Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


ALERGI MAKANAN

Disusun oleh :

Tingkat III Reguler 3

DENI KURNIATI

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

ALERGI MAKANAN

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang
dicetuskan oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula.
Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem
tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan. Dalam beberapa
kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap
makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas
terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.

2. Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi makanan dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Faktor Internal
Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung,
enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA
sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin
sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma
kehidupan setempat.
.Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan
alergen bertambah.
b. Faktor Eksternal
Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress)
atau beban latihan (lari, olah raga). Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan
pada makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.
3. Klasifikasi
a. Hipersensitivitas anafilaktif  ( tipe 1 )
Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di
mulai dalam tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.
b. Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )
Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali
konsituen tubuh yang normal sebagai benda asing.
c. Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )
kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan
dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik.
d. Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )
Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72
jam sesudah kontak dengan alergen

4. Tanda dan gejala


Pernafasan : asma
Pencernaan : mual, muntah, diare, nyeri perut
Kulit : urtikaria, angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam
Mulut : rasa gatal dan pembengkakan bibir

5. Patofisiologi
Saat  pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh  seseorang  yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk
kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak
gejala – gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda – tanda itu
muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang  akan memicu
aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk 
mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada
sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk
kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal  yaitu,:
a. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil
dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
b. Alergen  tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang
sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian
histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka
mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya gatal, prutitus, angioderma,
urtikaria, kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru
paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling
ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan
tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera
dapat menyebabkan kematian

6. Komplikasi
Syok anafilaktik (syok yang di akibatkan oleh reaksi alergi yang berat)
mengakibatkan penurunan tekanan darah secara drastic ke seluruh tubuh.

7. Penatalaksanaan
Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :
a. ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu buah, susu, telur,
ikan dan kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan
makanan-makanan yang banyak ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi
makanan-makanan dengan indeks alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin
lain untuk wilayah yang lain, sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur,
kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang,
sedangkan Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan kacang.
b. ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa makanan
dengan indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan ”elimination diet”,
regimen ini terdiri dari beberapa bahan makanan yang diperbolehkan yaitu : air,
beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu
formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.
c. ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-makanan
dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya : air,
kentang, daging kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat
kasein, bahan makanan yang lain tidak diperkenankan.
d. ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-
makanan yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada
penderita-penderita dengan keluhan dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik
udem dan eksema.
e. ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan
sendiri oleh penderitanya sebagai penyebab gejala alergi.
Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan
makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini
dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi.
Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika dengan salah satu regimen diet tidak ada
perbaikan padahal sudah dilakukan dengan benar, maka diberikan regimen yang lain.
Sebelum memulai regimen yang baru, penderita diberi ”carnaval” selama seminggu,
artinya selama 1 minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya
adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik, dengan demikian ada
semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya juga
dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan provokasi.
Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan
seperti yang tersebut di bawah ini :
a. Kromolin, Nedokromil.
Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika. Kromolin
umumnya efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang
disebabkan alergi makanan. Dosis kromolin untuk penderita asma berupa larutan
1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk nebulisasi atau berupa inhalasi
dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk rinitis
alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang mangandung kromolin 5.2
mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes
mata/hari.Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan
metered-dose inhaler dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4
kali/hari. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes
mata/hari.
b. Glukokortikoid.
Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut digunakan
pada yang gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang kurang dari
60%, gangguan asma malam dan menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari,
dan memerlukan nebulizer serta bronkodilator parenteral darurat. menggunaan
bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah : metil prednisolon, prednisolon
dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis
tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan
sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral
digunakan untuk penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus, preparat
yang digunakan adalah metil prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10
mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan prednison
oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan rinitis alergika.
c. Beta adrenergic agonist
Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan
dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.
d. Metil Xantin
Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalah aminofilin
dan teofilin, dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24
jam.
e. Simpatomimetika
Simpatomimetika terdiri atas :
Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam
Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Keluhan utama : keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat dikaji
b. Riwayat penyakit sekarang (urutan kronologis dari tanda/gejala yang dirasakan) :
Setelah makan makanan tibab-tiba mengeluh sesak nafas mendadak, mual, muntah,
diare, nyeri perut, pruritus, gatal, demam dan rasa gatal
c. Primary survey
1) Airway
a) Look : lihat gerakan pernafasan (naik turunnya rongga dada), lihat
apakah ada benda asing dalam mulut/hidung
b) Listen : dengarkan adanya suara nafas (gurgling menunjukkan adanya
cairan/darah, snoring menunjukkan lidah jatuh kebelakang, stridor
menunjukkan obstruksi partial laring/trakea, dengarkan adanya wheezing atau
ronchi), adakah tanda sizo breathing menunjukkan adanya total airway
obstruction
c) Feel : rasakan pergerakan udara ekspirasi, tentukan apakah trakea
terletak digaris tengah
Bila pasien dapat berbicara biasa (untuk sementara) menjamin adanya airway
yang baik
2) Breathing
a) Look : lihat bentuk dan pergerakan naik turunnya dada
(simetris/tidak), lihat frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan nafas atau
tidak
b) Listen : dengarkan adanya suara nafas (bising nafas yang berkurang
atau menghilang pada satu sisi atau kedua hemi thoraks menunjukkan
kelainan intra thorax), lakukan perkusi (bila suara redup meningkat curiga
ada akumulasi cairan)
c) Feel : rasakan dengan kedua tangan adanya gerakan pernafasan
(simetris/tidak)
3) Circulation :
a) Look : lihat adanya perdarahan eksterna/interna, lihat adanya tanda-
tanda hipoxia (sianosis/pucat), capillary refill time
b) Listen : dengarkan suara sistolik dan diastolik
c) Feel : raba nadi (durasi, kekuatan, frekuensi), pulsus arteri distal
4) Disability : cek kesadaran (AVPU : alert, pain, verbal, unresponsive; GCS
: Glagow Coma Scale), pupil (kesimetrisan : isokor/anisokor, ukuran : pin
poin/midriasis, reflek : +/-), nilai kekuatan otot motorik/lateralisasi
d. Secondary survey
1) Riwayat penyakit keluarga : penyakit apa saja yang pernah diderita oleh
keluarga pasien yang dapat diturunkan (penyakit genetik)
2) History
A (Allergies) : riwayat alergi
M (Medications) : obat yang diminum sebelumnya
P (Past illness) : penyakit sebelumnya
L (Last meal) : makan/minum terakhir
E (Event/environment) : lingkungan yang berhubungan dengan kegawatan
3) Head to toe
Keadaan umum : kulit urtikaria, angioderma, dermatitis, gelisah,
kecenderungan posisi tubuh duduk, satu tangan pada setiap
lutut, condong kedepan
Kepala : pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama
pernapasan, sianosis pada membran mukosa oral
pembengkakan bibir
Leher : penggunaan otot bantu pernafasan (musculus
sternocleidomastoideus)
Dada : takhipneu (inspirasi yeng lebih pendek dibandingkan
ekspirasi), retraksi substernal/intercostal), suara paru
wheezing
Perut : nyeri tekan abdomen, bising usus meningkat
Ekstremitas : sianosis pada ujung jari, capillary refill time, akral dingin
4) Tube and finger in every orifice
Bila lebih tampak gejala berupa asma maka pulse oxymetri perlu dipasang
(saturasi oksigen < 95 %)
5) Special diagnostic test
Bila lebih tampak gejala berupa asma maka tampak pada analisa gas darah :
asma fase permulaan terjadi penurunan PaO2 dan PaCO2 pada fase lanjut terjadi
penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah

2. Diagnosis keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan (b.d) bronchospasme
b. Hipertermi berhubungan dengan  proses inflamasi
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,
intrademal sekunder
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan  cairan berlebih
e. PK : Risiko syok (anafilaktik) b.d vasodilatasi perifer, ekstravasasi cairan
dari pembuluh darah, hipoxia

3. Tujuan dan kriteria hasil


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan (b.d) bronchospasme
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan patensi jalan nafas yang efektif
Kriteria hasil :
1) Wheezing berkurang/hilang
2) Irama dan kedalaman napas normal, frekuensi pernafasan 16 – 20 kali per
menit
3) Batuk berkurang
4) Secret encer dan mudah dikeluarkan
b. Hipertermi berhubungan dengan  proses inflamasi
Tujuan : Individu mampu mempertahankan suhu tubuh yang normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 oC – 37 oC
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,
intrademal sekunder
Tujuan : Individu mampu mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil :
1) Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema
2) Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan  cairan
berlebih
Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Mukosa mulut lembab
2) Turgor kulit kembali dalam 1 detik
3) Produksi urine 1 – 2 cc/kgBB/jam
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal
5) Tidak ada rasa haus yang berlebihan
e. PK : risiko syok anafilaktik vasodilatasi perifer, ekstravasasi cairan dari
pembuluh darah, hipoxia
Tujuan : Syok anafilaktik tidak terjadi
Kriteria hasil
1) Mean Atrial Pressure (MAP) antara 70 – 100 mmHg
2) Nadi kuat dan frekuensi dalam batas normal
3) Akral hangat, CRT < 2 detik
4) Produksi urine 1 cc/kg/BB
5) Kesadaran compos mentis
4. Intervensi dan rasionalisasi
No
Intervensi Rasionalisasi
dx
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya Beberapa derajat spasme bronkus
bunyi nafas, ex: mengi terjadi dengan obstruksi jalan nafas
dan dapat /tidak dimanifestasikan
adanya nafas advertisius.
Kaji / pantau frekuensi pernafasan, Tachipnea biasanya ada pada beberapa
catat rasio inspirasi / ekspirasi. derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/ adanya
proses infeksi akut.
Tempatkan posisi yang nyaman pada Peninggian kepala tempat tidur
pasien, contoh : meninggikan kepala memudahkan fungsi pernafasan
a
tempat tidur, duduk pada sandara dengan
tempat tidur menggunakan gravitasi.
Ajarkan batuk efektif Batuk efektif merupakan suatu
metode batuk dengan benar, dimana
klien dapat menghemat energi
sehingga tidak mudah lelah dan dapat
mengeluarkan dahak secara maksimal.
Kolaborasi pemberian bronchodilator Merelaksasikan otot halus dan
menurunkan spasme jalan nafas,
mengi, dan produksi mukosa.

Pantau suhu pasien (derajat dan pola ) Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses
penyakit infeksius akut
Pantau suhu lingkungan, batasi atau Suhu ruangan/jumlah selimut harus
tambahkan linen tempat tidur sesuai diubah untuk mempertahankan
b
indikasi mendekati normal
Berikan kompres mandi hangat; Dapat membantu mengurangi demam
hindari penggunaan alcohol
Kolaborasi : Berikan antipiretik Efek farmakologi mengurangi demam

c Lihat kulit, adanya edema, area Kulit berisiko karena gangguan


sirkulasinya terganggu atau sirkulasi perifer
pigmentasi
Hindari obat intramaskular Edema interstisial dan gangguan
sirkulasi memperlambat absorpsi obat
dan predisposisi untuk kerusakan kulit
Anjurkan untuk tidak menggaruk kulit Mencegah infeksi sekunder dan
yang gatal memperparah kerusakan integritas
kulit
Beri lotion kulit Meningkatkan rasa nyaman dan
kelembabpan kulit

Berikan cairan oral dan parenteral Sebagai upaya rehidrasi untuk


d sesuai dengan program rehidrasi mengganti cairan yang keluar bersama
feses

Pantau intake dan output Memberikan informasi status


keseimbangan cairan untuk
menetapkan kebutuhan cairan
pengganti
d Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi Menilai status hidrasi, elektrolit dan
dan hasil pemeriksaan laboratorium keseimbangan asam basa
Kolaborasi pelaksanaan terapi Pemberian obat-obatan secara kausal
definitif penting setelah penyebab diare
diketahui

Monitor tanda-tanda vital, urine out Mengetahui keadaan umum dan


put, kesadaran kemajuan tindakan
Atur pasien dalam posisi Meningkatkan venous return sehingga
trendelenberg aliran darah ke organ-organ vital tetap
terjaga
Kolaborasi : Mencegah dan mengurangi
e
Pemberian obat-obatan adrenalin, manifestasi dari syok anafilaktik
corticosteroid, antihistamin
Kolaborasi : Mencegah hipoxia
Pemberian oksigen
Kolaborasi : Pengembalian cairan intravaskular dan
Pemberian cairan kristaloid 2 liter intertisiil

5. Implementasi
Pelaksanaan intervensi disesuaikan keadaan pasien
6. Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi mengacu pada kriteria hasil
C. PATHWAY

reaksi antigen & alergen


menarik sel-sel
radang (netrofil, produksi sitokinin aktifnya sel T
eosinofil)
merangsang sel B
proses radang permiabilitas
antibodi Ig E kapiler meningkat
(melekat pada sel mast )
MK : Hipertermia
pengeluaran histamin, zat anafilaksis yang bereaksi vasodilatasi ektravasasi cairan
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor perifer dari pembuluh
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin oleh sel mast darah

beredar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah hipovolemia


relatif

Inflamasi pada dermal peristaltik usus Edema lokal pada dinding


dan intra dermal bronkhioulus kecil PK : Risiko
Sekresi mukus yang kental dalam syok
lumen bronkhioulus (anafilaktik)
urtikaria, angioderma, diare, mual, muntah
Spasme otot polos bronkhiolus
dermatitis, pruritus,
gatal, rasa gatal dan
pembengkakan bibir MK : Kekurangan MK : Bersihan jalan
hipoxia
volume cairan nafas tidak efektif
MK : Kerusakan
integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Carpenito, L.,J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Ed : 8. Jakarta : EGC
Doengoes, M.,E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Price, S.,A, Wilson, L. 1999 Patofisiologi Proses Penyakit Ed : 4. Jakarta : EGC
Rastiti. 2010. Asuhan Keperawatan denga Alergi makanan . diunduh 01 Juni 2011 jam 21.00.
http://rastirainia.wordpress.com/2010/02/08/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-
alergi-makanan/

Anda mungkin juga menyukai