Anda di halaman 1dari 20

BAB I

KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian

Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus

dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga

leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Galle, Dkk 2000).

Mioma uteri merupakan suatu tumor uterus jinak yang tidak

berkapsul dan berbatas tegas (Scott, dkk, 2002), berasal dari otot

uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, pertumbuhan tumor

jinak dari sel-sel polos imatur yang namanya diberikan sesuai

dengan lokasinya diuterus.

B. Anatomi dan Fisiologi

1) Anatomi

Keterangan :

1. Miom bertangkai dangkal dibawah selaput lendir rahim

(submocosa miom).
2. Miom bertangkai dilapisan luar dinding rahim (pedunculated

subserous miom)

3. Miom diantara lapisan otot rahim (intramural miom)

4. Miom dibawah lapisan dinding rahim (subserous miom)

Miom uteri berdasarkan lokasinya yaitu :

1. Miom submucosa

Miom submucosa menempati lapisan dibawah endometrium dan

menonjol kedalam rongga uterus (kavum uteri), dapat

bertangkai maupun tidak. Tumor ini memperluas permukaan

ruangan rahim, area permukaan endometrium yang meluas

menyebabkan peningkatan perdarahan menstruasi dan dapat

menyebabkan infertilitas dan abortus spontan (Sinclair, 2009).

2. Mioma intramural

Mioma yang berkembang diantara miometrium, disebut juga

mioma intraepithelial biasanya multiple apabila masih kecil

tidak menambah bentuk uterus tetapi bila besar akan

menyebabkan uterus berbenjol-benjol (Llewellyn, 2004).

3. Mioma Subserosa

Terjadi apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga

menonjol pada permukaan uterus yang diliputi oleh serosa.

Mioma subserosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip

yang kemudian dilahirkan melalui saluran serviks. Mioma

subserosum dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum

latum menjadi mioma ligamenter. Mioma yang tumbuh dibawah


lapisan serosa uterus dan dapat tumbuh ke arah luar dan juga

bertungkai.

2) Fisiologi

Uterus merupakan organ yang tebal, berotot, terletak didalam

pelvis. Ototnya disebut miometrium dan selaput lendir yang

melapisi sebelah dalam disebut endometrium. Uterus terbagi

atas tiga bagian yaitu fundus, badan uterus, serviks (Evelyn,

2008).

C. Epidemologi/ insiden kasus

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita

berumur 25 tahun mempunyai sarangmioma, pada wanita yang berkulit

hitam ditemukan lebih banyak.Mioma uteri belum pernahdilaporkan terjadi

sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira

10% mioma yangmasih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma

uteri sekitar 20 30% dari seluruh wanita. DiIndonesia mioma uteri

ditemukan pada 2,39 11,7% pada semua penderita ginekologi yang

dirawat.

Prevalensi tertinggi untuk terkena mioma adalah pada

decade kelima dalam hidup seorangwanita yang mana kejadiannya

adalah 1 dari 4 wanita ras Caucasian dan 1 dari 2 wanita ras kulithitam .

Leiomiomata uteri secara klinis dikatakan muncul pada 25-50%

wanita walaupun pada satustudi dengan pemeriksaan patologis yang teliti

menyatakan bahawa angka prevalensi boleh mencapai 80%


Insidensi pada wanita berkisar sekitar 20-25% tetapi dalam

studi- studi penelitianmenggunakan histologi dan pemeriksaan sonografi

menunjukkan angka insidens meningkat hingga70-80%.

Tumor jinak ini sering didapatkan pada 20-25% wanita

pada usia subur. Myoma tidak dapatdideteksi sebelum pubertas dan

bersifat hormonal responsive yang mana akan membesar pada usiasubur

sahaja. Myoma ini bisa munculnya tunggal tetapi lebih sering

ganda. Ukurannya sering kurang dari 15cm tetapi pada kasus-kasus

tertentu bisa mencapai berat 45 kg. (Hartono, 2000)

D. Etiologi Dan Klasifikasi

Faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada

dua teori yang berpendapat :

1. Teori stimulasi

Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi,

meliputi :

a. Mioma uteri sering kali timbul lebih cepat pada

masa hamil.

b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum

monarche.

c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah

monarche.

d. Hoperplasia endometrium sering ditemukan

bersama dengan mioma uteri

2. Teori cellnest atau genitoblas


Terjadi mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur

yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat

dirangsang terus menerus oleh estrogen.(Galle, Dkk 2000).

Faktor Risiko terjadinya mioma uteri yaitu:


1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia
reproduksi dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40
tahun (Suhatno, 2007). Mioma uteri jarang ditemukan
sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan
pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%
(Joedosaputro, 2005).
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi
daripada jaringan miometrium normal. (Djuwantono, 2005)
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan
untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa
garis keturunan penderita mioma uteri. (Parker, 2007)
5. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri.
(Parker, 2007)
6. Makanan
Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri,
namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri
(Parker, 2007).
7. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena
tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan
bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat
pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2003).
8. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan
multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai
riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali
(Khashaeva, 1992).
Mioma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah
mana mereka tumbuh. Klasifikasinyasebagaiberikut :
1. Mioma intramural :merupakan mioma yang
palingbanyakditemukan. Sebagian besar tumbuh di antara
lapisan uterus yang paling tebal dan paling tengah, yaitu
miometrium.
2. Mioma subserosa : merupakan mioma yang tumbuh keluar
dari lapisan uterus yang paling luar, yaitu serosa dan
tumbuh ke arah rongga peritonium. Jenis mioma ini
bertangkai (pedunculated) atau memiliki dasar lebar.
Apabila terlepas dari induknya dan berjalan-jalan atau dapat
menempel dalam rongga peritoneum
disebut wandering/parasitic fibroid Ditemukan kedua
terbanyak.
3. Mioma submukosa : merupakan mioma yang tumbuh dari
dinding uterus paling dalam sehingga menonjol ke dalam
uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasarkan
lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks, yang disebut mioma
geburt (Chelmow, 2005)
E. Manifestasi Klinik

Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya,

perubahan sekunder, dan komplikasi. Tanda dan gejala tersebut

dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi,

metroragi

2. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang

mioma yang disertai nekrosis dan peradangan.

3. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine,

hidronefrosis, hidroureter, poliuri.

4. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma

submukosum.

5. Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars

interstitialis tuba.(Galle, Dkk 2000)

F. Patofisiologi / Penyimpangan KDM

Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil dalam

miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu

miometrium terdesak menyusun semacam pseudekapsula atau

simpai semu yang mengelilingi tumor dalam uterus mungkin

terdapat satu mioma, akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika ada

satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka

korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada

dinding depan uterus , uterus mioma dapat meninjol kedepan


sehingga menekan dan mendorong kandung kencing ke atas

sehingga sering menimbulkan keluhan miksi.

Tetapi masalah akan timbul jika terjadi: berkurangnya

pemberian darah pada mioma uteri yang menyebabkan tumor

membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu

masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada

uterus yang berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa

mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh melemah, sehingga

kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan

perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami

kekurangan volume cairan.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. USG abdominal dan transvaginal

2. Laparaskopi.

3. Biopsi : untuk mengetahui adanya keganasan

4. Dilatasi serviks dan kuretase akan mendeteksi adanya

fibroid subserous.(Galle, Dkk 2000)

H. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan mioma uteri adalah dengan tindakan

pembedahan yaitu miomektomi dan atau histerektomi.

Pada mioma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak

diberikan terapi hanya diobservasi tiap 3 6 bulan untuk

menilai pembesarannya. Miomaakan lisut setelah

menopause.
Radioterapi

Pemberian GnRH agonis selama 6 minggu

Miomektomi dengan atau tanpa histerektomi bila uterus

melebihi sepertikehamilan 12 14 minggu

Estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi

setiap 6 minggu.(Galle, Dkk 2000)

I. Prognosis/Komplikasi

1. Pertumbuhan Leiomiosarkoma

Yaitu tumor yang tumbuh dari miometrium, dan merupakan

50 70 % darisemua sarkoma uteri. Ini timbul apabila

suatu mioma uteri yang selamabeberapa tahun tidak

membesar, sekonyong-konyong menjadi besar, apalagijika

hal itu terjadi sesudah menopause.

2. Torsi (putaran tungkai)

Ada kalanya tungkai pada mioma uteri subserosum

mengalami putaran.Kalau proses ini terjadi mendadak,

tumor akan mengalami gangguansirkulasi akut dengan

nekrosis jaringan, dan akan nampak gambaran klinik dari

abdomen akut.

3. Nekrosis dan Infeksi

Pada mioma submukosum, yang menjadi polip, ujung

tumor kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan

dilahirkan di vagina. Dalam hal ini ada ada kemungkinan


gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis dan infeksi

sekunder.(Galle, Dkk 2000)


BAB II

PENDEKATAN PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara

keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data,

pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan

(Depkes RI, 1991 ).

1. Pengumpulan Data.

Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi

(data-data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah

pembedahan Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo

Oophorectomy (TAH-BSO ) adalah sebagai berikut :

Usia :

a. Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan

pada usia 35 tahun keatas.

b. Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang

c. Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam

menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi pada

dirinya akibat tindakan TAH-BSO.

2. Keluhan Utama

Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri

karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri


setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji

pada rasa nyeri tersebut adalah :

a. Lokasi nyeri :

b. Intensitas nyeri

c. Waktu dan durasi

d. Kwalitas nyeri.

3. Riwayat Reproduksi

a. Haid

Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri

tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada

masa menopause.

b. Hamil dan Persalinan

Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma

uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan

hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang

besar.

Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi

psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya oirgan

kewanitaan.

4. Data Psikologi.

Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap

emosional klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang

terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita


melihat fungsi menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya

menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya perasaan kewanitaan.

Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani .

Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau

hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi

sangat perlu persiapan psikologi klien.

5. Status Respiratori

Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat

terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang

atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala

terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam

dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi general.

6. Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus

dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat

kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan

penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.

7. Status Urinari

Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien

yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8

jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat

kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.


8. Status Gastrointestinal

Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah

pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan

intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk

menghilangkan gas dalam usus.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat

nekrosis dan peradangan.

2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan

kebutuhan pengobatan.

3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam

berlebihan.

4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat

anemia.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Rencana Tindakan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri b.d. agen penyakit Nyeri berkurang setelah dilakukan 1. Kaji riwayat nyeri, mis : 1. Dapat mengetahui skala
Ditandai: tindakan keperawatan selama 1 x lokasi nyeri, frekuensi, nyeri
DO : Klien tampak 24 jam. durasi dan intensitas (kala 0-
gelisah, perilaku berhati- Kriteria Hasil: 10) dan tindakan
hati, ekspresi tegang,- Klien menyatakan nyeri berkurang pengurangan yang
TTV. (skala 3-5) dilakukan.
DS : Klien menyatakan- Klien tampak tenang, eksprei 2. Bantu pasien mengatur 2. Dapat mengurangi rasa
ada benjolan di perut wajah rileks. posisi senyaman mungkin. nyeri klien
bagian bawah rasa berat- Tanda vital dalam batas normal : 3. Monitor tanda-tanda vital 3. Dapat mengetahui
dan terasa sakit, perut Suhu : 36-37 0C - Ajarkan pasien keadaan umum klien
terasa mules. N : 80-100 x/m penggunaan
RR : 16-24x/m keterampilan
TD : Sistole : 100-130 mmHg manajemen nyeri mis :
Diastole : 70-80mmGh dengan teknik relaksasi,
tertawa, mendengarkan
musik dan sentuhan
terapeutik.
4. Evaluasi/ kontrol 4. Dapat mengetahui
pengurangan nyeri. perubahan skala nyeri
5. Ciptakan suasana 5. Dapat meminimalisir rasa
lingkungan tenang dan nyeri pada klien
nyaman.
6. Kolaborasi untuk 6. Dapat mengatasi atau
pemberian analgetik sesuai mengurai nyeri pada klien
indikasi.

2. Ansietas b.d kurang Setelah 2 x 15 tatap muka 1. Kaji ulang tingkat 1. Dapat mengetahui tingkat
pengetahuan tentang pengetahuan klien tentang pemahaman pasien tentang pemahaman pasien
penyakit, prognosis, dan penyakitnya bertambah dan cemas penyakitnya. tentang penyakit yang
kebutuhan pengobatan. berkurang. dideritanya.
Ditandai: Kriteria Hasil : 2. Dorong klien untuk 2. Dapat mengurangi
DO : Klien tampak Klien mengatakan rasa mengungkapkan pikiran dan ansietas
gelisah, tegang, cemas berkurang. perasaannya
tidak Klien kooperatif terhadap 3. Ciptakan lingkungan tenang 3. Dapat meminimalisir
kooperatif prosedur/ berpartisipasi. dan terbuka dimana pasien kecemasan pada pasien.
dalam Klien mengerti tentang merasa aman unuk
mengikuti penyakitnya. mendiskusikan perasaannya.
4. Dapat membantu pasien
pengobatan, Klien tampak rileks. 4. Berikan informasi tentang
agar lebih tenang
TTV. Tanda-tanda vital dalam penyakitnya, prognosi, dan
DS : Klien batas normal : Suhu : 36- 37 oC, pengobatan serta prosedur
menyatakan takut dan Nadi : 80-100x/m, R: 16-24 x/m secara jelas dan akurat.
5. Dapat mengurangi
tidak mengetahui TD.: Sistole: 100-130 mmHg, 5. Berikan kesempatan klien
kecemasan pada pasien
tentang penyakitnya. Diastole : 70-80 mmHg untuk bertanya tentang hal-
hal yang belum jelas.
6. Dapat mengetahui
6. Minta pasien untuk umpan
kemampuan pasien dalam
balik tentang apa yang telah
memahami penyakit yang
dijelaskan.
dideritanya
7. Libatkan orang terdekat
7. Dapat mengurangi
sesuai indikasi bila
kecemasan pada pasien
memungkinkan.
3. Resiko kekurngan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda-tanda 1. Dapat mengetahui
cairan tubuh b.d. keperawatan selama 2 x 24 jam kekurangan cairan. dehidrasi pada pasien
perdarahan pervaginam tidak terjadi kekurangan volume 2. Pantau masukan dan 2. Dapat mengetahui intake
berlebihan. Ditandai cairan tubuh. haluaran/ monitor balance dan output pada pasien
dengan : cairan tiap 24 jam.
Kriteria Hasil :
DO : adanya 3. Monitor tanda-tanda vital. 3. Dapat mengetahui
Tidak ditemukan tanda-
perdarahan pervaginam Evaluasi nadi perifer. keadaan umum pasien
tanda kekuranga cairan. Seperti
DS :- 4. Observasi pendarahan 4. Dapat mengetahui jumlah
turgor kulit kurang, membran
perdarahan.
mukosa kering, demam.
5. Kolaborasi untuk 5. Dapat mencegah
Pendarahan berhenti,
pemberian cairan parenteral dehidrasi pada pasien.
keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.
dan kalau perlu transfusi
Tanda-tanda vital dalam
sesuai indikasi,
batas normal : Suhu : 36-370C,
pemeriksaan laboratorium.
Nadi : 80 100 x/m, RR :16-24
Hb, leko, trombo, ureum,
x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg,
kreatinin.
Diastole : 70-80 mmHg

4. Resiko infeksi b.d. Infeksi tidak terjadi setelah 1. Kaji adanya tanda-tanda 1. Dapat mengetahui tanda-
pertahanan tubuh tidak dilakukan tindakan perawatan infeksi. tanda infeksi.
adekuat akibat penurunan selama 2x 24 jam. 2. Lakukan cuci tangan yang 2. Dapat mengurangi
haemoglobin (anemia). Kriteria Hasil : baik sebelum tindakan kejadian terjadinya
DO : Kadar Tidak ditemukan tanda- keperawatan. infeksi.
Haemoglobin kurang tanda infeksi seperti rubor, color, 3. Gunakan teknik aseptik 3. Dapat teridentifikasi
dari normal. dolor dan fungsiolesia. pada prosedur perawatan. adanya infeksi.
DS :- Kadar haemoglobin dalam 4. Monitor tanda-tanda vital 4. Dapat mengetahui
batas normal : 11-14 gr% dan kadar haemoglobin keadaan umum pasien
Pasien tidak demam/ serta leukosit.
menggigil, suhu : 36-370 C 5. Batasi pengunjung untuk 5. Dapat meminimalisir
menghindari pemajanan terjadinya infeksi.
bakteri.
6. Kolaborasi dengan medis 6. Mengurangi terjadinya
untuk pemberian infeksi.
antibiotika.
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.

Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi.


EGC. Jakarta.

Hartono, Poedjo. 2000. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining di


Indonesia. Kursus Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.2 Mei
2001.

Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo &
JNKKR-POGI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai