia.
Peningkatan jumlah kematian akibat DM dapat mengakibatkan kerugian bagi negara, yaitu
meningkatkan beban epidemiologi dan beban ekonomi (Kirigia) dkk., 2009). Berdasarkan data
estimasi World Economic Forum (WEF) tahun 2012-2030 kerugian negara yang diakibatkan oleh
PTM khususnya diabetes mellitus sebesar 4,5% dari 198 milyar dolar Amerika (P2PL, 2015).
Diabetes dapat mengurangi tingkat pendapatan, produktivitas kerja (Tunceli dkk., 2005), dan
penurunan kualitas hidup penyandang (Wändell, 2005). Beban pada penderita diakibatkan oleh
Dampak jangka panjang dari diabetes mellitus berhubungan dengan kerusakan berbagai
organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, pembuluh darah, dan jantung (American Diabetes
(Nentwich dan Ulbig, 2015), nefropati (Nathan dkk., 2009), dan disfungsi endotel yang
menyebabkan penyakit kardiovaskuler (Tabit dkk., 2010). Berdasarkan laporan Centers for
Disease Control (CDC) diabetes mellitus merupakan penyebab utama kebutaan, gagal ginjal,
amputasi anggota tubuh, serangan jantung, dan stroke (CDC, 2011). Menurut World Health
Organization (WHO) orang yang menderita diabetes mellitus dapat meningkatkan risiko serangan
B. RUMUSAN MASALAH
Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah PTM utama di Indonesia. Kondisi ini
dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Penelitian kesehatan saat ini
sudah banyak melihat faktor risiko DM akan tetapi untuk penelitian yang spesifik melihat
hubungan konsumsi kopi dengan kejadian DM masih jarang. Saat ini beberapa penelitian
epidemiologi telah melaporkan adanya hubungan antara kopi dengan diabetes mellitus. Selain itu,
kandungan senyawa dalam kopi telah dilaporan memiliki hubungan dengan metabolisme glukosa. Akan
tetapi, di Indonesia masih jarang penelitian terkait konsumsi kopi dengan kejadian diabetes mellitus.
Penelitian ini akan memberikan informasi tentang konsumsi kopi di Indonesia yang berhubungan dengan
kejadian DM dengan menggunakan data Riskesdas 2013, sehingga dari hasil penelitian ini akan diketahui
bagaimana hubungan antara kebiasaan konsumsi kopi dengan kejadian DM di Indonesia, serta dapat
digeneralisasikan untuk populasi di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti terkait
konsumsi kopi dan terhadap kejadian diabetes mellitus di Indonesia menggunakan data Riskesdas tahun
2013.
C. Hipotesis
Ada hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan kejadi diabetes mellitus di Tana Toraja
Tahun 2013.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kebiasaan minum kopi dengan kejadian diabetes mellitus di Tana Toraja
Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status gizi, aktifitas fisik, dan
2013.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi secara epidemiologi analitik terkait hubungan
konsumsi kopi dengan diabetes mellitus di Indonesia
2. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian lanjutan terkait dengan konsumsi
kopi dan diabetes mellitus serta bisa digunakan sebagai referensi untuk penambahan variabel riskesdas
selanjutnya. Bagi Pengembangan Pengetahuan
3. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat mengembangkan pengetahuan terkait hubungan konsumsi kopi dengan
diabetes mellitus di Indonesia tahun 2013
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Diabetes Mellitus
Menurut WHO diabetes adalah kondisi dimana kadar glukosa darah di atas normal.
Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang timbul disebabkan karena adanya
peningkatan kadar gula atau glukosa darah yang ditandai oleh defisiensi insulin relatif atau
absolut, yang menyebabkan intoleransi glukosa (Chandrasoma dan Clive, 2005). Glukosa
yang diperoleh tubuh berasal dari makanan, sebagian besar makanan yang kita makan
berubah menjadi glukosa atau gula, yang dapat tubuh kita gunakan sebagai penghasil
energi.
Seseorang dalam kondisi diabetes, tubuhnya tidak dapat membuat cukup insulin atau
tidak dapat menggunakan insulin secara normal. Hal ini menyebabkan insulin hanya akan
beredar dalam darah (Chandrasoma dan Clive, 2005). Insulin adalah polipeptida yang terdiri dari
suatu rantai A dengan 21 asam amino dan rantai B dengan 30 asam amino. Pelepasan insulin terjadi
pada 3 fase. yang pertama, sekresi basal merupakan kadar insulin di dalam serum pada keadaan
puasa. Kedua, Sekresi cepat setelah makan disebabkan oleh pelepasan cadangan insulin pada sel
beta dalam 10 menit setelah makan. Ketiga, pelepasan lambat setelah makan disebabkan oleh
rangsangan sintetis insulin sebagai respon terhadap glukosa (Chandrasoma dan Clive, 2005).
Diabetes Mellitus yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut, terbagai menjadi
dua yaitu diabetes primer (95% kasus) dan diabetes sekunder (5% kasus).
1. Diabetes Primer
Terdapat dua tipe diabetes primer yang biasanya dijumpai yaitu Tipe 1 dan Tipe 2
tipe ini kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes (Depkes
RI, 2005). Diabetes Tipe 1 atau diabetes mellitus) disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas. Kadar insulin plasma sangat rendah dan terjadi ketoasidosis. Diabetes tipe ini
juga sering terjadi pada orang muda usia <30 tahun, atau sering disebut diabetes mellitus
awitan juvenil.
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum. Diabetes mellitus tipe 2
sering disebut NIDDM (non insulin dependent diabetes mellitus). Diperkirakan prevalensi
penderita DM Tipe 2 ini mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes,
umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir- akhir ini penderita DM Tipe 2 di
kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat (Depkes RI, 2005). Biasanya DM
tipe ini disebabkan karena gangguan pelepasan insulin atau resistensi insulin. Sebagian
2. Diabetes Sekunder
c. Prediabetes
Pra diabetes terdiri dari IFG (Impaired Fasting Glucose) dan
B. Kopi
Kopi adalah buah yang mengandung dua biji. Benih kopi terdiri dari
endosperma, embrio dan spermoderm atau kulit perak yang menebal. Dinding
depan radicle tip disebut dengan lateral endosperm dan endosperm cap.
Kandungan hemiselullosa utama terdapat pada dinding sel biji kopi yang
tidak larut dalam air. Protein, lipid, mineral dan kandungan lainnya terdapat
pada bagian sitoplasma di dalam sel endosperm (Eira et al., 2006). Kandungan
protein, lipid, asam amino, gula dan niacin terdapat dalam biji kopi. Setelah
terdekomposisi. Kandungan kafein dalam kopi merupakan salah satu zat yang
tidak bisa dihancurkan meskipun zat lainnya bersifat termolabil. Selain itu
pada akhirnya kopi menjadi minuman masih memiliki ratusan volatil yang
bertanggung jawab atas aroma dan rasa bersama senyawa yang terlarut
asam klorogenat mencapai 7-10 persen pada kopi robusta dan 5-8 persen kopi
lactones dimana senyawa ini melepaskan satu molekul air. Isomer ini (lactones
KONSUMSI
KONSUMSI MINUMAN
BERKAFEIN NON-KOPI (SOFTDRINK
DAN
GEN USIA MINUMAN BERENERGI)
GAYA HIDUP
JENIS KELAMIN
IMT
Aktifitas fisik
GANGGUAN RESEISTENSI
SEKRESI
GANGGUAN
TOLERANSI
DIABETES
MELLITUS
D. Kerangka Konsep
FREKUENSI KONSUMSI
KOPI
DIABETES MELLITUS
Karakteristik Individu:
Keterangan :
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional untuk menjelaskan
hubungan frekuensi konsumsi kopi terhadap kejadian diabetes mellitus di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Indonesia
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam Riskesdas 2013 adalah seluruh rumah tangga biasa yang mewakili
sumber atau populasi studi adalah yang telah memenuhi kriteria inklusi. Terkahir
adalah populasi eligible yakni populasi sumber yang telah memenuhi kriteria
eksklusi.
2. Sampel
Kerangka sampel Riskesdas 2013 terdiri dari dua jenis, yaitu kerangka sampel untuk
penarikan sampel tahap pertama dan kerangka sampel untuk penarikan sampel tahap
kedua.
sampling unit (PSU) dalam master sampel. Jumlah PSU dalam master
(PPS) dengan jumlah rumah tangga hasil sensus penduduk (SP) 2010. PSU
adalah gabungan dari beberapa blok sensus (BS) yang merupakan wilayah
kerja tim pencacahan SP2010. PSU juga dilengkapi informasi jumlah dan
daftar nama kepala rumah tangga, alamat, tingkat pendidikan kepala rumah
melakukan wawancara.
3. teknik pengambilan
teknik pengambilan sampel multistage adalah uji regresi logistik dengan desain
kompleks. Uji tersebut lebih sensitif untuk mendapatkan nilai yang sebenarnya dan untuk
menghindari adanya kesalahan analisis dikarenakan jumlah sampel yang banyak. Uji regresi
variabel pembobotan dan variabel strata untuk diikutsertakan kedalam uji analisis
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menggunakan Kuesioner Rumah Tangga dan Kuesioner Individu
Riskesdas 2013. Kuesioner Riskesdas diambil beberapa variabel diantaranya Diabetes mellitus,
frekuensi konsumsi kopi, frekuensi minuman berkafein bukan kopi usia, jenis kelamin, IMT (berat
badan dan tinggi badan), dan aktivitas fisik
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Tana Toraja tentang hubungan kebiasaan minum kopi dengan kejadian
diabetes mellitus berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013.
Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi prevalensi diabetes mellitus
berdasarkan konsumsi kopi dan karakteristik individu.
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa prevalensi kasus DM paling tinggi pada
responden yang tidak mengkonsumsi kopi sebesar 2,9%. Sedangkan proporsi terendah pada
dapat dilihat persebaran proporsi tiap variabel karakteristik individu berdasarkan penelitian
Riskesdas 2013.
Tabel 5.2 Frekuensi DM berdasarkan Karakteristik individu
Karakteristik DM Non-DM Total
Individu
N % N % N %
Usia
Mean ± SD 50.75 ± 13.754 39.48 ±15.969 39.75±16.012
Median 52 38 39
Jenis Kelamin
Laki-Laki 7445 2,2 335549 97,8 342994 100
Perempuan 9473 2,6 360113 97,4 369586 100
Total 16918 2,4 695662 97,6 712580 100
Status Gizi
Kurus 1039 2,1 48447 97,9 49486 100
Normal 8429 2,0 413285 98 421714 100
Gemuk 3682 2,7 134995 97,3 138677 100
Obesitas 3768 3,7 98935 96,3 102703 100
Total 16918 2,4 695662 97,6 712580 100
Aktifitas Fisik
Ringan 3658 3,6 96757 96,4 100415 100
Sedang 9818 2,4 398143 97,6 407961 100
Berat 3442 1,7 200762 98,3 204204 100
Total 16918 2,4 695662 97,6 712580 100
Konsumsi minuman berkafein non-kopi (softdrink dan
minuman berenergi)
>1 Kali sehari 367 2,6 13607 97,3 13983 100
1 kali sehari 643 2,4 26385 97,6 27028 100
3-6 kali perminggu 449 1,6 27169 98,4 27618 100
1-2 kali perminggu 998 1,7 57145 98,3 58143 100
< 3 kali perbulan 2059 1,9 104869 98,1 106928 100
Table 4.3 ( lanjutan )
karakteristik individu berdasarkan katagori non-DM dan DM. Pada variabel Usia
nilai rata-rata usia responden sebesar 39,75 tahun dengan standar deviasi 16,012
dan median 39 tahun. Usia rata-rata reponden yang mengalami DM lebih tinggi
daripada Non-DM yaitu sebesar 50,75 tahun, sedangkan non-DM 39,48 tahun.
Standar deviasi pada kelompok DM sebesar 13.754 lebih rendah dari pada
status gizi, prevalensi kasus DM paling tinggi pada responden yang mengalami
obesitas sebesar 3,7%, sedangkan yang paling rendah pada responden dengan
status gizi normal sebesar 2%. Variabel aktifitas fisik prevalensi kasus DM paling
tinggi pada responden yang beraktifitas fisik ringan sebesar 3,6%, sedangkan
paling rendah pada aktifitas fisik berat sebesar 1,7%. Berdasarkan konsumsi
DM paling tinggi pada konsumsi lebih dari satu kali per hari sebesar 2,6%,
Analisis Bivariat
dengan kejadian diabetes mellitus. Analisis ini menggunakan uji regresi logistik.
berdasarkan frekuensi konsumsi kopi dengan mengeluarkan nilai P value dan prevalence
ratio (PR). Penggunaan nilai PR agar dapat terlihat derajat hubungan antara kopi yang
dikonsumsi apakah hubungannya menjadi faktor risiko atau faktor protektif antara
frekuensi konsumsi kopi dengan diabetes mellitus, serta diperlihatkan nilai Confidence
Interval (CI) dengan kekuatan 95% agar dapat memperkuat hubungan antara eksposur dan
disease.
87
Table 4.4 hubungan frekuensi konsumsi kopi dengan kejadian diabetes
mellitus
konsumsi kopi dengan kejadian diabetes mellitus dengan nilai p-value <0,05. Nilai
PR pada setiap katagori konsumsi kopi adalah kurang dari satu menunjukan bahwa
konsumsi kopi sebagai efek protektif. Meskipun semua katagori konsumsi kopi
menunjukan nilai PR kurang dari satu, akan tetapi hasilnya fluktuatif pada setiap
peningkatan frekuensi konsumsi kopi. Konsumsi kopi lebih dari satu kali perhari
risiko DM sebesar 32,8%, konsumsi 3-6 kali perminggu dapat menurunkan risiko
DM sebesar 36%, konsumsi 1-2 kali perbulan menurunkan risiko sebesar 35,9%,
sedangkan konsumsi < 3 kali perbulan menurunkan risiko sebesar 18,9%. Efek
proteksi paling tinggi pada terjadi pada katagori konsumsi 3-6 kali perbulan.
C. Pembahasan
Berdasarkan jenis kelamin, hasil analisis menunjukan prevalensi responden yang mengalami DM lebih
banyak pada perempuan dari pada laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang mengobservasi
terkait prevalensi DM dari berbagai negara di dunia, hasil penelitiannya menunjukan proporsi
perempuan lebih banyak mengalami DM dari pada laki-laki (Creatore dkk., 2010). Sama halnya pada
penelitian kasus kontrol di Saudi Arabia menunjukan hasil yang sama, memperlihatkan
proporsi jenis kelamin yang paling banyak menderita DM adalah perempuan sebesar 62%
(Murad dkk., 2014). Tingginya prevalensi kasus pada perempuan di Saudi Arabia karena
jumlah sampel didominasi oleh perempuan sebesar 72% dari seluruh jumlah sampel.
keanekaragaman biologi, budaya, gaya hidup, lingkungan, dan status sosial ekonomi
klinis. Efek genetik dan mekanisme epigenetik, faktor gizi dan gaya hidup mempengaruhi
risiko dan komplikasi secara berbeda pada kedua jenis kelamin (Kautzky-Willer dkk, 2016).
Kurang aktifitas fisik merupakan salah satu faktor risiko diabetes mellitus. Berdasarkan
hasil penelitian ini menunjukan bahwa prevalensi DM paling tinggi pada kelompok individu
yang melakukan aktifitas fisik ringan, sedangkan prevalensi terendah pada individu
melakukan aktifitas fisik berat. Hal ini sejalan dengan penelitian di Jakarta menunjukan
bahwa tingginya aktifitas fisik dapat menurunkan risiko diabetes mellitus (Trisnawati dan
Soedijono, 2013)
89
dan minuman berenergi, merupakan salah satu minuman manis yang diteliti dalam
penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukan proporsi DM paling tinggi pada
responden yang mengkonsumsi minuman lebih dari satu kali perhari. Hal ini
terjadinya efek bias dalam rentang penelitian, karena pegukuran dilakukan dalam
satu waktu, sehingga berpotensi terjadi perubahan pola konsumsi minuman yang
responden yang mengkonsumsi kopi lebih banyak dari pada yang tidak
mengkonsumsi kopi 3-6 kali perminggu. Dalam penelitian ini dapat terjadi bias
mengkonsumsi kurang dari tiga kali perbulan. Hal ini seharusnya bisa dilihat dari
variabel diet yang ada pada Riskedas 2013 dimana orang yang melakukan diet
gula, akan tetapi variabel tersebut tidak termasuk dalam penelitian ini.
Kopi merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Berbagai
senyawa terkandung dalam kopi, beberapa diantaranya dapat memberikan efek positif terhadap
kesehatan salah satunya dapat meningkatkan metabolisme glukosa dalam tubuh (Akash dkk ., 2014).
Penelitian epidemiologi telah melaporkan ada hubungan antara kopi dengan diabetes mellitus. Meskipun
90
belum ditemukan secara jelas biologi mekanisme antara kopi dengan DM, akan tetapi beberapa
penelitian telah memulai identifikasi kandungan dalam kopi terhadap DM.
regresi logistik dengan desain complex untuk memperlihatkan risiko dari tiap
katagori konsumsi kopi. Hasil menunjukan nilai PR (prevalence risk ratio) kurang
dari satu pada tiap katagori konsumsi kopi, yang memperlihatkan bahwa
Berdasarkan hasil analisis, konsumsi kopi lebih dari satu kali perhari dapat
mengurangi risiko DM sebesar 33,9% Hasil ini sejalan dengan penelitian kohor
meta analisis tentang konsumsi kopi dengan risiko diabetes mellitus yang
memperlihatkan nilai relative risk (RR) diabetes mellitus tipe 2 sebesar 0,65 (95%
CI, 0,54-0,78) untuk konsumsi 6-7 cangkir per hari dan 0,72 (95% CI, 0,62-0,83)
untuk 4-6 cangkir per hari, kategori konsumsi kopi dibandingkan dengan kategori
PR kurang dari satu, akan tetapi nilai PR tidak konsisten pada setiap penurunan
frekuensi konsumsi. Secara logika semakin tinggi konsumsi kopi semakin tinggi
konsumsi 3-6 kali perminggu menurunkan risiko DM sebesar 36% lebih tinggi
dibandingkan dengan konsumsi lebih dari satu kali perhari dan satu kali perhari.
Konsumsi 1-2 kali perbulan menurunkan risiko sebesar 35,9% hampir sama
dengan konsumsi 3-6 kali perminggu, sedangkan konsumsi sangat jarang yaitu
kurang dari tiga kali kali perbulan menurunkan risiko sebesar 18,9%.
Pola konsumsi kopi di Indonesia sendiri tidak diketahui secara pasti dalam
penelitian ini. Berdasarkan laporan studi diet total tahun 2014 diketahui sebanyak
91
25,1% orang Indonesia mengkonsumsi kopi bubuk dalam kemasan dengan
berbagai merek (Kemenkes RI, 2014). Rata-rata konsumsi gula orang indonesia
pengamatan dari 10 sampel kopi sashet bubuk instan yang biasa di konsumsi
masyarakat rata-rata berat gula dalam kemasan kopi bubuk sebesar 8-23 gram per
kemasan, sedangkan untuk kemasan minuman kopi botol, kaleng, dan kotak, rata-
rata kadar gula sebesar 12-32 gram. Berdasarkan penelitian kohor terkait
kali (RR=1.83; 95% CI, 1.42-2.36) (Schulze dkk., 2004). Faktor gula yang
terkandung dalam kopi tidak di analisis dalam penelitian ini, sehingga menjadi
salah satu keterbatasan penelitian. Ada efek lain dari gula yang terkadung dalam
status gizi, konsumsi minuman berkafein dan kopi dengan minuman berkafein.
A. Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko diabetes mellitus yang tidak dapat
dimodifikasi. Usia juga berhubungan dengan konsumsi kopi, sehingga usia bisa
menjadi efek confounding antara kopi dengan DM. Usia dapat mempengaruhi
hubungan antara kopi dengan DM, karena berhubungan dengan onset DM, rata-
penelitian usia menjadi salah satu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
95
Berdasarkan hasil analisis multivariat menujukan hasil yang berbeda antara nilai adjusted PR
dengan nilai crude PR lebih dari 10% setelah dikeluarkannya variabel usia, sehingga usia
dinyatakan sebagai variabel konfounding. Hal ini sejalan dengan penelitian (Choi dan Shi, 2001)
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian diabetes mellitus. Selain
itu, penyakit ini meningkat seiring dengan peningkatan usia. Penelitian lain melaporkan
peningkatan risiko DM terjadi pada usia diatas 35 tahun (Creatore dkk., 2010). Peningkatan usia
dari risko diabetes mellitus berhubungan dengan faktor degeneratif yang muncul seiring
bertambahnya usia. faktor degeneratif dapat mengakitbatkan penurunan fungsi organ tubuh,
terutama gangguang organ pankreas dalam memproduksi insulin (Zahtmal dkk., 2007).
B. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko DM yang tidak dapat di modifikasi
(Chen dkk., 2012). Selain itu jenis kelamin juga berhubungan dengan konsumsi
kopi, karena individu lebih banyak mengkonsumsi kopi adalah pria dibandingkan
diketahui bahwa tidak ada perbedaan nilai PR lebih dari 10% setelah
diabetes mellitus pada imigran dari Asia Selatan, yang melaporkan laki- laki lebih
tingkat testosteron yang tinggi pada wanita dapat menjadi faktor risiko DM
konfounding karena tidak ada asosiasi yang kuat antara konsumsi kopi dengan
jenis kelamin. Meskipun individu yang mengkonsumsi kopi lebih banyak pada
Status gizi atau indeks massa tubuh merupakan salah satu faktor yang
overweight (gemuk) (Ozougwu dkk., 2013) atau indeks massa tubuh yang tinggi
(van Dam dan Feskens, 2002). Selain itu, konsumsi kopi berhubungan dengan
lebih dari 10% setelah dikeluarkannya variabel status gizi, sehingga dapat
penelitian ini. Hal ini menunjukan bahwa status gizi tidak mempengaruhi
hubungan antara konsumsi kopi dengan DM. Hal ini tidak sejalan dengan
badan pada individu yang kelebihan berat badan dan obesitas (Kale and Reddy,
2017).
D. Aktivitas Fisik
Aktifitas fisik dilaporkan berhubungan dengan diabetes mellitus. Kurang aktifitas fisik
Selain itu aktifitas fisik juga dapat berhubungan dengan konsumsi kopi. Orang
yang mengkonsumsi kopi biasanya memiliki aktifitas fisik yang tinggi untuk
DM. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa
97
aktifitas fisik yang tinggi dilaporkan dapat menurunkan risiko DM,
sedangkan aktifitas fisik rendah dapat meningkatkan risiko DM. Aktifitas fisik
yang cukup dilaporkan dapat meningkatkan sintesis glikogen yang merangsang insulin
glukosa dan aktivitas sintesis glikogen yang meningkat. Selain itu, peningkatan kapiler
pada otot, peningkatan massa otot, serta berhubungan dengan pengingkatan sensitivitas
PENUTUP
A. KESIMPULAN
dengan status gizi normal sebesar 2%. Variabel aktifitas fisik prevalensi
sebesar 3,6%, sedangkan paling rendah pada aktifitas fisik berat sebesar
lebih dari satu kali per hari sebesar 2,6%, sedangkan paling rendah pada
mellitus dengan nilai p-value <0,05 dan 95% CI. Nilai PR pada setiap
konsumsi kopi sebagai efek protektif. Konsumsi kopi lebih dari satu kali
99
perhari menurunkan risiko DM sebesar 33,9%, konsumsi satu kali perhari
menurunkan risiko sebesar 18,9%. Efek proteksi paling tinggi pada terjadi
variable konsumsi kopi lebih dari satu kali perhari menurunkan risiko DM
sebesar 44,3%, konsumsi satu kali perhari menurunkan risiko DM sebesar 39,8%,
B. SARAN
Adnan, M., Mulyati, T., Isworo, J.T., 2013. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kadar
Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang.
J. Gizi 2.
Akash, M.S.H., Rehman, K., Chen, S., 2014. Effects of coffee on type 2 diabetes mellitus. Nutrition 30,
755–763. doi:10.1016/j.nut.2013.11.020
American Diabetes Association, 2014. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes
care, S81 37.
American Diabetes Association, 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes
Care 33, S62–S69. doi:10.2337/dc10-S062
Bailey, S., Handu, D., 2012. Introduction to Epidemiologic Research Methods in Public Health
Practice. Jones & Bartlett Publishers.
Choi, B.C.K., Shi, F., 2001. Risk factors for diabetes mellitus by age and sex:
results of the National Population Health Survey. Diabetologia 44, 1221–
1231. doi:10.1007/s001250100648
Creatore, M.I., Moineddin, R., Booth, G., Manuel, D.H., DesMeules, M.,
McDermott, S., Glazier, R.H., 2010. Age- and sex-related prevalence of
diabetes mellitus among immigrants to Ontario, Canada. Can. Med. Assoc.
J. 182, 781–789. doi:10.1503/cmaj.091551
Depkes RI, 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.
Ding, E.L., Song, Y., Malik, V.S., Liu, S., 2006. Sex Differences of Endogenous
Sex Hormones and Risk of Type 2 Diabetes: A Systematic Review and
Meta-analysis. JAMA 295, 1288–1299. doi:10.1001/jama.295.11.1288
Kemenkes RI, 2014. Studi Diet Total (Servei Konsumsi Makanan Individu)
Indonesia 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI,
Jakarta.
Kemenpertan, 2015. Outlook Kopi 2015 [WWW Document]. Pus. Data Dan Inf.
URL
http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/epublikasi/outlook/2015/Perkebun
a n/Outlook%20Kopi%202015/files/assets/common/downloads/Outlook
10
%2 0Kopi%202015.pdf (accessed 11.21.16). 2
Kurniasih, E., Rohimah, S., 2015. Gambaran Peminum Kopi Pada Pasien
Penderita Diabetes Mellitus Di Ruang Vi Penyakit Dalam Rsud Dr.
Soekardjo Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada 13.
Riskesdas, 2013. Balitbangkes Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Sabri, L., Hastono, S.P., 2014. Statistik Kesehatan. Rajawali Press, Jakarta.
81
konfounding Usia. Hubungan konsumsi kopi dengan diabetes mellitus setelah dikontrol
lxvi