Disusun oleh :
DENI KURNIATI
ALERGI MAKANAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang
dicetuskan oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula.
Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem
tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan. Dalam beberapa
kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap
makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas
terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.
2. Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi makanan dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Faktor Internal
Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung,
enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA
sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin
sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma
kehidupan setempat.
.Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan
alergen bertambah.
b. Faktor Eksternal
Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress)
atau beban latihan (lari, olah raga). Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan
pada makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.
3. Klasifikasi
a. Hipersensitivitas anafilaktif ( tipe 1 )
Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di
mulai dalam tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.
b. Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )
Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali
konsituen tubuh yang normal sebagai benda asing.
c. Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )
kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan
dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik.
d. Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )
Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72
jam sesudah kontak dengan alergen
5. Patofisiologi
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk
kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak
gejala – gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda – tanda itu
muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang akan memicu
aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk
mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada
sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk
kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal yaitu,:
a. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil
dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
b. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang
sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian
histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka
mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya gatal, prutitus, angioderma,
urtikaria, kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru
paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling
ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan
tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera
dapat menyebabkan kematian
6. Komplikasi
Syok anafilaktik (syok yang di akibatkan oleh reaksi alergi yang berat)
mengakibatkan penurunan tekanan darah secara drastic ke seluruh tubuh.
7. Penatalaksanaan
Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :
a. ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu buah, susu, telur,
ikan dan kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan
makanan-makanan yang banyak ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi
makanan-makanan dengan indeks alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin
lain untuk wilayah yang lain, sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur,
kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang,
sedangkan Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan kacang.
b. ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa makanan
dengan indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan ”elimination diet”,
regimen ini terdiri dari beberapa bahan makanan yang diperbolehkan yaitu : air,
beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu
formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.
c. ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-makanan
dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya : air,
kentang, daging kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat
kasein, bahan makanan yang lain tidak diperkenankan.
d. ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-
makanan yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada
penderita-penderita dengan keluhan dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik
udem dan eksema.
e. ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan
sendiri oleh penderitanya sebagai penyebab gejala alergi.
Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan
makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini
dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi.
Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika dengan salah satu regimen diet tidak ada
perbaikan padahal sudah dilakukan dengan benar, maka diberikan regimen yang lain.
Sebelum memulai regimen yang baru, penderita diberi ”carnaval” selama seminggu,
artinya selama 1 minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya
adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik, dengan demikian ada
semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya juga
dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan provokasi.
Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan
seperti yang tersebut di bawah ini :
a. Kromolin, Nedokromil.
Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika. Kromolin
umumnya efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang
disebabkan alergi makanan. Dosis kromolin untuk penderita asma berupa larutan
1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk nebulisasi atau berupa inhalasi
dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk rinitis
alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang mangandung kromolin 5.2
mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes
mata/hari.Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan
metered-dose inhaler dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4
kali/hari. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes
mata/hari.
b. Glukokortikoid.
Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut digunakan
pada yang gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang kurang dari
60%, gangguan asma malam dan menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari,
dan memerlukan nebulizer serta bronkodilator parenteral darurat. menggunaan
bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah : metil prednisolon, prednisolon
dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis
tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan
sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral
digunakan untuk penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus, preparat
yang digunakan adalah metil prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10
mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan prednison
oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan rinitis alergika.
c. Beta adrenergic agonist
Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan
dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.
d. Metil Xantin
Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalah aminofilin
dan teofilin, dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24
jam.
e. Simpatomimetika
Simpatomimetika terdiri atas :
Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam
Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
2. Diagnosis keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan (b.d) bronchospasme
b. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,
intrademal sekunder
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih
e. PK : Risiko syok (anafilaktik) b.d vasodilatasi perifer, ekstravasasi cairan
dari pembuluh darah, hipoxia
Pantau suhu pasien (derajat dan pola ) Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses
penyakit infeksius akut
Pantau suhu lingkungan, batasi atau Suhu ruangan/jumlah selimut harus
tambahkan linen tempat tidur sesuai diubah untuk mempertahankan
b
indikasi mendekati normal
Berikan kompres mandi hangat; Dapat membantu mengurangi demam
hindari penggunaan alcohol
Kolaborasi : Berikan antipiretik Efek farmakologi mengurangi demam
5. Implementasi
Pelaksanaan intervensi disesuaikan keadaan pasien
6. Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi mengacu pada kriteria hasil
C. PATHWAY
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Carpenito, L.,J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Ed : 8. Jakarta : EGC
Doengoes, M.,E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Price, S.,A, Wilson, L. 1999 Patofisiologi Proses Penyakit Ed : 4. Jakarta : EGC
Rastiti. 2010. Asuhan Keperawatan denga Alergi makanan . diunduh 01 Juni 2011 jam 21.00.
http://rastirainia.wordpress.com/2010/02/08/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-
alergi-makanan/