PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap organisme selalu berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan
hidupnya, artinya setiap perubahan dunia luar akan mendapat tanggapan agar ia tetap
bertahan hidup.Sistem saraf dengan cepa menyebarkan Informasi agar mendapat
tanggapan sehingga terjadi perubahan dalam diri kita seperti perubahan tekanan
darah, respirasi, suhu. sebaliknya sistem endokrin yang menghasilkan hormon bekerja
lebih lambat sebab hormon tersebut akan mengikuti aliran darah, terikat pada
reseptor di organ target yang menyebabkan efek perubahan metabolisme atau fungsi
dari organ tersebut, yang termasuk kelenjar endokrin adalah hipotalamus,kelenjar hiposis
anterior dan posterior,kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, pulau langerhans pankreas,
korteks dan medula anak ginjal, ovarium, testis dan sel endokrin di saluran cerna.
Kelenjar Hipofisis atau nama lainnya adalah kelenjar pituitary merupakan
kelenjar yang sebesar kelereng namun mempunyai makna fisiologis yang sangat penting
bagi kelangsungan dan homeostasis tubuhmanusia. Selain itu hipofisis, terutama bagian
anterior, memiliki kemampuan dalam mengatur kelenjar-kelenjar endokrin lainnya.
Menurut Tarwoto (2012), kelenjar pituitari atau hipofisis terletak pada dasar otak
di bawah hipotalamus dengan ukuran yang kecil, tetapi memproduksi paling banyak jenis
hormon. Hipofisis merupakan pusat pengaturan seluruh fungsi hormon tubuh manusia.
Pengaturan keseimbangan hormon menjadi tumpuan hemoestasis manusia dalam
menghadapi berbagai perubahan lingkungan. Pusat pengaturan hormon terbagi pada
bagian anterior dan posterior hipofisis. Pada bagian anterior berperan dalam pengaturan
metabolismeme, pertumbuhan dan perkembangan sel, perilaku dan reproduksi manusia.
Sedangkan pada bagian posterior berperan dalam kesimbangan cairan dan elektrolit
serta produksi air susu ibu.
Kegagalan produksi seluruh hormon dari pituitari disebut Panhipopituitarism.
Keadaan ini sangat jarang sekali terjadi dengan prevelensi 45 per juta orang atau insiden
sekitar 4 per 100.000. (Jostel AC Lissett, 2005). Pada keadaan normal hormon-hormon
pituitari selalu diproduksi kecuali hormon PRL dan oksitosin yang diproduksi pada saat-
saat tertentu seperti pada saat kehamilan, persalinan dan masa menyusui.
Mengingat perannya yang sangat penting dalam pengaturan berbagai fungsi
tubuh maka apabila terjadi gangguan pada pituitari akan berdampak pada sekresi hormon
1
dan fungsi dari organ terget. Gangguan pada pituitari dapat berupa peningkatan produksi
hormon (hiperpituitari) maupun penurunan produksi hormon (hipopituitari). Gangguan
itu sendiri dapat berasal dari dalam pituitari (disfungsi pituitari primer) ataupun akibat
dari luar yang umumnya dari disfungsi hypothalamus (disfungsi pituitari sekunder).
B. Tujuan
a) Tujuan Umum
Mampu memahami konsep pemberian asuhan keperawatan pada gangguan sistem
endokrin, yaitu hipopituitarisme
b) Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi Hipopituitarisme
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari Hipopituitarisme
3. Untuk mengetahui etiologi dari Hipopituitarisme.
4. Untuk mengetahui klasifikasi Hipopituitarisme.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Hipopituitarisme.
6. Untuk mengetahui komlikasi Hipopituitarisme.
7. Untuk mengetahui patofisiologi dari Hipopituitarisme
8. Untuk mengetahui WOC Hipopituitarisme
9. Untuk mengetahui Pencegahan Hipopituitarisme
10. Untuk mengetahui pemeriksaan Hipopituitarisme.
11. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis Hipopituitarisme.
12. Untuk mengetahui pengkajian dari Hipopituitarisme.
13. Untuk mengetahui diagnosa dari Hipopituitarisme
14. Untuk mengetahui intervensi dari Hipopituitarisme.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
3
Hipopituirisme biasanya terjadi akibat adanya kerusakan atau kegagalan kelenjar
hipofisis anterior maupun posterior.
Hipopituitarisme dapat terjadi akibat kerusakan lobus anterior kelenjar hipofisis
sendiri atau pada hipotalamus. (buku ajar keperawatan medikal bedah Bunner and
Sudarth). Hipofungsi kelenjar hipofisis (hipopituitarisme) dapat terjadi akibat panyakit
pada kelenjar sendiri atau pada hipotalamus.
Hipopituitarisme adalah disebabkan oleh macam-macam kelainan antara lain
nekrosis, hipofisis post partum (penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis
trauma tengkorak, hipertensi maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan
lain-lain (Kapita Selekta Edisi:2)
2. Etiologi
Sejumlah kelainan dapat menyebabkan defisiensi satu atau lebih hormon pituitari
atau hipofise. Kelainan ini dapat bersifat kongenital, traumatik (pembedahan hipofise,
iradiasi kranial, cedera kepala), neoplastik (adenoma hipofise yang besar, massa
paraselar, kraniofaringioma, metastase, meningioma, infiltratif (hemokromatosis,
hipofisitis limfositik, sarkoidosis, histiositosis X), vaskuler (apopleksia hipofise, nekrosis
postpartum, penyakit sel sabit) atau infeksi (tuberkulosis, jamur, parasit) (Harrison,
2012). Selain itu, Tartowo (2012) menyebutkan beberapa penyebab atau etiologi dari
hipopituitarisme diantaranya:
1. Adenomas pituitari atau tumor pituitari merupakan penyebab yang paling sering
terjadi. Adanya tumor dapat menekan dan merusak pituitari sehingga fungsinya
dapat terganggu. Namun demikian adenomas pituaitari juga dapat mengakibatkan
peningkatan produksi hormon (hiperpituitari). Hasil penelitian menunjukan bahwa
30% pada adenomas mengalami defisiensi hormon pitutitary (Jostel A, 2005)
2. Pembedahan atau operasi pituitari. Salah satu resiko operasi pituitari adalah
terganggunya fungsi pituitari, hal ini juga tergantung pada ukuran, jenis tumor
derajat infiltrasi maupun pengalaman dari ahli bedah
3. Kelebihan zat besi, keadaan overload besi misalnya pada thalasemi, transfusi
darah akan mengakibatkan penurunan jumlah sel hipofisis.
4. Karena genetik, hal ini masih belum jelas idiopatik), diduga karena faktor mutasi
gen
5. Malnutrisi berat dan kehilanganberat badan yang cepat juga dapat
merusak hipofisis
4
3. Klasifikasi
1) Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Merupakan kelenjar yang sangat vaskuler dengan sinus - sinus kapiler yang
luas diantara sel – sel kelenjar, 0,6 gr dan diameternya sekitar 1 cm sekresi hipofisis
anterior diatur oleh hormon yang dinamakan ”releasing dan inhibitory hormones (atau
factor) hipotalamus” yang disekresi dalam hipotalamus sendiri dan kemudian
dihantarkan kehipofisis anterior melalui pembuluh darah kecil yang dinamakan
pembuluh partal hipotalamik hipofisial. Kelenjar hipofisis anterior terdiri atas
beberapa jenis sel.
Pada umumnya terdapat satu jenis sel untuk setiap jenis hormon yang dibentuk
pada kelenjar ini, dengan teknik pewarnaan khusus berbagai jenis sel ini dapat
dibedakan satu sama lain.Satu-satunya kemungkinan pengecualiannya adalah sel dari
jenis yang sama mungkin menyekresi hormon iuteinisasi dan hormon perangsang
folikel. Berdasarkan ciri – ciri pewarnaannya, sel-sel hipofise anterior dibedakan ke
dalam 3 kelompok klasik: Kromofobik (tanpa granul), Eosinofilik, dan Basofilik. Sel-
sel eosinfilik dianggap bertanggung jawab untuk sekresi ACTH, TSH, LH serta FSH.
a) ACTH (Adrenocorticotropic Hormon) merangsang biosintesis dan pelepasan
kortisol oleh korteks adrenal.
b) Hormon perangsang tiroid / TSH (Thyroid-Stimulating Hormon : tirotropin)
merangsang uptake yodida dan sintesis serta pelepasan hormon tiroid oleh
kelenjar tiroid.
c) Hormon perangsang folikel / FSH (Follicte-Stimulating Hormon) merangsang
perkembangan folikel de graaf dan sekresi hormon esterogen dan ovarium
serta spermatogenesis pada testis.
d) Hormon Luteinisasi (LH) mendorong ovulasi dan luteinasi folikel yang sudah
masak di dalam ovarium. Pada laki – laki hormon ini, yang dahulunya disebut
hormon perangsang sel interstisialis (ICSH=Interfisial Cell Stimulating
Hormon), merangsang produksi dan pelepasan testosteron oleh sel – sel leydig
di testis.
e) Prolaktrin (PRL) merangsang sekresi air susu oleh payudara ibu setelah
melahirkan.
f) Pengendalian sekresi hipofisis anterior.
g) Sistem rangkap (dual system) yang mengendalikan sekresi hormon hipofise
anterior melalui 2 mekanisme kontrol antara lain :
5
Umpan Balik negatif, dimana hormon dari kelenjar sasaran yang bekerja
pada tingakat hipofise/hipotalamus menghambat sekresi hormon
trofiknya.
PengendalianOleh hormon – hormon hipotalamus yang berasal dari sel-
sel neuronai di dalam atau di dekat eminensia medialis dan disekresikan
ke sirkulasi partai hipofise.
2) Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Kelenjar hipofisis posterior terutama terdiri atas sel-sel glia yang disebut
pituisit. Namun, pituisit ini tidak mensekresi hormon, sel ini hanya bekerja sebagai
struktur penunjang bagi banyak sekali ujung-ujung serat saraf dan bagian terminal
akhir serat dari jaras saraf yang berasal dari nukleus supraoptik dan nukleus
paraventrikel hipotalamus.
Jaras saraf ini berjalan menuju ke neurohipofisis melalui tangkai hipofisis,
bagian akhir saraf ini merupakan knop bulat yang mengandung banyak granula-
granula sekretonik, yang terletak pada permukaan kapiler tempat granula-granula
tersebut mensekresikan hormon hipofisis posterior berikut: Hormon antidiuretik
(ADH) yang juga disebut sebagai vasopresin yaitu senyawa oktapeptida yang
merupakan produk utama hipofise posterior. Memainkan peranan fisiologik yang
penting dalam pengaturan metabolisme air.
Hormon antidiuretik (ADH) dalam jumlah sedikit sekali, sekecil 2 nanogram,
bila disuntukkan ke orang dapat menyebabkan anti diuresis yaitu penurunan ekskresi
air oleh ginjal. Stimulus yang lazim menimbulkan ekskresi ADH adalah peningkatan
osmolaritas plasma. Dalam keadaan normal osmolaritas plasma dipertahankan secara
ketat sebesar 280 mOsm/kg plasma. Kalau terjadi kehilangan air ekstraselular,
osmolaritas plasma akan meningkat shingga mengaktifkan osmoreseptor, kemudian
sinyal untuk pelepasan ADH, peningkatan osmolaritas plasma juga merangsang pusat
rasa haus yang secara anatomis berdekatan / berhubungan dengan nukleus
supraoptikus. Kerja ADH untuk mempertahankan jumlah air tubuh terutama terjadi
pada sel – sel ductus colligens ginjal. ADH mengerahkan kemampuannya yang baik
untuk mengubah permeabilitas membran sel epitel sehingga meningkatkan keluarnya
air dari tubulus ke dalam cairan hipertonik diruang pertibuler/interstisial. Aktifitas
ADH dan rasa haus yang saling terintigritas itu sangat efektif untuk mempertahankan
osmolaritas cairan tubuh dalam batas – batas yang sangat sempit.
6
3) Hipofisis Pars Intermedus
Berasal dari bagian dorsal kantong Rathke yang menjadi satu dengan
hipofisis posterior. Pars intermedus mengeluarkan hormon MSH (melanocyte
stimulating hormon) melanotropin = intermedian. MSH terdiri dari sub unit alfa dan
sub untui beta, beta MHS lebih menentukan khasiat hormon tersebut. Pada manusia,
pars intermedus sangat rudimeter sehingga pada orang dewasa tidak ada bukti bahwa
MSH dihasilkan oleh bagian ini. Beta MSH memiliki struktur kimia yang mirip
dengan ACTH (adrenocortico tropic hormon), sehingga ACTH memiliki khasiat
seperti MSH.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Baradero (2009), manifestasi klinis dari gangguan hipopituitarisme antara lain:
1. Tanda tanda klinis sesuai dengan penyebabnya, misalnya bakteremia, viral,
hepatitis,dan trauma.
2. Gangguan penglihatan dan papiledema
3. Tanda-tanda defisit gonadotropin
a) Menurun kadar FSH, LH serum, dan streroid gonad.
b) Anak-anak mengalami keterlambatan pubertas
c) Dewasa: wanita (oligomenoria atau amenorea, atrofi uterus dan vagina,
potensial atrofi payudara, acrta hilangnya libido); Pria (hialngnya libido,
jumlah sperma berkurang, gangguan ereksi, testis mengecil, dan rambut
tumbuh rontok).
4. Manifestasi defisit hormon pertumbuhan
a) Anak-anak
Pertumbuhan lambat, tetapi bagian tubuh proporsional, terlalu banyak
jaringan lemak, tetapi pertumbuhan otot buruk.Terlambat pubertas, tetapi
pada akhirnya perkembangan seksual normal Kadar hormon pertumbuhan
serum menurun
Menurut Slyvia (2006), sindrom klinis yang diakibatkan oleh hipopituitarisme
pada anak-anak dan orang dewasa berbeda. Pada anak-anak, terjadi gangguan
pertumbuhan somatis akibat defisiensi pelepasan GH. Dwarfisme hipofisis (kerdil)
merupakan konsekuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-anak tersebut mencapai
pubertas, maka tanda-tanda seksual sekunder dan genetalia eksterna gagal berkembang.
Selain itu, sering pula ditemukan berbagai derajat insufisiensi adrenal dan hipotiroidisme
7
mereka mungkin akan mengalami kesulitan disekolah dan memperlihatkan perkembangan
intelektual yang lamban kulit biasanya pucat karena adanya MSH.
Kalau hipopituitarisme terjadi pada orang dewasa, kehilangan fungsi hipofisis
sering mengikuti kronologis sebagai berikut: defisiensi GH, hipogonadisme,
hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Karena orang dewasa, telah menyelesaikan
pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa dengan hipopituitarisme
adalah normal. Manifestasi defisiensi GH mungkin dinyatakan dengan timbulnya
kepekaan yang luar biasa terhadap insulin dan terhadap hipoglikemia puasa. Bersamaan
dengan terjadinya hipogonadisme, pria menunjukkan penurunan libido, hipotensi dan
pengurangan progresi pertumbuhan rambut dan bulu di tubuh, jenggot, dan berkurangnya
perkembangan otot. Pada wanita, berhentinya siklus menstruasi atau amenorea,
merupakan tanda awal dari kegagalan hipofisis. Kemudian diikuti oleh atrofi payudara
dan genetalia eksterna. Baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan berbagai
tingkatan hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Kurangnya MSH akan mengakibatkan
kulit pasien ini kelihatan pucat.
Kadang kala, pasien memperlihatkan kegagalan hormon hipofisis saja. Dalam
keadaan ini, penyebab defisiensi agaknya terletak, pada hipotalamus dan mengenai
hormon pelepasan yang bersangkutan. Pada pasien dengan panhipopituitarisme, selain
memiliki tiga hormon basal yang rendah, juga tidak merespon terhadap pemberian
hormon perangsang sekresi. Uji fungsi hipofisis kombinasi dapat dilakukan pada pasien
ini dengan menyuntikkan :
1. Insulin untuk menghasilkan hipoglikemia
2. CRH
3. TRH
4. GnRH
Hipoglikemia dengan kadar serum glukosa yang kurang dari 40mg/dl,
menyebabkan pelepasan GH, ACTH, dan Kortisol; CRH merangsang pelepasan ACTH
kortisol; TRH merangsang pelepasan TSH dan prolaktin; sedangkan GnRH merangsang
pelepasan FSH dan LH. Pasien panhipopituitarisme gagal untuk merespon empat
perangsang sekresi tersebut. Selain studi biokimia, juga disarankan pemeriksaan
radiografi kelenjar hipofisis pada pasien yang diperkirakan menderita penyakit hipofisis,
karena tumor-tumor hipofisis seringkali menyebabkan gangguan-gangguan ini.
8
5. Komplikasi
1. Hipersekresi prolaktin (prolaktinemia)
Hipersekresi prolaktin (prolaktinemia) adalah abnormalitas endokrin yang
sering ditemukan dan disebabkan oleh gangguan hipotalamik-hipofisis. Hipersekresi
hormon PRL mengakibatkan galaktoria dan disfungsi gonad. Galaktorea adalah
hipersekresi air susu atau keluarnya air susu walaupun periode laktasi sudah selesai.
Prolaktin serum yang normal adalah <20 ng/dl. Prolaktin adalah kontrasepsi
ilmiah (menghambat gonatropin-releasing hormon). Prolaktin juga diperlukan untuk
laktasi. Tanda-tanda klasik hiperprolaktin adalah:
1) Galaktorea dan amenorea pada wanita
2) Ginekomastia, galaktorea serta berkurangnya libido dan ereksi pada pria
Yang termasuk mekanisme patofisiologi hipersekresi prolaktin adalah
gangguan dopamin, hipersekresi adenoma hipofisis, dan sekresi neurogenik yang
dicetuskan oleh trauma pada dada, misalnya fraktur tulang iga. Keluarnya prolaktin
dikendalikan oleh hipotalamus terutama dopamin (Baradero, 2009).
9
4) Gangguan endokrin seperti hipitiroidisme dan hipertiroidisme
5) Faktor-faktor neurogenik lokal
6) Perangsangan payudara
7) Cedera pada dinding dada,
8) Lesi pada medula spinalis
Adanya sindrom galaktore-amenore, menyebabkan perlu diperoleh kadar prolaktin
serum basal. Kalau kadar prolaktin lebih tinggi dari normal, maka harus dilakukan
pemeriksaan radiografik selatursika, termasuk CT scan kelenjar hipofisis dengan
potongan koronal dan MRI. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya kelainan yang
berupa mikroadenoma hipofisis.
Tumor hipofisis penghasil prolaktin juga ditemukan pada laki-laki, dengan
hiperprolaktinemia yang terjadi dihubungkan denagan hipogonadisme dan oligospermia.
Tumor ini sering kali berukuran besar dan meluas hingga ke luar batas sela tursika.
Penatalaksanaan mikroadenoma hipofisis penghasil prolaktin pada laki-laki sama dengan
apa yang telah dibahas pada permpuan.
3. Gangguan Sekresi Vasopresin
Vasopresin arginin (AVP) merupakan suatu hormon antidiuretik (ADH) yang
dibuat di nukleas supraoptik dan paraventrikular hipotalamus bersama dengan protein
pengikatnya, yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian di angkut dari badan-badan sel
neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang
berada di kelenjar hipofisis posterior, tempat penyimpanannya. Sekresi AVP di atur
oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotik.
Gangguan sekresi AVP termasuk diabetes insipidus (DI) dan sindrom
ketidakpadanan sekresi ADH. Pada pasien dengan DI, gangguan ini dapat terjadi
akibat tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin (DI nefrogonik)
walaupun kadar hormon ini sangat tinggi. Ada beberapa keadaan yang dapat
mengakibatkan diabetes insipidus, termasuk tumor-tumor pada hipotalamus, tmor-
tumor besar hipofisis yang meluas keluar sela tursika dan mengancurkan nukleus
hipotalamik, trauma kepala, cedera hipotalamus pada ssat operasi, oklusi pembuluh
darah intraserebral, dan penyakit-penyakit granulomatosa. DI nefrogenik dapat
diturunkan melalui mutasi dalam reseptor vasopresin atau dalam AqP2, saluran air,
dan keadaan ini muncul pada anak-anak yang usianya kurang dari 2 tahun. Sedangkan
pada orang dewasa, DI nefrogenik timbul pada berbagai penyakit ginjal dan penyakit
sistemik yang juga menyerang ginjal, termasuk juga mieloma multiple, anemia sel
10
sabit, hiperkalsemia, dan hipokalemia. Terapi litium untuk gangguan bipolar dapat
juga menyebabkan tidak adanya respons terhadap vasopresin.
Pasien dengan DI mengalami polidipsiab dan poliuria dengan volume urin
antara 5 hingga 10 L/hari. Kehilangan cairan yang banyakn melalui ginjal ini dapat
dikompensasi dengan minum banyak cairan. DI sentral diobati dengan AVP. Preparat
yang paling sering di pakai adalah 1-desamino-8 D-arginin vasopresin (DDAVP),
diberiakn intranasal atau oral dan memiliki jangka waktu kerja dari 12-24 jam. AVP
tidak efektif pada pasien dengan DI nefrogenik. SIADH biasanya ditemukan
menyertai penyakit-penyakit hipotalamus atau paru atau terjadi setelah pemberian
obat. Pasien akan mengalami sindrom hipoosmolar dengan kelebihan dan gangguan
retensi air. Gejala-gejalanya merupakan akibat adanya hiponatremia berat dan
menyerang sistem saraf pusat sehingga pasien mudah marah, kekacauan mental,
kejang, dan koma terutama bila natrium dalam serum di bawah 120 mEq/L.
Osmolalitas serum rendah, dan osmolalitas serum. Pengobatan SIADH di dasarkan
pada pembatasan pemberian air, yaitu kurang dari 1000 ml/hari dan pemberian 3%-
5% larutan NaCl yang di campur dengan furosemid. Diuretik ini akan menginduksi
pengeluaran cairan dan NaCl, yang disimpan dalam dalam bentuk hipertonik.
Demeklodiklin, suatu obat yang secara langsung menghambat efek vasopresin pada
tingkat tubulus ginjal, dapat dipakai dengan efektif untuk memperbaiki
hipoosmolalitas yang terjadi akibat adanya SIADH (Sylvia, 2006).
6. Patofisiologi
Pengaturan sekresi hormon perifer umumnya oleh glandula pituitari anterior dan
hipotalamus serta jalur umpan balik negatif.Kelenjar hipofisis atau pituitari terletak di
bawah hipotalamus otak dan melekat melelalui suatu tangkai pada eminensia medialis
otak yang terdiri dari lobus posterior (neorohipofisi ) dan lobus anterior.
Menurut Tarwoto (2012), hipopituitarisme dapat disebabkan dari hipofisis itu
sendiri maupun dari hipotalamus. Berkurangnya seluruh hormon pituitari jarang sekali
terjadi, yang paling sering terjadi adalah berkurang nya produksi satu atau sedikit
hormon pituitari diantarnaya ACTH dan TSH. Berkurangnya atau tidak adanya hormon
ini akan berakibat pada insufisiensi pada kelenjar target yaitu kelenjar adrenal dan tiroid.
Pada hipopituitari, manifestasi klinik yang sering muncul adalah menurunnya
sistensi sekresi dan gonadotropin, LH dan FSH. Defisiensi LH dan FSH pada laki-laki
mengakibatkan kegagalan tekstikular yaitu terjadi penurunan produksi terstosteron dari
11
sel leydig dan menurunnya sprematogenesis dari tubulus seminiferus. Menurunnya
produksi testosteron mengakibatkan lambatnya pubertas dan infertil pada laki-laki
dewasa. Pada wanita defisiensi atau tidak adanya hormon gonatropin mengakibatkan
kegagalan, ovulasi dan kegagalan mempertahankan korpus liteum sehingga wanita
menjadi infertile. Difisiensi LH dan SH dapat juga mengakibatkan kegagalan dalam
pembentukan seks sekunder.
Hormon lain yang paling sering terjadi pada gangguan hipopituitari adalah
sekresi, sintesis, pelepasan dari GH sehingga produksi somatomedin. Somatomedin
merupakan hormon yang diproduksi dihati dan di pengaruhi langsung oleh GH.
Somatomedin berperan langsung dalam peningkatan pertumbuhan tulang dan kartilago.
Dengan demikian defisiensi GH atau somatomedin pada anak-anak mengakibatkan
penurunan pertumbuhan dan postur yang pendek.
Hipopituitarisme menunjukan sekresi hormon hipofisis anterior yang rendah, dan
panhipopituitarisme menyatakan sekresi keseluruhan hormon hipofis anterior yang
rendah. Keduanya dapat terjadi karena malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus.
Akibatnya meliputi berkurangnya stimulasi organ target endokrin dan defisiensi hormon
organ target dalam derajat tertentu, yang mungkin baru ditemukan setelah tubuh
mengalami stres dan peningkatan sekresi yang diharapkan dari organ target tidak terjadi
(Kowalak, 2012).
12
7. WOC
13
8. PEMERIKSAAN
Menurut Sudoyo (2009), diagnosis sekresi hormon hipofisis yang meningkat atau
menurun dibuat berdasarkan temuan biokimia. Hipopituitarisme diduga pada keadaan
dimana konsentrasi hormon perifer rendah namun tanpa disertai peningkatan hormon
tropiknya.
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Foto X-rays
Foto X-rays biasanya kurang baik untuk pencitraan jaringan lunak, sehingga
sudah digantikan oleh CT-scan dan MRI. CT-scan cukup spesifik dan dapat
mendeteksi tumor dengan klasifikasi, namun detailnya masih kalah jika dibandingkan
dengan MRI. CT-scan lebih baik dalam memperlihatkan struktur tulang dan
klasifikasi pada jaringan lunak daripada X-Rays dan MRI. CT-scan berguna jika
terdapat kontra indikasi terhadap penggunaan MRI, seperti pasien dengan pacu
jantung kelemahan CT-scan yang lain adalah pajanan terhadap sinar radiasi yang
tinggi. Hal-hal inilah yang membuat MRI merupakan modalitas terpilih untuk
pencitraan hipofisis.
14
dengan struktur sekitar. Sensitivitas MRI untuk mendeteksi mikroadenoma (yang
dibuktikan dengan operasi) mencapai 100%, jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
CT-scan yang hanya mencapai 50%. Spesifitas dan sensitivitas MRI mencapai 90%
pada tumor sekretori. Pemberian gadolinium diethylenetriamine pentaacetic acid
(DTPA) meningkatkan tingkat deteksinya. Angiografi cerebral tidak dikerjakan secara
rutin, dan hanya dikerjakan jika dicurigai terdapat lesi vaskuler.
9. Penatalaksanaan
15
panhipopuitarisme. Hormon hipofisis hanya dapat diberikan dengan cara disuntikkan
sehingga, terapi harian pengganti hormon kelenjar target akibat defisiensi hipofisis untuk
jangka waktu yang lama, yang diberikan sebagai alternatif. Sebagai contoh, insufisiensi
adrenal yang disebabkan karena defisiensi sekresi ACTH diobati dengan memberikan
hidrokortison oral. Pemberian tiroksin oral dapat mengobati hipotiroidisme yang
diakibatkan defisiensi TSH. Pemberian androgen dan ekstrogen dapat mengobati
defisiensi gonadotropin, namun pemberian gonadtropin tersebut dapat menginduksi
ovulasi. Defisiensi GH membutuhkan injeksi GH setiap hari (Slyvia, 2006).
B. TINJAUAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
a. Riwayat penyakit masa lalu : Biasanya Ada tidaknya penyakit atau trauma
pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.
b. Sejak kapan keluhan diarasakan : Biasanya dampak defisiensi GH mulai
tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa
praremaja.
c. Apakah keluhan terjadi sejak lahir :Biasanya tubuh kecil dan kerdil sejak lahir
terdapat pada klien kretinisme.
d. Kaji TTV : dasar untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan
datang.
e. Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien.:
Bandingkan perumbuhan anak dengan standar.
f. Keluhan utama klien:
1) Pertumbuhan lambat.
2) Ukuran otot dan tulang kecil.
3) Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis
dan rambut axila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak
mendapat haid, dan lain – lain.
4) Interfilitas.
5) Impotensi.
6) Libido menurun.
7) Nyeri senggama pada wanita.
g. Pemeriksaan fisik
16
1) Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran
buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula
pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
2) Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar. Tergantung
pada penyebab hipopituitary,perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta
seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap fungsi serebrum danfungsi nervus kranialis dan adanya keluhan
nyeri kepala.
h. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya.
i. Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti :
1) Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
2) Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin,
testosteron, kartisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi
insulin dan stimulasi tiroid releasing hormone.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Kurang asupan makan ,
Ketidak mampuan makan, Ketidak mampuan mencerna makanan.
2) Gangguan citra tubuhtubuh berhubungan dengan cedera, gangguan fungsi
psikososial, penyakit, perubahan fungsi kognitif, perubahan fungsi tubuh( karena
anomali, penyakit, medikasi, kehamilan, radiasi, pembedahan, trauma)
3) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan sensori motorik, infeksi
saluran kemih, obstruksi anatomik, penyebab multipel.
4) Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan, ancaman
kematian, heretitas, hungungan interpersonal, krisis maturasi, riwayat keluarga
tentang ansietas.
5) Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
3. INTERVENSI
17
Intake nutrisi Tentukan status gizi pasien dan
Intake makanan kemampuan pasien untuk
lewat mulut memenuhi kebutuhan gizi
Intake cairan lewat Identifikasi adanya alergi atau
mulut intoleransi makanan yang
Toleransi makanan dimiliki pasien
Perbandingan Tentukan jumlah kalori dan
berat/tinggi jenis nutrisi yang dibutuhkan
Hidrasi untuk memenuhi persyaratan
Pertumbuhan gizi
Kapasitas makan
18
Asupan zat besi makanan
Asupan mineral Berikan arahan, bila diperlukan
Asupan nutrium 2.Bantuan peningkatan berat badan
Aktivitas-aktivitas:
Jika diperlukan lakukan
pemeriksaan diagnostik untuk
mengetahui penyebab
penurunan berat badan
Timbang pasien pada jam yang
sama setiap hari
Diskusikan kemungkinan
penyebab berat badan
berkurang
Monitor mual muntah
Monitor asupan kalori setiap
hari
Monitor nilai albumin, limosit,
dan nilai elektrolit
Dukung peningkatan asupan
kalori
Sediakan makanan yang tinggi
kalori dan bernutrisi tinggi
Lakukan perawatan mulut
sebelum makan
Berikan istirahat yang cukup
Berikan makanan yang sesuai
dengan intruksi dokter untuk
pasien
Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan dan
menenangkan
Rujuk pada lembaga di
komunitas yang dapat
19
membantu dalam memenuhi
makanan
Kenali apakah penurunan berat
badan yang dialami pasien
merupakan tanda penyakit
terminal
Sediakan suplemen makanan
jika diperlukan
Ciptakan suasana sosial yang
tepat untuk makan
Gambarkan dalam grafik
kenaikan berat badan pasien
dan buat rencana yang sesuai
Dorong kehadiran pasien
dalam komunitas pendukung
1. Manajemen gangguan makanan
Aktivitas-aktivitas :
Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
mengembangkan rencana
perawatan dengan melibatkan
klien dan orng terdekatnya
dengan tepat.
Rundingkan dengan tim dan
klien untuk mengatur target
pencapaian berat badan klien
tidak berada dalam rentang
berat
Rundingkan denga ahli gizi
dalam menentukan asupan
kalori harian yang diperlukan
untuk mempertahankan berat
badan yang sudah ditentukan.
20
Ajarkan dan dukung konsep
nutrisi yang baik dengan
kliendan orng terdekat klien
dengan tepat
Dorong klien untuk
mendiskusikan makanan yang
disukai bersama ahli gizi.
Monitor tanda fisiologi (tanda-
tanda vital, elektroit)
Monitor asupan kalori
makanan
Monitor intake/asupan dan
cairan secara tepat.
2. Gangguan citra 1. Citra tubuh 1. Peningkatan citra tubuh.
tubuh tubuh
Indikator : Aktivitas-aktivitas:
Gambaran internal Tentukan harapan citra diri
diri pasien didasarkan pada tahap
Kesesuaian antara perkembangan.
realitas tubuh dan Gunakan bimbingan
ideal tubuh dengan antisipasif menyiapkan
penampilan tubuh pasien terkait dengan
Sikap terhadap perubahan-perubahan citra
menyentuh bagian tubuh yang telah
tubuh yang terkena dipredisikan.
[ dampak ] Bantu pasien untuk
Kepuasaan dengan mendiskusikan perubahan-
penampilan tubuh perubahan disebabkan
Kepuasaan dengan adanya penyakit atau
fungsi tubuh pembedahan, dengan cara
yang tepat.
Bantu pasien menentukan
keberlanjutan dari
perubahan-perubahan aktual
21
dari tubuh atau tingkat
fungsinya.
Tentukan perubahan fisik
saat ini apakah berkontribusi
pada citra diri pasien.
Bantu pasien memisahkan
penampilan fisik dari
perasaan berharga secara
pribadi, dengan cara yang
tepat.
Gunakan gambaran
mengenai gambaran diri
sebagai mekanisme evaluasi
dari persepsi cira diri anak.
Tentukan persepsi pasien
dan keluarga terkait dengan
perubahan citra diri dan
realitas.
Tentukan bagaimana anak
berespon terhadap tindakan
yang dilakukan orangtua
dengan cara yang tepat.
Identifikasi kelompok
pendukung yang tersedia
bagi pasien.
22
pasien dalam hal penilaian
diri.
Dukung pasien untuk bisa
mengidentifikasi kekuatan.
bantu pasien untuk
menemukan penerimaan diri.
Dukung melakukan kontak
mata pada saat
berkomunikasi dengan orang
lain.
Kuatkan kekuatan pribadi
yang diidentifikasi pasien.
Berikan pengalaman yang
akan meningkatkan otonomi
pasien, dengan tepat.
Bantu pasien utnuk
mengidentifikasi respon
positif dari orang lain.
Jangan mengkritis pasien
dengan cara negatif.
Bantu pasien untuk
mengatasi bullying atau
ejekan.
Intruksikan orangtua untuk
menetapkan harapan yang
jelas dan untuk
mendefinisikan batasan yang
ada pada anak.
Intruksikan orangtua untuk
mengatahui pencapaian
anak.
3. Gangguan 1. Eliminasi urin 1. Bantuan perawatan diri :
eliminasi urin
Indikator : Eliminasi
23
Pola eliminasi Aktivitas – aktivitas:
Bau urin. Pertimbangkan budaya
Jumlah urin. dari pasien saat
Warnz urine mempromosi aktivitas
2. Bantuan berkemih
Aktivitas – aktivitas
Pertimbangkan
kemampuan dalam rangka
mengenal keinginan untuk
24
BAK.
Lakukan pencatatan
mengenai spesifikasi
kontinensia selama 3 hari
untuk mendapat pola
pengeluaran urin.
Tetapkan interval untuk
jadwal membantu
berkemih
Tetapkan waktu untuk
memulai dan mengakhiri
(berkemih)
25
disampaikan Kaji untuk data verbal dan
secara lisan. non verbal kecemasan.
Peningkatan
tekanan darah. 2. Peningkatan koping
Peningkatan Aktivitas – aktivitas :
frekuenasi nadi. Bantu pasien dalam
Berkeringat mengidentifikasi tujuan
dingin. jangka pendek dan jangka
Pusing. panjang yang tepat .
Gangguan tidur. Bantu pasien dalam
Perubahan pada memeriksa sumber sumber
pola buang air yang tersedia untuk
besar. memenuhi tujuannya.
Tidak nyaman
dalam perubahan 3. Peningkatan keamanan
26
tidak mengancam.
Tunjukan ketenangan
Luangkan waktu bersama
pasien.
Tunjukan perubahan saat
berangsur.
Jelaskan semua prosedur
kepada pasien.
Jawablah semua
pertanyaan mengenai
status kesehatan dengan
perilaku jujur.
Bantu pasien untuk
menggunakan koping
respon .
Jangan timbulkan emosi
yang kuat.
4. Terapi relaksasi.
Aktivitas – aktivitas:
Gambarkan rasionalisasi
dan manfaat relaksasi serta
jenis relaksasi yang
tersedia.
Uji penurunan tingkat
energi saat ini,
ketidakmampuan untuk
kosentrasi, atau gejala lain
yang mengeringi yang
mungkin mempengaruhi
kemampuan kognisi untuk
berfokus pada teknik
relaksasi.
27
Tentukan apakah ada
intervensi relaksasi dimasa
lalu yang sudah
memberikan manfaat.
Berikan deskripsi detail
terkait intervensi relaksasi
yang dipilih.
Ciptakan lingkungan yang
tenang.
Dorong klien untuk
mengambil posisi yang
nyaman.
Mintak klien untuk rileks.
Gunakan suara yang
lembut dengan irama yang
lambat.
Evaluasi dan dokumenatsi
respon terhadap terapi
relaksasi.,
28
Sakit otot. dan nutrisi adekuat.
Dehidrasi. Pertahankan kelembaban
Perubahan warna pada 50% .
kulit. Intrusikan pasien
sebagaimana mencegah
keluarnya panas dan
serangan panas.
Sesuaikan suhu lingkungan
untuk kebutuhan pasien.
Berikan pengobatan
antipireti, sesuai
kebutuhan.
2. perawatan demam
aktivitas – aktivitas :
pantau suhu dan tanda –
tanda vital lainnya.
Monitor warna kulit dan
suhu.
Monitor asupan dan
keluaran .
Beri obat atau cairan IV.
Jangan beri aspirin untuk
anak- anak
Dorong konsumsi cairan.
Fasilitasi istirahat,
terapkan pembatasan
aktivitas, jika diperlukan.
Tingkatkan sirkulasi udara.
Pantau kompliaksin-
komplikasi yang
berhubungan dengan
demam serta tanda dan
29
gejala.
30
BAB III
PENUTUP
A. Kimpulan
31
DAFTAR PUSTAKA
32
HIPOPITUITARISME
Kelompok 1
Nama Kelompok
1 DARA JINGGA
2 DELIA YULIANTI
3 NEVI ANGGELA SARI
4 SUCI WAHYU BUSTA
5 WICHEN ELMAR YULIN
33