Oleh :
Angkatan : 2018
Dosen Pengampu :
UNIVERITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tema
“Hospital Disaster Plan”. Terima kasih kepada ibu Drg.Willia Novita Eka
Rini,M.Kes sebagai dosen pengampu untuk makalah ini serta kepada rekan-rekan
yang telah ikut memberikan dukungan dalam pembuatan dan penyusunan makalah
ini.
Penyusun juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
sebagai bahan pengetahuan dan untuk menambah wawasan mengenai promosi
kesehatan bencana. Penyusun sadar bahwa makalah ini banyak kekurangan baik
dari segi isi maupun penulisan, oleh karena itu penyusun berharap kritik dan saran
yang sifatnya membangun.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
d. Anak dapat terlindungi dari kekerasan
e. Mengurangi stres
Kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan:
1. Kajian dan analisis data yang meliputi:
a. Sarana dan prasarana klaster kesehatan meliputi sumber air
bersih,jamban, pos kesehatan klaster, Puskesmas, rumah sakit
lapangan, dapur umum, sarana umun seperti mushola, posko
relawan, jenis pesan dan media dan alat bantu KIE, tenaga
promkes/tenaga kesmas, kader, relawan dan lain sebagainya
b. Data sasaran : jumlah Ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita,
remaja, lansia/ orangtua, orang dengan berkebutuhan khusus dan
orang sakit
c. Jumlah titik pengungsian dan hunian sementara
d. Jumlah pengungsi dan sasaran di setiap titik pengungsian
e. Lintas program, lintas sektor, NGO, Universitas dan mitra lainnya
yang memiliki kegiatan promkes dan pemberdayaan masyarakat
f. Regulasi pemerintah setempat dalam hal melakukan upaya
promotif dan preventif.
Dilanjutkan dengan analisis data berdasarkan potensi dan sumberdaya
yang ada diwilayah terdampak bencana.
2. Perencanaan
Berdasarkan kajian dan analisis data, akan menghasilkan berbagai program
dan kegiatan, dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada.
3. Implementasi kegiatan, yang mencakup:
a. Rapat koordinasi klaster kesehatan termasuk dengan pemerintah
setempat, NGOs, dan mitra potensial lainnya untuk memetakan
programdan kegiatan yang dapat diintegrasikan /kolaborasikan.
b. Pemasangan media promosi kesehatan berupa spanduk, poster, stiker
c. Pemutaran film kesehatan, religi, pendidikan, hiburan dan diselingi
pesan kesehatan,
d. Senam bersama (masyarakat umum)termasuk senam lansia
2
e. Konseling, penyuluhan kelompok, keluarga dan lingkungan dengan
berbagai pesan kesehatan (PHBS di pengungsian
f. Penyelenggaraan Posyandu (darurat) integrasi termasuk Posyandu
Lansia di pengungsian atau di tempat hunian sementara
g. Advokasi pelaksanaan gerakan hidup sehat kepada pemerintah
setempat.
h. Pendekatan kepada tokoh agama/tokoh masyarakatuntuk
menyebarluaskan informasi kesehatan.
i. Penguatan kapasitas tenaga promkes daerah melalui kegiatan orientasi
promosi kesehatan paska bencana.
j. Kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha melalui
program CSR, LSM kesehatan, kelompok peduli kesehatan, donor
agency
k. Monitoring dan evaluasi program
Sasaran promosi kesehatan adalah:
a) Petugas kesehatan
b) Relawan
c) tokoh masyarakat, tokoh agama
d) guru
e) Lintas sektor
f) Kader
g) Kelompok rentan: ibu hamil, anak-anak, lanjut usia
h) Masyarakat
i) Organisasi masyarakat
j) Dunia usaha
Promosi kesehatan dalam kondisi darurat untuk meningkatkan pemahaman
keluarga dan masyarakat untuk melakukan PHBS di pengungsian , yaitu:
a) ASI terus diberikan pada bayi
b) Biasakan cuci tangan pakai sabun
c) Menggunakan air bersih
d) Buang air besar dan kecil di jamban
3
e) Buang sampah pada tempatnya
f) Makan makanan bergizi
g) Tidak merokok
h) Memanfaatkan layanan kesehatan
i) Mengelola strees
j) Melindungi anak
k) Bermain sambil belajar
Pada situasi bencana, Rumah Sakit akan menjadi tujuan akhir dalam
menangani korban sehingga RS harus melakukan persiapan yang cukup.
Sesuai amanah dari Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, pada Bab VIII Pasal 29 huruf f, menyebutkan kewajinan RS untuk
melaksanakan fungsi social dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
khususnya pada saat terjadi bencana dan kondisi kedaruratan. Pandemi
COVID 19 yang terjadi saat ini dapat diklasifikasikan sebagai kondisi
kedaruratan atau bencana. Organisasi kesehatan dunia, WHO, telah
mengumumkan status keadaan darurat global wabah COVID-19 dengan
pertimbangan meningkatnya jumlah korban meninggal dunia akibat virus
yang kini telah menyebar ke sejumlah negara. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/104/2020 pada 4 Februari 2020 telah menetapkan
COVID-19 Sebagai Penyakit Dapat Menimbulkan Wabah dan
Penanggulangannya. Dalam Disaster Plan ini akan diuraikan Empat Fase
dalam manajemen kedaruratan
A. Mitigation
Pada Fase ini, RS belum mengalami kejadian kedaruratan /disaster
namun perlu mempersiapkan semua risiko bila terjadi bencana atau
wabah / epidemi. Pada fase ini Rumah Sakit memiliki banyak waktu
untuk pembelajaran dan meningkatkan pengetahuan staf. Tindakan
yang dilakukan untuk mereduksi probabilitas, kegawatan dan atau
dampak dari potensi emergensi. Pada saat informasi tentang COVID-
19 telah banyak diketahui namun belum ada pasien suspek yang
4
dirawat di rumah sakit, upaya yang dilakukan Rumah Sakit pada fase
ini adalah :
1. Menyiapkan referensi tentang COVID-19
2. Mengikuti seminar tentang COVID-19
3. Menyiapkan Hazard Vulnerability Assesment (HVA )
4. Melakukan self assessment kesiapan menghadapi bencana
secara umum dengan menggunakan Hospital Safety Index
5. Melakukan self assessment kesiapan menghadapi bencana
khususnya COVID-19 dengan menggunakan Instrumen
Comprehensive Hospital Preparedness Checklist for
COVID-19, dengan modul sebagai berikut:
1) Struktur untuk perencanaan dan pengambilan keputusan
2) Rencana pengambangan tertulis COVID-19
3) Elemen rencana COVID 19
4) Fasilitas komunikasi
5) Peralatan suplai medis yang bisa dipakai dan tahan lama
6) Identifikasi dan manjemen pasien yang sakit
7) Akes dan pergerakan pengunjung di dalam fasilitas
8) Kesehatan kerja
9) Pendidikan dan pelatihan
10) Layanan kesehatan/lonjakan kapasitas
B. Preparedness / Kesiapsiagaan
Pada fase ini informasi tentang pasien suspek COVID-19 telah muncul
di Indonesia sehingga Pemerintah dapat menunjuk salah satu Rumah
Sakit sebagai Rumah Sakit Rujukan COVID-19. Rumah Sakit segera
mengidentifikasi dan menyiapkan sumber daya yang akan digunakan
jika terjadi kondisi kedaruratan / bencana akibat COVID-19. Tindakan
yang dilakukan untuk menyiapkan kapasitas dan identifikasi sumber
daya yang digunakan saat terjadi emergensi.
5
Insert RS menyiapkan untuk perawatan PDP dan deteksi dini OTG dan
ODP
1. Membentuk tim penanggulangan COVID-19
2. Menyiapakan kegaiatan screening dan triase
3. Menyiapkan Ruang Isolasi Biasa dan Khusus dengan
Hepa Filter. Saat ini tersedia 22 TT untuk Ruang Isolasi
dengan 10 TT dilengkapi Hepa Filter .
6
C. Response / Tanggap Bencana
Dalam fase ini sudah ada suspek dan bahkan pasien yang dirujuk ke
RS sehingga perlu mengembangkan dan menerapkan proses untuk
menangani lonjakan mendadak ( outbreak ) penyakit infeksi airborne.
Langkah yang dilakukan pada fase ini adalah :
1. Regulasi Skenario Penempatan Pasien Pasien Terkonfirmasi
Positif COVID-19 akan langsung ditempatkan di Ruang Isolasi
Biasa dan apabila terdapat komorbid lainnya dapat ditempatkan
di Ruang Isolasi Khusus dengan Hepa Filter.
2. Penyediaan Ruangan Isolasi dengan tekanan negative ditambah
untuk semua ruangan perawatan
3. Edukasi Staf tentang Pengelolaan Pasien Infeksius jika terjadi
outbreak penyakit infeksi airborne. Seluruh staf diberikan
edukasi dengan mengetahui level penggunaan APD bagi
Tenaga Kesehatan
APD Level 1 di Area Triase, Rawat Jalan, dan
Kegiatan yang tidak menimbulkan aerosol.
7
APD Level 3 di Ruang Operasi , Ruang Perawatan
Pasien Terkonfirmasi Positif , Ruang Tindakan lain
yang menimbulkan aerosol dan Ruang Perawatan
Jenazah
D. Recovery/ Pemulihan
Disaster Plan RS sudah seharusnya dibuat untuk mengantisipasi fase
pemulihan, dan untuk itu sebaiknya disusun dengan
mempertimbangkan komponen-komponen: kebijakan penunjang,
struktur organisasi dengan pembagian tugas dan sistim komando yang
jelas, sistim komunikasi – informasi, pelaporan data, perencanaan
fasilitas penunjang, serta sistim evaluasi dan pengembangan.
1. JAMINAN PEMBIAYAAN Pembiayaan pasien suspek dan
terkonfirmasi positif COVID-19 ditanggung oleh pemerintah
dengan menggunakan aplikasi E - klaim. Dalam memenuhi target
8
klaim harus disediakan Personal Komputer, Server serta Petugas
Input Klaim.
2. INVENTORY Semua barang habis pakai dan APD termasuk yang
didapat dari Donasi harus tercatat pada aplikasi inventory termasuk
untuk distribusinya. Pemantauan stok harus terus dilakukan agar
pelayanan dapat optimal.
Perlu dibuat regulasi Rapid Test COVID -19 untuk
semua pasien, staf dan pengunjung sebagai penunjang
diagnostic.
Screening dan triase wajib dilaksanakan
Perlu Gedung perawatan khusus bagi pasien positif
COVID19 termasuk bagi ODP dan OTG. Perubahan
atau pengalihan ruangan yang sudah ada ditambah
untuk perawatan pasien COVID-19 dapatmenampung
semaksimal mungkin.
Ruang public wajib dilengkapi fasilitas cuci tangan,
distancing dan seluruh pengunjung/tamu wajib
menggunakan masker
Penyediaan Hepa Filter dan Ventilasi Mekanik lainnya
perlu segera diupayakan untuk seluruh ruang tindakan.
Peningkatan system informasi / teknologi informasi
sebagai sarana komunikasi wajib dan menghindari
kontak langsung.
Optimalisasi kapasitas penerimaan dan penanganan
pasien, dan
Pengorganisasian kerja secara profesional, sehingga
korban/pasien tetap dapat ditangani secara individu,
termasuk pasien yg sudah dirawat sebelum bencana
terjadi.
9
Penanganan korban di luar RS, bantuan medis
diberikan dalam bentuk pengiriman tenaga medis
maupun logistik medis yang diperlukan.
Seluruh alat medis dan alat habis pakai yang khusus
untuk COVID-19 wajib untuk selalu tersedia. Apapun
risiko yang diterima RS harus diatasi sehingga
pelayanan tidak sampai dihentikan. Pembatasan
pelayanan masih dapat ditolerir dengan persetujuan
Pimpinan Daerah dan dengan argumentasi yang
mendukung.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
II.2 PRINSIP DASAR HOSPITAL DISASTER PLAN
Prinsip-prinsip penyusunan Hospital Disaster Plan (“Pedoman Perencanaan
Penyiagaan Bencana bagi Rumah Sakit” / P3B-RS), (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2009) :
a. P3B-RS merupakan suatu sub system dari system perencanaan
penanganan bencana secara nasional
b. Perencanaan perlu memperhatikan efektifitas dan efisiensi (organisasi,
anggaran, SDM), berdasarkan pada pengalaman dari institusi lain
yang pernah mengalami bencana
c. Dalam keadaan bencana, rumah sakit harus tetap menjalankan tugas
dan fungsinya untuk menangani pasien rumah sakit dan korban
bencana, kecuali rumah sakit mengalami kelumpuhan struktur atau
fungsi
d. Dalam pelaksanaannya rumah sakit harus memperhatikan aspek
medikolegal
e. P3B-RS disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas rumah sakit,
dengan membuat prioritas berdasarkan risiko ancaman bencana yang
dihadapi dan kondisi daerah setempat.
12
f. Mengelola kegiatan klinis selama kejadian, termasuk tempat
pelayanan alternatif pada waktu kejadian
g. Mengidentifikasi dan penetapan peran dan tanggung jawab staf selama
kejadian
h. Mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara tanggung
jawab pribadi staf dengan tanggung jawab rumah sakit untuk tetap
menyediakan pelayanan pasien.
i. Partisipasi rumah sakit dalam tim terkoordinasi dengan sumber daya
masyarakat yang tersedia seperti: dinas kesehatan, bpbd, kepolisian,
dan fasilitas kesehatan lainnya.
13
3. Dokter spesialis anestesi : 1 orang
4. Perawat mahir (perawat bedah/ gadar) : 2 orang
5. Tenaga DVI : 1 orang
6. Apoteker/ Assisten Apoteker : 1 orang
7. Sopir ambulans : 1 orang
b) Surveilans ahli epidemiologi/ sanitarian : 1 orang
c) Petugas komunikasi : 1 orang
14
5. Bidan (D3 Kebidanan) APN dan PONED
6. Sanitarian Penanganan Kualitas Air Bersih
dan Kesling
7. Ahli Gizi (D3/ D4 Gizi/ Sarjana Penanganan Gizi Darurat
Gizi)
8. Tenaga Ahli Surveilens (D3/D4 Surveilens Penyakit
Kesehatan/ Sarjana Kesmas)
9. Ahli Entomolog (D3/D4 Kesehatan/ Pengendalian Vektor
Sarjana Kesmas/ Sarjana Biologi)
15
h. Kep Menkes RI No 876/Menkes/ SK/ XI/2006 tentang Kebijakan dan
Srategi Nasional Penanggulangan Krisis dan Masalah Kesehatan
16
BAB 3
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Penyusun perencanaan menghadapi situasi darurat atau rencana
kontingensi, yang juga dimaksudkan agar RS tetap bisa berfungsi-hari
terhadap pasien yang sudah ada sebelumnya (business continuity plan).
Rencana tersebut umumnya disebut sebagai Rencana Penanggulangan
Bencana di Rumah Sakit, atau Hospital Disaster Plan (HDP). Disaster Plan
yang disusun oleh RS meliputi Empat Fase dalam manajemen kedaruratan.
Khususnya untuk penanganan di masa pandemic COVID -19, pada fase
Mitigasi, dimana Pemerintah belum menetapkan sebagai pandemic/wabah
yang dilaksanakan oleh RS adalah menyiapkan sebanyak mungkin
referensi,mengikuti seminar, melakukan self. Pada Fase Preparedness /
Kesiapsiagaan dimana sudah ada pasien yang COVID-19 di Indonesia,
yang dilaksanakan oleh RS adalah membentuk Tim, Menyiapkan
screening dan triase, menyiapkan ruang isolasi. Pada Fase Respon, dimana
pada fase ini sudah ada pasien yang dirawat di RS, yang harus
dilaksanakan adalah menetapkan Regulasi Skenario Penempatan Pasien,
Pemindahan Ruangan, Penyediaan Ruang Isolasi Tekanan Negatif,
Edukasi Staf, Penyediaan APD. Selain itu juga RS perlu mendukung
strategi penanganan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Pada Fase
Recovery, perlu segera disiapkan Jaminan Pembiayaan, Pemantauan
Inventory, serta Perencanaan Lanjutan dan Pemanfaatan IT jelas sangat
diperlukan. Karna salah satu prinsip dari Hospital Disaster Plan ini sendiri
adalah Perencanaan perlu memperhatikan efektifitas dan efisiensi
(organisasi, anggaran, SDM), berdasarkan pada pengalaman dari institusi
lain yang pernah mengalami bencana . Dalam keadaan bencana, rumah
sakit harus tetap menjalankan tugas dan fungsinya untuk menangani
17
pasien rumah sakit dan korban bencana, kecuali rumah sakit mengalami
kelumpuhan struktur atau fungsi. Salah satu manfaat dari Hospital Disaster
Plan ini adalah Menentukan jenis, kemungkinan terjadi dan konsekuensi
bahaya, ancaman dan kejadian . Dalam penanganan bencana yang terjadi
maka rumah sakit harus siap melakukan penanganan pasien termasuk
sistem untuk mendukung proses penanganan tersebut sehingga perlu
diadakan mobilisasi SDM Kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim
Penanggulangan Krisis yang meliputi Tim Gerak Cepat, Tim Penilaian
Cepat (Tim RHA) dan Tim Bantuan Kesehatan. Dan semua ini sudah
diatur dalam beberapa kebijakan pemerintah seperti Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No Per/05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
III.2 SARAN
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penyusun sangat mengharapkan
kritikan serta saran yang membangun agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya penyusun dapat membuat lebih baik lagi dan semoga dengan
terselesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca .
18
DAFTAR PUSTAKA