OLEH :
MARLIANI
NIM : 1614901110117
I. Konsep Malaria
I.1 Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh
protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali
(Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu
protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk
(Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari
genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).
I.2 Etiologi
Penyebab malaria adalah dari genus plasmodium famili plasmodiidae dari orde
Coccdiiae penyebab malaria di Indonesia sampai saat ini di golongkan menjadi empat
plasmodium, yaitu:
a. Plasmodium Falsiparum, penyebab penyakit malaria tropika
b. Plasmodium Vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.
c. Plasmodium Malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.
d. Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai umumnya banyak di Afrika.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi bervariasi pada setiap spesies antara 9-30 hari, gigitan nyamuk dan
munculnya gejala klinis masa inkubasi dapat dibedakan berdasarkan
penyebabnya:
a. Plasmodium Flasiparum antara 12 hari.
b. Plasmodium Vivax antara 13-17 hari.
c. Plasmodium Ovale antara 13-17 hari.
d. Plasmodium Malariae antara 28-30 hari.
Masa inkubasi malaria juga tergantung dari intensitas infeksi, pengobatan yang sudah
pernah didapat sebelumnya dan derajat imunitas penjamu. (Soegijanto,2004:6)
Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Terdapat
empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax menimbulkan
malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falcifarum menimbulkan malaria
falsifarum (malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver.
Plasmodium malariae menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale
menimbulkan malaria ovale.
I.4 Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk
(Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat
berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak
berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung
nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang
kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam
waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay &
Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi
merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara
permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa
prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit
dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal.
409).
b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit,
menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan sporozoit ke dalam
peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-
eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan
menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu
merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan Pra -eritrositer primer. Terjadi di
dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah
mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah.
Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di
hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses
kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang
dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel
darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki
jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan disebut ekso-eritrositer
sekunder. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di
lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah,
penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan
protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki
siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan
sebagian ditubuh nyamuk.
c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik
terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit
yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan
teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/
plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu
dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA
I.6 Komplikasi
a. Otak : timbul delirium, disorientasi, stupor, koma, kejang, dan tanda neurologis
fokal.
b. Saluran gastrointestinal : muntah, diare hebat, perdarahan dan malabsorbsi.
c. Ginjal : nekrosis tubular akut, hemoglobinuria, dan gagal ginjal akut.
d. Hati : Billous Remitten Fever ditandai dengan muntah hijau empedu karena
komplikasi hepar.
e. Paru : Edema Paru.
f. Lain lain : Hipoglikemia, demam kencing hitam (black water fever).
I.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis
plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:
a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan
mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi
ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari).
Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6
jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di
kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis
tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti
tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari
selama 7 hari.
b. B2 (Blood)
Pada fase demam akan didapatkan takikardia, tekanan darah menurun, kulit
hangat, dan diuresis (diaforesis) karena vasodilatasi. Pucat dan lembap
berhubungan dengan adanya anemia, hipovolemia, dan penurunan aliran darah.
Pada pasien malaria dengan komplikasi berat sering didapatkan adanya tanda-
tanda syok hipovolemik dan tanda DIC.
c. B3 (Brain)
Sistem neuromotorik biasanya tidak ada masalah. Pada beberapa kasus pasien
terkihat gelisah dan ketakutan. Pada kondisi yang lebih berat akan didapatkan
adanya perubahan tingkat kesadaran dengan manifestasi disorientasi, delirium,
bahkan koma. Pada beberapa kasus pasien dengan adanya perubahan elektrolit
sering didapatkan adanya kejang.
d. B4 (Bledder)
Sistem perkemihan biasanya tidak masalah, tetapi pada saat fase
demam didapatkan adanya penurunan produksi urine, sedangkan pada fase
lanjut didapatka adanya poliuri sekunder dari perubahan glukosa darah.
e. B5 (Bowel)
Pada inspeksi didapatkan gangguan pencernaan, seperti mual dan muntah, diare
atau konstipasi. Pada auskultasi didapatkan penurunan bising usus. Pada
perkusi didapatkan adanya timfani abdomen. Pada palpasi abdomen sangat
sering didapatkan acaura splenomegali.
f. B6 (Bone)
Pada pengkajian integumen didapatkan adanya tanda-tanda anemia dan
ikterus. Pada pemeriksaan muskuloskeletal didapatkan adanya keletihan dan
kelemahan fisik umum, malaise, dan penurunan kekuatan otot.
Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : EGC
Nurarif, A.H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan
NANDA NIC-NOC Edisi 2. Jogjakarta. Mediaction
Pelaihari, Juni 2017
Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik