Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN MALARIA

DI RUANG POLI ANAK SAKIT


RSUD BOEJASIN PELAIHARI

OLEH :
MARLIANI
NIM : 1614901110117

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANJARMASIN, 2017
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

I. Konsep Malaria
I.1 Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh
protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali
(Mansjoer, 2001, hal 406).

Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu
protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk
(Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari
genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).

Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).

I.2 Etiologi
Penyebab malaria adalah dari genus plasmodium famili plasmodiidae dari orde
Coccdiiae penyebab malaria di Indonesia sampai saat ini di golongkan menjadi empat
plasmodium, yaitu:
a. Plasmodium Falsiparum, penyebab penyakit malaria tropika
b. Plasmodium Vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.
c. Plasmodium Malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.
d. Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai umumnya banyak di Afrika.

Masa Inkubasi
Masa inkubasi bervariasi pada setiap spesies antara 9-30 hari, gigitan nyamuk dan
munculnya gejala klinis masa inkubasi dapat dibedakan berdasarkan
penyebabnya:
a. Plasmodium Flasiparum antara 12 hari.
b. Plasmodium Vivax antara 13-17 hari.
c. Plasmodium Ovale antara 13-17 hari.
d. Plasmodium Malariae antara 28-30 hari.

Masa inkubasi malaria juga tergantung dari intensitas infeksi, pengobatan yang sudah
pernah didapat sebelumnya dan derajat imunitas penjamu. (Soegijanto,2004:6)

Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Terdapat
empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax menimbulkan
malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falcifarum menimbulkan malaria
falsifarum (malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver.
Plasmodium malariae menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale
menimbulkan malaria ovale.

Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan


membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang terdapat di
dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam sel
parenkim hati.

I.3 Tanda Gejala


Pada anamnesis ditanyakan gejala penyakit dan riwayat bepergian ke daerah endemik
malaria. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan adalah:
a. Demam
Demam pada malaria ditandai dengan adanya paroksisme yang berhubungan dengan
perkembangan parasit malaria dalam sel darah merah. Puncak serangan panas terjadi
bersamaan dengan lepasnya merozoit merozoit ke dalam peredaran darah (proses
sporulasi) untuk beberapa hari pertama. Serangan demam pada malaria terdiri dari
tiga :
1) Stadium dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi cepat tetapi
lemah. Bibir dan jari jari pucat kebiru biruan (sianotik). Kulitnya kering dan
pucat penderita mungkin muntah dan pada anak sering terjadi kejang. Periode ini
berlangsung selama 15 menit sampai 1 jam
2) Stadium demam
Pada stadium ini penderita mengalami serangan demam. Muka penderita menjadi
merah, kulitnya kering dan dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit kepala
bertambah keras, dan sering disertai dengan rasa mual atau muntah muntah.
Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya penderita merasa sangat haus dan
suhu badan bisa meningkat sampai 41 0C. Stadium ini berlangsung 2- 4 jam.
3) Stadium berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai membasahi tempat
tidur. Namun, suhu badan pada fase ini turun dengan cepat kadang kadang
sampai dibawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat
terjaga , ia merasa lemah tetapi tanpa gejala. Penderita akan merasa sehat dan
dapat melakukan pekerjaan seperti biasa. Tetapi sebenarnya penyakit ini masih
bersarang. Stadium ini berlangsung selama 2 - 4 jam.
b. Splenomegali
Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronis. Limpa mengalami kongesti,
menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan
ikat yang bertambah.
c. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia
karena P. Falciparum. Anemia disebabkan oleh:
1) Penghancuran eritrosit yang berlebihan
2) Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reducedsurvival time)
3) Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sum-sum
tulang (diseritropoesis).
d. Ikterus
Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar. Malaria Laten adalah masa
pasien di luar masa serangan demam. Periode ini terjadi bila parasit tidak dapat
ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam
jaringan hati.
e. Relaps
Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama. Relaps dapat
bersifat:
1) Relaps jangka pendek (rekrudesensi), dapat timbul 8 minggu setelah serangan
pertama hilang karena parasit dalam eritrosit yang berkembang biak.
2) Relaps jangka panjang (rekurensi), dapat muncul 24 minggu atau lebih setelah
serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit hati masuk ke darah dan
berkembang biak.

I.4 Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk
(Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat
berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak
berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung
nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang
kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam
waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay &
Rahardja, 2002, hal .162-163).

Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi
merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara
permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa
prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit
dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal.
409).
b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit,
menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan sporozoit ke dalam
peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-
eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan
menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu
merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan Pra -eritrositer primer. Terjadi di
dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah
mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah.
Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di
hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses
kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang
dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel
darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki
jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan disebut ekso-eritrositer
sekunder. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di
lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah,
penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan
protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki
siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan
sebagian ditubuh nyamuk.

I.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan mikroskopis malaria (Cek Malaria)
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada
manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya
parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan
bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis
dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di
mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan.

Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit


plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang
memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu
diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.

Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai


diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam
memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam
sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan
identifikasi spesies parasit.
2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick)
dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter
untuk sedian tipis.
3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium
yang tepat.
4) Identifikasi spesies plasmodium
5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan
selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.

b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)


Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat
mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium.
QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan
diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat
membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.

c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik
terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit
yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan
teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.

d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/
plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu
dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA
I.6 Komplikasi
a. Otak : timbul delirium, disorientasi, stupor, koma, kejang, dan tanda neurologis

fokal.
b. Saluran gastrointestinal : muntah, diare hebat, perdarahan dan malabsorbsi.
c. Ginjal : nekrosis tubular akut, hemoglobinuria, dan gagal ginjal akut.
d. Hati : Billous Remitten Fever ditandai dengan muntah hijau empedu karena

komplikasi hepar.
e. Paru : Edema Paru.
f. Lain lain : Hipoglikemia, demam kencing hitam (black water fever).

I.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis
plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:
a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan
mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi
ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari).
Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6
jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di
kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis
tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti
tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari
selama 7 hari.

II. Rencana Asuhan klien dengan Malaria


II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat Keperawatan
1. Identitas klien, antara lain: nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan,
agama, pendidikan, dsb.
2. Keluhan utama pada pasien malaria bervariasi sesuai dengan siklus yang
terjadi di dalam tubuh pasien. Pada pengkajian, perawat mungkin
mendapatkan keluhan utama demam. Serangan klasik demam tiba-tiba
dimulai dengan periode menggigil yang berlangsung selama sekitar 1-2 jam
dan diikuti dengan demam tinggi. Setelah itu akan terjadi penurunan suhu
tubuh secara berlebihan disertai diaforesis dan suhu tubuh pasien turun
menjadi normal atau di bawah normal.
Riwayat Penyakit, meliputi:
1. Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan klinis sistemik secara umum yang mengikuti, meliputi batuk, cepat
letih, malaise, nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia), dan peningkatan
produksi keringat (setiap 48 atau 72 jam, tergantung pada spesies). Keluhan
sistemik lainnya bisa didapatkan adanya anoreksia dan letargi, mual dan
muntah, sakit kepala, serta ikterus mungkin didapatkan pada beberapa kasus.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah pergi atau diam di tempat endemik malaria. Kebanyakan
pasien tinggal di atau baru saja bepergian ke daerah endemik, namun
beberapa kasus dilaporkan setiap tahun di mana pasien tidak memiliki
riwayat perjalanan tersebut (misalnya kendaraan daran atau air yang pernah
singgah atau melewati daerah endemik).

II.1.2 Pemeriksaan Fisik: Data Fokus


Secara umum pasien terlihat sangat sakit, terdapat perubahan status kesadaran
yang semakin menurun sesuai dengan tingkat keaktifan kuman dalam tubuh. TTV
biasanya mengalami perubahan seperti takikardia, hipertermi, peningkatan
frekuensi napas, dan penurunan tekanan darah.
a. Bl (Breathing)
Fungsi pernapasan biasanya tidak ada masalah, tetapi pada malaria falcifarum
dengan komplikasi akan didapatkan adanya perubahan takipnu dengan
penurunan kedalaman pernapasan, serta napas pendek pada istirahat dan
aktivitas.

b. B2 (Blood)
Pada fase demam akan didapatkan takikardia, tekanan darah menurun, kulit
hangat, dan diuresis (diaforesis) karena vasodilatasi. Pucat dan lembap
berhubungan dengan adanya anemia, hipovolemia, dan penurunan aliran darah.
Pada pasien malaria dengan komplikasi berat sering didapatkan adanya tanda-
tanda syok hipovolemik dan tanda DIC.
c. B3 (Brain)
Sistem neuromotorik biasanya tidak ada masalah. Pada beberapa kasus pasien
terkihat gelisah dan ketakutan. Pada kondisi yang lebih berat akan didapatkan
adanya perubahan tingkat kesadaran dengan manifestasi disorientasi, delirium,
bahkan koma. Pada beberapa kasus pasien dengan adanya perubahan elektrolit
sering didapatkan adanya kejang.
d. B4 (Bledder)
Sistem perkemihan biasanya tidak masalah, tetapi pada saat fase
demam didapatkan adanya penurunan produksi urine, sedangkan pada fase
lanjut didapatka adanya poliuri sekunder dari perubahan glukosa darah.
e. B5 (Bowel)
Pada inspeksi didapatkan gangguan pencernaan, seperti mual dan muntah, diare
atau konstipasi. Pada auskultasi didapatkan penurunan bising usus. Pada
perkusi didapatkan adanya timfani abdomen. Pada palpasi abdomen sangat
sering didapatkan acaura splenomegali.
f. B6 (Bone)
Pada pengkajian integumen didapatkan adanya tanda-tanda anemia dan
ikterus. Pada pemeriksaan muskuloskeletal didapatkan adanya keletihan dan
kelemahan fisik umum, malaise, dan penurunan kekuatan otot.

II.1.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik
terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau
eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama
menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
b. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/
plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap
yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak
DNA

II.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya O2 dalam darah.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan anemia, penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrien dalam
tubuh.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan
tubuh; prosedur tindakan invasive
4. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung dan
intestinal
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan
intoleran aktivitas / latihan.
6. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek
langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
7. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensori motorik
8. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognesis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan, kesalahan interprestasi informasi,
keterbatasan kognitif.
2.3 Perencanaan
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya O2 dalam darah.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam status respirasi : pertukaran gas membaik
Kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
- Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan.
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips).
- Tanda tanda vital dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Kaji pola pernapasan pasien Mengetahui tindakan yang akan dilakukan
Monitor TTV selanjutnya
Posisikan pasien untuk Mengetahui tindakan yang akan dilakukan
memaksimalkan Ventilasi selanjutnya
Monitor respirasi dan status O2 Melakukan tindakan selanjutnya
Catat pergerakan dada, amati Mengetahui adanya keabnormalan pada
kesimetrisan, penggunaan otot pernapasan untuk mengoptimalkan tindakan.
tambahan, retraksi otot
Kolaborasi pemberian obat Mengoptimalkan pengobatan yang diberikan

Perubahan perfusi jaringan perifer b/d anemia, penurunan komponen seluler


yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrien dalam tubuh.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam terjadi penurunan tingkat kesadaran dan dapat
mempertahankan Cardiac Output secara adekuat guna meningklatkan perfusi
jaringan.
Kriteria Hasil :
1. Klien tidak mengeluh pusing
2. TTV dalam batas normal, tidak terjadi sesak, mual dan muntah tanda diaforesis dan
pucat/sianosis hilang, akral hangat, kulit segar, produksi urine >30 ml/jam, respon
verbal baik, EKG Normal.
Intervensi Rasional
Kaji status mental klien secara Mengetahui derajat hipoksia pada otak.
teratur.
Pertahankan tirah baring bantu Menurunkan kerja miokard dan konsumsi oksigen,
dengan aktivitas perawatan. memaksimalkan efektivitas dari perfusi jaringan.
Panatau terhadap kecendrungan Hipotensi akan berkembangbersamaan dengan
tekanan darah, mencatat kuman yang menyerang darah.
perkembangan hipotensi, dan
perubahan pada tekanan nadi.
Perhatikan kualitas dan kekuatan Pada awalnya nadi cepat dan kuat karena
dari denyut perifer. peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau
lambat karena hipotensi yang terus menerus,
penurunan curah jantung dan vasokontriksi perifer.
Observasi perubahan sensori dan Bukti aktual terhadap penurunan aliran darah ke
tingkat kesadran pasien yang jaringan serebral adalah adanya perubahan respons
menunjukkan penurunan perfusi sensori dan penurunan tingkat kesadaran pada fase
otak (gelisah, Confuse/bingung, akut. Adanya kegagalan harus di lakuakan
apatis, samnolen). monitoring yang ketat.
Kurangi aktivitas yang Respons valsava akan meningkatkan beban
merangsang timbulnya respons jantung sehingga akan menurunkan curah jantung
valsava / aktivitas. ke otak.
Catat adnya keluhan pusing Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan
suplai darah ke jaringan otak.
Kolaborasi dengan tenaga Jalur yang paten penting untuk pemenuhan lisis
kesehatan lain dalam pemberian darah sebagai intervensi kedaruratan.
transfusi darah PRC (packed red
cells).

Resiko tinggi infeksi b/d penurunan sistem kekebalan tubuh


Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan
sistem kekebalan tubuh.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradanganm sistemik
2. Leukosit dalam batas normal
3. TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Pantau terhadap kecendrungan Demam yang di sebabkan oleh endoktoksin pada
peningkatan suhu tubuh. hipotalamus dan hipotermia adalah tanda-tanda
penting yang merefleksikan perkembangan status
syok/penurunan perfusi jaringan.
Amati adanya menggigil dan Menggigil sering kali mendahului memuncaknya
diaforesis suhu pada infeksi umum.
Observasi tanda-tanda Dapat menunjukkan ketidaktepatan terapi
penyimpangan antibiotik atau pertumbuhan dari organisme.
kondisi/kegagalan untuk
memperbaiki selama masa
terapi.
Berikan obat anti malaria sesuai Dapat membasmi atau memberikan imunitas
petunjuk. sementara untuk infeksi umum.
Pantau pemeriksaan laboratoris. Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi
malaria.

Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen (pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan dan kelelahan, mengeluh
penurunan intoleran aktivitas / latihan
Tujuan : Aktivitas dapat dilakukan secara maksimal
Kriteria Hasil :
Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas, menunjukan tanda fisiologis toleransi
misal ; nadi, pernapasan, tekanan darah dalam rentang normal pasien.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien untuk Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan.
melakukan tugas, catata laporan
kelelahan, keletihan dan
kekesulitan menyelesaikan tugas
Kaji kehilangan atau gangguan Menunjukan perubahan neurologi karena
keseimbangan gaya jalan, defisiensi hemoglobin mempengaruhi keamanan
kelemahan otot. klien / resiko cedera.
Awasi tekanan darah, nadi, Manifestasi kardio pulmonal dari upaya jantung
pernapasan dan catat respon dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat
terhadap aktivitas ke jaringan
Berikan lingkungan tenang, Meningkatkan istirahat untuk menurunkan
pertahankan tirah baring bila kebutuhab oksigen tubuh dan menurunkan
diindikasikan, pantau dan batasi regangan jantung dan parau.
pengunjung
Ubah posisi pasien secara Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat
perlahan dan pantau terhadap menyebabkan pusing berdenyut dan peningkatan
pusing. resiko cedera.
Gunakan teknik penghematan Mendorong klien melakukan banyak aktivitras
energi, misal mandi dengan dengan membatasi penyimpangan energi dan
duduk atau duduk untuk mencegah kelemahan
melakukan tugas tugas

Hipertermia b/d peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi


kuman pada hipotalamus.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh
Kriteria Hasil :
1. Klien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang di berikan
2. Klien mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah di berikan
Intervensi Rasional
Beri kompres dengan hangat Dapat membentu mengurangi demam, penggunaan
pada daerah aksila, lipat paha es/alkohol mungkin dapat menyebabkan
dan temporal bila terjadi panas kedinginan dan menggigil. Selain itu, alkohol
dapat mengeringkan kulit.
Anjurkan klien untuk memakai Pengeluaran suhu tubuh seecara evaporasii
pakaian yang menyerap keringat berkisar 22% dari pengeluaran suhu tubuh.
seperti katun. Pakaian yang mudah menyerap keringan sangat
efektif meningkatkan efek dari evaporasi.
Anjurkan keluarga untuk Masase di lakukan untuk meningkatkan aliran
melakukan masase pada darah ke perifer dan terjadi vasodilatasi perifer
ekstermitas. yang akan meningkatkan efek evaporasi.
Penggunaan cairan penghangat seperti minyak
kayu putih dapat digunakan untuk meningkatkan
efektivitas intervensi masase.
Kolaborasi dengan dokter dalam Antipiretik bertujuan untuk memblok respons
pemberian obat antipiretik. panas sehingga suhu tubuh klien dapat lebih cepat
menurun.

Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensori motorik


Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam klien mampu menunjukkan kontinensia urine
Kriteria Hasil :
Eliminasi urine tidak terganggu
Bau, jumlah, dan warna urine dalam rentang yang diharapkan
Pengeluaran urine tanpa nyeri, kesulitan diawal berkemih, atau urgensi BUN,
kreatinin serum dan berat jenis urine dalam batas normal
Protein, glukosa, keto, pH, dan elektrolit urine dalam batas normal
Intervensi Rasional
Pantau eliminasi urine, meliputi Untuk mengetahui jumlah dan keadaan urine
frekuensi, konsistensi, bau, sehingga dapat dilakukan tindakan jika terjadi
volume, dan warna gangguan pada eliminasi urine
Instruksikan pasien untuk Agar dapat dilakukan tindakan segera jika terjadi
berespons segera terhadap gangguan pada eliminasi urine
kebutuhan eliminasi
Ajarkan pasien untuk minum Merangsang produktifitas urine sehingga tidak
200 ml cairan pada saat makan, terjadi gangguan eliminasi urine
diantara waktu makan, dan
diawal petang

Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognesis dan kebutuhan pengobatan


b/d kurangnya pemajanan, kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan
kognitif.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam klien mampu melaksanakan apa yang telah di
informasikan.
Kriteria Hasil :
1. Klien mampu mengulang kembali informasi penting yang di berikan.
2. Klien terlihat termotivasi terhadap informasi yang di jelaskan.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien untuk Keberhasilan proses pembelajaran di pengaruhi
mengikuti pembelajaran (tingkat oleh kesiapan fisik, emosional dan lingkungan
kecemasan, kelelahan umum, yang kondusif.
pengetahuan klien sebelumnya
dan suasana yang tepat).
Tinjau proses penyakit dan Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien
harapan masa depan. membuat pilihan.
Berikan informasi mengenai Meningkatkan pemahaman dan kerjasama dalam
terapi obat-obatan, interaksi penyembuhan serta mengurangi kambuhnya
obat, efek samping, dan ketaatan komplikasi
terhadap program.
Diskusikan kebutuhan untuk Perlu untuk penyembuhan optimal dan
pemasukan nutrisional yang kesejahteraan umum.
tepat dan seimbang
Dorong periode istirahat dan Mencegah pemenatan, penghematan energi dan
aktivitas yang terjadwal meningkatkan penyembuhan.
Tinjau perlunya kesehatan Membantu mengontrol pemajanan lingkungan
pribadi dan kebersihan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit
lingkungan yang ada.
Tekankan pentingnya terapi Penggunaan terhadap pencegahan terhadapinfeksi.
antibiotik sesuai kebutuhan .

III. Daftar Pustaka


https://www.scribd.com/doc/87642807/Laporan-Pendahuluan-Askep-Malaria (Diakses
tanggal 24 februari 2016)

Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : EGC

Nurarif, A.H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan
NANDA NIC-NOC Edisi 2. Jogjakarta. Mediaction
Pelaihari, Juni 2017

Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( Muhsinin, Ns., M.Kep., Sp.Anak ) ( )

Anda mungkin juga menyukai