Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

KASUS PERIOPERATIF BEDAH ORTHOPEDI

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
ANGGI IRAWAN
G. SATRIA PRAMANTARA
MUTIA ANWAR
NOVEN ILHAM YOWANDA
RATNA ANGGITA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


PRODI D IV KEPERAWATAN
2016
BAB I

TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Osteomyelitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit
disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah,
respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas
(Brunner dan suddarth, 2001)
Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang dan sum-sum tulang yang
dapat

disebabkan

oleh

bakteri,

virus,

atau

proses

spesifik

(m.tuberkulosa,jamur) (Arif mansjoer, 2002)


Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang yang dapat bersifat akut
maupun kronis. (Price and wilson, 2005).
B. KLASIFIKASI
Menurut Arif Mansjoer dkk (2002) pembagian osteomyelitis yang lazim
dipakai adalah :
1. Osteomyelitis

primer

yang

disebabkan

penyebaran

kuman-kuman

mencapai tulang secara langsung melalui luka Osteomyelitis primer dapat


dibagi menjadi Osteomyelitis akut dan kronik
2. Osteomyelitis sekunder atau Osteomyelitis yang disebabkan penyebaran
kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.
C. ETIOLOGI
-

Staphylococcus aureus hemolyticus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan

jarang oleh Streptococcus hemolyticus


Haemophilus influenzae (5-50%) pada usia di bawah 4 tahun
Organisme lain seperti B. coli, B. aeruginosa capsulata, Proteus mirabilis,
Brucella, dan bakteri anaerob yaitu Bacterioides fragilis.

Menurut Efendi (2007):

Osteomyelitis dapat disebabkan oleh karena bakteri, virus, jamur dan


mikro organisme lain. Golongan atau jenis patogen yang sering adalah
Staphylococcus

aureus

menyebabkan

70%-80%

infeksi

tulang,

Pneumococcus, Typhus bacil, Proteus, Psedomonas, Echerchia coli,


Tuberculose bacil dan Spirochaeta.
D. PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organism patogenik lainnya yang sering dijumpai pada osteomilitis
meliputi proteus, pseudomonas, dan escerechia coli. Terdapat peningkatan
insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobic
(Smletzher, 2002)
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3
bulan pertama( akut fulminan stadium 1) dan sering berhubungan dengan
penumpukan hematoma atau infeksi supervisial. Infeksi

awitan lambat

(stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.


Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,
peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, thrombosis pada
pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan
nekrosis tulang sehubungan dengan peingkatan tekanan jaringan dan medulla.
Inveksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan kebawah poriesteum
dan dapat menyeber ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila
proses inveksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses pada
tulang.
Pada perjalan alamiahnya, abses dapat keluar secara spontan; namun
yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses
yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun
seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum)
tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan
menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan
tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum.jadi meskipun tampak

terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap


ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien.
Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer (2002)
1. Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering
terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada
awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi
menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai
periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi
nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri
konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.

2. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau


kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
3. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu
mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,
inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah
dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
G. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Arif muttaqin (2008)
1. Usia ( terutama mengenai bayi dan anak-anak)
2. Jenis kelamin (lebih sering pada pria daripada wanita dengan
perbandingan 1:4)
3. Trauma( hematoma akibat trauma pada daerah metafisis merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya osteomilitis)
4. Lokasi ( osteomilitis sering terjadi pada daerah metafisis)
5. Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi
sebelumnya

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Arif mansjoer dkk (2002):
1. Pemeriksaan laboratarium: pada fase akut ditemukan CRP yang meninggi,
laju endap darah (LED ) yang meninggi dan leukositosis.
2. Pemeriksaan Radiologik: pada fase akut gambaran radiologik tidak
menunjukkan kelainan, pada fase kronik ditemukan suatu involukrum dan
sekuester.
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Arif Mansjoer (2002):
1. Perawatan di rumah sakit
2. Pengobatan suportif dengan pemberian infuse
3. Pemeriksaan biakan darah

4. Antibiotic spectrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram
negative diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah secara
parenteral selama 3-6 minggu
5. Immobilisasi anggota gerak yang terkena
6. Tindakan pembedahan indikasi untuk melakukan pembedahan ialah :
a. Adanya abses
b. Rasa sakit yang hebat
c. Adanya sekuester
d. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma
epedermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila
infolukrum telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur peasca
pembedahan.
J. KOMPLIKASI
Menurut Arif muttaqin (2008) :
1. Septikemia. Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang
memadai, kematian akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan
2. Infeksi yang bersifat metastatik. Infeksi dapat bermetastasis ke tulang
sendi lainnya ,otak dan paru-paru, dapat bersifat multifokal, dan
biasanya terjadi pada klien dengan gizi buruk
3. Artitis supuratif. Dapat terjadi pada bayi karena lempng epifisis bayi
belum berfungsi dengan baik
4. Gangguan pertumbuhan. Osteomilitis hematogen akut pada bayi dapat
menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan, tulang yang bersangkutan menjadi lebih pendek

BAB II
PEMBAHASAN
A. FASE PRE OPERASI

1. Pengkajian
Meliputi:
a. Identitas klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku
bangsa, pendidikan,bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan masa lalu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka,atau infeksi
lainnya (bakteri pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi gigi dan
infeksi saluran kemih) pada masa lalu. Tanyakan mengenai riwayat
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

pembedahan tulang.
Riwayat kesehatan sekarang
Apakah klien terdapat pembengkakan,adanya nyeri dan demam.
Riwayat kesehatan keluarga
Adakah dalam keluarga yang menderita penyakit keturunan.
Psikososial
Adakah ditemukan depresi, marah ataupun stress.
Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi
: anoreksia, mual, muntah.
Pola eliminasi : adakah retensi urin dan konstipasi
Pola aktivitas : pola kebiasaan

c. Pemeriksaan Fisik Keperawatan


1) Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan, eritema,
demam dan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri.
2) Kaji adanya faktor resiko (misalnya lansia, diabetes, terapi
kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah
ortopedi sebelumnya.
3) Identifikasi adanya kelemahan umum akibat reaksi sistemik
infeksi. (pada osteomielitis akut)
4) Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan
adanya cairan purulen.
5) Identisikasi peningkatan suhu tubuh
6) Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa
lembek bila di palpasi.
d. Manajemen Keperawatan
1) B1 (Breathing)

a) Inspeksi

: didapat bahwa klien osteomielitis tidak

mengalami kelainan pernapasan


b) Palpasi toraks
: ditemukan taktil fremitus seimbang kanan
dan kiri
c) Auskultasi
: tidak didapat suara napas tambahan
2) B2 (Blood)
a) Inspeksi : tidak tampak iktus jantung
b) Palpasi
: menunjukan nadi meningkat, iktus tidak
teraba
c) Auskultasi : didapatkan S1 dan S2 tunggal, tidak ada mundur
3) B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya kompos mentis.
a) Kepala
: Tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak
ada
b) penonjolan).
c) Leher
: Tidak

ada

gangguan

(simetris,

tidak

ada

penonjolan, reflex
d) menelan ada).
e) Wajah
: Terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi
atau bentuk.
f) Mata
: Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak
anemis (pada klien patah tulang tertutup karena tidak terjadi
perdarahan).
g) Klien osteomielitis yang disertai adanya malnutrisi lama
biasanya mengalami konjungtiva anemis.
h) Telinga
: Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan normal.
i) Hidung
: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping
hidung.
j) Mulut dan faring : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut pucat.
k) Status mental
: Observasi penampilan dan tingkah laku
klien.
l) Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
m) Pemeriksaan saraf cranial :
Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal.
Saraf III,IV,dan VI. Biasanya tidak ada gangguan

mengangkat kelopak mata, pupil isokor.


Saraf V. Klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada
otot wajah dan reflex kornea tidak ada kelainan.

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan

wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak da deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

4) B4 (Bladder) :
Pengkajian keadaan urine meliputi warna, jumlah, karakteristik dan
berat jenis. Biasanya klien osteomielitis tidak mengalami kelainan
pada system ini.
5) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen
Palpasi
Perkusi

: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.


: Turgor baik, hepar tidak teraba.
: Suara timpani, ada pantulan gelombang

cairan.
Auskultasi
: Peristaltik usus normal (20 kali/menit).
a) Inguinal-genitalia-anus :
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada
kesulitan defekasi.
b) Pola nutrisi dan metabolisme :
Klien osteomielitis harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besi, protein,
vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
infeksi tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat,
terauma kalsium atau protein. Masalah nyeri pada osteomielitis
menebabkan klien kadang mual atau muntah sehingga
pemenuhan nutrisi berkurang.
c) Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pola eliminasi, tetapi tetap perlu dikaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feces. Pada pola

berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlah


urine.
6) B6 (Bone)
Adanya oteomielitis kronis dengan proses supurasi di tulang dan
osteomielitis yang menginfeksi sendi akan mengganggu fungsi
motorik klien. Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena
adanya luka disertai dengan pengeluaran pus atau cairan bening
berbau khas.
2. Diagnosa yang mungkin muncul pada Pre Operatif
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan
pembengkakan
b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan
metabolik
3. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan
pembengkakan
Tujuan : nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
Kriteria hasil : secara subyektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau
dapat diatasi, mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.
Intervensi
Mandiri :
a. Kaji nyeri dengan skala 0-4

Rasional
Mandiri :
a. Nyeri merupakan respon subyaktif
yang

dapat

menggunakan

dikaji
skala

nyeri.

dengan
Klien

melaporkan nyeri biasanya di atas


b. Atur posisi imobilisasi pada
daerah nyeri sendi atau nyeri
di tulang yang mengalami
infeksi.
c. Bantu

klien

dalam

mengidentifikasi

factor

pencetus.

tingkat cidera.
b. Imobilisasi yang

adekuat

dapat

mengurangi nyeri pada daerah nyeri


sendi atau nyeri di tulang yang
mengalami infeksi.
c. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan ,
pergerakan sendi

d. Jelaskan dan bantu klien d. Pendekatan


terkait

dengan

peredaran

tindakan
nyeri

nonfarmakologi

dan

noninvasi.
e. Ajarkan relaksasi:

teknik

mengurangi ketegangan otot


rangka

yang

dapat

mengurangi intensitas nyeri

dengan

menggunakan

dan

tindakan

relaksasi
nonfarmakologi

lain

menunjukkan

keefektifan dalam mengurangi nyeri.


e. Teknik ini melancarkan peredaran
darah sehingga kebutuhan O2 pada
jaringan

terpenuhi

dan

nyeri

berkurang.

dan meningkatkan relaksasi


masase.
f. Ajarkan

metode

selama nyeri akut.


g. Beri kesempatan

distraksi f. Mengalihkan perhatian klien terhadap


nyeri ke hal-hal yang menyenangkan.
waktu g. Istirahat merelaksasi semua jaringan

istirahat bila terasa nyeri dan

sehingga meningkatkan kenyamanan.

beri posisi yang nyaman


(misal:

ketika

tidur,

punggung klien diberi bantal


kecil).
h. Tingkatkan

pengetahuan

tentang penyebab nyeri dan


hubungan dengan beberapa
lama nyeri akan berlangsung.
Kolaborasi
a. Pemberian analgesik

h. Pengetahuan
mengurangi

tersebut
nyeri

membantu
dan

dapat

membantu meningkatkan kepatuhan


klien terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi :
a. Analgesik memblok lintasan nyeri

sehingga akan berkurang.


b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan
metabolik.
Tujuan : Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yaitu merupakan
keseimbangan di antara produksi panas, peningkatan panas, dan
kehilangan panas.

Kriteria Hasil : suhu kulit dalam rentang yang diharapkan, suhu tubuh
dalam batas normal, nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapakan,
perubahan warna kulit tidak ada, keletihan tidak tampak.
Intervensi
Mandiri :
a. Pantau

Rasional
Mandiri :
terhadap

hipertermia

tanda a. kewaspadaan
maligna

malignan

terhadap

dapat
respon

hipertermia

mencegah

atau

(misalnya demam, takipnea,

menurunkan

hipermetabolik

aritmia, perubahan tekanan

terhadap obat-obatan farmakologis yang

darah, bercak pada kulit,

digunakan selama pembedahan.

kekakuan, dan berkeringat


banyak).
b. Pantau suhu minimal setiap b. Regulasi suhu dapat mencapai atau
mempertahankan suhu tubuh yang
dua jam, sesuai dengan
kebutuhan.

Pantau

warna

diinginkan selama intraoperasi.

kulit dan suhu secara kontinu.


c. Pantau tanda vital

c. Pemantauan
pengumpulan

tanda
dan

vital

seperti

analisis

data

kardiovaskuler, respirasi, suhu tubuh


untuk

menentukan

serta

mencegah

komplikasi.
Kolaborasi :

Kolaborasi :

antipiretik a. Obat antipiretik digunakan


menurunkan suhu tubuh.
sesuai dengan kebutuhan.

a. Berikan

obat

untuk

b. Gunakan matras dingin dan b. Matras dingin dan mandi air hangat
digunakan untuk mengatasi gangguan
mandi air hangat
suhu tubuh, sesuai dengan kebutuhan.
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Mengalami Peredaan Nyeri
-

Melaporkan berkurangnya nyeri


Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi

Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak


(Smeltzer, Suzanne C, 2002).

B. INTRA OPERASI

PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu penyakit infeksi yang mengenai tulang adalah osteomielitis.
Osteomielitis umumnya disebabkan oleh bakteri. Namun jamur dan virus yang

bisa menjadi penyebabnya. Osteomielitis dapat mengenai tulang-tulang


panjang, vertebra, tulang tengkorak dan mandibula.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8
Volume 3, EGC : Jakarta.

Donges Marilynn, E. 20000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit


buku kedokteran EGC: Jakarta
Price Sylvia, A 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid
2 . Edisi 4. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta
Smeltzer Suzanne, C 2002. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart.
Edisi 8. Vol 3. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7.
Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai