Anda di halaman 1dari 31

ABSTRAK

Kopi merupakan minuman yang paling banyak di konsumsi masyarakat di dunia. Berbagai
senyawa terkandung di dalam kopi telah memperlihatkan adanya hubungan dengan metabolisme glukosa.
Beberapa penelitian di dunia melaporkan adanya hubungan antara konsumsi kopi dengan diabetes
mellitus (DM). Di Indonesia belum ada penelitian dalam jumlah besar untuk melihat hubungan antara
konsumsi kopi dengan DM. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara konsumsi kopi
dengan kejadian DM di Tana Toraja. Data yang digunakan merupakan data sekunder Riset Kesehatan
Dasar 2013 menggunakan desain studi cross sectional. Jumlah sampel yang dikumpulkan sebanyak
712.580 dari. Analisis menggunakan uji regresi logistik biner dan menggunakan desain complex. Hasil
penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara konsumsi kopi dengan DM dengan nilai P value <
0,05 dan nilai Prevalence Ratio (PR) < 1. Individu yang mengkonsumsi kopi lebih dari satu kali per hari
dapat mengurangi risiko DM sebesar 33,9% dari pada yang tidak konsumsi kopi. Konsumsi kopi satu kali
per hari menurunkan risiko DM sebesar 32,8%, 3-6 kali perminggu sebesar 36%, 1-2 kali perminggu
35,9%, kurang dari tiga kali perbulan menurunkan risiko sebesar 18,9%. Variabel usia dalam penelitian
ini terbukti menjadi konfounding hubungan konsumsi kopi dengan diabetes mellitus, sehingga untuk
penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih lanjut konsumsi kopi dengan DM dengan
mengontrol variabel konfounding dan interaksi, serta membedakan konsumsi kopi tanpa gula dan
konsumsi kopi dengan gula.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu dari empat penyakit tidak menular (PTM)

utama di dunia (WHO, 2016). Prevalensi global diabetes mellitus pada orang dewasa usia diatas

18 tahun meningkat dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5% pada tahun 2014 (WHO, 2016). Di
Amerika Serikat sebanyak 29 juta orang mengalami diabetes mellitus, sedangkan di Asia

Tenggara pada tahun 2010 sekitar 71 juta orang mengalami diabetes mellitus (WHO, 2012). Di

Indonesia diabetes mellitus merupakan salah satu dari lima PTM tertinggi pada tahun 2013.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari

5,7% pada tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Hasil laporan Diabetes Country Profiles 2016 melaporkan bahwa pada tahun 2015 prevalensi

diabetes mellitus di Indonesia mencapai 7% (WHO, 2016).

Diabetes mellitus merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia (WHO,

2017). Pada tahun 2012, sekitar 1,5 juta kematian di dunia disebabkan oleh diabetes mellitus

(WHO, 2016). Berdasarkan laporan WHO, Indonesia termasuk lima negara di dunia yang

diperkirakan memiliki jumlah kematian tertinggi akibat diabetes mellitus pada usia diatas 15

tahun. Selain itu, Diabetes mellitus menjadi salah satu PTM penyebab kematian tertinggi di

Indonesia.

Peningkatan jumlah kematian akibat DM dapat mengakibatkan kerugian bagi negara, yaitu

meningkatkan beban epidemiologi dan beban ekonomi (Kirigia) dkk., 2009). Berdasarkan data

estimasi World Economic Forum (WEF) tahun 2012-2030 kerugian negara yang diakibatkan oleh

PTM khususnya diabetes mellitus sebesar 4,5% dari 198 milyar dolar Amerika (P2PL, 2015).

Diabetes dapat mengurangi tingkat pendapatan, produktivitas kerja (Tunceli dkk., 2005), dan

penurunan kualitas hidup penyandang (Wändell, 2005). Beban pada penderita diakibatkan oleh

komplikasi DM yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.

Dampak jangka panjang dari diabetes mellitus berhubungan dengan kerusakan berbagai

organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, pembuluh darah, dan jantung (American Diabetes

Association, 2010). Komplikasi penyakit ini diantaranya dapat mengakibatkan retinopati

(Nentwich dan Ulbig, 2015), nefropati (Nathan dkk., 2009), dan disfungsi endotel yang

menyebabkan penyakit kardiovaskuler (Tabit dkk., 2010). Berdasarkan laporan Centers for

Disease Control (CDC) diabetes mellitus merupakan penyebab utama kebutaan, gagal ginjal,

amputasi anggota tubuh, serangan jantung, dan stroke (CDC, 2011). Menurut World Health
Organization (WHO) orang yang menderita diabetes mellitus dapat meningkatkan risiko serangan

jantung dan strike (WHO, 2016).

B. RUMUSAN MASALAH
Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah PTM utama di Indonesia. Kondisi ini

dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Penelitian kesehatan saat ini

sudah banyak melihat faktor risiko DM akan tetapi untuk penelitian yang spesifik melihat

hubungan konsumsi kopi dengan kejadian DM masih jarang. Saat ini beberapa penelitian

epidemiologi telah melaporkan adanya hubungan antara kopi dengan diabetes mellitus. Selain itu,

kandungan senyawa dalam kopi telah dilaporan memiliki hubungan dengan metabolisme glukosa. Akan

tetapi, di Indonesia masih jarang penelitian terkait konsumsi kopi dengan kejadian diabetes mellitus.

Penelitian ini akan memberikan informasi tentang konsumsi kopi di Indonesia yang berhubungan dengan

kejadian DM dengan menggunakan data Riskesdas 2013, sehingga dari hasil penelitian ini akan diketahui

bagaimana hubungan antara kebiasaan konsumsi kopi dengan kejadian DM di Indonesia, serta dapat

digeneralisasikan untuk populasi di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti terkait

konsumsi kopi dan terhadap kejadian diabetes mellitus di Indonesia menggunakan data Riskesdas tahun

2013.

C. Hipotesis

Ada hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan kejadi diabetes mellitus di Tana Toraja

Tahun 2013.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kebiasaan minum kopi dengan kejadian diabetes mellitus di Tana Toraja

Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui frekuensi kejadian diabetes mellitus berdasarkan


frekuensi konsumsi kopi di Tana Toraja tahun 2013.

2. Untuk mengetahui frekuensi kejadian diabetes mellitus berdasarkan

karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status gizi, aktifitas fisik, dan

konsumsi minuman berkafein) di Tana Toraja tahun 2013.

3. Untuk mengetahui hubungan frekuensi konsumsi kopi dengan

diabetes mellitus di Tana Toraja tahun 2013.

4. Untuk mengetahui hubungan frekuensi konsumsi kopi terhadap diabetes

mellitus berdasarkan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status gizi,

aktifitas fisik, dan konsumsi minuman berkafein) di Tana Toraja tahun

2013.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Kementerian Kesehatan RI

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi secara epidemiologi analitik terkait hubungan
konsumsi kopi dengan diabetes mellitus di Indonesia
2. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian lanjutan terkait dengan konsumsi
kopi dan diabetes mellitus serta bisa digunakan sebagai referensi untuk penambahan variabel riskesdas
selanjutnya. Bagi Pengembangan Pengetahuan
3. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat mengembangkan pengetahuan terkait hubungan konsumsi kopi dengan
diabetes mellitus di Indonesia tahun 2013
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Diabetes Mellitus

Menurut WHO diabetes adalah kondisi dimana kadar glukosa darah di atas normal.

Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang timbul disebabkan karena adanya

peningkatan kadar gula atau glukosa darah yang ditandai oleh defisiensi insulin relatif atau

absolut, yang menyebabkan intoleransi glukosa (Chandrasoma dan Clive, 2005). Glukosa

yang diperoleh tubuh berasal dari makanan, sebagian besar makanan yang kita makan

berubah menjadi glukosa atau gula, yang dapat tubuh kita gunakan sebagai penghasil

energi.

Seseorang dalam kondisi diabetes, tubuhnya tidak dapat membuat cukup insulin atau

tidak dapat menggunakan insulin secara normal. Hal ini menyebabkan insulin hanya akan

beredar dalam darah (Chandrasoma dan Clive, 2005). Insulin adalah polipeptida yang terdiri dari

suatu rantai A dengan 21 asam amino dan rantai B dengan 30 asam amino. Pelepasan insulin terjadi

pada 3 fase. yang pertama, sekresi basal merupakan kadar insulin di dalam serum pada keadaan

puasa. Kedua, Sekresi cepat setelah makan disebabkan oleh pelepasan cadangan insulin pada sel

beta dalam 10 menit setelah makan. Ketiga, pelepasan lambat setelah makan disebabkan oleh

rangsangan sintetis insulin sebagai respon terhadap glukosa (Chandrasoma dan Clive, 2005).

Diabetes Mellitus yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut, terbagai menjadi

dua yaitu diabetes primer (95% kasus) dan diabetes sekunder (5% kasus).

1. Diabetes Primer

Terdapat dua tipe diabetes primer yang biasanya dijumpai yaitu Tipe 1 dan Tipe 2

(Chandrasoma dan Clive, 2005).

a. Diabetes Mellitus Tipe 1


Diabetes tipe 1 merupakan diabetes yang jarang, diperkirakan prevalensi untuk

tipe ini kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes (Depkes

RI, 2005). Diabetes Tipe 1 atau diabetes mellitus) disebabkan oleh kerusakan sel beta

pankreas. Kadar insulin plasma sangat rendah dan terjadi ketoasidosis. Diabetes tipe ini

juga sering terjadi pada orang muda usia <30 tahun, atau sering disebut diabetes mellitus

awitan juvenil.

b. Diabetes mellitus Tipe 2

Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum. Diabetes mellitus tipe 2

sering disebut NIDDM (non insulin dependent diabetes mellitus). Diperkirakan prevalensi

penderita DM Tipe 2 ini mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes,

umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir- akhir ini penderita DM Tipe 2 di

kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat (Depkes RI, 2005). Biasanya DM

tipe ini disebabkan karena gangguan pelepasan insulin atau resistensi insulin. Sebagian

besar pasien diabetes tipe 2 adalah orang dewasa.

2. Diabetes Sekunder

Diabetes Sekunder terdiri dari (Depkes RI, 2005):


a. Diabetes Mellitus Tipe Lain
Diabetes tipe lain meliputi defek genetik fungsi sel β, defek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, pankreatopati fibro kalkulus, endokrinopati, diabetes
karena obat/zat kimia (glukokortikoid, hormon tiroid, asam nikotinat, pentamidin,
vacor, tiazid, dilantin, interferon), dan diabetes karena infeksi, diabetes Imunologi
(jarang), dan sidroma genetik lain (Sindroma Down, Klinefelter, Turner,
Huntington, Chorea, Prader Willi).
b. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat
sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2

c. Prediabetes
Pra diabetes terdiri dari IFG (Impaired Fasting Glucose) dan

IGT (Impaired Glucose Tolerance).

B. Kopi

Kopi adalah buah yang mengandung dua biji. Benih kopi terdiri dari

endosperma, embrio dan spermoderm atau kulit perak yang menebal. Dinding

sel endosperma terutama terdiri dari mannans dengan 2% galaktosa. Pada


bagian endosperm terbagi menjadi dua yaitu bagian luar yang keras dan bagian

dalam yang lunak serta memiliki kandungan polisakarida yang tinggi.berada di

depan radicle tip disebut dengan lateral endosperm dan endosperm cap.

Kandungan hemiselullosa utama terdapat pada dinding sel biji kopi yang

tidak larut dalam air. Protein, lipid, mineral dan kandungan lainnya terdapat

pada bagian sitoplasma di dalam sel endosperm (Eira et al., 2006). Kandungan

dalam biji kopi memiliki berbagai macam mineral seperti potasium,

magnesium, kalsium, sodium, besi, dan seng. Kandungan lainnya seperti

protein, lipid, asam amino, gula dan niacin terdapat dalam biji kopi. Setelah

dilakukan proses pemanggangan protein, asam amino, gula dan lipid

terdekomposisi. Kandungan kafein dalam kopi merupakan salah satu zat yang

tidak bisa dihancurkan meskipun zat lainnya bersifat termolabil. Selain itu

pada akhirnya kopi menjadi minuman masih memiliki ratusan volatil yang

bertanggung jawab atas aroma dan rasa bersama senyawa yang terlarut

didalamnya seperti asam klorogenik, trigonellin, dan sebagian besar mineral

lainnya (Eira et al.,2006).

Kandungan asam klorogenat bervariasi antar jenis kopi. Total kandungan

asam klorogenat mencapai 7-10 persen pada kopi robusta dan 5-8 persen kopi

arabika. Kandungan asam klorogenat dalam kopi instan mencapai 5,2-7,4

persen . Dalam proses industri pembuatan kopi asam klorogenat mengalami

perubahan bentuk menjadi chlorogenic acid lactones (CGL) atau quino-

lactones dimana senyawa ini melepaskan satu molekul air. Isomer ini (lactones

dan quinides) merupakan kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan salah

satunya dapat mencegah penyakit diabetes (Eira et al., 2006).


C. Kerangka Teori

Berdasarkan beberapa hasil penelitian dan teori yang telah dikumpulkan


Maka disusunlah kerangka teori berikut (Gambar 2.3)

KONSUMSI
KONSUMSI MINUMAN
BERKAFEIN NON-KOPI (SOFTDRINK
DAN
GEN USIA MINUMAN BERENERGI)
GAYA HIDUP
JENIS KELAMIN
IMT
Aktifitas fisik
GANGGUAN RESEISTENSI
SEKRESI

GANGGUAN
TOLERANSI

DIABETES
MELLITUS

Gambar 2.3 Kerangka Teori


Kerangka teori ini diadaptasi dari penelitian, (Ozougwu dkk., 2013) (Kapoor dkk., 2014), (Creatore
dkk., 2010), (Murad dkk., 2014), (Gill dan Cooper, 2008), dan (Jeon dkk., 2007).

D. Kerangka Konsep

Penelitian ini akan menggambarkan hubungan antara Kebiasaankonsumsi kopi di Indonesia


terhadap kejadian diabetes mellitus. Konsumsi kopi di ukur dari orang yang mengkonsumsi
berdasarkan kriteria Riskesdas 2013 dengan yang tidak mengkonsumsi. Selain itu, untuk
menghindari efek bias yang mungkin dapat ditimbulkan, maka dilakukan analisis multivariat model
faktor risiko terhadap faktor karakteristik individu diantaranya usia, jenis kelamin, status gizi, dan
aktifitas fisik. Penambahan faktor karakteristik individu dalam penelitian ini berdasarkan dari
penelitian sebelumnya yang menunjukan adanya efek konfounding dari konsumsi kopi dengan risiko
diabetes mellitus. Maka disusunlah kerangka konsep sebagai berikut:

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DDEPENDEN

FREKUENSI KONSUMSI
KOPI

DIABETES MELLITUS

Karakteristik Individu:
Keterangan :

 Usia Variabel Independen


 Jenis Kelamin
 Status Gizi Variable untuk melihat
 Aktifitas Fisik hubungan langsung terhadap
 Konsumsi diabetes mellitus
minuman
Variable karakteristik
berkafein non-
individu untuk pengendalian
kopi (minuman
berenergi dan
softdrink)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


(Adaptasi Penelitian (van Dam dan Hu, 2005), (Ozougwu dkk., 2013) (Kapoor
dkk., 2014), (Creatore dkk., 2010), (Murad dkk., 2014), (Gill dan Cooper, 2008),
dan (Jeon dkk., 2007))
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional untuk menjelaskan
hubungan frekuensi konsumsi kopi terhadap kejadian diabetes mellitus di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Indonesia
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi

Populasi dalam Riskesdas 2013 adalah seluruh rumah tangga biasa yang mewakili

33 provinsi. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat

indonesia, karena dari penelitian ini diharapkan dapat di generalisasikan pada

populasi luas yaitu seluruh penduduk di Indonesia. Sedangkan untuk populasi

sumber atau populasi studi adalah yang telah memenuhi kriteria inklusi. Terkahir

adalah populasi eligible yakni populasi sumber yang telah memenuhi kriteria

eksklusi.

2. Sampel

Kerangka sampel Riskesdas 2013 terdiri dari dua jenis, yaitu kerangka sampel untuk

penarikan sampel tahap pertama dan kerangka sampel untuk penarikan sampel tahap

kedua.

a. Kerangka sampel pemilihan tahap pertama adalah daftar primary

sampling unit (PSU) dalam master sampel. Jumlah PSU dalam master

sampel adalah 30.000 yang dipilih secara probability proportional to size

(PPS) dengan jumlah rumah tangga hasil sensus penduduk (SP) 2010. PSU

adalah gabungan dari beberapa blok sensus (BS) yang merupakan wilayah

kerja tim pencacahan SP2010. PSU juga dilengkapi informasi jumlah dan

daftar nama kepala rumah tangga, alamat, tingkat pendidikan kepala rumah

tangga berdasarkan klasifikasi wilayah urban/rural.


b. Kerangka sampel pemilihan tahap kedua adalah seluruh bangunan sensus yang

didalamnya terdapat rumah tangga biasa tidak termasuk institutional household

(panti asuhan, barak polisi/militer, penjara, dsb) hasil pencacahan lengkap

SP2010 (SP2010-C1). Bangunan sensus terpilih dan rumah tangga di dalam

bangunan sensus terpilih terlebih dahulu dilakukan pemutakhiran.

Pemutakhiran dilakukan oleh enumerator Riskesdas 2013 sebelum mulai

melakukan wawancara.

3. teknik pengambilan

teknik pengambilan sampel multistage adalah uji regresi logistik dengan desain

kompleks. Uji tersebut lebih sensitif untuk mendapatkan nilai yang sebenarnya dan untuk

menghindari adanya kesalahan analisis dikarenakan jumlah sampel yang banyak. Uji regresi

logistik dengan desain kompleks diperlukan adanya

variabel pembobotan dan variabel strata untuk diikutsertakan kedalam uji analisis

D. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data telah dilakukan oleh enumerator dari Riset Kesehatan Dasar 2013.
Pengumpulan data Riskesdas 2013, dibedakan menjadi dua yaitu data rumah tangga (RT) dan data
anggota rumah tangga (ART). Data RT dikumpulkan melalui teknik wawancara menggunakan Kuesioner
RKD13.RT dan Pedoman Pengisian Kuesioner, sedangkan data ART menggunakan Kuesioner

E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menggunakan Kuesioner Rumah Tangga dan Kuesioner Individu
Riskesdas 2013. Kuesioner Riskesdas diambil beberapa variabel diantaranya Diabetes mellitus,
frekuensi konsumsi kopi, frekuensi minuman berkafein bukan kopi usia, jenis kelamin, IMT (berat
badan dan tinggi badan), dan aktivitas fisik

F. Validasi dan Reliabilitas


BAB IV
GAMBARAN UMUM HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Tana Toraja tentang hubungan kebiasaan minum kopi dengan kejadian
diabetes mellitus berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013.
Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi prevalensi diabetes mellitus
berdasarkan konsumsi kopi dan karakteristik individu.

Frekuensi kejadian diabetes mellitus berdasarkan frekuensi konsumsi kopi dan


minuman berkafein bukan kopi
Distribusi kasus diabetes mellitus digambarkan berdasarkan frekuensi konsumsi
kopi. Hasil prevalensi akan menunjukan proporsi diabetes mellitus berdasarkan frekuensi
konsumsi responden.

Table 4.1 frekuensi DM berdasarkan frekuensi minum kopi


Frekuensi Konsumsi DM Non-DM Total
Kopi N % N % N %
>1 Kali sehari 2299 2 111757 98 114056 100
1 kali sehari 2291 1,9 117317 98,1 119608 100
3-6 kali perminggu 885 1,8 48361 98,2 49246 100
1-2 kali perminggu 1402 1,9 71364 98,1 72766 100
< 3 kali perbulan 1776 2,4 71470 97,6 73246 100
Tidak konsumsi kopi 8265 2,9 275393 97,1 283658 100
Total 16918 2,4 695662 97,6 712580 100

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa prevalensi kasus DM paling tinggi pada

responden yang tidak mengkonsumsi kopi sebesar 2,9%. Sedangkan proporsi terendah pada

responden yang mengkonsumi kopi 3-6 kali perminggu sebesar 1,8%.

Frekuensi kejadian diabetes mellitus berdasarkan karakteristik individu

Distribusi kasus DM dan Non-DM dilihat berdasarkan karakteristik individu, sehingga

dapat dilihat persebaran proporsi tiap variabel karakteristik individu berdasarkan penelitian

Riskesdas 2013.
Tabel 5.2 Frekuensi DM berdasarkan Karakteristik individu
Karakteristik DM Non-DM Total
Individu
N % N % N %

Usia
Mean ± SD 50.75 ± 13.754 39.48 ±15.969 39.75±16.012
Median 52 38 39

Jenis Kelamin
Laki-Laki 7445 2,2 335549 97,8 342994 100
Perempuan 9473 2,6 360113 97,4 369586 100
Total 16918 2,4 695662 97,6 712580 100
Status Gizi
Kurus 1039 2,1 48447 97,9 49486 100
Normal 8429 2,0 413285 98 421714 100
Gemuk 3682 2,7 134995 97,3 138677 100
Obesitas 3768 3,7 98935 96,3 102703 100
Total 16918 2,4 695662 97,6 712580 100
Aktifitas Fisik
Ringan 3658 3,6 96757 96,4 100415 100
Sedang 9818 2,4 398143 97,6 407961 100
Berat 3442 1,7 200762 98,3 204204 100
Total 16918 2,4 695662 97,6 712580 100
Konsumsi minuman berkafein non-kopi (softdrink dan
minuman berenergi)
>1 Kali sehari 367 2,6 13607 97,3 13983 100
1 kali sehari 643 2,4 26385 97,6 27028 100
3-6 kali perminggu 449 1,6 27169 98,4 27618 100
1-2 kali perminggu 998 1,7 57145 98,3 58143 100
< 3 kali perbulan 2059 1,9 104869 98,1 106928 100
Table 4.3 ( lanjutan )

Karakteristik DM Non-DM Total


Individu
N % N % N %
Tidak konsumsi 12393 2,6 466487 97,4 478880 100
Total 16918 2,4 695662 97,6 712580 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui proporsi masing-masing variabel

karakteristik individu berdasarkan katagori non-DM dan DM. Pada variabel Usia

nilai rata-rata usia responden sebesar 39,75 tahun dengan standar deviasi 16,012

dan median 39 tahun. Usia rata-rata reponden yang mengalami DM lebih tinggi

daripada Non-DM yaitu sebesar 50,75 tahun, sedangkan non-DM 39,48 tahun.
Standar deviasi pada kelompok DM sebesar 13.754 lebih rendah dari pada

kelompok non-DM sebesar 15.969.

Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi kasus DM paling banyak pada

perempuan sebesar 2,6%, sedangkan pada laki-laki sebesar 2,2%. Berdasarkan

status gizi, prevalensi kasus DM paling tinggi pada responden yang mengalami

obesitas sebesar 3,7%, sedangkan yang paling rendah pada responden dengan

status gizi normal sebesar 2%. Variabel aktifitas fisik prevalensi kasus DM paling

tinggi pada responden yang beraktifitas fisik ringan sebesar 3,6%, sedangkan

paling rendah pada aktifitas fisik berat sebesar 1,7%. Berdasarkan konsumsi

minuman berkafein non-kopi (softdrink dan minuman berenergi) prevalensi kasus

DM paling tinggi pada konsumsi lebih dari satu kali per hari sebesar 2,6%,

sedangkan paling rendah pada konsumsi minuman 3-6 kali perminggu.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara konsumsi kopi

dengan kejadian diabetes mellitus. Analisis ini menggunakan uji regresi logistik.

biner untuk mengeluarkan nilai PR pada tiap katagori konsumsi kopi

dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi kopi

Hubungan frekuensi konsumsi kopi terhadap kejadian diabetes mellitus

Hubungan frekuensi Konsumsi kopi dengan kejadian diabetes mellitus dilihat

berdasarkan frekuensi konsumsi kopi dengan mengeluarkan nilai P value dan prevalence

ratio (PR). Penggunaan nilai PR agar dapat terlihat derajat hubungan antara kopi yang

dikonsumsi apakah hubungannya menjadi faktor risiko atau faktor protektif antara

frekuensi konsumsi kopi dengan diabetes mellitus, serta diperlihatkan nilai Confidence

Interval (CI) dengan kekuatan 95% agar dapat memperkuat hubungan antara eksposur dan

disease.
87
Table 4.4 hubungan frekuensi konsumsi kopi dengan kejadian diabetes
mellitus

Frekuensi Konsumsi Kopi Kejadian DM


P-value
PR ( 95% CI )
>1 Kali sehari 0.661 0.658-0.663
1 kali sehari 0.672 0.670-0.674
3-6 kali perminggu 0.640 0.637-0.643
0,000
1-2 kali perminggu 0.641 0.639-0.644
< 3 kali perbulan 0.811 0.808-0.814
Tidak konsumsi kopi 1 Referensi
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara

konsumsi kopi dengan kejadian diabetes mellitus dengan nilai p-value <0,05. Nilai

PR pada setiap katagori konsumsi kopi adalah kurang dari satu menunjukan bahwa

konsumsi kopi sebagai efek protektif. Meskipun semua katagori konsumsi kopi

menunjukan nilai PR kurang dari satu, akan tetapi hasilnya fluktuatif pada setiap

peningkatan frekuensi konsumsi kopi. Konsumsi kopi lebih dari satu kali perhari

menurunkan risiko DM sebesar 33,9%, konsumsi satu kali perhari menurunkan

risiko DM sebesar 32,8%, konsumsi 3-6 kali perminggu dapat menurunkan risiko

DM sebesar 36%, konsumsi 1-2 kali perbulan menurunkan risiko sebesar 35,9%,

sedangkan konsumsi < 3 kali perbulan menurunkan risiko sebesar 18,9%. Efek

proteksi paling tinggi pada terjadi pada katagori konsumsi 3-6 kali perbulan.

C. Pembahasan

1. Frekuensi kejadian diabetes mellitus berdasarkan frekuensi konsumsi


kopi dan karakteristik individu
Diabetes adalah kondisi ketika kadar glukosa darah diatas normal,
serta merupakan penyakit menahun yang timbul akibat adanya
peningkatan kadar gula atau glukosa darah yang ditandai oleh
defisiensi insulin relatif atau absolut, yang menyebabkan intoleransi
glukosa (Chandrasoma dan Clive, 2005). Diabetes mellitus adalah
penyakit multifaktorial yang terjadi akibat beberapa faktor
diantaranya, faktor genetik, lingkungan, dan metabolisme (Fletcher
dkk., 2002). Faktor seperti usia, jenis kelamin, obesitas dan kurangnya
aktivitas fisik terbukti dapat meningkatkan risiko diabetes mellitus
(Chen dkk., 2012).
88

Berdasarkan hasil penelitian, usia rata-rata responden kelompok


DM adalah 50,75 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian lain yang menyatakan rata-rata onset diabetes mellitus
pada usia diatas 35 tahun (Creatore, dkk., 2010) dan 40 tahun
(Ozougwu dkk., 2013). Penelitian diabetes di Asia juga menunjukan
bahwa onset DM biasa terjadi pada usia lebih dari 20 sampai 40 tahun
(Kapoor dkk., 2014). Hal tersebut terjadi karena DM merupakan
penyakit degeneratif yang biasa timbul pada usia dewasa. Diabetes
mellitus merupakan penyakit yang terjadi akibat penurunan fungsi
organ tubuh (degeneratif) terutama gangguan organ pankreas dalam
menghasilkan hormon insulin sehingga kasus DM akan meningkat
sejalan dengan pertambahan usia (Erris, 2015).

Berdasarkan jenis kelamin, hasil analisis menunjukan prevalensi responden yang mengalami DM lebih

banyak pada perempuan dari pada laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang mengobservasi

terkait prevalensi DM dari berbagai negara di dunia, hasil penelitiannya menunjukan proporsi

perempuan lebih banyak mengalami DM dari pada laki-laki (Creatore dkk., 2010). Sama halnya pada

penelitian kasus kontrol di Saudi Arabia menunjukan hasil yang sama, memperlihatkan

proporsi jenis kelamin yang paling banyak menderita DM adalah perempuan sebesar 62%

(Murad dkk., 2014). Tingginya prevalensi kasus pada perempuan di Saudi Arabia karena

jumlah sampel didominasi oleh perempuan sebesar 72% dari seluruh jumlah sampel.

Faktor yang mempengaruhi perbedaan prevalensi DM disebabkan karena

keanekaragaman biologi, budaya, gaya hidup, lingkungan, dan status sosial ekonomi

mempengaruhi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam perkembangan secara

klinis. Efek genetik dan mekanisme epigenetik, faktor gizi dan gaya hidup mempengaruhi

risiko dan komplikasi secara berbeda pada kedua jenis kelamin (Kautzky-Willer dkk, 2016).

Kurang aktifitas fisik merupakan salah satu faktor risiko diabetes mellitus. Berdasarkan

hasil penelitian ini menunjukan bahwa prevalensi DM paling tinggi pada kelompok individu

yang melakukan aktifitas fisik ringan, sedangkan prevalensi terendah pada individu

melakukan aktifitas fisik berat. Hal ini sejalan dengan penelitian di Jakarta menunjukan

bahwa tingginya aktifitas fisik dapat menurunkan risiko diabetes mellitus (Trisnawati dan

Soedijono, 2013)
89

Konsumsi minuman berkafein non-kopi termasuk didalamnya softdrink

dan minuman berenergi, merupakan salah satu minuman manis yang diteliti dalam
penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukan proporsi DM paling tinggi pada

responden yang mengkonsumsi minuman lebih dari satu kali perhari. Hal ini

sejalan dengan penelitian di Amerika Serika yang menyatakan bahwa konsumsi

minuman softdrink dan minuman manis lainnya dapat meningkatkan risiko

diabetes mellitus (Schulze et al., 2004). Pada pengukuran ini memungkinkan

terjadinya efek bias dalam rentang penelitian, karena pegukuran dilakukan dalam

satu waktu, sehingga berpotensi terjadi perubahan pola konsumsi minuman yang

diakibatkan oleh efek onset DM yang lebih dahulu diderita responden.

Berdasarkan variabel konsumsi kopi, hasil penelitian menunjukan

responden yang mengkonsumsi kopi lebih banyak dari pada yang tidak

mengkonsumsi kopi, prevalensi DM paling tinggi pada responden yang tidak

mengkonsumsi kopi sedangkan paling rendah pada responden yang

mengkonsumsi kopi 3-6 kali perminggu. Dalam penelitian ini dapat terjadi bias

informasi karena hubungan antara onset DM dengan konsumsi kopi pada

individu yang telah mengalami DM sebelum penelitian Riskesdas bisa mengalami

perubahan pola konsumsi. Mereka yang terdiagnosa DM bisa mengurangi

konsumsi kopi, sehingga prevalensi DM paling rendah pada kelompok yang

mengkonsumsi kurang dari tiga kali perbulan. Hal ini seharusnya bisa dilihat dari

variabel diet yang ada pada Riskedas 2013 dimana orang yang melakukan diet

akan cenderung mengurangi konsumsi makanan/minuman yang mengandung

gula, akan tetapi variabel tersebut tidak termasuk dalam penelitian ini.

2. Hubungan kebiasaan minum konsumsi kopi dengan kejadian diabetes mellitus

Kopi merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Berbagai
senyawa terkandung dalam kopi, beberapa diantaranya dapat memberikan efek positif terhadap
kesehatan salah satunya dapat meningkatkan metabolisme glukosa dalam tubuh (Akash dkk ., 2014).
Penelitian epidemiologi telah melaporkan ada hubungan antara kopi dengan diabetes mellitus. Meskipun
90
belum ditemukan secara jelas biologi mekanisme antara kopi dengan DM, akan tetapi beberapa
penelitian telah memulai identifikasi kandungan dalam kopi terhadap DM.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan antara

konsumsi kopi dengan diabetes mellitus. Analisis dilakukan menggunakan uji

regresi logistik dengan desain complex untuk memperlihatkan risiko dari tiap

katagori konsumsi kopi. Hasil menunjukan nilai PR (prevalence risk ratio) kurang

dari satu pada tiap katagori konsumsi kopi, yang memperlihatkan bahwa

konsumsi kopi sebagai efek proteksi terhadap kejadian diabetes mellitus.

Berdasarkan hasil analisis, konsumsi kopi lebih dari satu kali perhari dapat

mengurangi risiko DM sebesar 33,9% Hasil ini sejalan dengan penelitian kohor

meta analisis tentang konsumsi kopi dengan risiko diabetes mellitus yang

memperlihatkan nilai relative risk (RR) diabetes mellitus tipe 2 sebesar 0,65 (95%

CI, 0,54-0,78) untuk konsumsi 6-7 cangkir per hari dan 0,72 (95% CI, 0,62-0,83)

untuk 4-6 cangkir per hari, kategori konsumsi kopi dibandingkan dengan kategori

terendah 0-2 cangkir perhari (van Dam dan Hu, 2005).

Meskipun pada setiap katagori frekuensi konsumsi kopi menunjukan hasil

PR kurang dari satu, akan tetapi nilai PR tidak konsisten pada setiap penurunan

frekuensi konsumsi. Secara logika semakin tinggi konsumsi kopi semakin tinggi

penurunan risiko terhadap diabetes mellitus. Hasil analisis menunjukan setiap

konsumsi 3-6 kali perminggu menurunkan risiko DM sebesar 36% lebih tinggi

dibandingkan dengan konsumsi lebih dari satu kali perhari dan satu kali perhari.

Konsumsi 1-2 kali perbulan menurunkan risiko sebesar 35,9% hampir sama

dengan konsumsi 3-6 kali perminggu, sedangkan konsumsi sangat jarang yaitu

kurang dari tiga kali kali perbulan menurunkan risiko sebesar 18,9%.

Pola konsumsi kopi di Indonesia sendiri tidak diketahui secara pasti dalam

penelitian ini. Berdasarkan laporan studi diet total tahun 2014 diketahui sebanyak
91
25,1% orang Indonesia mengkonsumsi kopi bubuk dalam kemasan dengan

berbagai merek (Kemenkes RI, 2014). Rata-rata konsumsi gula orang indonesia

sebesar 13,6 gram/orang/hari (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan hasil

pengamatan dari 10 sampel kopi sashet bubuk instan yang biasa di konsumsi

masyarakat rata-rata berat gula dalam kemasan kopi bubuk sebesar 8-23 gram per

kemasan, sedangkan untuk kemasan minuman kopi botol, kaleng, dan kotak, rata-

rata kadar gula sebesar 12-32 gram. Berdasarkan penelitian kohor terkait

konsumsi minuman bergula berisiko meningkatkan diabetes mellitus sebesar 1,83

kali (RR=1.83; 95% CI, 1.42-2.36) (Schulze dkk., 2004). Faktor gula yang

terkandung dalam kopi tidak di analisis dalam penelitian ini, sehingga menjadi

salah satu keterbatasan penelitian. Ada efek lain dari gula yang terkadung dalam

kopi yang dapat menjadi efek bias dari penelitian ini.

3. Hubungan Frekuensi Konsumsi Kopi dengan kejadian Diabetes Mellitus

berdasarkan Karakteristik individu

Analisis multivariat dilakukan untuk mengontrol efek konfounding

yang dapat mengganggu hubungan antara konsumsi kopi dengan kejadian

diabetes mellitus. Variabel yang diduga sebagai konfounding termasuk dalam

variabel karakteristik individu diantaranya usia, jenis kelamin, aktifitas fisik,

status gizi, konsumsi minuman berkafein dan kopi dengan minuman berkafein.

A. Usia

Usia merupakan salah satu faktor risiko diabetes mellitus yang tidak dapat

dimodifikasi. Usia juga berhubungan dengan konsumsi kopi, sehingga usia bisa

menjadi efek confounding antara kopi dengan DM. Usia dapat mempengaruhi

hubungan antara kopi dengan DM, karena berhubungan dengan onset DM, rata-

rata usia responden yang mengalami DM adalah 50 tahun. Berdasarkan beberapa

penelitian usia menjadi salah satu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
95
Berdasarkan hasil analisis multivariat menujukan hasil yang berbeda antara nilai adjusted PR
dengan nilai crude PR lebih dari 10% setelah dikeluarkannya variabel usia, sehingga usia
dinyatakan sebagai variabel konfounding. Hal ini sejalan dengan penelitian (Choi dan Shi, 2001)
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian diabetes mellitus. Selain
itu, penyakit ini meningkat seiring dengan peningkatan usia. Penelitian lain melaporkan
peningkatan risiko DM terjadi pada usia diatas 35 tahun (Creatore dkk., 2010). Peningkatan usia
dari risko diabetes mellitus berhubungan dengan faktor degeneratif yang muncul seiring
bertambahnya usia. faktor degeneratif dapat mengakitbatkan penurunan fungsi organ tubuh,
terutama gangguang organ pankreas dalam memproduksi insulin (Zahtmal dkk., 2007).
B. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko DM yang tidak dapat di modifikasi

(Chen dkk., 2012). Selain itu jenis kelamin juga berhubungan dengan konsumsi

kopi, karena individu lebih banyak mengkonsumsi kopi adalah pria dibandingkan

wanita. Berdasarkan hasil penelitian setelah dilakukan analisis multivariat

diketahui bahwa tidak ada perbedaan nilai PR lebih dari 10% setelah

dikeluarkannya variabel jenis kelamin, sehingga jenis kelamin bukan termasuk

variabel konfounding dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya jenis kelamin berhubungan dengan

diabetes mellitus pada imigran dari Asia Selatan, yang melaporkan laki- laki lebih

berisiko terkena DM dibandingkan perempuan dengan hasil Laki-laki OR=4.01,

95% CI 3.82–4.21) (Creatore dkk ., 2010). Penurunan risiko DM pada laki-laki

dapat dipengaruhi tingkat hormon testosteron. Laki-laki yang memiliki tingkat

testosteron yang lebih tinggi dilaporkan dapat menurunan risiko DM sedangkan

tingkat testosteron yang tinggi pada wanita dapat menjadi faktor risiko DM

(Kautzky-Willer et al., 2016).

Berdasarkan asumsi peneliti jenis kelamin bukan termasuk faktor

konfounding karena tidak ada asosiasi yang kuat antara konsumsi kopi dengan

jenis kelamin. Meskipun individu yang mengkonsumsi kopi lebih banyak pada

laki-laki dibandingkan perempuan hasil ini tidak mempengaruhi hubungan antara

konsumsi kopi dengan diabetes mellitus.


96
C. Status Gizi

Status gizi atau indeks massa tubuh merupakan salah satu faktor yang

berhubungan dengan diabetes mellitus. Berdasarkan teori status gizi yang

mempengaruhi peningkatan risiko diabetes mellitus adalah obesitas dan

overweight (gemuk) (Ozougwu dkk., 2013) atau indeks massa tubuh yang tinggi

(van Dam dan Feskens, 2002). Selain itu, konsumsi kopi berhubungan dengan

penurunan indeks masa tubuh, sehingga dilakukan analisis berdasarkan kriteria

status gizi untuk melihat adanya efek confounding.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tidak ada perubahan nilai PR

lebih dari 10% setelah dikeluarkannya variabel status gizi, sehingga dapat

dikatakan bahwa status gizi bukan termasuk variabel konfounding dalam

penelitian ini. Hal ini menunjukan bahwa status gizi tidak mempengaruhi

hubungan antara konsumsi kopi dengan DM. Hal ini tidak sejalan dengan

penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa kandungan kafein dalam kopi

ditemukan menunjukkan efek neurologis yang menyebabkan penurunan berat

badan pada individu yang kelebihan berat badan dan obesitas (Kale and Reddy,

2017).

D. Aktivitas Fisik

Aktifitas fisik dilaporkan berhubungan dengan diabetes mellitus. Kurang aktifitas fisik

dapat menyebabkan peningkatan risiko diabetes mellitus (Ozougwu dkk., 2013).

Selain itu aktifitas fisik juga dapat berhubungan dengan konsumsi kopi. Orang

yang mengkonsumsi kopi biasanya memiliki aktifitas fisik yang tinggi untuk

meningkatkan kinerja tubuh.

Berdasarkan hasil analisis multivariat tidak terjadi perubahan nilai PR yang

signifikan setelah dikeluarkanya variabel aktifitas fisik, sehingga aktifitas fisik

bukan termasuk dalam variabel konfounding hubungan konsumsi kopi dengan

DM. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa
97
aktifitas fisik yang tinggi dilaporkan dapat menurunkan risiko DM,

sedangkan aktifitas fisik rendah dapat meningkatkan risiko DM. Aktifitas fisik

yang cukup dilaporkan dapat meningkatkan sintesis glikogen yang merangsang insulin

melalui peningkatan insulin stimulasi transportasi glukosa oleh GLUT4 transporter

glukosa dan aktivitas sintesis glikogen yang meningkat. Selain itu, peningkatan kapiler

pada otot, peningkatan massa otot, serta berhubungan dengan pengingkatan sensitivitas

insulin (Jeon et al., 2007).


98
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Prevalensi kasus DM paling tinggi pada responden yang tidak

mengkonsumsi kopi sebesar 2,9%. Sedangkan prevalensi terendah pada

responden yang mengkonsumi kopi 3-6 kali perminggu sebesar 1,8%.

2. Usia rata-rata responden adalah 39,75 tahun, dengan usia rata-rata

kelompok DM lebih tinggi daripada Non-DM yaitu sebesar 50,75 tahun

dan 39,48 tahun. Standar deviasi pada kelompok DM sebesar 13.754

lebih rendah dari pada kelompok non-DM sebesar 15.969. Berdasarkan

jenis kelamin, prevalensi kasus DM paling banyak pada perempuan

sebesar 2,6%, sedangkan pada laki-laki sebesar 2,2%. Berdasarkan status

gizi, prevalensi kasus DM paling tinggi pada responden yang mengalami

obesitas sebesar 3,7%, sedangkan yang paling rendah pada responden

dengan status gizi normal sebesar 2%. Variabel aktifitas fisik prevalensi

kasus DM paling tinggi pada responden yang beraktifitas fisik ringan

sebesar 3,6%, sedangkan paling rendah pada aktifitas fisik berat sebesar

1,7%. Berdasarkan konsumsi minuman berkafein non-kopi (softdrink dan

minuman berenergi) prevalensi kasus DM paling tinggi pada konsumsi

lebih dari satu kali per hari sebesar 2,6%, sedangkan paling rendah pada

konsumsi minuman 3-6 kali perminggu.

3. Ada hubungan signifikan antara konsumsi kopi dengan kejadian diabetes

mellitus dengan nilai p-value <0,05 dan 95% CI. Nilai PR pada setiap

katagori konsumsi kopi adalah kurang dari satu menunjukan bahwa

konsumsi kopi sebagai efek protektif. Konsumsi kopi lebih dari satu kali
99
perhari menurunkan risiko DM sebesar 33,9%, konsumsi satu kali perhari

menurunkan risiko DM sebesar 32,8%, konsumsi 3-6 kali perminggu

dapat menurunkan risiko DM sebesar 36%, konsumsi 1-2 kali perbulan

menurunkan risiko sebesar 35,9%, sedangkan konsumsi < 3 kali perbulan

menurunkan risiko sebesar 18,9%. Efek proteksi paling tinggi pada terjadi

pada katagori konsumsi 3-6 kali perbulan.

4. Hubungan antara konsumsi kopi dengan DM dipengaruhi oleh

variable konsumsi kopi lebih dari satu kali perhari menurunkan risiko DM

sebesar 44,3%, konsumsi satu kali perhari menurunkan risiko DM sebesar 39,8%,

konsumsi 3-6 kali perminggu dapat menurunkan risiko DM sebesar 35,1%,

konsumsi 1-2 kali perbulan menurunkan risiko sebesar 33,6%, sedangkan

konsumsi < 3 kali perbulan menurunkan risiko sebesar 15,3%.

B. SARAN

Saran dari hasil penelitian ini antara lain sebagai berikut.

1. Bagi Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI diharapkan dapat memfasilitasi penelitian terkait dengan


konsumsi kopi dengan DM di Indonesia, sehingga Indonesia memiliki data yang
akurat terkait dengan hubungan konsumsi kopi dengan DM baik dalam penelitian
observasional maupun penelitian eksperimental.
2. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI
Balitbangkes Kemenkes RI diharapkan dapat menambahkan keterangan dalam
kuesioner Riskesdas periode selanjutnya terkait frekuensi konsumsi kopi, jenis
kopi (gula dan non-gula), merk kopi yang dikonsumsi serta penambahan kriteria
usia onset DM pada kuesioner terkait DM.
10
0
10
DAFTAR PUSTAKA 1

Adnan, M., Mulyati, T., Isworo, J.T., 2013. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kadar
Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang.
J. Gizi 2.

Akash, M.S.H., Rehman, K., Chen, S., 2014. Effects of coffee on type 2 diabetes mellitus. Nutrition 30,
755–763. doi:10.1016/j.nut.2013.11.020

American Diabetes Association, 2014. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes
care, S81 37.

American Diabetes Association, 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes
Care 33, S62–S69. doi:10.2337/dc10-S062

Bailey, S., Handu, D., 2012. Introduction to Epidemiologic Research Methods in Public Health
Practice. Jones & Bartlett Publishers.

CDC, 2014. National Diabetes Statistic Report 2014.

, 2011. National Diabetic fact Sheet 2011 [WWW Document]. URL


http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/ndfs_2011.pdf (accessed 11.25.16).

Chandrasoma, P., Clive, R.T., 2005. Patologi Anatomi. EGC, Jakarta


Chen, L., Magliano, D.J., Zimmet, P.Z., 2012. The worldwide epidemiology of
type 2 diabetes mellitus—present and future perspectives. Nat. Rev.
Endocrinol. 8, 228–236. doi:10.1038/nrendo.2011.183

Choi, B.C.K., Shi, F., 2001. Risk factors for diabetes mellitus by age and sex:
results of the National Population Health Survey. Diabetologia 44, 1221–
1231. doi:10.1007/s001250100648

Creatore, M.I., Moineddin, R., Booth, G., Manuel, D.H., DesMeules, M.,
McDermott, S., Glazier, R.H., 2010. Age- and sex-related prevalence of
diabetes mellitus among immigrants to Ontario, Canada. Can. Med. Assoc.
J. 182, 781–789. doi:10.1503/cmaj.091551

Depkes RI, 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.

Depkes RI, 2003. Pedoman praktis terapi gizi medis.

Ding, E.L., Song, Y., Malik, V.S., Liu, S., 2006. Sex Differences of Endogenous
Sex Hormones and Risk of Type 2 Diabetes: A Systematic Review and
Meta-analysis. JAMA 295, 1288–1299. doi:10.1001/jama.295.11.1288
Kemenkes RI, 2014. Studi Diet Total (Servei Konsumsi Makanan Individu)
Indonesia 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI,
Jakarta.

Kemenpertan, 2015. Outlook Kopi 2015 [WWW Document]. Pus. Data Dan Inf.
URL
http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/epublikasi/outlook/2015/Perkebun
a n/Outlook%20Kopi%202015/files/assets/common/downloads/Outlook
10
%2 0Kopi%202015.pdf (accessed 11.21.16). 2

Kurniasih, E., Rohimah, S., 2015. Gambaran Peminum Kopi Pada Pasien
Penderita Diabetes Mellitus Di Ruang Vi Penyakit Dalam Rsud Dr.
Soekardjo Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada 13.
Riskesdas, 2013. Balitbangkes Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Sabri, L., Hastono, S.P., 2014. Statistik Kesehatan. Rajawali Press, Jakarta.
81

konfounding Usia. Hubungan konsumsi kopi dengan diabetes mellitus setelah dikontrol

variabel usia mengalami perubahan diantaranya,


5.
65
lxv
i

lxvi

Anda mungkin juga menyukai