Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN PERIOPERATIF SECTIO CAESAREA

DI RUANG IBS RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun Oleh :

Putri Anugrah Wardani

P1337420116062

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2019
A. Konsep Dasar Sectio Caesaria
1. Pengertian Sectio Caesaria
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)


Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan

pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia

untuk melahirkan janin dari dalam rahim.


2. Indikasi
a. Indikasi Ibu :
1) Panggul sempit
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis serviks uteri atau vagina
4) Plassenta praevia
5) Disproporsi janin panggul
6) Rupture uteri membakat
7) Partus tak maju
8) Incordinate uterine action
9) Riwayat SC sebelumnya
b. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak :
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2) Gawat Janin
3) Indikasi Kontra(relative)
a) Infeksi intrauterine
b) Janin Mati
c) Syok/anemia berat yang belum diatasi
d) Kelainan kongenital berat
3. Tujuan Sectio Caesarea

Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat

lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah

rahim.

4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
a) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada

corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus

uteri kira-kira 10cm.


Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin lebih memanjang
2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan :

1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada

reperitonial yang baik.


2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi

dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka

bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan

pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.


4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu

yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang

-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah

memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini

maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.


b) Sectio caesarea profunda (Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen

bawah uterus. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada

segmen bawah rahim kira-kira 10cm


Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi

uterus ke rongga perineum


4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan

lebih kecil

Kekurangan :

1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat

menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan

yang banyak.
2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan

demikian tidak membuka kavum abdominalis.


b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
5. Komplikasi
Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari

dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-

lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala -

gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi

terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan

vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika,

tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih

berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.


a. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria

uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri


b. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru – paru
c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada

dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.

Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
6. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa

sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri

mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan

pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan

menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah

intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan

menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara

mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan

perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,

dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding

abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh

darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran

histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah

proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post

op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan elektrolit hemoglobin dan hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji

perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada

pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi (> 15000 / ul bila terjadi

infeksi)
c. Tes lakmus merah berubah menjadi biru bila terjadi infeksi
d. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
e. Urinalisis / kultur urine
f. Amniosentetis
g. USG ( menentukan usia kehamilan , indeks cairan amnion berkurang)
( Arief Monsjoer, dkk, 2001 : 313 )
8. Penatalaksanaan Medis Post SC
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan

perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi

hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang

biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan

jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi

darah sesuai kebutuhan.


b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca

operasi, berupa air putih dan air teh.


c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini

mungkin setelah sadar


3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan

diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.


4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk

(semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar

duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada

hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.


d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada

penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter

biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan

keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda

setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan

caboransia seperti neurobian I vit. C


f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah

harus dibuka dan diganti


g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,

nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak

menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara

tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.


B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
2. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan

kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL

b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan

atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas

emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.


c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
C. Masalah / Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
b. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan pembedahan .
2. Intra operasi

a. Risiko perdarahan berhubungan dengan cedera vaskuler akibat insisi bedah.

3. Post operasi

a. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi


b. Nyeri pada area operasi berhubungan dengan adanya eksisi luka operasi
c. Resiko cedera (jatuh) berhubungan dengan anastesi, proses pemindahan

pasien
D. Intervensi
1. Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)


- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi


Observasi reaksi non-verbal mengenai ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan

control nyeri masa lampau


Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan


Kurangi factor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan

inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan control nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilihan algesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika

pemberian lebih dari satu


Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
b. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan pembedahan
Tujuan: kecemasan berkurang
Kriteria hasil: ekspresi wajah klien tenang, mengungkapkan kesadarannya
akan perasaan cemasnya.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya.
Perhatikan perubahan perilaku klien, kegelisahan, tak ada kontak

mata,tampak kurang tidur.


Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya, berikan feedback.
Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
Berikan informasi yang akurat.
Ciptakan ketenangan dan lingkungan yang nyaman.
Kolaborasi untuk pemberian sedativa, seperti barbiturat, anti anxietas

seperti, diazepam.
2. Intra operasi

a. Risiko perdarahan berhubungan dengan cedera vaskuler akibat insisi bedah.


Tujuan : klien tidak mengalami perdarahan,
Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal TD 120/80 mmHg
Tidak terjadi perdarahan yang berlebih pada saat operasi berlangsung

perdarahan > 500 cc


Intervensi :

Monitor tanda-tanda perdarahan

Monitor TTV

Beri cairan sesuai kebutuhan

Monitor input dan output

Kolaborasi pemberian obat anti perdarahan

Dep perdarahan dengan kassa

Hentikan perdarahan dengan cutter


3. Post operasi
a. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
Tujuan: tidak terjadi infeksi, luka sembuh tanpa komplikasi.
Intervensi:
Kaji area luka operasi, observasi luka, karakteristik drainage, adanya

inflamasi.
Monitor tanda - tanda vital, temperatur, respirasi, nadi.
Rawat area luka dengan prinsip aseptik. Jaga balutan kering
Kolaborasi untuk pemeriksaan cultur dari sekret/drainage, kedua dari

tengahdan pinggir luka.Rasional: dengan mengetahui adanya organisme

akan menentukan pemberian antibiotik.


Berikan antibiotik sesuai pesan medik.
Bila perlu lakukan irigasi luka.
b. Nyeri pada area operasi berhubungan dengan adanya eksisi luka operasi
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)


- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi


Observasi reaksi non-verbal mengenai ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan

control nyeri masa lampau


Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan


Kurangi factor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan

inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan control nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilihan algesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika

pemberian lebih dari satu


Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
c. Resiko cedera (jatuh) berhubungan dengan anastesi, proses pemindahan

pasien
Tujuan : resiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasil klien terbebas dari

cedera jatuh, klien tidak takun bergerak.


Intervensi :

Sediakan lingkungan yang aman untuk klien

Pasang side rail tempat tidur

Pasang simbol risiko jatuh (warna kuning) pada bed klien

Pastikan bed klien telah terkunci

Bantu mobilisasi klien untuk pindah tempat

Posisikan klien sesuai dengan jenis anastesi yang diberikan


Monitor TTV

Daftar Pustaka

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan

masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New

Jersey: Upper Saddle River


Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.

New Jersey: Upper Saddle River

Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Nurjannah Intansari. 2014. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :

mocaMedia

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima

Medika

Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohard

Anda mungkin juga menyukai