Anda di halaman 1dari 15

No Tugas : 01

Nama : Rosaldi Millenianto


NIM : I1031181042
Judul Tugas : Pengantar Komunikasi Informasi Edukasi dan Konseling Gizi

Daftar ISI
A. Pendahuluan ........................................................................................................................ 2
B. Telaah Pustaka .................................................................................................................... 7
B.1 Pengertian Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) ........................................................... 7
B.2 Tujuan, Jenis-Jenis dan Prinsip dalam KIE ..................................................................... 7
B.2.1 Tujuan KIE................................................................................................................ 7
B.2.2 Jenis-Jenis KIE.......................................................................................................... 8
B.2.3 Prinsip KIE................................................................................................................ 8
B.3 Langkah dan Kegiatan KIE ............................................................................................. 9
B.4 Konseling Gizi, Tujuan, Jenis, Prinsip dan Keuntungan Konseling Gizi........................ 9
B.4.1 Pengertian Konseling Gizi ........................................................................................ 9
B.4.2 Tujuan Konseling Gizi ............................................................................................ 10
B.4.3 Jenis Konseling Gizi ............................................................................................... 10
B.4.4 Prinsip Konseling Gizi ............................................................................................ 11
B.4.5 Keuntungan Konseling Gizi .................................................................................... 11
B.5 Komunikasi Interpersonal dan Langkah-Langkah dalam Konseling ............................ 11
B.5.4 Pengertian Komunikasi Interpersonal ..................................................................... 11
B.5.5 Langkah-Langkah dalam Konseling ....................................................................... 12
C. Rangkuman........................................................................................................................ 12
D. Soal ..................................................................................................................................... 13
E. Daftar Pustaka ................................................................................................................... 13

1
A. Pendahuluan
1. Frame
Pendidikan kesehatan merupakan upaya peningkatan perilaku hidup sehat
di masyarakat dengan tujuan menyadarkan masyarakat untuk mencegah penyakit
dan meningkatkan derajat kesehatan. Pendidikan dalam bentuk KIE merupakan
upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat melalui perubahan pengetahuan
dan praktik/perilaku ke arah yang lebih baik (Ayu, 2012).
Kewaspadaan kondisi kesehatan perlu ditujukan kepada perbaikan dimensi
gaya hidup, khususnya di wilayah-wilayah yang skor indeksnya masih kurang.
Keadaan ini berpotensi memunculkan berbagai masalah kesehatan diantaranya
permasalahan gizi dan lain-lain. Oleh karena itu langkah perbaikan melalui KIE
secara lintas program dan lintas sektor perlu diperkuat, dengan harapan
meningkatnya masyarakat yag sadar dan berperilaku hidup bersih dan sehat, serta
rendahnya indeks dimensi gaya hidup, maka perlu dilakukan upaya Komunikasi
Informasi dan Edukasi (KIE) secara lebih intensif. Upaya KIE hendaknya
melibatkan peran serta masyarakat melalui penguatan kapasitas kader kesehatan
(Budiono, 2013).
2. Masalah
Beberapa masalah yang timbul dari tidak dilaksanakannya KIE dan
konseling gizi pada masyarakat awam diantaranya adalah kurangnya pengetahuan
mengenai kesehatan yang akan berdampak pada pola perilaku yang buruk, pola
asuhan yang buruk, dan pola makan yang buruk sehingga dapat menyebabkan
beberapa masalah yaitu obesitas, gizi buruk pada bayi dan anak, penggunaan
narkoba di remaja, penyebaran virus HIV, ataupun pertumbuhan penduduk yang
meningkat diakibatkan oleh program KB ynag tidak berjalan dengan baik.
Kondisi gizi buruk akan berdampak buruk terhadap perkembangan
maupun pertumbuhan balita ataupun anak-anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan apabila tidak segera ditangani. Gizi buruk secara langsung
disebabkan rendahnya asupan zat gizi dan penyakit infeksi, sedangkan penyebab
tidak langsung gizi buruk antara lain keterbatasan pengetahuan, sikap dan perilaku
gizi, pola pemberian makanan, pola pengasuhan anak, kondisi kesehatan dan
lingkungan serta ketersedian pangan di rumah tangga (Sofiyana & Ratna, 2013).
Banyak remaja cenderung melakukan perilaku makan yang salah yaitu
asupan zat gizi tidak sesuai dengan kebutuhan atau rekomendasi diet yang
dianjurkan. Perilaku makan remaja yang salah dapat menyebabkan munculnya
beberapa masalah gizi, salah satunya adalah terjadinya masalah gizi kurang
ataupun masalah gizi lebih (overweight dan obesitas) (AFIFAH
&MARGAWATI, 2017). Kurangnya asupan zat gizi terutama energi, protein,
iron, zinc, dan kalsium merupakan salah satu faktor yang berpengaruh secara
langsung pada balita stunting. Rendahnya Asupan zat gizi yang rendah
dipengaruhi oleh pola asuh, salah satunya adalah perilaku pemberian makan yang
tidak tepat(Rosania & Ratna, 2014).
3. Data Sekunder
Secara internasional, keberhasilan pembangunan dapat diukur dengan
suatu indeks, yaitu indeks pembangunan manusia (IPM). IPM merupakan ukuran
agregat yang dipengaruhi oleh tingkat ekonomi, pendidikan dan kesehatan
Kualitas SDM Indonesia saat ini masih tertinggal dibandingkan negara lain. Hal
ini ditunjukkan oleh posisi IPM Indonesia yang berada pada urutan ke-108 dari
177 negara. Posisi IPM negara ASEAN lainnya lebih baik dibanding Indonesia,

2
seperti Malaysia pada urutan ke-56, Filipina 77, Thailand 67, Singapura 22, dan
Brunai 25 (UNDP, 2006 dalam Budiono, 2013)
Angka kejadian obesitas pada remaja usia 12-19 tahun sebagai akibat dari
pola makan yang buruk mengalami peningkatan dari 11% menjadi 20% pada 30
tahun terakhir.4 Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas 2013 pada penduduk
berusia 13-15 tahun menunjukkan bahwa 2,5% remaja mengalami obesitas. Di
Jawa Tengah, prevalensi obesitas pada remaja usia di atas 13-15 tahun sebesar 2,4
%.5 Penelitian yang dilakukan di Semarang pada tahun 2013 prevalensi gizi lebih
pada remaja perempuan sebesar 37,8% dan 32,3% pada laki-laki.(Lestari &
Fithra, 2016)
Sedangkan menurut World Health organization (WHO) gizi buruk
mengakibatkan 54% kematian bayi dan anak. Hasil sensus WHO menunjukkan
bahwa 49% dari 10,4 juta kematian balita di negara berkembang berkaitan dengan
gizi buruk. Tercatat sekitar 50% balita Asia, 30% balita Afrika, 20% Amerika
Latin menderita gizi buruk3. Menurut Riskesdas, pada tahun 2013, terdapat
19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan
13,9% berstatus gizi kurang. Sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih. Jika
dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun
2010 (17,9 %), prevalensi kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat
meningkat (Pratiwi & Bahar, 2016).
Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah pemerintah dalam
mengatasi masalah kekurangan pangan dan gizi seperti melalui program
pengentasan kemiskinan seperti Raskin dan Bantuan Langsung Tunai (BLT),
secara empiris terbukti kurang efektif dan pada banyak kasus menemui
kegagalan. Kondisi ini terjadi terutama disebabkan oleh implementasi program
yang tidak mempertimbangkan pendekatan keberlanjutan (sustainable livelihoods
approach) (Farrington et al. 1999). Permasalahan yang dihadapi pada
pelaksanaan program penanggulangan kerawanan pangan dan kelaparan selama
ini adalah : 1) seringkali mengabaikan kemandirian dan peningkatan kapasitas
diri dari penerima bantuan, 2) tidak disesuaikan dengan aspirasi dan kondisi
masyarakat, dan 3) tidak diintegrasikan dengan modal sosial atau energi sosial
lokal (sumberdaya manusia, kelembagaan dan jaringan sosial) (Hapsari &
Setiawan, 2008).
Pemerintah telah menyiapkan target perbaikan gizi masyarakat.
Menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup dari 32
menjadi 24 pada tahun 2019; Menurunnya prevalensi kekurangan gizi pada anak
balita, dari 19,6% menjadi 17% pada tahun 2019. (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015). Jumlah balita yang mengalami gizi buruk dan gizi
kurang menurut riset kesehatan dasar pada tahun 2013 masih sebesar 19,6%
(Kamila dkk., 2018).
4. Dampak
Beberapa dampak yang akan timbul karena kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai kesehatan diantaranya yaitu gizi buruk,
obesitas/underweight, dan pertumbuhan penduduk yang meningkat. Keadaan gizi
buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein
(disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut
marasmus), dan kekurangan kedua-duanya (Marasmikkwashiorkor). Balita
merupakan kelompok umur rawan kekurangan gizi. Permasalahan gizi umumnya
terjadi pada balita, karena anak umur balita mengalami pertumbuhan paling cepat
dari pada anak umur lainnya sehingga kebutuhan gizi lebih banyak dibutuhkan

3
untuk pertumbuhan dan perkembangan. Berdasarkan data WHO memperkirakan
bahwa 54% kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Sementara
masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak. Jumlah
penderita kurang gizi di dunia mencapai 104 juta anak di bawah usia 5 tahun, dan
keadaan kurang gizi menjadi penyebab sepertiga dari seluruh penyebab kematian
anak di seluruh dunia. Sedangkan pada tahun 2013, WHO melaporkan bahwa 99
juta anak dibawah usia 5 tahun menderita kurang gizi di dunia diantaranya 67 %
terdapat di Asia dan 29% di Afrika (Rahmawati dkk., 2017). Kesulitan makan
pada anak memiliki efek yang merugikan,baik bagi pengasuh ataupun anak itu
sendiri. Efek merugikan ini dapat berupa penambahan berat badan yang tidak
sesuai, defisiensi nutrisi yang penting, serta pengurangan variasi asupan makan
anak. Kesulitan makan dalam jangka waktu lama juga dapat menimbulkan
kegagalan tumbuh pada anak serta keterlambatan dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak (Kadarhadi, 2012).
Selain berdampak pada gizi buruk anak, pengetahuan yang kurang dari
masyarakat juga dapat menghambat berjalannya program KB sehingga dapat
mengakibatkan pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat. Menurut Maulita
selaku Perwakilan Advokasi dan KIE yang ada di Provinsi Jawa Timur
mengatakan bahwa sebagian masyarakat sudah memiliki sikap atau nilai yang
dianut, sehingga edukasi yang didapat oleh masyarakat masih kurang. Maulita
memberikan contoh seperti salah satu Kota di Jawa Timur yaitu Kota Pasuruan
yang biasa dikenal dengan kota Santri. Di Kota Pasuruan sebagian besar
masyarakatanya kurang pengetahuan mengenai keluarga berencana (KB) dan
adalagi issue yang berkembang di tengah masyarakat bahwa menggunakan KB
diharamkan oleh keyakinan yang mereka anut. (Maulita Advokasi dan KIE
BKKBN Jawa Timur) (Nathalia, 2017)
5. Area Spesifik
Organisasi Kesehatan Dunia atau Word Health Organization (WHO) pada
tahun 2003 dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui SK Menkes
No. 450/Men.Kes/SK /IV/2004 telah menetapkan rekomendasi tentang upaya
pencapaian, pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal, bayi
harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Rendahnya cakupan
pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Muna disebabkan oleh banyak faktor yang
antara lain adalah pemahaman dan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif masih
sangat kurang, pemahaman ibu yang salah tentang makanan bayi, kurangnya
dukungan keluarga (ibu/mertua/suami), akibat masih kurangnya penyuluhan atau
konseling laktasi yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada ibu hamil
ataupun ibu menyusui (Ramlan dkk., 2015).
Pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan tentang ASI Eksklusif
tetapi cakupan ASI Eksklusif di Indonesia masih rendah. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukkan bahwa presentasi bayi yang mendapat ASI
Eksklusif di Indonesia adalah 30,2 %. Kondisi ini masih sangat jauh dari target
nasional yaitu 80%. Upaya faktor pendorong ibu memberikan ASI Eksklusif
adalah pengetahuan yang baik tentang ASI sangat mendukung keberhasilan
pemberian ASI eksklusif. Motivasi diri sendiri dan dukungan keluarga dapat
mendorong keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Perilaku IMD pada ibu juga
dapat mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif (Ni Ketut dan Ni Putu,
2017 dalam Agustina dkk., 2019). Untuk dapat menjalankan program ASI
eksklusif, ibu menyusui harus memiliki pengetahuan yang baik. Salah satu cara

4
dalam menambah pengetahuan yaitu dengan memberikan konseling gizi
(Masthalina & Agustina, 2018).
6. Elaborasi
BKKBN (2012) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses
penyampaian isi pesan dari seseorang kepada pihak lain untuk mendapatkan
tanggapan, informasi sebagai data dan fakta untuk diketahui dan dimanfaatkan
oleh siapa saja, sementara edukasi didefinisikan sebagai sesuatu kegiatan yang
mendorong terjadinya perubahan (pengetahuan, sikap, perilaku dan keterampilan)
seseorang, kelompok dan masyarakat. Hasil studi pendahuluan kepada 5 remaja
putri 15-20 tahun pada tanggal 13 Februari 2016 di depan Taman Wlingi Indah
Desa Beru Kecamatan Wlingi yang pernah mengkonsumsi alkohol. Ketika
ditanya tentang pengetahuan dampak negatif minuman keras bagi kesehatan
mereka menjawab, minuman keras merusak tubuh tetapi tidak tahu apa
bahayanya secara pasti.
Penelitian yang dilakukan oleh Ria (2012) dengan judul “Pengaruh
pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) terhadap tingkat
pengetahuan masyarakat tentang upaya pencegahan penyakit TBC di Dusun
Gumuk Banja Desa Kencong Kecamatan Kencong Kabupaten Jember”. Hasil
penelitian ini diperoleh data bahwa pengetahuan masyarakat tentang upaya
pencegahan penyakit TBC pada kelompok perlakuan sebelum pemberian KIE
sebagian besar masuk dalam kategori kurang yaitu sebanyak 20 orang (46,5%),
setelah diberikan KIE masuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 23 orang
(53,5%) (Silja, dkk., 2018).
Selanjutnya dalam penelitian Khotimah dkk (2014), ibu yang mendapatkan
konseling sebagian besar memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24
jam yaitu (74.04%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang
mendapatkan konseling memiliki kecenderungan memberikan ASI Eksklusif
pada bayi. Keadaan ini mengindikasikan bahwa perilaku ibu cenderung didasari
oleh informasi yang diketahuinya. Ibu yang tidak diberikan konseling
memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama 24 jam yaitu (33.33%). Hasil
penelitian ini menjelaskan bahwa ibu yang tidak mendapatkan konseling
memiliki kemungkinan memberikan ASI Eksklusif pada bayi. Hal ini diduga ibu
mengentahui manfaat ASI Eksklusif dari sumber lainnya. Berdasarkan survei
yang dilakukan pada 4 orang ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif pada
bayinya karena, air ASI terlalu sedikit, pengetahuan ibu-ibu yang memiliki bayi
menganggap bahwa pemberian ASI Eksklusif bukanlah ASI secara berturut-turut
selama enam bulan melainkan dapat ditambahkan dengan pemberian cairan
seperti air, madu, serta kurangnya dukungan dari keluarga terutama suami,
banyaknya peredaran susu formula yang dianggap praktis menggantikan ASI
(Agustina dkk., 2019).
7. Kesenjangan
Rencana Strategis Departemen Kesehatan RI 2005-2009 menggariskan
bahwa tujuan promosi kesehatan adalah memberdayakan individu, keluarga, dan
masyarakat agar mau menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan
upaya kesehatan yang bersumber masyarakat. Kegiatan pokoknya adalah dengan
pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi,
dan edukasi (KIE) (Nasution, 2010 dalam Kamil, dkk., ). Pada dasarnya media
KIE digunakan sebagai media untuk mengkampanyekan pengetahuan tentang
sesuatu seperti penyuluhan HIV, gizi, atau program KB (Agustina, 2017).
Masalah kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya pola hidup, pola

5
makan dan kemajuan teknologi. Teknologi banyak membantu manusia,
mengganti tenaga manusia dengan mesin sehingga manusia kurang aktif
bergerak. Hal ini memberikan kontribusi negatif terhadap kesehatan termasuk
peningkatan penyakit degeneratif seperti diabetes (Syauqi, 2015).
Selanjutnya menurut UNICEF (1998) gizi kurang pada anak balita
disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian di klasifikasikan sebagai
penyebab langsung dan penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar
masalah. Penyebab langsung dari gizi kurang yakni asupan makanan dan penyakit
infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsungnya yakni tidak cukup persediaan
pangan, pola asuh anak tidak memadai dan sanitasi dan air bersih/ pelayanan
kesehatan dasar tidak mamadai. Kemudian terdapat pula pokok masalah dan akar
masalah yang terdiri dari kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga,
kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat dan krisis ekonomi, politik, dan
sosial (Unicef, 2000). Pengetahuan ibu yang baik tentang gizi akan berdampak
positif terhadap pola makan anak. Hal ini sependapat dengan penelitian
sebelumnya, yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pendidikan orang tua
dengan status gizi balita. Pola asuh ibu terhadap anak yang baik merupakan hal
yang sangat penting, karena akan mempengaruhi proses tumbuh kambang balita
(Linda, 2011 dalam Rahayu, dkk., 2018).
8. Studi Pendahuluan
KIE merupakan salah satu tata laksana non farmaka. Secara umum
program KIE merupakan rangkaian kegiatan sistematis, terencana dan terarah.
Peran serta aktif pasien, keluarga, dokter dan pihak –pihak lainnya sangat
diharapkan, dilaksanakan secara menyeluruh untuk mengatasi suatu permasalahan
yang berkaitan dengan kesehatan maupun tidak (Arif, dkk., 2009). Upaya
kesehatan dapat diselenggarakan dengan berbagai cara, dapat melalui pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (1ehabilit), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(1ehabilitative) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Seluruh konsep kesatuan upaya kesehatan ini dijadikan
pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia (Glantaria &
Arief).
9. Fokus Masalah yang anda akan tulis
Status gizi pada masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Kondisi sosial
ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi.
Bila kondisi sosial ekonomi baik maka status gizi diharapkan semakin baik.
Status gizi anak balita akan berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi
keluarga (orang tua), antara lain pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,
jumlah anak orang tua, pengetahuan dan pola asuh ibu serta kondisi ekonomi
orang tua secara keseluruhan (Firmana, dkk., 2015).
Salah satu faktor yang mempengaruhi gizi seseorang adalah kurangnya
pengetahuan tentang gizi. Berkurangnya pengetahuan tersebut juga akan
mengurangi kemampuan seseorang untuk menerapkan informasi gizi dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan
seseoarang yaitu dengan cara memberikan pendidikan gizi sedini mungkin.
Pendidikan gizi ini dapat diberikan melalui penyuluhan, pemberian poster, leaflet
atau booklet pada anak sekolah (Nuryanto, dkk., 2014).
10. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk pengantar materi komunkasi
informasi edukasi (KIE) dan konseling gizi dimana dalam penulisan ini akan

6
dijelaskan berberapa konsep dasar mengenai KIE dan konseling gizi.Sedangkan
manfaat penulisan ini adalah sebagai acuan, referensi, atau sekedar sumber
pengetahuan mengenai KIE dan konseling gizi.

B. Telaah Pustaka
B.1 Pengertian Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
KIE adalah upaya perubahan sosial yang diorganisasikan dengan baik
oleh sekelompok orang (change agent) dalam jangka pendek maupun panjang
dengan tujuan untuk mengubah, mengganti, atau memperkenalkan ide-ide,
gagasan, kepercayaan, atau perilaku kepada sekelompok orang (target adopter)
(Hapsari & Setiawan, 2008).
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah sebuah proses
penyampaian isi pesan megenai suatu program seperti Keluarga Berencana
(KB) dari pengelola dan pelaksana program kepada keluarga dan masyarakat
seperti Pasangan Usia Subur (PUS) yang sudah ber KB maupun yang belum
ber KB untuk diketahui, dimanfaatkan dan mendapatkan tanggapan, yang
didasarkan pada data dan fakta (Juvita, dkk., 2015).
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan kegiatan belajar
yang membentuk pengetahuan bagi remaja tentang bahaya mengkonsumsi
alcohol (Silja, dkk., 2018).
Berdasarkan bebrapa uraian mengenai pengertian KIE di atas, penulis
dapat mengambil kesimpulan bahwa komunikasi informasi edukasi (KIE)
merupakan suatu upaya perubahan sosial yang dilakukan oleh sekelompok
orang tertentu melalui sosialisasi penyampaian informasi untuk mengubah
perilaku dan menambah pengetahuan masyarakat awam mengenai suatu hal
baik itu di bidang kesehatan maupun tidak.
B.2 Tujuan, Jenis-Jenis dan Prinsip dalam KIE
B.2.1 Tujuan KIE
KIE dilaksanakan untuk mengubah sikap dan perilaku anak yang tidak
rutin sarapan menjadi terbiasa sarapan setiap hari (Ayu, 2012).
KIE dilaksanakan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan
mengenai suatu hal salah satunya Keluarga Berencana serta jenis
layanannya. Lebih jauh daripada itu diharapkan dengan pemahaman
dan tanggapan masyarakat terhadap pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat itu sendiri (Juvita, dkk., 2015).
Tujuan utama KIE yaitu membangun atau menciptakan pemahamam
dan pengertian bersama. Saling memahami atau mengerti bukan berarti
harus menyetujui tetapi mungkin dengan komunikasi terjadi suatu
perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara sosial
(Fajar, 2009, dalam Silja, dkk., 2018).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, penulis mengambil kesimpulan
bahwa tujuan utama dari komunikasi informasi edukasi (KIE) adalah
memberikan suatu informasi untuk meningkatkan wawasan,
pengetahuan, dan pemahaman yang akan berdampak pada perubahan
pola perilaku yang menjadi lebih baik.

7
B.2.2 Jenis-Jenis KIE
Salah satu jenis KIE yaitu KIE dengan media pendidikan dan
permainan. Penggunaan media pendidikan berguna untuk mencapai
sasaran yang lebih banyak, menimbulkan minat sasaran pendidikan,
memotivasi sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan
kesehatan, membantu mengatasi berbagai hambatan, dan membantu
sasaran pendidikan untuk belajar lebih cepat dan lebih banyak. Media
permainan yang digunakan adalah kartu bergambar, kartu kuartet, ular
tangga, tebak gambar, TTS, dan lomba cerdas cermat. Jenis permainan
tersebut sangat digemari oleh siswa terbukti dengan permintaaan
perpanjangan waktu permainan. Minat siswa untuk mengetahui,
memahami, dan mempraktikkan sudah cukup baik, terlihat dari
peningkatan skor pengetahuan, sikap, dan perilaku sarapan pagi secara
khusus dan zat gizi pada umumnya (Ayu, 2012).
Dalam jurnal penelitian Juvita, dkk. menyebutkan bahwa terdapat 3
jenis KIE yang dilakukan untuk memberikan informasi mengenai
program KB berdasarkan jumlah targetnya, yaitu KIE massa, KIE
kelompok (2-15 orang), dan KIE individu (Juvita, dkk., 2015).
Menurut Arif, dkk. Dalam penelitiannya mengenai peran KIE pada
asma anak, terdapat 3 jenis program KIE yang dilakukan dalam
mengatasi asma anak berdasarkan ruang lingkupnya. Program KIE
tersebut adalah program KIE pada anak/pribadi, program KIE pada
keluarga/di rumah, dan program KIE di sekolah (Arif, dkk., 2009).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa terdapat berbagai jenis program KIE yang
dilaksanakan dalam upaya memberikan informasi kepada masyarakat
yang dimana jenis-jenis program ini diterapkan sesuai dengan tujuan
atau target program KIE yang akan dilakukan.
B.2.3 Prinsip KIE
Program Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) sebagai bentuk
kegiatan komunikasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku keluarga, masyarakat dan penduduk mengenai suatu program
yang salah satunya adalah program Keluarga Berencana (KB)
(Juvita,dkk.,2015).
KIE mendorong terjadinya proses perubahan perilaku kearah yang
positif, peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik remaja putri secara
wajar sehingga berperilaku yang sehat dan bertanggung jawab dengan
cara tidak mengkonsumsi alkohol (Silja, dkk., 2018).
Program KIE pada masalah kesehatan dan pengobatan penyakit seperti
asma anak dikembangkan untuk memperbaiki praktek kesehatan,
menekan morbiditas, dan mengurangi biaya pengobatan. Program KIE
yang terancang berupa informasi dan keterampilan diterapkan oleh
dokter dan tenaga medis yang kompeten (Arif, dkk., 2009).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa prinsip dalam pelaksanaan program KIE dalam masyarakat
adalah untuk meningkatkan pengetahuan, memperbaiki atau merubah
pola hidup dan sikap yang buruk, dan memperbaiki praktik kesehatan
dalam dunia pengobatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

8
B.3 Langkah dan Kegiatan KIE
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Juvita dkk., menyebutkan bahwa
terdapat 2 langkah utama dalam melaksanakan KIE mengenai program KB di
suatu daerah, yaitu yang pertama adalah melakukan pendekatan dengan tokoh
formal dan informal di daerah tersebut dimana dengan penyampain informasi
mengenai kegiatan sosialisasi atau penyuluhan lewat tokoh formal seperti
aparat pemerintah kelurahan dan juga para kader PLKB seperti ketua Tim
PKK Kelurahan serta tokoh informal seperti tokoh masyarakat maka
masyarakat akan berkumpul di satu tempat, setelah sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan maka tim penyulihan akan menjalankan tugasnya. Kemudian
langkah yang kedua yaitu dengan melakukan sosialisasi menggunakan umbul-
umbul, poster, brosur dan majalah berisi penjelasan tentang program yang
ingin disampaikan yang dalam hasil penelitian itu mengenai program KB yang
dilakukan oleh tim petugas lapangan (Juvita, dkk., 2015).
Dalam hasil penelitian Silja, dkk., menyebutkan bahwa salah satu
langkah dalam pelaksanaan KIE adalah dengan melaksanakan KIE secara
personal door to door. Menurut peneliti adanya pengaruh yang signifikan
antara KIE dengan pengetahuan di karenakan KIE yang diberikan sebanyak
dua kali dan secara personal atau door to door yang membuat materi yang
diberikan menjadi lebih efisien dan dengan pemberian alat bantu leaflet juga
dapat membantu responden mengerti dengan materi yang peneliti terangkan
(Silja, dkk., 2018).
Meurut penelitian Arif, dkk. menyebutkan langkah pelaksanaan
program KIE pada asma anak dimulai saat pertama kali diagnosis ditegakkan
dan terintegrasi ke dalam setiap langkah penanganan asma, diberikan oleh
semua anggota tim kesehatan. Diberikan pertanyaan untuk dapat menilai
keadaan penyakit dan diberikan informasi dan keterampilan tentang asma pada
setiap kali kesempatan. Selain kepada pasien edukasi diberikan juga kepada
orang-orang yang terlibat seperti dokter, perawat, petugas rumah sakit lainnya,
keluarga, kelompok bermain, guru sekolah, dan seluruh masyarakat umumnya.
(Arif, dkk., 2009).
Berdasarkan dari beberapa uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa terdapat beberapa langkah yang berbeda dalam kegiatan KIE yaitu
dengan melakukan pendekatan dngan tokoh formal dan informal,
menyebarkan media, melakukan KIE secara personal dengan pasien ataupun
sesama tenaga medis.
B.4 Konseling Gizi, Tujuan, Jenis, Prinsip dan Keuntungan Konseling Gizi
B.4.1 Pengertian Konseling Gizi
Konseling gizi adalah suatu proses komunikasi 2 (dua) arah antara
konselor dan klien untuk membantu klien mengenali dan mengatasi
masalah gizi (Sofiyana & Ratna, 2013).
Konseling gizi adalah suatu bentuk pendekatan yang digunakan dalam
asuhan gizi untuk menolong individu dan keluarga memperoleh
pengertian yang lebih baik tentang dirinya serta permasalahan yang
dihadapi (Afifah & Margawati, 2017).
Konseling gizi adalah interaksi antara klien dan konselor untuk
mengidentifikasi permasalahan gizi yang terjadi, dan mencari solusi
untuk masalah tersebut (Rosania & Ratna, 2014).

9
Berdasarkan beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
konseling gizi adalah suatu proses komunikasi 2 arah antara klien dan
konselor gizi untuk mengidentifikasi masalah gizi dan mencari
solusinya.
B.4.2 Tujuan Konseling Gizi
Tujuan dilakukannya konseling gizi adalah memberikan edukasi untuk
memahami dan mampu merubah perilaku diet sesuai dengan yang
dianjurkan oleh konselor. Melalui konseling gizi, pasien dapat
mengetahui makanan apa yang seharusnya dikonsumsi dan tidak
seharusnya dikonsumsi terkait penyakit gagal ginjal kronik dengan
hemodialysis (Kristiawan, dkk., 2017).
Pemberian konseling gizi dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
perilaku ibu tentang pemberian makan pada balita gizi buruk. (Sofiyana
& Ratna, 2013).
Konseling gizi dapat membantu keluarga agar mampu mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi masalah gizi yang dialami
termasuk perubahan pola makan serta memecahkan masalah terkait gizi
ke arah yang sehat. Konseling gizi dapat meningkatkan pengetahuan,
sikap, dan praktik gizi. Konseling yang dilakukan diharapkan dapat
merubah sikap dan pemilihan makan pada remaja overweight (Afifah
& Margawati, 2017).
Berdasarkan beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
konseling gizi memiliki tujuan utama yaitu memberikan edukasi
kepada masyarakat sehingga mampu merubah pola gizi yang buruk dan
mengatasi masalah gizi.
B.4.3 Jenis Konseling Gizi
Salah satu model konseling yang sering digunakan dalam intervensi
untuk merubah perilaku adalah transtheoritical model (TTM). TTM
adalah model konseling gizi yang menjelaskan perubahan perilaku
individu secara berurutan mulai dari perilaku yang tidak sehat menjadi
perilaku yang sehat. TTM ini terdapat beberapa tahapan yaitu
precontemplation, contemplation, preparation, action, maintenance,
dan relaps (Afifah & Margawati, 2017).
Salah satu upaya untuk meningkatkan meningkatkan asupan serat dan
menurunkan asupan lemak jenuh remaja adalah melalui konseling gizi
sebaya. Konseling sebaya merupakan layanan bantuan konseling yang
diberikan oleh teman sebayanya yang telah terlebih dahulu diberikan
pelatihan-pelatihan untuk menjadi konselor sebaya sehingga
diharapkan dapat memberikan bantuan baik secara individual maupun
kelompok kepada teman-temannya yang bermasalah ataupun
mengalami berbagai hambatan dalam perkembangan kepribadiannya
(Lestari & Fithra, 2016).
Salah satu bentuk upaya perbaikan dalam mengatasi masalah kesulitan
makan adalah dengan pemberian konseling bagi orangtua/ pengasuh.
Menurut Chatoor, pemberian konseling pada orangtua yang mencakup
feeding rules dapat membantu anak untuk belajar mengatur dan
mengatasi masalah makannya sendiri. Basic feeding rules adalah
pedoman atau aturan dasar praktik pemberian makan dengan tujuan

10
menyusun jadwal makan yang terstruktur dan membantu anak untuk
dapat melatih regulasi makan internalnya (Kadarhadi, 2012).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa jenis atau metode dalam konseling gizi yang
disesuaikan dengan permasalahan gizi yang ada.
B.4.4 Prinsip Konseling Gizi
Adanya penyampaian pengetahuan dari ahli gizi ke masyarakat
sehingga dapat memahami tentang gizi dan sikap masyarakat terhadap
masalah gizi yang dihadapinya (Kristiawan, dkk., 2017).
Konseling gizi sebagai upaya perbaikan stunting dapat dilakukan
dengan peningkatan pengetahuan sehingga dapat memperbaiki perilaku
pemberian makan pada anak, maka asupan makan anak juga dapat
diperbaiki (Rosania & Ratna, 2014).
Konseling gizi pada remaja overweight dan obesitas dilakukan untuk
merubah pola dan kebiasaan makan yang tinggi energi, tinggi lemak
jenuh dan rendah konsumsi serat, serta meningkatkan aktifitas fisik
(Lestari & Fithra, 2016).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip
dilakukan konseling gizi adalah penyampaian informasi oleh konselor
kepada klien sehingga dapat memperbaiki perilaku dan merubah pola
gizi menjadi lebih baik.
B.4.5 Keuntungan Konseling Gizi
Memberikan konseling gizi kepada remaja dapat memberikan
informasi dan dukungan kepada remaja agar mau berusaha untuk
mengubah perilaku pemilihan makannya. Perubahan sikap terjadi
karena remaja telah mendapatkan informasi sesuai dengan
kebutuhannya mengenai sikap gizi yang seharusnya (Afifah &
Margawati, 2017).
Konseling gizi dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik
gizi, serta dapat meningkatkan skor TB/U pada anak (Rosania & Ratna,
2014).
Konseling gizi dapat mempengaruhi peningkatan pengetahuan, sikap,
dan perilaku ibu balita gizi buruk dimana pemberian konseling gizi
dapat dijadikan sebagai upaya perubahan perilaku terencana pada ibu
dalam mencegah dan menanggulangi gizi buruk (Rahmawati, dkk.,
2017).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
konseling gizi memiliki keuntungan yaitu dapat memberikan informasi
dan dukungan kepada klien sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
dan sikap sebagai upaya perubahan perilaku.
B.5 Komunikasi Interpersonal dan Langkah-Langkah dalam Konseling
B.5.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal merupakan suatu perantara atau alat
pendukung dalam bentuk bahasa lisan, bahas tulisan, bahasa tubuh,
dan lain-lain sehingga isi komunikasi dapat dipahami oleh penerima
pesan (Wahyuni & Dina, 2013).

11
Menurut Mulyana (2005) komunikasi Interpersonal dapat
didefinisikan “memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi
orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal
(Mulyana, 2005, dalam Sidik, 2014).
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang
secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun
nonverbal (Widya, 2013).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi interpersonal adalah komunikasi secara tatap muka
sebagai suatu perantara tersampainya informasi.
B.5.2 Langkah-Langkah dalam Konseling
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Afifah & Margawati mengenai
pengaruh konseling gizi terhadap overweight, langkah yang dilakukan
dalam konseling gizi yaitu dimulai dari wawancara mendalam dengan
subjek mengenai perilaku keseharian, menanyakan alas an perubahan
dan dukungan keluarga, menanyakan peningkatan dari perubahan
tersebut, dan terakhir memberikan motivasi kepada subjek tersebut
(Afifah & Margawati, 2017).
Pada penelitian terhadap konseling sebaya, konseling diberikan dua
kali dengan metode yang berbeda, yaitu dengan metode penyampaian
materi secara ceramah dan diskusi serta menggunakan metode diskusi
kelompok (Lestari & Fithra, 2016).
Menrut penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi & Bahar mengenai
metode konseling gizi pada balita menyebutkan bahwa dalam
prosesnya, konseling gizi mengenai gizi seimbang pada balita dalam
mencegah gizi buruk yang dilakukan pada responden menggunakan
metode ceramah dan diskusi dengan menggunakan leaflet sebagai
media penunjuang. Leaflet diberikan kepada tiap reponden sebagai
bahan bacaan dan media dalam melakukan konseling (Pratiwi & Bahar,
2016).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah dalam konseling gizi dapat melalui wawancara,
diskusi kelompok, ceramah menggunakan media, dan dapat juga
berupa pemberian motivasi kepada klien.

C. Rangkuman
Komunikasi informasi edukasi (KIE) merupakan suatu upaya perubahan sosial
yang dilakukan oleh sekelompok orang tertentu melalui sosialisasi penyampaian
informasi untuk mengubah perilaku dan menambah pengetahuan masyarakat awam
mengenai suatu hal baik itu di bidang kesehatan maupun tidak. Sedangkan konseling
gizi adalah suatu proses komunikasi 2 arah antara klien dan konselor gizi untuk
mengidentifikasi masalah gizi dan mencari solusinya. Baik KIE maupun konseling
gizi merupakan suatu upaya yang penting untuk memberikan informasi kepada
masyarakat awam untuk merubah perilaku yang buruk.
Dari telaah yang telah dilakukan, kita dapat mengetahui apa itu KIE dan
konseling gizi, jenis-jenisnya, langkah-langkahnya, keuntungannya, serta prinsipnya
sehingga dapat menambah wawasan kita dan diharapkan dapat mengaplikasikannya di
kehidupan sehari-hari.

12
D. Soal
1. Apa yang dimaksud dengan KIE dan konseling gizi?
2. Sebutkan tujuan dari KIE!
3. Apa saja langkah-langkah kegiatan KIE?
4. Sebutkan keuntungan dari konseling gizi!
5. Apa saja langkah-langkah dalam konseling gizi?

E. Daftar Pustaka
Budiono, I. (2013). Pengembangan Model Indeks Pembangunan Gizi. KEMAS: Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 8(2).
Chairunnisa, W. R., Darlis, Y., & Ismah, Z. Pengaruh pemberian makanan tambahan
terhadap kenaikan berat badan balita gizi kurang. Berita Kedokteran
Masyarakat, 34(11), 10-3.
Erawan, P. E. (2017). Pengaruh Konseling Gizi dengan Media Booklet terhadap
Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu dalam Upaya Pencegahan
Gizi Buruk Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun
2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(6).
Glantaria, Y., & Arief, P. (2018). EVALUASI PELAYANAN KIE (Komunikasi, Informasi
dan Edukasi) OBAT DI APOTEK SHEN JAYA DONOMULYO (Doctoral
dissertation, Akademi Farmasi Putera Indonesia Malang).
Hapsari, Hepi, and Iwan Setiawan. "Kajian Model Komunikasi, Informasi, Edukasi
(KIE) Ketahanan Pangan Keluarga Miskin di Kabupaten Bandung Propinsi Jawa
Barat" Jurnal Kependudukan Padjadjaran, vol. 10, no. 1, 2008, Neliti.
Hestuningtyas, T. R., & Noer, E. R. (2014). Pengaruh konseling gizi terhadap
pengetahuan, sikap, praktik ibu dalam pemberian makan anak, dan asupan zat
gizi anak stunting usia 1-2 tahun di kecamatan semarang timur (Doctoral
dissertation, Diponegoro University).
Iriantika, K. A., & Margawati, A. (2017). Studi Kualitatif Pengaruh Pemberian
Konseling Gizi terhadap Perubahan Sikap dan Pemilahan Makan pada Remaja
Putri Overweight (Doctoral dissertation, Diponegoro University).
Kadarhadi, Elva, et al. "Pengaruh Konseling Dengan Feeding Rules Terhadap Status Gizi
Anak Dengan Kesulitan Makan" Jurnal Kedokteran Diponegoro, vol. 1, no. 1,
2012, Neliti.
Kamil, S., Ibnu, I. F., & Rachman, W. A. (2013). Media Cetak Komunikasi, Informasi
dan Edukasi (KIE) dalam Pengobatan Pasien Tuberculosis Type Multy Drug
Resistant (TB-MDR) di Kota Makassar. FKM Universitas Hasanuddin.
Kamila, L., Aliansy, D., & Cindy, R. F. (2018). Konseling Tentang Pola Asuh Makan
sebagai Upaya Mengubah Pengetahuan Ibu yang Memiliki Balita Gizi
Kurang. Jurnal Bidan, 4(1).

13
Lestari, E., & Dieny, F. F. (2016). Pengaruh konseling gizi sebaya terhadap asupan serat
dan lemak jenuh pada remaja obesitas di semarang. Journal of Nutrition
College, 5(1), 36-43.
Masthalina, H., & Agustina, Z. (2018). Nutrition Counseling toward Knowledge and
Attitude of Breastfeeding Mothers and Infant Growth in Lubuk Pakam
Subdistrict. KESMAS-NATIONAL PUBLIC HEALTH JOURNAL, 12(3), 127-133.
Matondang, M. A., Lubis, H. M., Daulay, R. M., Panggabean, G., & Dalimunthe, W.
(2016). Peran Komunikasi, Informasi, dan Edukasi pada Asma Anak. Sari
Pediatri, 10(5), 314-9.
Nathalia, N. (2017). Strategi Komunikasi Bidang Advokasi Dan KIE Badan
Pemberdayaan Perempuan Dan Keluarga Berencana Dalam Menyosialisasikan
Program Kampung KB di Panggungrejo Kota Pasuruan. Jurnal e-
Komunikasi, 5(1).
Nugroho, K. P., Palimbong, S., Putri, F. M. S., Astuti, P., & Listiyowati, I. (2018). Status
gizi, kadar hemoglobin, ureum, dan kreatinin pasien konseling gizi
hemodialisa. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition
and Dietetics), 5(1), 31-43.
Nuryanto, N., Pramono, A., Puruhita, N., & Muis, S. F. (2014). Pengaruh pendidikan gizi
terhadap pengetahuan dan sikap tentang gizi anak sekolah dasar. Jurnal Gizi
Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 3(1), 32-36.
Pontoh, W. P. (2013). Peranan komunikasi interpersonal guru dalam meningkatkan
pengetahuan anak. Acta Diurna Komunikasi, 2(1).
Pratiwi, B. A. (2019). PENGARUH KONSELING TERHADAP PENGETAHUAN
DAN SIKAP IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LINGKAR BARAT KOTA BENGKULU. AVICENNA, 14(01).
Pratiwi, H., & Bahar, H. (2017). Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu
dalam Upaya Pencegahan Gizi Buruk pada Balita Melalui Metode Konseling Gizi
di Wilayah Kerja Puskesmas Wua-wua Kota Kendari tahun 2016. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 1(3).
Pratiwi, S. W., & Sukma, D. (2013). Komunikasi Interpersonal Antar Siswa di Sekolah
dan Implikasinya terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Konselor, 2(1).
Rahayu, H., & Iriyani, K. (2018). Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Pengetahuan dan
Pola Asuh Ibu Balita Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Rapak Mahang
Tenggarong. Faletehan Health Journal, 5(1), 32-38.
Ramlan, R., & Margawati, A. (2015). Pengaruh konseling gizi dan laktasi intensif dan
dukungan suami terhadap pemberian air susu ibu (asi) eksklusif sampai umur 1
bulan. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 3(2), 101-
107.
Sartika, Ratu Ayu Dewi. "Penerapan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi terhadap
Perilaku Sarapan Siswa Sekolah Dasar" Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, vol. 7, no. 2, Sep. 2012, pp. 76-82, Neliti,
doi:10.21109/kesmas.v7i2.66.
Setiyaningsih, L. A. (2017). KORELASI TERPAAN MEDIA KIE (KOMUNIKASI,
INFORMASI DAN EDUKASI) PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

14
DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA SEKS PEREMPUAN (Studi
Kasus Pekerja Seks Perempuan Kabupaten Malang). Jurnal Nomosleca, 3(1).
Sofiyana, D., & Noer, E. R. (2013). Perbedaan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu
Sebelum dan Setelah Konseling Gizi pada Balita Gizi Buruk. Journal of Nutrition
College, 2(1), 134-144.
Spenser, A. S. I., Yuliwar, R., & Dewi, N. (2018). Pengaruh Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (Kie) terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Tenang Bahaya
Mengkonsumsi Alkohol pada Remaja Putri Usia 15-20 Tahun di Lingkungan X
Kelurahan Tangkil Kecamatan Wlingi Blitar. Nursing News: Jurnal Ilmiah
Keperawatan, 3(1).
Sundari, S., & Marmi, L. Y. KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI
MENGGUNAKAN LEAFLET TENTANG CARA MENYUSUI DENGAN
KEJADIAN PUTING LECET.
Syauqy, A. (2015). Perbedaan kadar glukosa darah puasa pasien diabetes melitus
berdasarkan pengetahuan gizi, sikap dan tindakan di poli penyakit dalam rumah
sakit islam jakarta. Jurnal Gizi Indonesia, 3(2), 60-67.
Virmando, E., Anantanyu, S., & Kusnandar, K. (2018). Pengaruh Teknik Bernyanyi dan
Permainan Kartu Bergambar terhadap Sikap dan Perilaku Gizi pada Anak Taman
Kanak-Kanak. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Universitas
Hasanuddin, 14(2), 147-156.
Wowiling, G. J. (2015). Komunikasi Informasi Dan Edukasi (Kie) Sebagai Bentuk
Sosialisasi Program Keluarga Berencana (Kb) Di Kelurahan Tingkulu Kecamatan
Wanea Manado. ACTA DIURNA KOMUNIKASI, 4(1).
Sidik, S. (2014). Strategi Manajemen Konflik Komunikasi Interpersonal Antara Ibu
Dengan Anak Tiri. Jurnal e-Komunikasi, 2(3).
Putri, R. F., Sulastri, D., & Lestari, Y. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 4(1).

15

Anda mungkin juga menyukai