PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
WHO memperkirakan pada tahun 2005 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang
demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait dari 400
anak berusia 1 bulan-13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam
sekitar 77% (WHO, 2005). Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 4-
5% dari jumlah penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.Namun
di Asia angka kejadian kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang dilaporkan antara 6-
9% kejadian kejang demam, 5-10% di India, dan 14% di Guam (Hernal, 2010). Di Asia
angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi meningkat menjadi 10-15% dan
sekitar 80%-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana.
Kejang demam di Indonesia mencapai 2-4% dari tahun 2005-2006 (Kusuma,
2010). Di ruang anak RSUP Fatmawati, jumlah pasien kejang demam dari bulan Maret
hingga Juni adalah 36 anak. Kasus kejang demam pada anak merupakan kasus 5
terbanyak di ruang rawat anak di RSUP Fatmawati. Kejang demam akan mengalami
bangkitan kejang demam berulang sebesar 25%-50% dan 4% penderita kejang demam
dapat mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan inteligensi. Insiden epilepsi
akibat kejang demam berkisar antara 2%-5% dan meningkat hingga 9%-13% bila
terdapat faktor risiko berupa riwayat keluarga dengan epilepsi, perkembangan abnormal
sebelum kejang demam pertama, atau mengalami kejang demam kompleks (Kusuma,
2010).
Angka kematian kejang demam adalah 0,64%-0,75% (Kusuma, 2010). Kejang
demam didefinisikan sebagai kejang yang terjadi ketika demam tetapi tidak terdapat
infeksi intrakranial (Bajaj, 2008). Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling
sering ditemukan pada masa kanak-kanak. Angka kejadian kejang demam terjadi 2-5 %
pada anak antara usia 6 bulan sampai 5 tahun (Judarwanto, 2012).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium atau di luar
sistem susunan saraf pusat atau otak (Judarwanto, 2012). Kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu
1
proses ekstrakranium (Staf Pengajar Kesehatan Anak FK UI, 2005). Jadi, peningkatan
suhu tubuh pada anak yang dikarenakan infeksi ekstrakranial merupakan pencetus dari
kejang demam.
Prosedur yang digunakan untuk mengintervensi dan mengatasi naiknya suhu
bergantung pada penyebab demam, efek yang merugikan, kekuatan, dan durasinya.
Kebanyakan demam pada anak-anak disebabkan oleh virus, berakhir dengan singkat dan
efeknya terbatas. Beberapa penelitian meyakini bahwa jumlah kenaikan lebih penting
daripada suhu sebenarnya dalam mencetuskan kejang (Leung dan Robson, 1991 dalam
Pottery dan Perry, 2005). Perawat perlu mengatasi dengan cepat peningkatan suhu tubuh
pada anak. Tindakan keperawatan dalam penurunan suhu tubuh harus menghindari
stimulasi menggigil (Giuffre et al, 1991 dalam Potter dan Perry, 2005).
Oleh karena itu diperlukan intervensi keperawatan yang menunjukkan prognosis
baik dengan penurunan suhu tubuh menjadi normal (36,5-37,50C) pada anak kejang
demam.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum :
Untuk memberikan gambaran tentang Asuhan Keperawatan Pada Anak
dengan Kejang Demam dengan menggunakan pendekatan proses asuhan keperawatan
yang disusun secara sistematis dan komprehensif.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat membuat pengkajian mengenai Penyakit Kejang Demam
Pada Anak
a. Mahasiswa dapat menentukan diagnosa keperawatan mengenai Penyakit
Kejang Demam Pada Anak
b. Mahasiswa dapat menentukan intervensi keperawatan yang tepat mengenai
Penyakit Kejang Demam Pada Anak
b. Mahasiswa dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan yang sudah di
rencanakan
c. Mahasiswa dapat memebuat evaluasi keperawatan mengenai implementasi
yang sudah dilakukan.
2
C. MANFAAT
1. Manfaat bagi institusi
Hasil makalah ini diharapkan menjadi literatur dan kumpulan dokumentasi
bagi praktik Keperawatan Medikal Bedah II serta dapat memberikan informasi yang
sesuai dengan teori yang ada kepada seluruh mahasiswa keperawatan
2. Manfaat bagi mahasiswa
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada
mahasiswa keperawatan dalam hal mengetahui asuhan keperawatan penyakit herves
dan dapat mengaplikasikan pada pasien yang mengalami penyakit herves.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan maklah ini digunakan sistematika penulisan yaitu sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang makalah, tujuan penulisan yang
terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, manfaat penulisan bagi institusi dan
mahasiswa, dan sistematika penulisan
BAB 2 Landasan teori terdiri atas konsep kejang demam yang meliputi : konsep
kejang demam dan konsep askep dengan kejang demam.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2. Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui dan sering disebabkan karena infeksi seperti
ISPA, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
4
3. Anatomi Dan Fisiologi
a. Anatomi
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari sentral yang terletak di dalam
rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Selaput otak (Meningen) yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang
yang melindungi struktur saraf yang halus yang membawa pembuluh darah dan
cairan sekresi. Otak belakang terletak di dasar kepala, terdiri dari empat bagian
fungsional, yaitu : (Syarifuddin, 2005)
1) Medulla Oblongata
2) Pons
3) Reticular Formation
5
Formasi reticular memiliki peranan penting dalam pengaturan
gerakan dan perhatian anda. Formasi reticular seolah-olah berfungsi
untuk “mengaktifkan” bagian lain dalam otak.
4) Cerebellum
5) Otak Tengah
6) Thalamus
6
7) Hypothalamus
Hypothalamus berfungsi untuk mengontrol nafsu makan dan
syahwat dan mengatur kepentingan biologis lainnya. Hypothalamus,
thalamus, otak tengah, dan otak belakang (tidak termasuk cerebellum)
bersama-sama membentuk apa yang disebut “tangkai/batang” otak.
b. Fisiologi
7
a. Kejang tonik-klonik merupakan kejang yang paling umum dan paling dramatis
dari semua manifestasi kejang dan terjadi dengan tiba-tiba. Fase tonik dicirikan
dengan mata tampak ke atas, kesadaran hilang dengan segera, dan bila berdiri
langsung terjatuh. Kekakuan terjadi pada kontraksi tonik simetrik pada seluruh
otot tubuh yaitu lengan biasanya fleksi, kaki, kepala, dan leher ekstensi. Tangisan
melengking terdengar dan tampak adanya hipersalivasi. Fase klonik ditunjukkan
dengan gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas berada pada
kontraksi dan relaksasi yang berirama. Hipersalivasi menyebabkan mulut tampak
berbusa. Anak juga dapat mengalami inkontinensia urin dan feses. Gerakan
berkurang saat kejang berakhir, terjadi pada interval yang lebih panjang, lalu
berhenti secara keseluruhan.
b. Kejang atonik disebut juga serangan drop dan biasa terjadi antara usia 2 dan 5
tahun. Kejang ini terjadi tiba-tiba dan ditandai dengan kehilangan tonus otot
sementara dan kontrol postur. Anak dapat jatuh ke lantai dengan keras dan tidak
dapat mencegah jatuh dengan menyangga tangan, sering terjadi kulai kepala,
sehingga dapat menimbulkan cedera serius pada wajah, kepala, atau bahu. Anak
tidak atau dapat mengalami kehilangan kesadaran sementara (Wong, 2004).
Kejang akinetik ditandai dengan adanya gerakan lemah tanpa kehilangan tonus
otot. Anak tampak kaku pada posisi tertentu dan tidak jatuh. Anak biasanya
mengalami gangguan atau kehilangan kesadaran.
c. Kejang mioklonik dapat terjadi dalam hubungannya dengan bentuk kejang lain.
Kejang ini dicirikan dengan kontraktur tonik singkat dan tiba-tiba dari suatu otot
atau sekelompok otot. Kejang terjadi sekali atau berulang tanpa kehilangan
kesadaran dengan jenis simetrik atau asimetrik.
5. KLASIFIKASI
8
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang parsial
diklasifikasikan lagi menjadi tiga yaitu kejang parsial sederhana, kejang sensori
khusus, dan kejang parsial kompleks.
1) Kejang parsial sederhana ditandai dengan kondisi yang tetap sadar dan
waspada, gejala motorik terlokalisasi pada salah satu sisi tubuh.
Manifestasi lain yang tampak yaitu kedua mata saling menjauh dari sisi
fokus, gerakan tonik-klonik yang melibatkan wajah, salivasi, bicara
berhenti, gerakan klonik terjadi secara berurutan dari mulai kaki, tangan,
atau wajah.
2) Kejang sensori khusus dicirikan dengan berbagai sensasi. Kebas,
kesemutan, rasa tertusuk, atau nyeri yang berasal dari satu lokasi
(misalnya wajah atau ekstremitas) dan menyebar ke bagian tubuh lainnya
merupakan beberapa manifestasi kejang ini. Penglihatan dapat
membentuk gambaran yang tidak nyata. Kejang ini tidak umum pada
anak-anak di bawah usia 8 tahun.
3) Kejang parsial kompleks lebih sering terjadi pada anak-anak dari usia 3
tahun sampai remaja. Kejang ini dicirikan dengan timbulnya perasaan
kuat pada dasar lambung yang naik ke tenggorokan, adanya halusinasi
rasa, pendengaran, atau penglihatan. Individu juga sering mengalami
perasaan deja-vu. Penurunan kesadaran terjadi dengan tanda-tanda
individu tampak linglung dan bingung, dan tidak mampu merespons atau
mengikuti instruksi. Aktivitas berulang tanpa tujuan dilakukan dalam
keadaan bermimpi, seperti mengulang kata-kata, menarik-narik pakaian,
mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, atau bertindak agresif (kurang
umum pada anak-anak). Anak dapat merasa disorientasi, konfusi, dan
tidak mengingat fase kejang pada saat pasca kejang
b. Kejang Umum
Kejang demam dengan salah satu tanda yaitu kejang lama lebih dari 15
menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang
yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan
9
di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang
demam. Kejang umum terbagi menjadi kejang tonik-klonik, kejang atonik,
kejang akinetik, dan kejang mioklonik .
6. MANIFESTASI KLINIK
Kejang yang dialami anak diawali dan disertai dengan suhu tubuh yang tinggi.
Mayoritas anak-anak dengan kejang demam memiliki suhu rektal lebih dari 38,9oC
(NINDS,2013). Kejang demam pada anak umumnya terjadi selama hari pertama
demam. Anak-anak yang rentan terhadap kejang demam tidak dianggap memiliki
epilepsi, karena epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh
demam. Seorang anak dikatakan mengalami demam saat suhu tubuh mencapai atau di
atas salah satu dari level:
a. 100.4° F (38° C) diukur dalam bagian bawah (dubur).
b. 99,5° F (37,5° C) diukur dalam mulut (per oral).
c. 99° F (37,2 ° C) diukur di bawah lengan (aksila).
Sekitar satu dari 25 anak akan mengalami minimal satu kali kejang demam,
dan lebih dari sepertiga anak-anak tersebut akan mengalami kejang demam berikutnya
apabila belum mendapatkan penanganan (NINDS, 2013). Kejang demam biasanya
10
terjadi pada anak-anak antara usia 6 bulan dan 5 tahun (60 bulan) dan sangat umum
pada balita. Anak-anak jarang menampakkan kejang demam pertama mereka sebelum
usia 6 bulan atau setelah 3 tahun.
Semakin bertambah usia anak saat kejang demam pertama terjadi, semakin
kecil kemungkinan anak mengalami kejang demam berulang. Perbedaan manifestasi
klinis pada kejang demam sederhana dan kompleks dapat dilihat pada tabel di bawah
ini. Kejang Demam Sederhana :
a. Kejang terjadi selama < 15 menit.
b. Gejala motorik terlokalisasi pada salah satu sisi tubuh.
c. Tidak berulang dalam periode 24 jam.
Pada pemeriksaan fisik akan tampak ketika anak mengalami kejang demam
yaitu anak teraba panas dengan suhu 39,8oC (Mick & Cummings, 2006). Anak tidak
sadar dan tampak kaku atau bergetar pada tangan dan kaki pada salah satu sisi atau
seluruh tubuhnya. Mata anak tampak berputar atau melihat ke arah atas selama kejang
berlangsung (Appleton & Marson, 2009). Gejalanya kejang demam diantaranya :
a. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba).
b. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik – 5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
c. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik).
d. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit).
e. Bola matanya berputar ke belakang kepala.
f. Lidah atau pipinya tergigit.
g. Gigi atau rahangnya terkatup rapat.
h. Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya).
11
i. Gangguan pernafasan.
j. Apneu (henti nafas).
k. Kulitnya kebiruan.
a. Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau
lebih.
b. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) – sakit kepala.
c. Mengantuk.
d. Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
7. KOMPLIKASI
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah
menderita kejang demam tergantung dari faktor:
Dari suatu penelitian terhadap 431 pasien dengan kejang demam sederhana,
tidak terdapat kelainan pada IQ tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya
telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis akan didapat IQ yang
lebih rendah disbanding dengan saudaranya. Jika kejang demam di ikuti dengan
terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali lebih
besarMenurut (Ngastiyah, 2005).
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
12
a. Pemeriksaan Laboratorium.
1) Kadar leukosit yang tinggi (>17500 sel/L) menunjukkan bahwa tubuh anak
terkena infeksi.
2) Penurunan kadar Hb dan eritrosit perlu menjadi perhatian perawat. Kadar Hb
di bawah rentang normal (11-16 g/dl) menunjukkan adanya masalah dalam
pemenuhan kebutuhan O2 pada anak yang dapat memperburuk kejang anak.
3) Pemeriksaan diagnostik seperti pungsi lumbal, CT Scan, atau MRI,
diperlukan untuk memastikan tidak ada infeksi yang berasal dari sistem saraf
pusat.
b. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penanganan selama terjadi serangan kejang meliputi:
1) Jangan dilakukan restrain atau menghentikan kejang.
2) Tempatkan pada area yang aman, bersih dan jauhkan dari benda yang
membahayakan.
3) Alasi dengan selimut jika lantai keras.
4) Anak dipindahkan hanya bila anak ada dilokasi yang membahayakan.
5) Longgarkan baju bagian leher jika memungkinkan buka baju.
6) Jika anak muntah, saliva dan secret maka posisikan mulut salah satu sisi.
Fokus perhatian untuk menurunkan demam:
1) Berikan acetaminophen lewat anus (jika ada).
2) Jangan dimasukkan sesuatu pada mulut.
3) Berikan kompres dingin. Jangan gunakan air hangat karena dapat
menyebabkan demam semakin memburuk.
4) Setelah kejang dan sadar maka berikan ibuprofen dengan dosis normal.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah:
a. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk penyebab demam
atau kejang, pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah,
elektrolit, urinalisis, dan biakan darah, urin atau feses.
b. Pemeriksaan cairan serebrosphinal dilakukan untuk menegakan atau
kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk
menegakan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
13
klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan fungsi lumbal, fungsi lumbal dilakukan pada:
1) Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
2) Bayi berusia 12–18 bulan dianjurkan
3) Bayi lebih usia dari 18 bulan tidak perlu dilakukan
c. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas,
misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun,
kejang demam fokal.
d. Pemeriksaan CT Scan dilakukan jika ada indikasi:
1) Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan adanya lesi
struktural di otak
2) Terdapat tanda tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, ubun-ubun menonjol, edema pupil), (Pudj
14
2. Analisa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan
kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar,
menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah
pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.
3. Diagnosa Keperawatan
Menurut diagnosa Nanda Nic-Noc, 2015:
a. Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
b. Resiko cidera berhubungan dengan ketidakefektifan orientasi (kesadaran
menurun) kejang.
c. Ketidakefektifan termogulasi berhubungan dengan proses penyakit.
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi informasi:
keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.
4. Intervensi
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan,
bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut.
Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan.Menurut
SIKI 2018:
a. Manajemen Demam
1) Observasi
a) Monitor TTV
b) Monitor intake dan output cairan
c) Monitor komplikasi akibat demam
2) Terapeutik
a) Tutupi badan dengan selimut atau pakaian dengan tepat
b) Lakukan tepid sponge, jika perlu
c) Berikan oksigen, jika perlu
3) Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan memperbanyak minum
15
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
c) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
b. Manajemen kejang
1) Observasi
a) Monitor terjadinya kejang berulang
b) Monitor karakteristik kejang (misalnya aktifitas motorik dan progresi
kejang)
c) Monitor status neurologis
d) Monitor TTV
2) Terapeutik
a) Baringkan pasien agar tidak terjatuh
b) Berikan alas empuk dibawah kepala
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas
d) Longgarkan pakaian, terutama dibagian leher
e) Dampingi selama periode kejang
f) Jauhi benda-benda berbahaya terutama benda tajam
g) Catat durasi kejang
h) Reorientasikan setelah periode kejang
i) Dokumentasikan terjadinya periode kejang
j) Pasang akses IV, jika perlu
k) Berikan oksigen, jika perlu
3) Edukasi
a) Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke dalam mulu
pasien ketika pasien kejang
b) Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk menahan
gerakan kejang
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi obat antikonvulsan, jika perlu
c. Pencegahan kejang
1) Observasi
16
a) Monitor neurologi
b) Monitor TTV
2) Terapeutik
a) Baringkan pasien agar tidak jatuh
b) Rendahkan ketinggian tempat tidur
c) Pasang side-rail tempat tidur
d) Berikan alas empuk di bawah kepala, jika memungkinkan
e) Jauhkan benda berbahaya terutama benda tajam
f) Sediakan suction di samping tempat tidur
3) Edukasi
a) Anjurkan segera melapor bila merasa aura
b) Anjurkan tidak berkendara
c) Ajarkan keluarga pertolongan pertama untuk kejang
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi obat antikonvulsan, jika perlu
5. Implementasi
Perawat melakukan implementasi sesuai dengan keadaan pasien juga denga
rencana yang telah dibuat atau dimodifikasi, beberapa kasus dibawah ini biasa terjadi
pada anak dengan kejang demam, antara lain:
a. Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
b. Ketidakefektifan termogulasi berhubungan dengan proses penyakit.
c. Resiko cidera berhubungan dengan ketidakefektifan orientasi (kesadaran
menurun) kejang.
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan salah inerprestasi informasi:
keluarga sering bertanya tentanya tentang penyakit anaknya.
6. Evaluasi
17
1. Resiko terjadi kejang ulang Tujuan: setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan hipertermi. keperawtan 1x24 jam Klien tidak mengami
kejang selama perawatan.
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2. Suhu 36,5 – 37,5 º C
3. Nadi 100 – 160x/menit
4. Respirasi 30 – 60 x/menit
5. Kesadaran composmentis
18
sering bertanya tentang penyakit prognosis, dan pengobatan.
anaknya. Kriteria Hasil:
1. engerti proses perawatan sakit
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam
proses keperawatan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering ditemukan pada
masa kanak-kanak. Angka kejadian kejang demam terjadi 2-5 % pada anak antara
usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang demam sering terjadi pada anak. Banyak
keluarga tidak menyadari, berbagai kondisi kegawatan dapat terjadi pada kasus kejang
demam pada anak yang tidak segera ditangani. Setiap kejang menyebabkan kontriksi
pembuluh darah sehingga aliran darah tidak lancar dan mengakibatkan peredaran
darah O2 juga terganggu. Kekurangan O2 pada otak mengakibatkan kerusakan sel
otak dan dapat terjadi kelumpuhan samapai retradasi mental bila kerusakannya berat.
Jika kejang hanya berlangsung singkat tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
berakhir dengan apnea yang akan menimbulkan kerusakan otak makin berat. Maka
dari itu dibutuhkan pengetahuan yang cukup mengenai konsep dasar asuhan
keperawatan anak untuk kejang demam.
B. SARAN
19
Diharapkan konsep dasar asuhan keperawatan anak dengan kejang demam
dapt diimplementasikan sesuai dengan kondisi anak. Dapat diubah maupun
dimodifikasi mengikuti perkembangan kejang yang dialami si anak.
DAFTAR PUSTAKA
Potter A, Perry Anne Griffin. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
Dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Staf Pengajar Kesehatan Anak FK UI. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI.
20
http://repository.ump.ac.id/3981/3/Sefrizal%20Arifin%20BAB%20II.pdf diakes pada tanggal
27 Januari 2019.
21