Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MALARIA

Disusun oleh :

Tingkat III Reguler 3

DENI KURNIATI

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

TAHUN AJARAN 2019/2020

LAPORAN PENDAHULUAN
MALARIA

A. Definisi
Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari kelompok
Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang ditularkan oleh nyamuk
anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80 spesies anopheles dan 18 spesies
diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria.
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari genus
plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati. Sampai saat ini dikenal cukup
banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet, kerbau, sapi, binatang melata.
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh
protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer,
2001, hal 406).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).

B. Insiden
Penyakit malaria ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia,
khususnya di bagian Indonesia Timur.Angka mortalitas akibat penyakit ini dibeberapa daerah di
Indonesia sampai saat ini cukup tinggi yaitu sebesar 20,9 – 50 %. Seperti di Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang merupakan salah satu daerah endemis malaria dan penyakit ini menduduki
rangking ke 2 dari 10 besar dari penyakit utama di Puskesmas. Berdasarkan Profil Kesehatan
Propinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2006 s/d 2007, Insiden penyakit malaria yang diukur
berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) sejak tahun 2006 s/d 2007 cenderung meningkat
(Departemen Kesehatan RI, 2000).

C. Etiologi
Agen penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia Plasmodiidae, dari ordo
Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia di Indonesia sampai saat ini empat spesies
plasmodium yaitu Plasmodium falciparum sebagai penyebab malaria tropika yakni nyamuk
anopheles, Plasmodium vivax sebagai penyebab malaria tertiana, Plasmodium malarie sebagai
penyebab malaria kuartana dan Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya
banyak di Afrika. (Pampana E.J. 1969; Gunawan S. 2000). Jenis Plasmodium yang sering
menyebabkan kekambuhan adalah P. vivax dan P. ovale (Departemen Kesehatan RI, 2000).

D. Manifestasi Klinis
Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval
tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana penderita bebas
sama sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama dari penyakit malaria adalah demam,
menggigil secara berkala dan sakit kepala disebut “Trias Malaria” (Malaria paroxysm). Secara
berurutan.
Kadang-kadang menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan terasa lemas dan pucat
karena kekurangan sel darah merah dan berkeringat, napsu makan menurun, mual-mual, kadang-
kadang diikuti muntah, sakit kepala dengan rasa berat yang terus menerus, khususnya pada
infeksi dengan falsiparum. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala tersebut diatas disertai
dengan pembesaran limpa. Pada malaria berat, gejala-gejala tersebut diatas disertai kejang-
kejang dan penurunan kesadaran sampai koma. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas
gejala klinisnya, tetapi yang menonjol adalah diare dan anemia serta adanya riwayat kunjungan
atau berasal dari daerah malaria.
a. Stadium menggigil
Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, nadi cepat lemah, bibir dan jari
pucat/kebiruan. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang.
Stadium ini berlangsung antara 15 sampai 1 jam.
b. Stadium demam
Setelah merasa kedinginan penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering, dan
terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi lebih kuat. Penderita merasa sangat
haus dan suhu tubuh bisa mencapai 41 ºC. Stadium ini berlangsungantara 2-4 jam.
c. Stadium berkeringat
Penderita berkeringat banyak, suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang
samapai di bawah suhu normal, dapat tidur nyenyak dan setelah bangun tidur badan terasa
lelah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2-4 jam. Beberapa
keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah : (Departemen Kesehatan RI,
2000).

E. Patofisiologi
a. Narasi
Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori
dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama mungkin
berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit
yang mengandung parasit pada endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada
mereka yang dapat tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi
mungkin terlibat dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni ekso-eritrositik
mungkin dapat menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sprozoit dan gametosit
tidak menimbulkan perubahan patofisiologik. Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan
mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya eritrosit yang
mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang mengandung parasit dan yang
tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan
hemolisis intravaskular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan
dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit
memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang
rupanya menyebabkan perubahan patofisiologi yang berhubungan dengan malaria.
Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari rongga saluran
pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF). TNF
adalah suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi
parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam,
hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult
Respiratory Disease Sindrom) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru.
TNF dapat juga menghancurkan P. falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan
eritrosit yang dihinggapi parasit pada endothelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum
pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas,
hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P.
falciparum dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan
tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan
berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung P. falciparum terhadap endotelium
kapiler darah dalam organ tubuh, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi organ tubuh,
bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium kapiler darah
dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam organ tubuh.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi lebih
permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup
meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada
tonjolan-tonjolan tersebut.

Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi
melalui dua cara yaitu :
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia,
misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui
plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).
Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal
sebagai berikut :
1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :
 Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit
 Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit
Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler
2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai
mediator endotoksin.
3. Pelepasan TNF ( Tumor necrosing factor atau factor nekrosis tumor )
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini
bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.
4. Sekuetrasi eritrosit
Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung
antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi
akan menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga
terjadi bendungan. (Price. Sylvia, 2002)

F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan menemukan parasit (Plasmodium) malaria dalam darah penderita.
Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium memerlukan persyaratan tertentu agar
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi yaitu : waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada
akhir periode demam memasuki periode berkeringat, karena pada periode ini jumlah trophozoite
dalam sirkulasi mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies
parasit. Volume darah yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler. Kualitas preparat
harus baik untuk menjamin identifikasi spesies Plasmodium yang tepat (Purwaningsih, 2000).
Diagnosa malaria dibagi dua (Departemen Kesehatan RI., 2000), yaitu :
a. Secara laboratorium (Dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
Darah Lengkap dilakukan guna mengetahui kadar eritrosit, leukosit, dan trombosit.
Biasanya pada kasus-kasus malaria, dijumpai kadar eritrosit dan hemoglobin yang
menurun. Hal ini disebabkan karena pengrusakan eritrosit oleh parasit, penekanan
eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses imunologis. Pada
malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, dapat dijumpai
trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi. Pada malaria tropika yang berat
maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen
karena terjadinya koagulasi intravskuler.
b. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat
cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak
memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu
dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium
(pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes
OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan
apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah
lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid
test).
c). Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect
fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat
sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia.
Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor
darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif .
Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test,
immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.
d). Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) --->pemeriksaan infeksi
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu
dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini
walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai
sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

G. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal berikut
untuk membantu mencegah merebaknya malaria:
1. Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
2. Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
3. Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk
mendekat
4. Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain yang
bisa menjadi sarang nyamuk

b. Terapi Farmakologi
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan
radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta memutuskan rantai
penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena
bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan
minum obat anti malaria.
1. Pemberian obat anti malaria
a. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu proguanil,
pirimetamin
b. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu primakuin
c. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan
amodiakuin
d. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang
ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah
kina, klorokuin, dan amidokuin
e. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan
sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
2. Pemberian obat anti malaria berat
Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau
Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di
lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada
ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria berat.
Kemasan dan cara pemberian artesunatArtesunat parenteral tersedia dalam vial yang
berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml
natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg
serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian
ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml. Artesunat diberikan dengan loading dose
secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv selama ± 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan
dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari
sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara
intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama.
Bila penderitasudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini pertama
malaria falsiparum tanpa komplikasi).
Kemasan dan cara pemberian artemeter. Artemeter intramuskular tersedia dalam
ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak Artemeter diberikan dengan
loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb
intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah
dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin
+ primakuin.
3. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang
yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti
turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk kelompok atau individu yang akan
bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personaI
protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa dan Iain-lain.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum
terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis Doksisiklin
diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama tidak Iebih dari 4-6 minggu.
Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5
mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum masuk ke daerah
endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin
lebih dan 3-6 bulan.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
A.Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam masuk rumah sakit, nomer register, diagnosis medis

B. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah Pasien biasanya mengeluh suhu tubuhnya panas, pusing, mual, muntah,
lemah, sesak nafas, pucat yang menunjukkan anemia.

b. Riwayat penyakit sekarang


Pasien biasanya mengeluh suhu tubuhnya panas, pusing, Kulit kuning dan perut
kelihatan  membesar bila sudah dalam kondisi parah, hilangnya nafsu makan dan kadang
mual. Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya.
Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.  

c. Riwayat penyakit dahulu


Pengkajian yang perlu ditanyakan pada RPD meliputi adanya Riwayat transfuse darah/
komponen darah, penyakit ginjal kronis, hepar, kanker, infeksi kronis, pernah mengalami
pendarahan, dan alergi multiple.

d. Riwayat penyakit keluarga


Perlu dikaji apakah kedua orang tua menderita malaria, maka anaknya berisiko
menderita malaria. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.

C. Activity Daily Living


1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase
demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso
kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
2. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot.
Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
3. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
4. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
5. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol, riwayat
splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik.

D. Pemeriksaan Fisik
a.   Keadaan umum
Klien biasanya terlihat lemah dan tampak pucat, perut membuncit akibat
hepatomegali, bentuk muka mongoloid, ditemukan ikterus.

b.    TTV
 TD: Hipotensi
 Nadi: Takikardi (>100x/menit)
 RR: Takipneu (>24 x/menit)
 Suhu: Bisa naik (> 40˚C)
c.     Review of system
BI (Breath)
Pasien dengan Malaria Bila gejala telah lanjut klien mengeluh sesak nafas,
pernafasan dangkal, cepat, melaui hidung disertai penggunaan otot bantu pernafasan.
B2 (Blood)
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien Malaria dapat ditemukan tekanan darah
hipotensi, nadi bradikardi, takikardi. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan
dengan homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.
Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran
Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna), Hipokrom (jumlah sel
berkurang), Poikilositosis (adanya bentuk sel darah yang tidak normal), Pada sel target
terdapat fragmentosit dan banyak terdapat sel normablast, Kadar haemoglobin rendah
dijumpai pada malaria berat disertai syndroma anemia, yaitu kurang dari 6 mg/dl.
B3 (Brain)
Status mental pada pasien malaria kondisi lanjut bisa terjadi penurunan kesadaran,
gelisah, kejang.
B4 (Bladder)
Pada klien dengan malaria biasanya ditemukan BAK lebih sering, bisa terjadi urine
berwarna gelap, Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih).

B5 (Bowel)
Selaput mukosa kering, kesulitan dalam menelan, kembung, nyeri tekan pada
epigastrik, nafsu makan menurun, mual muntah, pembesaran limpa, pembesaran hati,
abdomen tegang, terdapat pembesaran limpa dan hati (hepato dan splemagali).
B6 (Bone)
Kulit kelihatan pucat karena adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah,
selain itu  warna kulit kekuning- kuningan. Nyeri otot / sendi, kelemahan, penurunan
aktifitas.
2. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia berhubungan dengan proses inspeksi.


2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d peningkatan kebutuhan metabolisme.

3. Intervensi Keperawatan
Dx. 1 hipertermia berhubungan dengan proses inspeksi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, suhu tubuh klien turun.
Kriteria Hasil:
 TTV dalam batas normal: S = 36,5 – 37,5˚C
 Turgor kulit < 2 det
 Input dan output cairan balance
 Mukosa bibir lembab
Intervensi:
1. Pantau suhu pasien, perhatikan pasien menggigil/ diaforesis.
R: Suhu 38,9- 41,1 c menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat
membantu dalam diagnosis mis: kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24 jam
menunjukkan pneumonia, demam. Menggil merupakan puncak suhu.
2. Pantau suhu lingkungan , batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
R: Suhu ruangan/ jumalh selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
3. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
R: Dapat membantu mengurangi demam.
4. Berikan selimut pendingin
R: Digunakan untuk mengurangi demam dengan umumnya lebig besar dari 39,5- 40 c
pada waktu terjadi kerusakan/ gangguan pada otak.
5. Kolaborasi
Berikan antipiretik misalnya : ASA (Aspirin), asetaminofen (Tylenol).
R: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus, meskipun
demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan
meningkatkan autodestruksi dari sel- sel yang terinfeksi.
Dx. 2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d peningkatan kebutuhan metabolisme
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria Hasil:
 Tidak terjadi mual
 Muntah (-)
 Anoreksia (-)
 BB ideal
Intervensi:
1. Catat status nutrisi pasien, catat turgor kulit , berat badan dan derajat kekurangan berata
badan, integritas kulit, adanya tonus usus, riwayat mual/ muntah atau diare.
R: Berguna untuk mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi yang
tepat.
2. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/ tidak disukai.
R: Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangkan
keinginan individu untuk memperbaiki makanan.
3. Awasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara periodik.
R: Berguna dalam menukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4. Selidiki anoreksia, mual, muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat. Awasi
frekuensi, volume, konsistensi feses.
R: Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk
meningkatkan pemasukan / penggunaan nutrien.
5. Dorong makan dengan sering dengan porsi sedikit.
R: Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat
demam.
6. Berika perawatan mulut sesudah maupun sebelum tindakan.
R: Menurunkan rasa tak enak karena sisa muntah atau obat untuk pengobatan respirasi
yang merangsang pusat muntah.
7. Dorong orang terdekat untuk memberikan makanan.
R: Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu memenuhi
kebutuhan personal dan kultural.
8. Kolaborasi
Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
R: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan
metabolik pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. E. Mariylynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Mansjoer. A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media aesculapius.

FK UI. (1996). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Spiritia. (2000), Malaria. (http://medicafarma..com/2008/05/malaria.html , diperoleh pada tanggal

04 Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai