Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HIDROSEPALUS

Oleh :
ERLAN YUDISTIRA
400 613 0002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
2014

HIDROSEFALUS

A. Pengertian

Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam


ventrikelserebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani,
2001).
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan
intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah,2007).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi
yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari
jaringan jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang
meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya
cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan
terjadinya peleburan ruang ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)
Jenis Hidrosefalus dapat diklasifikasikan menurut:
1. Waktu Pembentukan
a. Hidrosefalus

Congenital, yaitu Hidrosefalus yang dialami sejak


dalamkandungan dan berlanjut setelah dilahirkan

b.

Hidrosefalus Akuisita, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah


bayidilahirkan atau terjadi karena faktor lain setelah bayi dilahirkan
(Harsono,2006).

2. Proses Terbentuknya Hidrosefalus


a. Hidrosefalus

Akut, yaitu Hidrosefalus yang tejadi secara


mendadak yang diakibatkan oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan
Serebrospinal)

b. Hidrosefalus Kronik, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah cairanCSS

mengalami obstruksi beberapa minggu (Anonim,2007)

3. Sirkulasi Cairan Serebrospinal


a. Communicating, yaitu kondisi Hidrosefalus dimana CSS masih

biaskeluar dari ventrikel namun alirannya tersumbat setelah itu.


b. Non Communicating, yaitu kondis Hidrosefalus dimana sumbatanaliran

CSS yang terjadi disalah satu atau lebih jalur sempit


yangmenghubungkan ventrikel-ventrikel otak (Anonim, 2003).
4. Proses Penyakit
a.

Acquired, yaitu Hidrosefalus yang disebabkan oleh infeksi


yangmengenai otak dan jaringan sekitarnya termasuk selaput
pembungkusotak (meninges).

b. Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau

cederatraumatis yang mungkin menyebabkan penyempitan jaringan


otak atauathrophy (Anonim, 2003).

B.

Etiologi
Etiologi hidrosefalus pada bayi atau anak-anak adalah :
1. Kelainan kongenital: disebabkan gangguan perkembangan janin dalam

rahim,atau infeksi intrauterine meliputi,


a. Stenosis akuaduktus sylvii.
b. Spino bifida dan kranium bifidi.
c. Sindrom Dandy-walker.
d. Kista arakhnoid dan Anomali pembuluh darah.
2. Infeksi.

Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi


obliterasi ruang subarakhnoid, misalnya meningitis.
Infeksi lain yang menyebabkan hidrosefalus yaitu: TORCH, Kista-kista
parasit, Lues kongenital.

3. Trauma.

Seperti pada pembedahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis epto meningen pada daerah basal otak, disamping
organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang
mengganggu aliran CSS.
4. Neoplasma.

Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat


terjadi di setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain: Tumor
ventrikel III, Tumor fossa posterior, Pailloma pleksus khoroideus,
Leukemia, limfoma.
5. Degeneratif.

Histositosis X, inkontinentia pigmenti dan penyakit krabbe.


6. Gangguan vaskuler:

a. Dilatasi sinus dural.


b. Trombosis sinus venosus.
c. Malformasi V. Galeni.
d. Ekstaksi A. Basilaris
e. Arterio venosus malformasi.
Sedangkan hidrosefalus pada dewasa, dapat disebabkan oleh karena
perdarahan subaraknoid (selaput yang paling dalam), trauma kepala, infeksi
(toxoplasmosis, citomegalovirus, staphylococcus aureus, stapphylococcus
epidermidis), tumor, pembedahan bagian belakang dari tengkorak atau otak
kecil, idiopatik (tak diketahui sebabnya), dan kongenital. sumbatan gangguan
penumpukan cairan otak yang disebabkan oleh riwayat perdarahan di bawah
selaput otak (subaraknoid). Setelah perdarahan, terjadi perlengketan di selaput
otak. Hal itu yang menyebabkan gangguan penyerapan cairan otak. Selain itu
penyebab tersering lainnya adalah tumor otak dan infeksi (Eko Prasetyo,
2004).

C.

Patofisiologi

Jumlah CSF dalam rongga serebrospinal yang berlebihan dapat


meningkatkan tekanan hingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini
disebut hidrosefalus yang berarti kelebihan air dalam kubah tengkorak. Jadi,
hidrosefalus dapat disebabkan oleh pleksus koroideus, absorpsi yan inadekuat,
atau obstruksi aliran keluar pada salah satu ventrikel atau lebih. Ada dua jenis
hidrosefalus yaitu nonkomunikans (terjadi sumbatan aliran cairan dari system
ventrikel keruang subaraknoid), dan komunikans (tidak ada sumbatan).
Hidrosefalus nonkomunikans merupakan masalah bedah saraf tersering
pada pediatric, dan awitan biasanya terjadi segera setelah lahir. Penyebab lazim
adalah penyempitan akuaduktus sylvii congenital. Oleh karena cairan dibentuk
oleh pleksus koroideus dri kedua ventrikel tersebut sangat membesar. Hal ini
menyebabkan penekanan otak terhadp tengkorak sehingga otak menjadi tipis.
Tekanan yang meningkat ini juga mengakibatkan kepala neonatus membesar.
Hidrosefalus obstuktif juga sering disertai meningomielokel (suatu keadaan
kongenital dengan tidak dapat bersatunya tabung neural sehingga medula
spinalis terbuka sedangkan saraf spinal, dural, dan lapisan lain yang lebih
superficial dari medulla spinalis susunannya tidak teratur). Sebagian besar
anak yang menderita meningomielokel pada akhirnya mengalami hidrosefalus,
terutama setelah operasi meningomielokel. Pada orang dewasa, hidrosefalus
obstuktif biasanya disebabkan oleh tumor pada fosa posterior, yang
mengakibatkan deformitas akuaduktus Sylvii atau ventrikel keempat.
Hidrosefalus komunikans dapat disebabkan ole pleksus koroideus
neonates yang bekembang berlebihan sehingga lebih banyak cairan yang
berbentuk daripada yang direabsorpsi oleh vili araknoidalis. Dengan demikian,
cairan terkumpul di dalam ventrikel maupun di luar otak sehingga kepala
membesar sekali dan otak mengalami kerusakan berat. Akan tetapi,
hidrosefalus komunikans justru lebih banyak disebabkan oleh gangguan
reabsorpsi CSF. Keadaan ini biasanya terjadi akibat meningitis atau gangguan
iritasi yang mengakibatkan sumbatan ataupun jarinagn parut pada ruang
subaraknoid. Peningkatan volume yang terjadi akibat CSF yang tidak
terasorpsi mengakibatkan pembesaran terhadap pada entrikel keempat, yang
pada gilirannya akan menimbulkan penekanan destruktif pada jarinan otak di
sekitarnya. Karena ventrikel membesar, maka tekanan didalamnya biasanya
normal atau menurun walaupun volumenya meningkat. Oleh karena itu, bentuk
hidrosefalus komunkans ini sering disebut hidrosefalus tekanan normal atau
tekanan rendah (low pressure atau normal pressure hydrocephalus, NPH).

Hingga saat ini bentuk ini paling sering terjadi pada orang dewasa. Adanya
efek iritasi darah dalam ruang subaraknoid menyebabkan hidrosefalus
komunikans segera diikuti dengan demensia, kelemahan, dan terkadang
inkontinensia urin. Sindrom hidrosefalus tekanan rendah harus diketahuai
karena penyakit ini merupakan penyebab demensia yang masih dapat di obati.
Semua jenis hidrosefalus dapat diobati mengunakan pemasangan pirau untuk
mengalirkan CSF ke system vena ekstrakranial.

D. Tanda dan Gejala


a. Pembesaran kepala.
b. Ubun-ubun besar melebar, terba tegang/menonjol dan tidak berdenyut.
c. Dahi nampak melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap dengan

pelebaran vena-vena kulit kepala.


d. Tulang tengkorak tipis dengan sutura masih terbuka lebar cracked pot sign

yakni bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi.


e. Tekanan intra kranial meningkat dengan gejala: muntah, nyeri kepala,

oedema papil.
f. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang

supraorbital.
g. Gangguan keasadaran, kejang.
h. Gangguan sensorik.
i. Penurunan dan hilangnya kemampuan akrivitas.
j. Perubahan pupil dilatasi.
k. Gangguan penglihatan (diplobia, kabur, visus menurun).
l. Perubahan tanda-tanda vital (nafas dalam, nadi lambat, hipertermi,/

hipotermi).
m. Penurunan kemampuan berpikir.

Hidrosefalus pada dewasa gejalanya antara lain sakit kepala, kesadaran


menurun, kejang, kelemahan saraf, inkontinensia urin (sulit menahan buang air
kecil), mencong mulut, nyeri kepala diikuti gejala muntah, dan gangguan
penglihatan. Bahkan bila hidrosefalus dewasa tidak segera diatasi bisa sampai
menyebabkan kebutaan. Bila pasien hidrosefalus sudah buta tidak bisa
mengembalikan penglihatannya lagi dan bila kesadaran penderita hidrosefalus
menurun bisa meninggal (Eko Prasetyo, 2004).
E.

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nelhaus (1987) hidrosefalus sering mempunyai gejala-gejala
dan tanda-tanda. Namun ada kasus-kasus samar yang tidak terdiagnosis sampai
dewasa, dengan demikian perlu adanya ketelitian dlam menangani penderita
yang diduga menderita hidrosefalus, mulai dari pengambilan amnanesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologis.
1. Aloamnanesis/ amnanesis.
Amnanesis perlu dilakukan untuk menentukan hidrosefalus
kongenital atau akuisita. Bayi yang lahir prematur atau posterm dan
merupakan kelahiran anak yang keberapa adalah penting sebagai faktor
resiko. Adanya riwayat cedera kepala sehingga menimbulkan hematom,
subdural atau perdarahan subarakhnoid yang dapat mengakibatkan
terjadinya hidrosefalus.
Demikian juga riwayat peradangan otak sebelumnya. Riwayat
keluarga perlu dilacak, riwayat gangguan perkembangan, aktivitas,
perkembangan mental, kecerdasan serta riwayat nyeri kepala, muntahmuntah, gangguan visus dan adanya bangkitan kejang.
2. Pemeriksaan fisik.
Kesan umum penderita terutama bayi dan anak, proporsi kepala
terhadap badan, anggota gerak secara keseluruhan tidak seimbang. Anak
biasanya dalam keadaan tidak tenang, gelisah, iritable, gangguan
kesadaran, rewel, sukar makan atau muntah-muntah.
Pada hidrosefalus kongenital kepala sangat besar, fontanela tidak
menutup, sutura melebar, kepala tampak transluse, dengan tulang kepala
yang tipis, adanya tanda mac ewens cracked pot, tanda berupa sunset sign
dengan dahi yang lebar. Pada pemeriksan auskultasi kemungkinan akan

terdengarnya bising daerah posterior oleh karena malformasi V. Galeni.


Pertumbuhan kepala yang cepat mengakibatkan muka terlihat lebih kecil
dan tampak kurus.
3. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan terhadap komposisi cairan serebrospinal dapat sebagai
petunjuk penyebab hidrosefalus, seperti peningkatan kadar protein yang
amat sangat terdapat pada papiloma pleksus khoroideuis, setelah infeksi
susunan saraf pusat, atau perdarahan susunan saraf pusat atau perdarahan
saraf sentral. Penurunan kadar glukosa dalam cairan serebrospinal terdapat
pada invasi meninggal oleh tumor, seperti leukemia, medula blastama dan
dengan pemeriksaan sitologis cairan serebrospinal dapat diketahui adanya
sel-sel tumor. Meningkatnya kadar hidroksi doleaseti kasid pada cairan
serebrospinal didapat pada obstruksi hidrosefalus. Pemeriksaan serologis
darah dalam upaya menemukan adanya infeksi yang disebabkan oleh
TORCH.
4. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan foto polos kepala, pelebaran fontanela, serta pelebaran
sutura. Kemungkinan ditemukannya pula keadaan-keadaan lain seperti
adanya kalsifikasi periventrikuler sebagai tanda adanya infeksi cytomegalo
inclusion dioase, kalsifikasi bilateral menunjukkan adanya infeksi tokso
plasmosis. Pemeriksaan ultrasonografi, dapat memberikan gambaran
adanya pelebaran sistem ventrikel yang lebih jelas lagi pada bayi, dan
untuk diagnosis kelainan selama masih dalam kandungan.
Pemeriksaan CT-Scan menunjukkan adanya pelebaran ventrikel.
Disamping itu juga dapat untuk mempelajari sirkulasi cairan serebrospinal
yaitu dengan menyuntikkan kontras radio opak ke dalam sisterna magna
kemudian perjalan kontras diikuti dengan CT-Scan sehingga akan jelas
adanya obstruksi terhdap cairan serebrospinal.
Pemeriksaan pneumoensefalografi, berguna untuk memantau
dilatasi ventrikel dan ruang subarakhnoid. Apabila sudut korpus kolosum
kurang dari 120 menunjukkan hidrosefalus komunikan, bila lebih dari 120
mungkin hidrosefalus obstruksi.

F.

Pathway

Infeksi
Iritasi
Sumbatan pada ruang subaraknoid
Peningkatan volume karena CSF yang tidak terabsorpsi
Pembesaran pada ventrikel ke empat
Hidrosefalus

Peningkatan tekanan intrakranial

Gangguan perfusi jaringan serebral

Gangguan penglihatan

Gangguan sensori

Nyeri kepaia disertai muntah

Risiko hipovolemia

G. Komplikasi

Peningkatan tekanan intrakranial


1. Kerusakan otak
2. Infeksi:septikemia,endokarditis,infeksiluka,nefritis,meningitis,ventrikulitis,

abses otak.
3. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
4. subdural, peritonitis,adses abdomen, perporasi organ dalam rongga

abdomen,fistula,hernia, dan ileus.


5. Kematian

H. Data Fokus Pengkajian


1. Anamnesa
a. Riwayat penyakit / keluhan utama Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi,

lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan


perifer.
b. Riwayat Perkembangan Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan,

pada waktu lahir menangis keras atau tidak. Kekejangan : Mulut dan
perubahan tingkah laku. Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :

Anak dapat melihat keatas atau tidak.

Pembesaran kepala.

Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.

b. Palpasi

Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.

Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga


fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.

c. Pemeriksaan Mata

Akomodasi.

Gerakan bola mata.

Luas lapang pandang

Konvergensi.

Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat
keatas.

Stabismus, nystaqmus, atropi optic.

3. Observasi Tanda-Tanda Vital

Didapatkan data data sebagai berikut :

Peningkatan sistole tekanan darah.

Penurunan nadi / Bradicardia.

Peningkatan frekwensi pernapasan.

4. Diagnosa Klinis

Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi


dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )

Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi Crakedpot


(Mercewens Sign

Opthalmoscopy : Edema Pupil.

I.

CT Scan Memperlihatkan (non invasive) type hidrocephalus dengan


nalisisi komputer.

Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko cidera b.d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

kesehatan,
ketidakmampuan
mengambil
keputusan,
ketidakmampuan melakukan perawatan sederhana, ketidak
mampuan menciptakan lingkungan kondusif, ketidakmampuan
memanfaatkan fasilitas kesehatan.
2. Resiko

gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


sehubungan b.d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan,
ketidakmampuan
mengambil
keputusan,
ketidakmampuan melakukan perawatan sederhana, ketidak
mampuan menciptakan lingkungan kondusif, ketidakmampuan
memanfaatkan fasilitas kesehatan.

3. Deficit self care b.d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

kesehatan,
ketidakmampuan
mengambil
keputusan,
ketidakmampuan melakukan perawatan sederhana, ketidak
mampuan menciptakan lingkungan kondusif, ketidakmampuan
memanfaatkan fasilitas kesehatan.
4. Perubahan fungsi keluarga mengalami situasi krisis ( anak dalam

catat fisik ) b.d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah


kesehatan,
ketidakmampuan
mengambil
keputusan,
ketidakmampuan
melakukan
perawatan
sederhana,
ketidakmampuan
menciptakan
lingkungan
kondusif,
ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas kesehatan

NO

DIAGNOSA

NOC

NIC

KEPERAWATAN
1.

Resiko cidera

Setelah dilakukan kunjungan

1. Kendalikan lingkungan de

selama 3x diharapkan keluarga

Menyingkirkan bahaya ya

mampu menciptakan lingkungan

mengurangi potensial ced

kondusif dengan kriteria hasil:

ketika tidur misalnya men

Keselamatan fisik dapat

dipertahankan

Adanya

pelindung

dan

alat bantu untuk klien

penyanggah tempat tidur,

tempat tidur rendah, guna

malam hari siapkan lampu

2. Jelaskan pada keluarga p

keselamatan pada anak d


untuk cidera.

3. Anjurkan pada keluarga u

segala aktifitas klien yang


keselamatan.

4. Beri alat bantu misal:tongk


2.

Resiko gangguan

Setelah dilakukan kunjungan

nutrisi : kurang dari

selama 3x diharapkan keluarga

kebutuhan tubuh

mampu melakukan perawatan


sederhana dirumah dengan
kriteria hasil:
Berat badan ideal
Tidak muntah
Tidak terjadi malnutrisi

1. Berikan makanan lunak ti


protein.

2. Berikan klien makan deng


fowler dan berikan waktu
menelan.

3. Ciptakan suasana lingkun

dan terhindar dari bau b


enak..

4. Timbang berat badan bila

5. Jagalah kebersihan mulut

6. Berikan makanan ringan d


makan

7. Beri penjelasan pada kelu

makanan yang baik dikon


3.

Deficit self care

Setelah dilakukan kunjungan

1. Kaji ketidakmampuan klie

selama 3x diharapkan keluarga


dapat menciptakan lingkungan
kondusif dengan kriteria hasil:

Klien

dapat

melakukan

perawatan diri dengan mandiri

diri
2. Kaji tingkat fungsi fisik

3. Kaji hambatan dalam berp

perawatan diri, identifikas

lingkungan
atau dibantu

Klien bersih dan tidak bau 4. Jelaskan pada keluarga p


kebersihan diri

5. Jelaskan dan ajarkan cara


meliputi:mandi, toileting ,
4.

Perubahan fungsi

Setelah dilakukan kunjungan

keluarga b.d situasi

selama 3x diharapkan Keluarga

krisis ( anak dalam

menerima keadaan anaknya,

catat fisik )

mampu menjelaskan keadaan


penderita dengan kriteria hasil:
Keluarga berpartisipasi dalam
merawat anaknya dan secra
verbal
keluarga dapat mengerti tentang
penyakit anaknya.

Daftar Pustaka

1. Jelaskan secara rinci ten

penderita, prosedur, tera

2. Ulangi penjelasan terseb

contoh bila keluarga belu

3. Klarifikasi kesalahan asu


misskonsepsi

4. Berikan kesempatan kel


bertanya.

Eko Prasetyo. 2004. Hidrosefalus Fakultas Kedokteran Universitas Sam


Ratulangi: Manado http://www.hydroassoc.org
Closkey JC & Bulechek. 1996. Nursing Intervention Classification. 2nd ed. Mosby
Year Book.

Johnson M, dkk. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Second edition.


Mosby.
Hasan, Rupseno, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak II, Jakarta, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Jakarta, UI.

NANDA. 2005-2006.
Philadhelphia.

Nursing

Diagnosis:

Deffinition

&

Classification.

Nelhaus, G. Stumpf, D.A. Moe, P.G.,1987, Neurological and Neuromusculer


Disorder, Current Pediatric Diagnosis, Hinth ed.
Price, S.A. 2005. Patofisiologi Konsep Klimik Prose-proses Penyakit Bag. II. EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai