RHEUMATOID ARTHRITIS
DISUSUN OLEH:
EFRAD WILLIUN PATAR TAMPUBOLLON
2. Etiologi
Penyebab Artritis Rheumatoid belum diketahui dengan pasti. Namun
kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor
genetik dan lingkungan, sebagai berikut:
a. Genetik, berupa hubungan dengan HLH-DRBI dan faktor ini memiliki
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%
b. Hormon sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Plasental
kortikotraonim Releasing Hormone yang mensekresi
dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat penting dalam
sintesis esterogen plasenta. Dan stimulasi esterogen dan proggesteron
pada respon imun humoral ( TH2) dan menghambat respon imun
selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen
dan progresteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan
penyakit ini.
c. Faktor infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa seinduk semang (host)
dan merubah reakrifitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya
penyakit RA.
d. Heat Shock Protein (HSP) Merupakan protein yang diproduksi sebagai
respon terhadap stress. Protein ini mengandung untaian (sequence)
asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul
dimana antibodi dan sel T mengenali epitok HSP Pada agen infeksi dan
sel Host. Sehingga bisa mencetuskan terjadinya reaksi silang Limposit
dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis.
(Lutfiyah, 2019).
3. Pathway
4. Manifestasi Klinik
Adapun manifestasi klinis dari rheumatoid arthritis, yaitu:
a. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada
persendian dan disekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang
kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
b. Artritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau
persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran
tulang (hiperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara
bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 belas
persendian yang memenuhi kriteria, yaitu interfalang proksimal,
metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan
metatarsofalang kiri dan kanan.
c. Artritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi
pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera diatas.
d. Artritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak
mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical
polyarthritis simultaneously).
e. Nodul reumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ektensor atau daerah jukstaartrikular dalam observasi
seorang dokter.
f. Faktor reumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor
reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil
positif kurang dari 5 % kelompok kontrol.
(Sihombing, 2019).
5. Pemeriksan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakuka yaitu:
a. Tes seroligi
BSE positif, Darah, bisa terjadi anemia dan leukositis, Rheumatoid
faktor terjadi 50-90% penderita
b. Pemeriksaan radiologi
Periarticular osteoporosis, permulaan sendi-sendi erosis, Kelanjutan
penyakit: ruang sendi menyempit, subluksasi dan ankilosis
c. Aspirasi sendi
Cairan synovial menunjukan adanya proses radang aseptic, cairan
dari sendi di kultur dan bisa diperiksa secara makrosop
(Marnis, 2018)
6. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
imflamasi non steroid (OAINS) atau obat pengubah jalan penyakit
DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) yang menjadi faktor
penyebab mortalitas utama pada artritis rheumatoid. Komplikasi saraf
yang terjadi tidak memberikan gambaran yang jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebrata servikal
dan neuropati siskemik vaskulitis (Lutfiyah, 2019).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada rematik yaitu:
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pendidikan kesehatan tentang rheumatoid arthritis
2) Istirahat, merupakan hal penting karena rematik biasanya disertai
rasa lelah yang hebat . Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja
timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih
baik atau lebih berat.
3) Latihan Fisik dan Fisioterapi, Latihan spesifik dapat bermanfaat
dalam memperthankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan
aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali
sehat. Obat untuk menghilangkan nyeri diperlukan sebelum
memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan
bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri.
b. Penatalaksanaan Medis
1) Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umunya diberikan pada
penderita AR sejak dini penyakit yang dimaksudkan untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering kali dijumpai,
walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain
dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgetik
yang sangat baik .
2) Pengunaan DMARD
Terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Beberapa jenis DMARD yang lazim
digunakan untuk pengobatan AR adalah :
a) Klorokuin : Dosis anjurkan klorokuin fosfat 250mg/hari
hidrosiklorokuin 400mg/hari. Efek samping bergantung pada
dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis, makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b) Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfazalazine dalam
bentuk euteric coated tabelet digunakan mulai dari dosis 1x500
mg/hari, untuk kemudian ditingkatkan 500mg setiap minggu
sampai mencapai dosis 4x500mg. Setelah remisi tercapai
dengan dosis 2g/hari, dosis diturunkan kembali sehingga
mencapai 1g/hari untuk digunakan dalam jangka panjang sampai
remisi sempurna terjadi.
c) Dpeicillamine : Dalam pengobatan AR. DP (Cuprimin 250mg
Trolovol 300mg) digunakan dalam dosis 1x250mg sampai
300mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4
minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis
total 4x250 sampai 300mg/hari.
3) Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil
serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan
pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya
bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip
replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
(Lutfiyah, 2019).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien rheumatoid arthritis yaitu:
a. Nyeri akut b.d perubahan patologis oleh arthritis rheumatoid
b. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok,
deformitas.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kekakuan sendi
d. Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit, penurunan
produktifitas (status kesehatan dan fungsi peran)
(SDKI, 2016)
3. Intervensi Keperawatan
No. Dx. Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi lokasi,
perubahan keperawatan diharapkan karakteristik nyeri, durasi,
patologis oleh tingkat nyeri menurun. frekuensi, intensitas nyeri
arthritis Kriteria hasil : Tingkat nyeri - Identifikasi skala nyeri
rheumatoid - Pasien mengatakan nyeri - Identifikasi faktor yang
berkurang dari skala 7
memperberat dan
menjadi menunjukan
ekspresi wajah tenang
memperingan nyeri
- Pasien dapat - Berikan terapi non
beristirahat dengan farmakologis untuk
nyaman mengurangi rasa nyeri
- Pasien dapat - Ajarkan teknik non
beristirahat dengan farmakologis untuk
nyaman mengurangi nyeri
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan citra Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi harapan citra
tubuh b.d keperawatan diharapkan tubuh berdasarkan tahap
perubahan citra tubuh meningkat. perkembangan
penampilan Kriteria hasil : - Identifikasi perubahan citra
tubuh, sendi, - Klien tidak merasa tubuh yang mengakibatkan
bengkok, malu isolasi sosial
deformitas. - TTV dalam batas - Monitor frekuensi pernyataan
normal kritik tehadap diri sendiri
- Klien rileks - Diskusikan perubahn tubuh
dan fungsinya
- Diskusikan kondisi stres yang
mempengaruhi citra tubuh
(mis.luka, penyakit,
pembedahan)
- Diskusikan cara
mengembangkan harapan citra
tubuh secara realistis
- Jelaskan kepad keluarga
tentang perawatan perubahan
citra tubuh
- Anjurka mengungkapkan
gambaran diri terhadap citra
tubuh
DAFTAR PUSTAKA
Lutfiyah, L. D., (2019). “Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Keluarga Bapak S
Dengan Masalah Artritis Rheumatoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Gulai
Bancah Kota Bukittinggi”. KTI: STIKes Padang.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia