Anda di halaman 1dari 23

PRAKTIK KLINIK III

SUB KEPERAWATAN KOMUNITAS


RANCANGAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN STUNTING
Dosen Pembimbing : Yoga Pramana, S.Kep., M.Or.

Disusun Oleh :

Kharisma Aji Martadi I1031181019

Restu Hayatun Nupus I1031181020

Amira Melati Fitri I1031181021

Ayu Nurintan I1031181022

Rosaldi Millenianto I1031181042

Diah Permatasari I1031181049

Zainan Nur I1031181050

Golda Clara Kalagison I1031181052

Dewi Amalia I1032181003

Dea Anggraeni I1032181023

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
Praktik Klinik Stase Komunitas dan Keluarga. Dalam proses menyelesaikan penyusunan tugas
kami yang berjudul “Rancangan Program Promosi Kesehatan Stunting”, kami juga mendapat
dukungan dan juga bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu kami menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT atas berkat dan anugrah-Nya yang luar biasa, yang tidak pernah berkesudahan
hingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini tepat pada waktunya.
2. Bapak Yoga Pramana, S.Kep., M.Or., selaku dosen pembimbing.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan dan
penyajian materi pada makalah yang sederhana ini. Untuk itu kami menerima saran dan kritik
dari pembaca. Kami berharap makalah ini dapat diterima dengan baik dan bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.

Pontianak, Oktober 2021

KELOMPOK 6
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang masih dihadapi
Indonesia. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan adanya
malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis maupun berulang yang
ditunjukkan dengan nilai Z score tinggi badan menurut usia (TB/U) kurang dari –2
standar deviasi (SD). Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi balita
stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO,
yaitu 20% (Kemenkes, 2018).
World Health Organization (WHO) pernah menempatkan Indonesia sebagai
negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017 (Kemenkes
RI, 2019). Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019 menunjukan
telah terjadi penurunan prevalensi stunting dari 30,8% tahun 2018 menjadi 27,67% tahun
2019 (Kemenkes RI, 2020). Meski menurun, angka ini masih dinilai tinggi, karena angka
toleransi WHO untuk stunting sebesar 20 %. Kondisi ini diperberat dengan adanya
pandemi COVID -19, yang menyebabkan banyak pemutusan hubungan kerja (PHK)
sehingga pengangguran meningkat , dan akibatnya daya beli masyarakat khususnya
pangan menurun. Secara tidak langsung berdampak pada peningkatan kejadian stunting.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga berisiko lebih tinggi menderita penyakit
kronis di masa dewasanya.
Permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat
ketika anak sudah menginjak usia dua tahun (Kemenkes, 2019). Secara ekonomi,
permasalahan stunting akan menjadi beban bagi negara terutama akibat meningkatnya
pembiayaan kesehatan. Dampak kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh stunting sangat
besar. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi di masa balita merupakan
kondisi yang tidak bisa disepelekan mengingat dampak yang akan dihadapi oleh anak
dengan stunting di masa dewasa. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap
kejadian stunting antara lain riwayat sakit, status pekerjaan ibu, status pendidikan ibu,
jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, pengasuh utama, pola pemenuhan gizi, pola
asuh, berat badan lahir balita, pola perawatan kesehatan balita, pendapatan perkapita,
pengetahuan ibu tentang gizi dan panjang badan lahir
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi (stunting), dalam jangka
pendek adalah terganggunya perkembangan otak kecerdasan, gangguan pertumbuhan
fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat
buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi
belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk
munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker,
stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang
berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi
Hasil-hasil penelitian baik yang dilakukan di dalam dan luar negeri, menyebutkan
stunting disebabkan faktor multi dimensi. Faktor tersebut dapat dibagi menjadi faktor ibu
dan faktor bayi. Dari faktor ibu, diantaranya tinggi badan, dan tingkat pendidikan dan
faktor bayi, diantaranya berat badan lahir, jenis kelamin, dan pemberian ASI eksklusif.
Ada pula menyebutkan dari faktor sosial ekonomi. Penelitian lain disimpulkan anak yang
kurang aktif datang ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) berisiko 3,1 kali mengalami
stunting dibandingkan anak yang aktif datang ke Posyandu (Destiadi dkk., 2015).
Kejadian stunting ditemukan lebih tinggi pada bayi atau balita yang jarang mengunjungi
posyandu. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita di Posyandu
menyebabkan kejadian stunting sulit dideteksi sehingga menjadi salah satu fokus pada
target perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025 (Hadi dkk., 2019).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengdeskripsikan konsep teori promosi kesehatan secara umum
2. Mendeskripsikan konsep teori masalah gizi stunting
3. Mengidentifikasi program pelayanan gizi di puskesmas gang sehat
4. Menentukan rencana kegiatan kepada masyarakat terkait program gizi
1.3 Tujuan Penulisan
Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep teori promosi kesehatan secara umum
2. Untuk mengetahui konsep teori masalah gizi stunting
3. Untuk mengetahui program pelayanan gizi dipuskesmas gang sehat
4. Untuk mengetahui rencana kegiatan kepada masyarakat terkait program gizi
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan pada makalah ini tersusun dari:
a. Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan metode penulisan.
b. Bab II Tinjauan Teoritis
Bab ini berisikan teori dan hasil penelitian yang berupa teori promosi kesehatan dan
stunting.
c. Bab III Rancangan Program Promosi Kesehatan
Bab ini berisikan tabel dari rancangan program promosi kesehatan penyakit stunting.
d. Bab IV Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan analisa dan optimalisasi
sistem berdasarkan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Teori Promosi Kesehatan


2.1.1 Definisi Promosi Kesehatan
Green dan Kreuter (2005) menyatakan bahwa “Promosi kesehatan adalah
kombinasi upaya-upaya pendidikan, kebijakan (politik), peraturan, dan organisasi
untuk mendukung kegiatan-kegiatan dan kondisi-kondisi hidup yang
menguntungkan kesehatan individu, kelompok, atau komunitas”. Dalam
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1114/Menkes/SK/VIII/2005 menyatakan
bahwa promosi kesehatan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan (Susilowati, 2016).
Promosi kesehatan merupakan salah satu bentuk intervensi di bidang
kesehatan untuk memperbaiki status kesehatan masyarakat. Dilihat dari keluasan
dan keberagaman aktivitasnya, dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan adalah
bentuk baru dari kesehatan masyarakat, atau dengan kata lain promosi kesehatan
ini merupakan program yang dirancang untuk memberikan perubahan di bidang
kesehatan terhadap manusia, organisasi, masyarakat dan lingkungan (Susilowati,
2016).
2.1.2 Tujuan Promosi Kesehatan
1. Tujuan promosi kesehatan menurut WHO (Susilowati, 2016):
a. Tujuan Umum
Mengubah perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan.
b. Tujuan Khusus
1) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai bagi
masyarakat.
2) Menolong individu agar mampu secara mandiri/berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada.
2. Tujuan Operasional (Susilowati, 2016):
a. Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan
perubahan-perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan serta cara
memanfaatkannya secara efisien & efektif.
b. Agar klien/masyarakat memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada
kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan dan masyarakatnya.
c. Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah
terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan
mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat karena
penyakit.
d. Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan
bagaimana caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem
pelayanan kesehatan yang normal.
3. Menurut Green, tujuan promosi kesehatan terdiri dari 3 tingkatan tujuan, yaitu
(Susilowati, 2016):
a. Tujuan Program Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai
dalam periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
b. Tujuan Pendidikan Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai
dapat mengatasi masalah kesehatan yang ada.
c. Tujuan Perilaku Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus
tercapai (perilaku yang diinginkan).Oleh sebab itu, tujuan perilaku
berhubungan dengan pengetahuan dan sikap.
d. Tujuan Intervensi Perilaku dalam promosi kesehatan
1) Mengurangi perilaku negatif bagi kesehatan.
Misal: mengurangi kebiasaan merokok
2) Mencegah meningkatnya perilaku negatif bagi kesehatan
Misal : mencegah meningkatnya perilak seks bebas
3) Meningkatkan perilaku positif bagi kesehatan
Misal : mendorong kebiasaan olah raga
4) Mencegah menurunnya perilaku positif bagi kesehatan
Misal : mencegah menurunnya perilaku makan kaya serat.
2.1.3 Sasaran dan Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Di dalam promosi kesehatan yang dimaksud dengan sasaran adalah
kelompok sasaran yaitu individu, kelompok maupun keduanya. Sedangkan ruang
lingkup sasaran promosi kesehatan adalah keempat determinan kesehatan dan
kesejahteran seperti terlihat dalam model klasik dari Bloom (Forcefield Paradigm
of Health and Wellbeing), yaitu (Susilowati, 2016)
1) Lingkungan,
2) Perilaku,
3) Pelayanan kesehatan, dan
4) Faktor genetik (atau diperluas menjadi faktor kependudukan).
Dalam paradigma Bloom diungkapkan bahwa antara keempat faktor di atas
akan saling mempengaruhi. Perilaku mempengaruhi lingkungan dan lingkungan
mempengaruhi perilaku. Faktor pelayanan kesehatan, akan berperan dalam
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat bila pelayanan yang
disediakan digunakan (perilaku) oleh masyarakat. Faktor genetik yang tidak
menguntungkan akan berkurang resikonya bila seseorang berada dalam
lingkungan yang sehat dan berperilaku sehat. Dengan demikian, perilaku
memainkan peran yang penting bagi kesehatan. Oleh karena itu, ruang lingkup
utama sasaran promosi kesehatan adalah perilaku dan akar-akarnya serta
lingkungan, khususnya lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku
(Susilowati, 2016).
Green mengkategorikan akar-akar perilaku ke dalam 3 kelompok faktor,
yaitu faktor-faktor predisposisi (yang merupakan prasyarat terjadinya perilaku
secara sukarela), pemungkin (enabling, yang memungkinkan faktor predisposisi
yang sudah kondusif menjelma menjadi perilaku), dan faktor penguat
(reinforcing, yang akan memperkuat perilaku atau mengurangi hambatan
psikologis dalam berperilaku yang diinginkan) (Susilowati, 2016).
Ruang lingkup dalam promosi kesehatan tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu, sehingga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu (Susilowati,
2016):
1) Ruang lingkup berdasarkan area masalah: KIA, P3, PTM, kecelakaan dan
bencana, kesehatan manula.
2) Ruang lingkup berdasarkan tingkat pencegahan: Primer, sekunder, tertier.
3) Ruang lingkup pelayanan kesehatan dasar: Peningkatan derajat kesehatan,
pencegahan penyakit, perawatan/pengobatan penyakit, pemulihan dari sakit
4) Ruang lingkup aktivitas: membuat kebijakan publik yang sehat, menciptakan
lingkungan yang mendukung, memperkuat kegiatan masyarakat,
Kembangkan / tumbuhkan keterampilan pribadi, mengorientasi ulang
pelayanan kesehatan
5) Ruang lingkup perilaku kesehatan: Pengetahuan kesehatan, sikap terhadap
kesehatan, praktek kesehatan.
2.1.4 Metode dan Media dalam Promosi Kesehatan
Secara garis besar, metode promosi kesehatan dibagi menjadi (Wardani, I.
N., Yanik, M., & Murti, 2016):
1) Metode Penyuluhan Langsung, dalam metode penyuluhan langsung para
penyuluh langsung berhadapan atau bertatap muka dengan sasaran. Termasuk
disini antara lain adalah kunjungan rumah.
2) Metode Penyuluhan Tidak Langsung, dalam metode penyuluhan tidak
langsung, para penyuluh atau komunikator kesehatan tidak berhadapan atau
bertatap muka secara langsung dengan komunikan. Tetapi komunikator
menggunakan media sebagai perantara dalam penyampaian pesan. Misalnya:
publikasi dalam bentuk media cetak.
Berdasarkan jenisnya media promosi kesehatan dapat ditinjau dari
beberapa aspek, di antaranya yaitu (Andan Firmansyah et al., 2019):
1) Berdasarkan bentuk umum penggunaanya Berdasarkan penggunaannya media
promosi kesehatan dibedakan menjadi:
a. Bahan bacaan, di antaranya seperti modul, buku, folder, leaflet, majalah,
buletin dan lain sebagainya
b. Bahan peraga, poster tunggal, poster seri, flipchart, tranparan, slide, film,
dan lain-lain.
2) Berdasarkan cara produksi Berdasarkan cara produksinya media promosi
kesehatan dibagi menjadi:
a. Media cetak
Media cetak merupakan media statis yang mengutamakan pesanpesan
visual. Contohnya yaitu poster, leaflet, brosur, majalah, surat kabar,
lembar balik dan sticker. Kelebihan dari media cetak yaitu tahan lama,
mencakup banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat
dibawa kemana- mana, dan mempermudah pemahaman. Sedangkan
kelemahannya adalah media tidak dapat menstimulir efek suara dan gerak.
b. Media elektronika
Media elektronika yaitu media yang dapat bergerak dan dinamis,
contohnya seperti TV, radio, film, video film, cassete, CD, dab VCD.
Kelebihan dari media elektronika adalah sudah dikenal masyarakat,
mengikutsertakan panca indera, dan lebih mudah dipahami.
Kelemahannya yaitu biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik, perlu
alat canggih untuk produksinya, dan perlu persiapan yang matang.
c. Media luar ruangan
Media luar ruangan yaitu media yang menyampaikan pesannya diluar
ruang umum, contohnya seperti papan reklame, spanduk, pameran, banner
dan TV layar lebar. Kelebihan dari media luar adalah sebagai informasi
umum dan hiburan, mengikutsertakan semua panca indera, lebih mudah
dipahami, lebih menarik karena ada suara dan gambar, bertatap muka,
penyajian dapat dikendalikan, jangkauan relatif lebih besar.
Kelemahannya adalah biaya tinggi, sedikit rumit, ada yang memerlukan
listrik, ada yang memerlukan alat canggih, perlu persiapan matang,
peralatan selalu berkembang dan perlu keterampilan penyimpanan.
2.2 Konsep Teori Stunting
2.2.1 Definisi Stunting
Stunting atau kerdil merupakan suatu kondisi dimana balita memiliki
panjang atau tinggi badan yang kurang atau tidak sesuai dengan umurnya. Kondisi
ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar
deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk
masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial
ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi
pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan
dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal (Kemenkes RI,
2018).
2.2.2 Faktor Penyebab Stunting
Menurut WHO (2013) penyebab terjadinya stunting pada anak terbagi
menjadi 4 kategori besar yaitu faktor keluarga dan rumah tangga, makanan
tambahan/komplementer yang tidak adekuat, menyusui, dan infeksi (Atikah,
2018).
1. Faktor keluarga dan rumah tangga
Faktor maternal, dapat disebabkan karena nutrisi yang buruk selama
prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan
ibu yang pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, IUGR dan
persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat, dan hipertensi. Lingkungan
rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak adekuat,
penerapan asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang
tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh.
2. Complementary feeding yang tidak adekuat
Setelah umur 6 bulan, setiap bayi membutuhkan makanan lunak yang bergizi
sering disebut Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pengenalan dan
pemberian MPASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun
jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Dalam keadaan
darurat, bayi dan balita seharusnya mendapat MP-ASI untuk mencegah
kekurangan gizi. Untuk memperolehnya perlu ditambahkan vitamin dan
mineral (variasi bahan makanan) karena tidak ada makanan yang cukup untuk
kebutuhan bayi.
3. Beberapa masalah dalam pemberian ASI
Rendahnya kesadaran Ibu akan pentingnya memberikan ASI pada balitanya
dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang kesehatan dan sosio-kultural,
terbatasnya petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan, tradisi daerah
berpengaruh terhadap pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini,
dan tidak lancarnya ASI setelah melahirkan. Masalah-masalah terkait praktik
pemberian ASI meliputi delayed initiation, tidak menerapkan ASI eksklusif,
dan penghentian dini konsumsi ASI. Sebuah penelitian membuktikan bahwa
menunda inisiasi menyusu (delayed initiation) akan meningkatkan kematian
bayi.
4. Infeksi
Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang tidak adekuat dan penyakit.
Manifestasi malnutrisi ini disebabkan oleh perbedaan antara jumlah zat gizi
yang diserap dari makanan dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari terlalu sedikit mengkonsumsi
makanan atau mengalami infeksi, yang meningkatkan kebutuhan tubuh akan
zat gizi, mengurangi nafsu makan, atau mempengaruhi penyerapan zat gizi di
usus. Kenyataannya, malnutrisi dan infeksi sering terjadi pada saat bersamaan.
Malnutrisi dapat meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi dapat
menyebabkan malnutrisi yang mengarahkan ke lingkaran setan. Anak kurang
gizi, yang daya tahan terhadap penyakitnya rendah, jatuh sakit dan akan
menjadi semakin kurang gizi, sehingga mengurangi kapasitasnya untuk
melawan penyakit dan sebagainya. Ini disebut juga infectionmalnutrition.
5. Kelainan endokrin
Terdapat beberapa penyebab perawakan pendek diantaranya dapat berupa
variasi normal, penyakit endokrin, displasia skeletal, sindrom tertentu,
penyakit kronis dan malnutrisi. Pada dasarnya perawakan pendek dibagi
menjadi dua yaitu variasi normal dan keadaan patologis. Kelainan endokrin
dalam faktor penyebab terjadinya stunting berhubungan dengan defisiensi
GH, IGF- 1, hipotiroidisme, kelebihan glukokortikoid, diabetes melitus,
diabetes insipidus, rickets hipopostamemia.
6. Kondisi-kondisi yang menyebabkan stunting
a. Asupan energi dan protein yang kurang
b. Jenis kelamin (diindikasikan juga oleh faktor budaya dan komposisi
tubuh)
c. Berat lahir rendah (BBLR, BB < 2500 gram)
d. Jumlah anggota keluarga yang banyak
e. Pendidikan ayah dan ibu yang rendah
f. Pekerjaan ayah dan ibu
g. Wilayah tempat tinggal perkotaan atau padat penduduk
h. Status ekonomi keluarga yang rendah
2.2.3 Tanda dan Gejala Stunting
Stunting dapat diketahui melalui pemeriksaan pertumbuhan pada anak.
Pertumbuhan dapat dilihat dengan beberapa indikator status gizi. Secara umum
terdapat 3 indikator yang bisa digunakan untuk mengukur pertumbuhan bayi dan
anak, yaitu indikator berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Stunting
merupakan salah satu masalah gizi yang diakibatkan oleh kekurangan zat gizi
secara kronis. Hal ini ditunjukkan dengan indikator TB/U dengan nilai skor-Z (Z-
score) di bawah minus 2. ategori dan ambang batas status stunting balita
berdasarkan PB/U, dapat dilihat pada tabel berikut (Atikah, 2018):

Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam kurun waktu singkat dan dapat
terjadi pula dalam waktu yang cukup lama. Gangguan pertumbuhan dalam waktu
singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya
napsu makan seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atau karena kurang
cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan yang
berlangsung dalam waktu yang lama dapat terlihat pada hambatan pertambahan
tinggi badan. Keadaan gizi yang seimbang tidak hanya penting bagi pertumbuhan
yang normal, tetapi juga proses-proses lainnya. Termasuk diantaranya adalah
proses perkembangan anak, kecerdasan, pemeliharaan kesehatan dan untuk
melakukan kegiatan sehari-hari (Atikah, 2018).
Gagal tumbuh (Growth Faltering) merupakan suatu kejadian yang ditemui
pada hampir setiap anak di Indonesia. Gagal tumbuh pada dasarnya merupakan
ketidakmampuan anak untuk mencapai berat badan atau tinggi badan sesuai
dengan jalur pertumbuhan normal. Kegagalan pertumbuhan yang nyata biasanya
mulai terlihat pada usia 4 bulan yang berlanjut sampai anak usia 2 tahun, dengan
puncaknya pada usia 12 bulan (Atikah, 2018).
Kejadian stunting pada anak juga dapat diketahui dari ciri-cirinya sehingga
jika anak mengalami stunting dapat ditangani sesegera mungkin. Adapun ciri-ciri
anak yang mengalami stunting yaitu (Atikah, 2018):
1. Tanda pubertas terlambat
2. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebIh pendiam, tidak banyak melakukan eye
contact
3. Pertumbuhan terhambat
4. Wajah tampak lebih muda dari usianya
5. Pertumbuhan gigi terlambat
6. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar
2.2.4 Proses Terjadinya Stunting
Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi ketika seorang remaja yang
menjadi ibu mengalami kekurangan gizi dan anemia. Kejadian ini akan menjadi
parah ketika remaja ini hamil dengan asupan gizi yang tidak mencukupi
kebutuhan, ditambah lagi ketika ibu hamil ini hidup di lingkungan dengan sanitasi
yang kurang memadai. Remaja putri di Indonesia usia 15-19 tahun yang
kondisinya berisiko kurang energi kronik (KEK) sebesar 46,6% pada tahun 2013.
Ketika hamil, ada 24,2% Wanita Usia Subur (WUS) 15-49 tahun dengan risiko
KEK, dan anemia sebesar 37,1%. Dilihat dari asupan makanan, ibu hamil pada
umumnya akan mengalami defisit energi dan protein. Hasil dari Survei Nasional
Konsumsi Makanan Individu (SKMI) tahun 2014 menunjukkan sebagian besar
ibu hamil (kota dan desa) maupun menurut sosial ekonomi (kuintil 1-5)
bermasalah untuk asupan makanan, baik energi dan protein. Kondisi-kondisi di
atas disertai dengan ibu hamil yang pada umumnya memiliki tinggi badan yang
rendah (< 150 cm) akan berdampak pada bayi yang dilahirkan dimana bayi
tersebut akan mengalami kurang gizi dengan berat badan lahir rendah BBLR
(BBL < 2.500 gram) dan juga panjang badan yang kurang dari 48 cm.. Selain
faktor bayi yang lahir dengan kondisi BB rendah, faktor lain yang mencetuskan
terajadinya stunting yaitu kondisi rendahnya Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang
dapat memicu rendahnya menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan, serta tidak
memadainya pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) (Kemenkes RI,
2018).
2.2.5 Dampak Stunting
Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek
dan jangka panjang (Kemenkes RI, 2018).
1. Dampak Jangka Pendek.
a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal;
c. Peningkatan biaya kesehatan.
2. Dampak Jangka Panjang.
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
pada umumnya);
b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;
c. Menurunnya kesehatan reproduksi;
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah;
dan
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.
2.2.6 Pencegahan Stunting
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals
(SDGs) yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu
menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta
mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angka
stunting hingga 40% pada tahun 2025. Untuk mewujudkan hal tersebut,
pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di
antaranya sebagai berikut (Kemenkes RI, 2018):
1. Ibu Hamil dan Bersalin
a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
b. Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
c. Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
d. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein,
dan mikronutrien (TKPM);
e. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);
f. Pemberantasan kecacingan;
g. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku
KIA;
h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI
eksklusif;
i. Penyuluhan dan pelayanan KB.
2. Balita
a. Pemantauan pertumbuhan balita;
b. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
balita;
c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
d. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Anak Usia Sekolah
a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
d. Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba
4. Remaja
a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan
b. Pendidikan kesehatan reproduksi.
5. Dewasa Muda
a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);
b. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba.

2.3 Analisa Program Gizi di Puskesmas Gang Sehat


Berdasarkan analisa kelompok selama melakukan praktik terkait program gizi di
Puskesmas Gang Sehat Kecamatan Pontianak Selatan, didapatkan hasil yaitu :
1) Terdapat pelayanan pada perbaikan gizi berupa:
 Pembrian makanan tambahan, pemulihan pada pasien yang bermasalah terkait
gizi, seperti balita gizi kurus dan ibu hamil kurang energy kronik (KEK) setiap
kali ditemukan kasus
 Pemberian makanan tambahan (PMT) penyuluhan di posyandu setiap kali ada
kegiatan posyandu
2) Terdapat pelayanan rawat jalan bagi balita gizi buruk berupa :
 Pengukuran antropometri dan deteksi tanda klinis gizi buruk dari petugas gizi
 Pemberian informasi status gizi, anamnesa dari dokter dan penyediaan
pemeriksaan laboratorium dasar dan lanjutan
 Pemberian konsultasi dokter spesialis anak, dan tatalaksana penanganan gizi
buruk
 Pemberian asuhan perawatan
3) Pelayanan pada gizi balita berupa :
 Menerima pengukuran antropometri dan deteksi tanda klinis
 Menerima status gizi dengan indikator Berat Badan menurut Panjang Badan atau
Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB)
 Menerima konseling bagi balita dengan status gizi pendek, kurus, berat badan
kurang dan berat badan lebih maka petugas gizi memberikan konseling, namun
bila balita sangat kurus atau terlihat pembengkakan di seluruh tubuh/kedua belah
punggung kaki/tulang iga terlihat menonjol/kulit keriput dibagian bokong dirujuk
ke pusat pemulihan gizi
 Pasien dengan kategori status gizi kurus tanpa tanda klisnis menerima Makanan
Tambahan (PMT) Pemuluhan
4) Terdapat pelayanan gizi pada ibu hamil berupa :
 Pasien menerima pelayanan Kesehatan Reproduksi Essential (PKRE)
 Pasien ibu hamil baru, ibu hamil dengan masalah gizi dan ibu hamil dengan
penyakit yang terkait dengan gizi dirujuk ke Poli Gizi
 Menerima proses asuhan gizi ibu hamil
 Ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) mendapatkan stimulan Pembekalan
Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan
5) Masalah gizi yang sering ditemukan yaitu kasus balita gizi buruk dan stunting pada
bayi atau anak-anak
BAB III
RANCANGAN PROGRAM PLANT OF ACTION (POA)

SUMBER DAYA
PENANGGUNG WAKTU TEMPAT ALOKASI SASARAN
N KEGIATAN TUJUAN
JAWAB DANA
O
1. Screening status a. Melakukan Ayu Nurintan 25 Oktober Aula UPT Rp. 0,- Seluruh
gizi anak oleh pemeriksaan 2021 Puskesmas neonatus,
petugas gizi. status gizi GG. sehat. bayi, batita,
b. Mengidentifikasi 07.30 – dan anak di
status anak yang 10.00 WIB kawas
bepotensi puskesmas
mengalami gizi GG. sehat
buruk.
2. Penyuluha Gizi Meningkatkan Zainan Nur 27 Oktober Ruang 1. X benner = Ibu dan
Baik Anak pengetahuan ibu dan 2021 tunggu 50.000 Keluarga
keluarga terkait puskesmas 2. Leaflet yang
pentingnya 07.30 – 25x3000 berkunjung
perkembangan gizi 08.30 WIB. =75.0000 ke
anak serta 3. Sound puskesmas
memeriksakan gizi system
anak = 0 rupiah
3. Perbaikan gizi Pemberian makanan Diah Permatasari 29 Oktober Aula UPT 1. Beras @ 1 Ibu dan
tambahan dan 2021 Puskesms kg/per orang Keluarga
pemulihan pada anak GG. Sehat 2. Kacang hijau yang
anak dengan kelainan 07.30 – @ 0,5 berkunjung
gizi buruk. 10.30 WIB kg/orang ke
3. 3 Susu kotak puskesmas
@ 125
mL/orang
Total :
25.000/orang
4. Pemantauan Gizi a. Untuk Restu Hayatun Setiap hari Rumah Keluarga
Keluarga mengetahui berat Nupus sabtu keluarga cakupan
badan bayi dalam puskesmas
(evaluasi) secara berkala cangkupan Gang Sehat
b. Pencegahan puskesmas dengan
secara berkala Gang Sehat kriteria
dan deteksi dini memiliki
terhadap gizi anak usia 0-2
buruk dan tahun
stunting
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak. Stunting mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga berisiko lebih tinggi menderita penyakit
kronis di masa dewasanya. Faktor stunting dapat dibagi menjadi faktor ibu dan faktor
bayi. Dari faktor ibu, diantaranya tinggi badan, dan tingkat pendidikan dan faktor bayi,
diantaranya berat badan lahir, jenis kelamin, dan pemberian ASI eksklusif. Ada pula
menyebutkan dari faktor sosial ekonomi.
4.2 Saran
Stunting harus dicegah sedini mungkin dengan meningkatkan pelayanan
kesehatan kepada ibu sejak kehamilan 3 bulan berupa ANC yang berupa gizi ibu hamil,
imunisasi TT, dan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Bayi harus diberikan ASI
sampai umur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi harus diberikan makan untuk mendapatkan
pelayanan secara lengkap. Bagi balita stunting segera diberika pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Andan Firmansyah, Ahid Jahidin, & Najamuddin, N. I. (2019). Efektivitas Penyuluhan Dengan
Menggunakan Media Leaflet Dan Video Bahasa Daerah Terhadap Pengetahuan Bahaya
Rokok Pada Remaja. Bina Generasi : Jurnal Kesehatan, 11(1), 80–86.
https://doi.org/10.35907/jksbg.v11i1.138
Atikah, R. et al. (2018). Stunting dan Upaya Pencegahannya.
Destiadi Alfian,Triska Susila, Nidya, dan Sri Sumarmi. (2015). Frekuensi Kunjungan Posyandu
dan Riwayat Kenaikan Berat Badan Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak
Usia3 – 5 Tahun di Desa Sidoarum. Surabaya : Universitas Airlangga.
Hadi, Moch. Irfan, Mei Lina Fitri Kumalasari, dan Estri Kusumawati. 2019. Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting di Indonesia: Studi Literatur. Surabaya : Journal Of
Health Science And Prevention.
Kemenkes RI. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI,
301(5), 1163–1178.
Kemenkes. (2018). Ini Penyebab Stunting Pada Anak. http://www. depkes.go.id/ article/
view/18052800006/ini-penyebab –stunting-pada-anak.html
Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes RI;
2019.
Susilowati, D. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Promosi Kesehatan. Kemenkes
RI.
Wardani, I. N., Yanik, M., & Murti, A. (2016). Buku Ajar Promosi Kesehatan Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai