Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PROMOSI KESEHATAN BENCANA

“HOSPITAL DISASTER PLAN”

Oleh :

Kelompok 6 :1. Harfaini Siregar (N1A118066)

2. Rani Rizqi Dwi Larasati (N1A118075)

Peminatan : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Angkatan : 2018

Dosen Pengampu :

Drg.Willia Novita Eka Rini, M.Kes

PROGRAM STUDI : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERITAS JAMBI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tema
“Hospital Disaster Plan”. Terima kasih kepada ibu Drg.Willia Novita Eka
Rini,M.Kes sebagai dosen pengampu untuk makalah ini serta kepada rekan-rekan
yang telah ikut memberikan dukungan dalam pembuatan dan penyusunan makalah
ini.
Penyusun juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
sebagai bahan pengetahuan dan untuk menambah wawasan mengenai promosi
kesehatan bencana. Penyusun sadar bahwa makalah ini banyak kekurangan baik
dari segi isi maupun penulisan, oleh karena itu penyusun berharap kritik dan saran
yang sifatnya membangun.

Jambi, 4 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

I.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 11

II.1 PENGERTIAN HOSPITAL DISASTER PLAN .......................................... 11

II.2 PRINSIP DASAR HOSPITAL DISASTER PLAN ...................................... 12

II.3 MANFAAT HOSPITAL DISASTER PLAN PADA RUMAH SAKIT ....... 12

II.4 KESIAPAN RUMAH SAKIT DALAM MENYUSUN HOSPITAL


DISASTER PLAN ............................................................................................ 13

II.5 KEBIJAKAN HOSPITAL DISASTER PLAN ............................................. 15

II.6 POKOK-POKOK HOSPITAL DISASTER PLAN ...................................... 16

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 17

III.1 KESIMPULAN ......................................................................................... 17

III.2 SARAN ..................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Bencana adalah peristiwa yang terjadi mendadak / tidak terencana
atau terjadi secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak
terhadap pola kehidupan normal sehingga diperlukan tindakan darurat untuk
menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia beserta lingkungannnya.
Atau Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yg mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyrakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampak psikologis (UU No. 24/2007).
Bencana dapat merusakkan kehidupan keluarga dan melumpuhkan
tatanan social sehingga peluang untuk terjadinya diskriminasi, kejahatan dan
tindak kekerasan lainnya. Selain hal tersebut bencana juga akan menyebabkan
masalah kesehatan seperti diare, influensa, tifus dan penyakit yang lainnya.
Situasi bencana membuat kelompok rentan seperti ibu hamil, bayi, anak-anak
dan lanjut usia mudah terserang penyakit dan malnutrisi. Akses terhadap
pelayanan kesehatan dan pangan menjadi semakin berkurang. Air bersih
sangat langka akibat terbatasnya persediaan dan banyaknya jumlah orang
yang membutuhkan. Sanitasi menjadi sangat buruk, anak-anak tidak terurus
karena ketiadaan sarana pendidikan. Dalam keadaan yang seperti ini risiko
dan penularan penyakit meningkat. Sehubungan dengan kondisi tersebut
maka perlu dilakukan promosi kesehatan agar:
a. Kesehatan dapat terjaga
b. mengupayakan agar lingkungan tetap sehat
c. memanfaatkan pelayanan kesehatan yangada

1
d. Anak dapat terlindungi dari kekerasan
e. Mengurangi stres
Kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan:
1. Kajian dan analisis data yang meliputi:
a. Sarana dan prasarana klaster kesehatan meliputi sumber air
bersih,jamban, pos kesehatan klaster, Puskesmas, rumah sakit
lapangan, dapur umum, sarana umun seperti mushola, posko
relawan, jenis pesan dan media dan alat bantu KIE, tenaga
promkes/tenaga kesmas, kader, relawan dan lain sebagainya
b. Data sasaran : jumlah Ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita,
remaja, lansia/ orangtua, orang dengan berkebutuhan khusus dan
orang sakit
c. Jumlah titik pengungsian dan hunian sementara
d. Jumlah pengungsi dan sasaran di setiap titik pengungsian
e. Lintas program, lintas sektor, NGO, Universitas dan mitra lainnya
yang memiliki kegiatan promkes dan pemberdayaan masyarakat
f. Regulasi pemerintah setempat dalam hal melakukan upaya
promotif dan preventif.
Dilanjutkan dengan analisis data berdasarkan potensi dan sumberdaya
yang ada diwilayah terdampak bencana.
2. Perencanaan
Berdasarkan kajian dan analisis data, akan menghasilkan berbagai program
dan kegiatan, dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada.
3. Implementasi kegiatan, yang mencakup:
a. Rapat koordinasi klaster kesehatan termasuk dengan pemerintah
setempat, NGOs, dan mitra potensial lainnya untuk memetakan
programdan kegiatan yang dapat diintegrasikan /kolaborasikan.
b. Pemasangan media promosi kesehatan berupa spanduk, poster, stiker
c. Pemutaran film kesehatan, religi, pendidikan, hiburan dan diselingi
pesan kesehatan,
d. Senam bersama (masyarakat umum)termasuk senam lansia

2
e. Konseling, penyuluhan kelompok, keluarga dan lingkungan dengan
berbagai pesan kesehatan (PHBS di pengungsian
f. Penyelenggaraan Posyandu (darurat) integrasi termasuk Posyandu
Lansia di pengungsian atau di tempat hunian sementara
g. Advokasi pelaksanaan gerakan hidup sehat kepada pemerintah
setempat.
h. Pendekatan kepada tokoh agama/tokoh masyarakatuntuk
menyebarluaskan informasi kesehatan.
i. Penguatan kapasitas tenaga promkes daerah melalui kegiatan orientasi
promosi kesehatan paska bencana.
j. Kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha melalui
program CSR, LSM kesehatan, kelompok peduli kesehatan, donor
agency
k. Monitoring dan evaluasi program
Sasaran promosi kesehatan adalah:
a) Petugas kesehatan
b) Relawan
c) tokoh masyarakat, tokoh agama
d) guru
e) Lintas sektor
f) Kader
g) Kelompok rentan: ibu hamil, anak-anak, lanjut usia
h) Masyarakat
i) Organisasi masyarakat
j) Dunia usaha
Promosi kesehatan dalam kondisi darurat untuk meningkatkan pemahaman
keluarga dan masyarakat untuk melakukan PHBS di pengungsian , yaitu:
a) ASI terus diberikan pada bayi
b) Biasakan cuci tangan pakai sabun
c) Menggunakan air bersih
d) Buang air besar dan kecil di jamban

3
e) Buang sampah pada tempatnya
f) Makan makanan bergizi
g) Tidak merokok
h) Memanfaatkan layanan kesehatan
i) Mengelola strees
j) Melindungi anak
k) Bermain sambil belajar
Pada situasi bencana, Rumah Sakit akan menjadi tujuan akhir dalam
menangani korban sehingga RS harus melakukan persiapan yang cukup.
Sesuai amanah dari Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, pada Bab VIII Pasal 29 huruf f, menyebutkan kewajinan RS untuk
melaksanakan fungsi social dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
khususnya pada saat terjadi bencana dan kondisi kedaruratan. Pandemi
COVID 19 yang terjadi saat ini dapat diklasifikasikan sebagai kondisi
kedaruratan atau bencana. Organisasi kesehatan dunia, WHO, telah
mengumumkan status keadaan darurat global wabah COVID-19 dengan
pertimbangan meningkatnya jumlah korban meninggal dunia akibat virus
yang kini telah menyebar ke sejumlah negara. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/104/2020 pada 4 Februari 2020 telah menetapkan
COVID-19 Sebagai Penyakit Dapat Menimbulkan Wabah dan
Penanggulangannya. Dalam Disaster Plan ini akan diuraikan Empat Fase
dalam manajemen kedaruratan
A. Mitigation
Pada Fase ini, RS belum mengalami kejadian kedaruratan /disaster
namun perlu mempersiapkan semua risiko bila terjadi bencana atau
wabah / epidemi. Pada fase ini Rumah Sakit memiliki banyak waktu
untuk pembelajaran dan meningkatkan pengetahuan staf. Tindakan
yang dilakukan untuk mereduksi probabilitas, kegawatan dan atau
dampak dari potensi emergensi. Pada saat informasi tentang COVID-
19 telah banyak diketahui namun belum ada pasien suspek yang

4
dirawat di rumah sakit, upaya yang dilakukan Rumah Sakit pada fase
ini adalah :
1. Menyiapkan referensi tentang COVID-19
2. Mengikuti seminar tentang COVID-19
3. Menyiapkan Hazard Vulnerability Assesment (HVA )
4. Melakukan self assessment kesiapan menghadapi bencana
secara umum dengan menggunakan Hospital Safety Index
5. Melakukan self assessment kesiapan menghadapi bencana
khususnya COVID-19 dengan menggunakan Instrumen
Comprehensive Hospital Preparedness Checklist for
COVID-19, dengan modul sebagai berikut:
1) Struktur untuk perencanaan dan pengambilan keputusan
2) Rencana pengambangan tertulis COVID-19
3) Elemen rencana COVID 19
4) Fasilitas komunikasi
5) Peralatan suplai medis yang bisa dipakai dan tahan lama
6) Identifikasi dan manjemen pasien yang sakit
7) Akes dan pergerakan pengunjung di dalam fasilitas
8) Kesehatan kerja
9) Pendidikan dan pelatihan
10) Layanan kesehatan/lonjakan kapasitas
B. Preparedness / Kesiapsiagaan
Pada fase ini informasi tentang pasien suspek COVID-19 telah muncul
di Indonesia sehingga Pemerintah dapat menunjuk salah satu Rumah
Sakit sebagai Rumah Sakit Rujukan COVID-19. Rumah Sakit segera
mengidentifikasi dan menyiapkan sumber daya yang akan digunakan
jika terjadi kondisi kedaruratan / bencana akibat COVID-19. Tindakan
yang dilakukan untuk menyiapkan kapasitas dan identifikasi sumber
daya yang digunakan saat terjadi emergensi.

5
Insert RS menyiapkan untuk perawatan PDP dan deteksi dini OTG dan
ODP
1. Membentuk tim penanggulangan COVID-19
2. Menyiapakan kegaiatan screening dan triase
3. Menyiapkan Ruang Isolasi Biasa dan Khusus dengan
Hepa Filter. Saat ini tersedia 22 TT untuk Ruang Isolasi
dengan 10 TT dilengkapi Hepa Filter .

4. Menyiapkan area perawatan


5. Mengatur ulang kecukupan ruangan perawatan
6. Menyiapkan Fasilitas / Sarana-prasarana termasuk
Rapid Test dan VTM untuk swab. Termasuk fasilitas
untuk ruang tekanan negative di Kamar Operasi

6
C. Response / Tanggap Bencana
Dalam fase ini sudah ada suspek dan bahkan pasien yang dirujuk ke
RS sehingga perlu mengembangkan dan menerapkan proses untuk
menangani lonjakan mendadak ( outbreak ) penyakit infeksi airborne.
Langkah yang dilakukan pada fase ini adalah :
1. Regulasi Skenario Penempatan Pasien Pasien Terkonfirmasi
Positif COVID-19 akan langsung ditempatkan di Ruang Isolasi
Biasa dan apabila terdapat komorbid lainnya dapat ditempatkan
di Ruang Isolasi Khusus dengan Hepa Filter.
2. Penyediaan Ruangan Isolasi dengan tekanan negative ditambah
untuk semua ruangan perawatan
3. Edukasi Staf tentang Pengelolaan Pasien Infeksius jika terjadi
outbreak penyakit infeksi airborne. Seluruh staf diberikan
edukasi dengan mengetahui level penggunaan APD bagi
Tenaga Kesehatan
 APD Level 1 di Area Triase, Rawat Jalan, dan
Kegiatan yang tidak menimbulkan aerosol.

 APD Level 2 di Ruang Perawatan dan Laboratorium


untuk pengambilan sampel non pernafasan

7
 APD Level 3 di Ruang Operasi , Ruang Perawatan
Pasien Terkonfirmasi Positif , Ruang Tindakan lain
yang menimbulkan aerosol dan Ruang Perawatan
Jenazah

 Pada area Rawat Jalan dan Ruangan Informasi juga


telah dilengkapi dengan pembatas/ tabir.

D. Recovery/ Pemulihan
Disaster Plan RS sudah seharusnya dibuat untuk mengantisipasi fase
pemulihan, dan untuk itu sebaiknya disusun dengan
mempertimbangkan komponen-komponen: kebijakan penunjang,
struktur organisasi dengan pembagian tugas dan sistim komando yang
jelas, sistim komunikasi – informasi, pelaporan data, perencanaan
fasilitas penunjang, serta sistim evaluasi dan pengembangan.
1. JAMINAN PEMBIAYAAN Pembiayaan pasien suspek dan
terkonfirmasi positif COVID-19 ditanggung oleh pemerintah
dengan menggunakan aplikasi E - klaim. Dalam memenuhi target

8
klaim harus disediakan Personal Komputer, Server serta Petugas
Input Klaim.
2. INVENTORY Semua barang habis pakai dan APD termasuk yang
didapat dari Donasi harus tercatat pada aplikasi inventory termasuk
untuk distribusinya. Pemantauan stok harus terus dilakukan agar
pelayanan dapat optimal.
 Perlu dibuat regulasi Rapid Test COVID -19 untuk
semua pasien, staf dan pengunjung sebagai penunjang
diagnostic.
 Screening dan triase wajib dilaksanakan
 Perlu Gedung perawatan khusus bagi pasien positif
COVID19 termasuk bagi ODP dan OTG. Perubahan
atau pengalihan ruangan yang sudah ada ditambah
untuk perawatan pasien COVID-19 dapatmenampung
semaksimal mungkin.
 Ruang public wajib dilengkapi fasilitas cuci tangan,
distancing dan seluruh pengunjung/tamu wajib
menggunakan masker
 Penyediaan Hepa Filter dan Ventilasi Mekanik lainnya
perlu segera diupayakan untuk seluruh ruang tindakan.
 Peningkatan system informasi / teknologi informasi
sebagai sarana komunikasi wajib dan menghindari
kontak langsung.
 Optimalisasi kapasitas penerimaan dan penanganan
pasien, dan
 Pengorganisasian kerja secara profesional, sehingga
korban/pasien tetap dapat ditangani secara individu,
termasuk pasien yg sudah dirawat sebelum bencana
terjadi.

9
 Penanganan korban di luar RS, bantuan medis
diberikan dalam bentuk pengiriman tenaga medis
maupun logistik medis yang diperlukan.
 Seluruh alat medis dan alat habis pakai yang khusus
untuk COVID-19 wajib untuk selalu tersedia. Apapun
risiko yang diterima RS harus diatasi sehingga
pelayanan tidak sampai dihentikan. Pembatasan
pelayanan masih dapat ditolerir dengan persetujuan
Pimpinan Daerah dan dengan argumentasi yang
mendukung.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PENGERTIAN HOSPITAL DISASTER PLAN


Bencana adalah peristiwa yang terjadi mendadak / tidak terencana atau
terjadi secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak
terhadap pola kehidupan normal sehingga diperlukan tindakan darurat
untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia beserta
lingkungannnya.
Pada situasi bencana, Rumah Sakit akan menjadi tujuan akhir dalam
menangani korban sehingga RS harus melakukan persiapan yang cukup.
Sesuai amanah dari Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, pada Bab VIII Pasal 29 huruf f, menyebutkan kewajinan RS untuk
melaksanakan fungsi social dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
khususnya pada saat terjadi bencana dan kondisi kedaruratan.
Persiapan tersebut dapat diwujudkan diantaranya dalam bentuk
menyusun perencanaan menghadapi situasi darurat atau rencana
kontingensi, yang juga dimaksudkan agar RS tetap bisa berfungsi-hari
terhadap pasien yang sudah ada sebelumnya (business continuity plan).
Rencana tersebut umumnya disebut sebagai Rencana Penanggulangan
Bencana di Rumah Sakit, atau Hospital Disaster Plan (HDP).
Keberhasilan menangani situasi kritis pada masa bencana tergantung
pada persiapan yang dilakukan pada masa pra-bencana. Persiapan untuk
menghadapi keadaan bencana tersebut dapat diwujudkan diantaranya
dalam bentuk menyusun perencanaan menghadapi situasi darurat atau
rencana kontingensi, yang juga dimaksudkan agar RS tetap bisa berfungsi
terhadap pasien yang sudah ada sebelumnya (business continuity plan).
Rencana tersebut umumnya disebut sebagai Rencana Penanggulangan
Bencana di Rumah Sakit atau Hospital Disaster Plan (Wartatmo, 2011)

11
II.2 PRINSIP DASAR HOSPITAL DISASTER PLAN
Prinsip-prinsip penyusunan Hospital Disaster Plan (“Pedoman Perencanaan
Penyiagaan Bencana bagi Rumah Sakit” / P3B-RS), (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2009) :
a. P3B-RS merupakan suatu sub system dari system perencanaan
penanganan bencana secara nasional
b. Perencanaan perlu memperhatikan efektifitas dan efisiensi (organisasi,
anggaran, SDM), berdasarkan pada pengalaman dari institusi lain
yang pernah mengalami bencana
c. Dalam keadaan bencana, rumah sakit harus tetap menjalankan tugas
dan fungsinya untuk menangani pasien rumah sakit dan korban
bencana, kecuali rumah sakit mengalami kelumpuhan struktur atau
fungsi
d. Dalam pelaksanaannya rumah sakit harus memperhatikan aspek
medikolegal
e. P3B-RS disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas rumah sakit,
dengan membuat prioritas berdasarkan risiko ancaman bencana yang
dihadapi dan kondisi daerah setempat.

II.3 MANFAAT HOSPITAL DISASTER PLAN PADA RUMAH SAKIT


Manfaat dibentuknya Hospital Disaster Plan ialah untuk :
a. Menentukan jenis, kemungkinan terjadi dan konsekuensi bahaya,
ancaman dan kejadian
b. Menentukan integritas struktural di lingkungan pelayanan pasien yang
ada dan bila terjadi bencana
c. Menentukan peran rumah sakit dalam peristiwa/kejadian bencana
d. Menentukan strategi komunikasi pada waktu kejadian
e. Mengelola sumber daya selama kejadian, termasuk sumber - sumber
alternatif

12
f. Mengelola kegiatan klinis selama kejadian, termasuk tempat
pelayanan alternatif pada waktu kejadian
g. Mengidentifikasi dan penetapan peran dan tanggung jawab staf selama
kejadian
h. Mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara tanggung
jawab pribadi staf dengan tanggung jawab rumah sakit untuk tetap
menyediakan pelayanan pasien.
i. Partisipasi rumah sakit dalam tim terkoordinasi dengan sumber daya
masyarakat yang tersedia seperti: dinas kesehatan, bpbd, kepolisian,
dan fasilitas kesehatan lainnya.

II.4 KESIAPAN RUMAH SAKIT DALAM MENYUSUN HOSPITAL


DISASTER PLAN
Dalam penanganan bencana yang terjadi maka rumah sakit harus
siap melakukan penanganan pasien termasuk sistem untuk mendukung
proses penanganan tersebut. Sistem ini disusun dengan diberlakukannya
struktur organisasi saat aktivasi sistem penanggulangan bencana oleh
Rumah Sakit.
Pada saat terjadi bencana perlu diadakan mobilisasi SDM Kesehatan
yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi
Tim Gerak Cepat, Tim Penilaian Cepat (Tim RHA) dan Tim Bantuan
Kesehatan. Koordinator Tim dijabat oleh Kepala Dinas Kesehatan
provinsi/ kabupaten/ kota/ (mengacu Surat Keputusan Menteri Kesehatan
nomor 1653/Menkes/SK/XII/2005). Kebutuhan minimal tenaga untuk
masing-masing tim tersebut antara lain :
1) Tim Gerak Cepat
Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0-24 jam
setelah ada informasi kejadian bencana. Tim gerak cepat ini terdiri
dari :
a) Tim Pelayanan Medis
1. Dokter umum : 1 orang
2. Dokter spesialis bedah : 1 orang

13
3. Dokter spesialis anestesi : 1 orang
4. Perawat mahir (perawat bedah/ gadar) : 2 orang
5. Tenaga DVI : 1 orang
6. Apoteker/ Assisten Apoteker : 1 orang
7. Sopir ambulans : 1 orang
b) Surveilans ahli epidemiologi/ sanitarian : 1 orang
c) Petugas komunikasi : 1 orang

Tenaga-tenaga diatas harus dibekali minimal pengetahuan umum


mengenai bencana yang dikaitkan dengan bidang pekerjaannya
masing- masing.

2) Tim RHA (Rapid Health Assessment)


Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim Gerak Cepat
atau menyusul dalam waktu kurang dari 24 jam. Tim ini minimal
terdiri dari :
a) Dokter umum : 1 orang
b) Ahli epidemiologi : 1 orang
c) Sanitarian : 1 orang

3) Tim Bantuan Kesehatan


Tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim
Gerak Cepat dan Tim RHA kembali dengan laporan dan hasil kegiatan
mereka di lapangan. Tim Bantuan Kesehatan terdiri dari :

NO. JENIS TENAGA KOMPETENSI TENAGA

1. Dokter umum PPGD/GELS/ATLS/ACLS


2. Apoteker dan Asisten Apoteker Pengelolaan Obat dan Alat
Kesehatan
3. Perawat (D3/ Sarjana Keperawatan) Emerfency Nursing/ PPGD/
BTLS/ PONED/ PONEK/ ICU
4. Perawat Mahir Anestesi/ Emergency

14
5. Bidan (D3 Kebidanan) APN dan PONED
6. Sanitarian Penanganan Kualitas Air Bersih
dan Kesling
7. Ahli Gizi (D3/ D4 Gizi/ Sarjana Penanganan Gizi Darurat
Gizi)
8. Tenaga Ahli Surveilens (D3/D4 Surveilens Penyakit
Kesehatan/ Sarjana Kesmas)
9. Ahli Entomolog (D3/D4 Kesehatan/ Pengendalian Vektor
Sarjana Kesmas/ Sarjana Biologi)

Sumber : Pedoman Manajemen SDM dalam Penanggulangan Bencana, Depkes,


2006

II.5 KEBIJAKAN HOSPITAL DISASTER PLAN


Dasar kebijakan yang mengatur Hospital Disaster Plan ialah :
a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per/05/Men/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
b. SK Meneg PU No 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Persyaratan
Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan
c. SK Meneg PU No 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Persyaratan
Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan
d. Badan Standarisasi Nasional (2000) tentang Pencegahan Kebakaran
pada Bangunan Gedung 2000-2001 Menyangkut Sistem Hidran,
Sprinkler Otomatis dan APAR
e. Kep Menkes RI No 448/Menkes/ SK/VI/1993 tentang Pembentukan
Tim Kesehatan Penanggulangan Korban Bencana Disetiap RS
f. Kep Menkes RI No 28/ Menkes/SK/ 1/1995 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Umum Penanggulangan Medik Korban Bencana
g. Kep Menkes RI No 205 / Menkes/ SK/ III/1999 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Permintaan dan Pengriman Bantuan Medik Di RS
Rujukan Saat Bencana

15
h. Kep Menkes RI No 876/Menkes/ SK/ XI/2006 tentang Kebijakan dan
Srategi Nasional Penanggulangan Krisis dan Masalah Kesehatan

II.6 POKOK-POKOK HOSPITAL DISASTER PLAN


Suatu HDP diharapkan memenuhi prinsip pokok sebagai berikut :
a. Organisasi PB berbasis pada organisasi RS sehari-hari. Perubahan
yang terlalu besar berpotensi gagal.
b. Prosedur dalam HDP dibuat sesederhana mungkin, tapi mencakup
semua yang diperlukan
c. Prosedur lengkap dibuat secara rinci, tetapi untuk pekerja lapangan
perlu dibuat checklist.

Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:


1. Kewenangan untuk menggerakkan tim harus dibuat sesederhana
mungkin, jangan bergantung pada pimpinan tertinggi / direktur RS.
Proses pelimpahan wewenang harus dibuat sependek mungkin.
2. Penilaian kapasitas RS jangan hanya berdasar pada jumlah tempat
tidur, supaya tidak terjadi penilaian yang terlalu optimistic.
3. Penyiapan fasilitas dan area yang terencana dengan baik pada masa
pra-bencana.
4. Alur lalu-lintas di area RS dan sekitarnya dipersiapkan dengan cermat.
5. Penggunaan tanda pengenal utk korban( tagging ) yang jelas.
6. Komunikasi intra RS dengan alternatifnya.
7. Sistim Triase yang sesuai.
8. Penyiapan logistic.
9. Pengamanan untuk korban dan segenap karyawan serta tim penolong.
10. Menejemen informasi internal maupun eksternal.
11. Prosedur evakuasi RS bila diperlukan.

16
BAB 3

PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Penyusun perencanaan menghadapi situasi darurat atau rencana
kontingensi, yang juga dimaksudkan agar RS tetap bisa berfungsi-hari
terhadap pasien yang sudah ada sebelumnya (business continuity plan).
Rencana tersebut umumnya disebut sebagai Rencana Penanggulangan
Bencana di Rumah Sakit, atau Hospital Disaster Plan (HDP). Disaster Plan
yang disusun oleh RS meliputi Empat Fase dalam manajemen kedaruratan.
Khususnya untuk penanganan di masa pandemic COVID -19, pada fase
Mitigasi, dimana Pemerintah belum menetapkan sebagai pandemic/wabah
yang dilaksanakan oleh RS adalah menyiapkan sebanyak mungkin
referensi,mengikuti seminar, melakukan self. Pada Fase Preparedness /
Kesiapsiagaan dimana sudah ada pasien yang COVID-19 di Indonesia,
yang dilaksanakan oleh RS adalah membentuk Tim, Menyiapkan
screening dan triase, menyiapkan ruang isolasi. Pada Fase Respon, dimana
pada fase ini sudah ada pasien yang dirawat di RS, yang harus
dilaksanakan adalah menetapkan Regulasi Skenario Penempatan Pasien,
Pemindahan Ruangan, Penyediaan Ruang Isolasi Tekanan Negatif,
Edukasi Staf, Penyediaan APD. Selain itu juga RS perlu mendukung
strategi penanganan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Pada Fase
Recovery, perlu segera disiapkan Jaminan Pembiayaan, Pemantauan
Inventory, serta Perencanaan Lanjutan dan Pemanfaatan IT jelas sangat
diperlukan. Karna salah satu prinsip dari Hospital Disaster Plan ini sendiri
adalah Perencanaan perlu memperhatikan efektifitas dan efisiensi
(organisasi, anggaran, SDM), berdasarkan pada pengalaman dari institusi
lain yang pernah mengalami bencana . Dalam keadaan bencana, rumah
sakit harus tetap menjalankan tugas dan fungsinya untuk menangani

17
pasien rumah sakit dan korban bencana, kecuali rumah sakit mengalami
kelumpuhan struktur atau fungsi. Salah satu manfaat dari Hospital Disaster
Plan ini adalah Menentukan jenis, kemungkinan terjadi dan konsekuensi
bahaya, ancaman dan kejadian . Dalam penanganan bencana yang terjadi
maka rumah sakit harus siap melakukan penanganan pasien termasuk
sistem untuk mendukung proses penanganan tersebut sehingga perlu
diadakan mobilisasi SDM Kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim
Penanggulangan Krisis yang meliputi Tim Gerak Cepat, Tim Penilaian
Cepat (Tim RHA) dan Tim Bantuan Kesehatan. Dan semua ini sudah
diatur dalam beberapa kebijakan pemerintah seperti Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No Per/05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja

III.2 SARAN
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penyusun sangat mengharapkan
kritikan serta saran yang membangun agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya penyusun dapat membuat lebih baik lagi dan semoga dengan
terselesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca .

18
DAFTAR PUSTAKA

Austrianti, rifka; Andayani, R. putri (2019) „Jurnal Abdimas Saintika‟,


Jurnal Abdimas Saintika, 1(1), pp. 1–8.

Daerah, D. I. et al. (no date) Promosi Kesehatan.

Depkes RI. Pedoman Perencanaan Penyiagaan Bencana bagi Rumah


Sakit. In: RI DK, editor.Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009
Depkes RI. Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
Kesehatan dalam
Mojokerto, S. K. (no date) DISASTER PLAN

Penanggulangan Bencana. In: RI DK, editor. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI; 2006.

Standar Sistem Manajemen Keadaan Darurat, 2010.

Wartatmo, H. (2011). Prinsip Hospital Disaster Plan, Modul Peningkatan


Kapasitas SDMdalam Penyusunan Rencana Rumah Sakit dalam Penanggulangan
Krisis Kesehatan Akibat Bencana.

Wartatmo, H. (2011) „Modul Peningkatan Kapasitas SDM dalam


Penyusunan Rencana Rumah Sakit dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan
Akibat Bencana‟, pp. 1–13.

Widayatun and Fatoni, Z. (2013) „Permasalahan Kesehatan dalam Kondisi


Bencana:Peran Petugas Kesehatan dan Partisipasi Masyarakat (Health Problems
in a Disaster Situation : the Role of Health Personnels and Community
Participation)‟, Jurnal Kependudukan Indonesia, 8(1), pp. 37–52.

Anda mungkin juga menyukai