Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia (lanjut usia) sering kali dipandang sebagai suatu masa degenerasi
biologis yang disertai dengan berbagai keadaan yang menyertai proses menua.
Proses menua merupakan suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Bandiyah, 2009).

Pada lansia banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi seperti


perubahan fisik, perubahan mental, perubahan psikologis, dan penyakit yang
sering dijumpai pada lansia. Kronologinya dimana kondisi pada lansia yang
disertai dengan perubahan fisik, perubahan mental, perubahan psikologis, dan
penyakit maka akan menimbulkan tingkat depresi pada lansia, hal ini disebabkan
oleh kurangnya dukungan sosial keluarga yang meliputi dukungan informasional,
dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional yang
diberikan pada lansia dalam melakukan aktifitas seharihari. Semakin baik
dukungan social keluarga yang diberikan kepada lansia maka lansia merasa lebih
diperhatikan oleh keluarga, sehingga depresi yang biasanya muncul pada lansia
dapat diminimalisir melalui dukungan social keluarga yang baik. (R.N. Latue,
Widodo, & Widiani, 2017)

Data dari badan pusat statistic yang dikutib Hnur (2008) menyatakan,
diperkirakan terjadi peningkatan usia harapan hidup di Indonesia dari usia 64,5
tahun pada 2000 menjadi 67,4 tahun pada 2010 dan 71,1 tahun pada 2020.
Sedangkan dilihat dari prosentase terjadi peningkatan angka harapan hidup
sebesar 9,77%, pada tahun 2010 dan pada tahun 2020 sebesar 11,34%. Indonesia
diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar seluruh dunia,

1
antara tahun 1990 – 2025, yaitu sebesar 414% menurut data USA Bureau of the
Census. Seperti dengan penuaan penduduk,terjadi peningkatan orang tua yang
terkena demensia di dunia. Di masa depan, jumlah penderita demensia di dunia
diperkirakan akan 65,7 juta orang pada 2030 dan 115.400.000 pada tahun 2050,
dan lebihdari 90% dari semua kasus mulai antara orang-orang dengan usia lebih
dari 65 (WHO, 2012). Sejumlah masalah kesehatan menjadi lebih umum seiring
bertambahnya usia. Ini termasuk masalah kesehatan mental serta masalah
kesehatan fisik, terutama demensia. Diperkirakan 27 juta orang terkena demensia
di seluruh dunia, dengan biaya perawatan di banyak negara maju sudah
melampaui biayaperawatan orang dengan penyakit jantung dan kanker atau
gabungan. Tingkat diagnosis demensia baru akan meningkat karena profil usia
dan pergeseran penduduk (Valenzuela, 2009)

Seiring bertambahnya usia penuaan tidak dapat dihindarkan dan terjadi


perubahan fisik, selain itu para lansia mulai kehilangan pekerjaan, kehilangan
tujuan hidup kehilangan teman, risiko terkena penyakit, terisolasi dari lingkungan,
dan kesepian. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan mental. Oleh
karena itu, selain perubahan keadaan fiik dan keadaa mental yang makin rentan.
(Irawan, 2013)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan lansia ?

2. Apa yang dimaksud dengan gangguan afektif dan sosial ?

3. Apa saja gangguan afektif dan sosial yang terjadi pada lansia ?

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi gangguan afektif dan sosial pada lansia ?

5. Bagaimana cara penilaian afektif terhadap lansia ?

6. Bagaimana penatalaksanaan gangguan pada masing-masing gangguan baik


yang termasuk gangguan afektif maupun sosial ?

2
7. Bagaimana dengan konsep askep lansia dengan gangguan afektif dan sosial ?

1.3 Tujuan

Tujuan Umum : Diharapkan setelah adanya makalah ini dapat mengenali dan
memahami “Askep Lansia dengan Gangguan Afektif dan Sosial”

Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui apa sayng dimaksud dengan lansia


2. Untuk mengatahui pengertian dari gangguan afektif dan sossial.
3. Untuk mengetahui macam macam gangguan afektif dan social yang terjadi
pada lansia
4. Untuk mengetahui factor yang memengaruhi gangguan afektif dan social
pada lansia
5. Untuk mengetahui cara penilaian afektif lansia
6. Untuk mengetahui penatalaksaan pada masing masing gangguan baik
afektif maupun social
7. Untuk mengetahui konsep askep lansia pada ganguan afektif dan social.

BAB II

PEMBAHASAN

3
2.1 Pengertian Penuaan dan Lansia

Penuaan (Aging process) merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari dan akan dialami oleh setiap orang.Proses penuaan sudah mulai
berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya
kehilangan jaringan otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati
sedikit demi sedikit (Mubarak,2009).

Lansia adalah seseorang yang telahmencapai usia 60 tahun ke atas. Proses


penuaan yang dialami oleh lansia akan menyebabkan penurunan fungsi
normal tubuh. Hal ini membuat seorang lansia lebih berisiko terhadap masalah
kesehatan, baik secara biologis maupun psikologis . Keadaan ini dapat
menyebabkan kemampuan interaksi sosial pada lansia mengalami penurunan.
Penurunan kemampuan interaksi sosial pada lansia akan berdampak buruk
karena partisipasi sosial dan hubungan interpersonal merupakan bagian yang
cukup penting untuk kesehatan fisik, mental, dan emosional bagi lansia

2.2 Pengertian Gangguan Afektif dan Sosial

Merupakan gangguan pada afeksi (emosi) atau mood (suasana hati) seseorang.
Dan penderita dapat mengalami depresi atau manik (kegirangan yang tidak
wajar) atau dapat bergantian antara manik dan depresif (Atkinson dkk, 1992).

Gangguan kecemasan sosial adalah gangguan kesehatan mental kronis yang


ditandai dengan kecemasan dan pemahaman diri sendiri yang berlebihan
terhadap situasi sosial sehari-hari. Penderita gangguan ini memiliki rasa takut
yang sangat kuat secara terus-menerus jika diperhatikan, dinilai atau dihakimi,
serta dipermalukan orang lain karena tindakannya Banyak orang sering
merasa cemas terhadap situasi sosial tertentu, tapi penderita gangguan ini akan
merasa sangat takut menghadapinya sejak sebelum, selama, dan setelah
berinteraksi dengan orang lain sehari-hari.

2.3 Macam Gangguan Afektif dan Sosial

4
1. Gangguan Depresif
Gangguan ini seringkali menyerang orang-orang yang masuk dalam
kategori usia lansia. Gejala-gejala yang sering terlihat pada gangguan ini
adalah penurunan pada kondisi fisik dan kosentrasi serta ada gangguan tidur
yaitu terlalu cepat bangun pagi dan seringkali terbangun, nafsu makan yang
menurun, penurunan berat badan yang dratis, serta masalah-masalah pada
tubuh lainnya
2. Gangguan Demensia
Faktor resiko yang mempengaruhi gangguan demensia ini memang
dikarenakan usia, riwayat penyakit keluarga, serta jenis kelamin (kebanyakan
wanita). Perubahan yang sangat khas terjadi adalah pada memori, bahasa,
kognisi, hingga kemampuan visuospasial. Namun pada gangguan demensia
juga seringkali ditemukan gangguan perilaku seperti wandering, restlessness,
kekerasan, impulsif, dan gangguan tidur.
3. Gangguan Kecemasan
Yang termasuk gangguan kecemasan ini dapat berupa gangguan panik,
ketakutan, fobia, gangguan kecemasan menyeluruh, obsesif kompulsif, serta
gangguan stress pasca trauma. Gejala-gejala yang dapat terlihat pada kaum
lansia memang tidak akan separah pada kaum remaja maupun dewasa yang
lebih muda namun memiliki efek yang sama.
Gangguan kecemasan memang dapat muncul ketika masa remaja dan
pertengahan namun juga pada beberapa kasus akan muncul ketika usia 60
tahun. Untuk pengobatan memang harus disesuaikan dengan kondisi
penderitanya. Biasanya psikoterapi dan farmakoterapi menjadi salah satu cara
yang efektif sebagai cara mengatasi Anxiety Disorder .
4. Gangguan Neurosis
Gangguan ini dialami 10-20% kaum lanjut usia. Gangguan ini
memang agak sukar untuk dikenali pada kaum lansia karena sering disangka
sebagai gejala faktor usia yang sudah tua. Pada sebagian kasus, gangguan ini
memang sudah ada pada masa mudanya. Namun beberapa kasus lainnya

5
gangguan ini baru dirasakan saat memasuki masa lanjut usia. Gangguan
neourosis yang terjadi pada kaum lansia memiliki kaitan yang erat dengan
masalah psikososial.
5. Gangguan Mania dan Bipolar
Angka penderita gangguan mania dan bipolar memang sering
bertambah seiring dengan pertambahan usia. Kebanyakan kasus bipolar
memang dimulai sebelum menginjak usia 50 tahun, bahkan sebenarnya
kemuculan diatas usia 65 tahun dianggap sebagai sebuah hal yang tidak wajar.
Bila gangguan ini terjadi setelah usia 65 tahun, maka kemungkinan
penyebabnya adalah adanya patofisiologik etiologik yang cukup mencolok.
kemungkinan hal ini diakibatkan adanya efek samping konsumsi obat-obatan
ataupun gangguan demensia konkomitan.
6. Gangguan Skizofrenia
Gangguan skizofrenia adalah gangguan jiwa dalam skala yang cukup
berat dan gawat yang dapat dialami semenjak usia masih muda dan kemudian
berlanjut menjadi kronis dan gawat saat menginjak usia lansia. Hal ini
dikarenakan adanya pengaruh dari segi fisik, psikologis, hingga sosial budaya.
Skizofrenia pada kaum lansia dapat terjadi hingga 1% dari kelompok usia
lansia. Ciri-ciri skizofrenia yang terjadi pada kaum lansia dapat ditandai
dengan adanya gangguan pada alam pikiran yang mana membuat pasien
terasa terganggu pikirannya.
Karena hal inilah yang menyebabkan penderitanya mengalami emosi
yang labil, sehingga merasa cemas, mudah marah, bingung, mudah salah
paham , dan lainnya. Biasanya gangguan ini juga disertai dengan gangguan
perilaku, yang mana ditandai dengan macam-macam halusinasi, gangguan
kemampuan ketika menilai realita, sehingga menyebabkan penderitanya tidak
mengetahui tentang waktu, orang, maupun tempat.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Afektif dan Sosial
Factor yang memengaruhi gangguan tidur pada lansia adalah sebagai berikut :

6
a. Tidur Bangun
Waktu tidur yang tidak teratur menunjukkan adanya gangguan ritmik
sirkadian tidur. Pemanjangan latensi tidurmenunjukkan adanya ketegangan
atau kecemasan sehinggaterjadi insomnia. Peningkatan frekuensi dan
durasi terbangun di malam hari dikaitkan dengan nokturia, kejang otot
kaki,pernafasan pendek, dan kecemasan. Terbangun dini hari atau
memanjangnya durasi tidur dapat menunjukkan depresi.
Peningkatan frekuensi dan durasi mengantuk di siang hari menunjukkan
tidak adekuatnya tidur di malam hari. Pasien mesti didorong untuk
mengatur dan mengurangi waktunya di tempat tidur. Selain itu, pasien
mesti didorong untuk lebih aktif di siang hari (fisik dan sosial).

b. Lingkungan
Suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu tidur. Lansia
sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya. Penggunaan tutup telinga
dan tutup mata dapat mengurangipengaruh buruk lingkungan. Temperatur
dan alas tidur yang tidak nyaman juga dapat mengganggu tidur.
Kebiasaankebiasaan yang tidak baik di tempat tidur juga harus dihindari
misalnya makan, menonton TV, dan memecahkan masalahmasalah serius.
Faktor-faktor ini mesti dievaluasi ketika berhadapan dengan lansia yang
mengalami gangguan tidur. Lansia mesti dianjurkan untuk menciptakan
suasana yang nyaman untuk tidur.
c. Diet dan Penggunaan obat
Minum kopi, teh, dan soda, serta merokok sebelum tidur dapat
mengganggu tidur. Alkohol dapat mempercepat onsettidur tetapi beberapa
jam kemudian pasien kembali tidak bias tidur. Obat-obat tidur atau obat-
obat yang diresepkan untuk gangguan kondisi medik dapat kadang-kadang
dapat mengganggu tidur. Pengaruhnya dapat terjadi secara
berangsurangsur setelah beberapa lama menggunakan obat tersebut.
Pasien dianjurkan untuk mengurangi atau mengubah jam-jam penggunaan
obat atau diet yang dapat mempengaruhi tidur.

7
d. Hal-hal Umum
Edukasi tentang tidur malam perlu diberikan kepada lansia. Pasien
dianjurkan untuk membuat kontak sosial dan aktivitas fisik secara teratur
di siang hari. Pasien harus pula dibantu untuk menghilangkan
kecemasannya. Membaca sampai mengantuk merupakan salah satu cara
untuk menghilangkan kecemasan yang mengganggu tidur .Sedangkan
factor yang memengaruhi gangguan soasial pada lansia antara lain adalah
sebagai berikut :
Berkurangnya interaksi social dapat menyebabkan perasaan terisolir,
sehingga lansia menyendiri atau mengalami isolasi sosial. Kaplan &
Saddock (1997) menyatakan seseorang yang menginjak usia lanjut akan
rentan terhadap depresi apabila pada lansia tersebut perasaan isolasinya
meningkat
Factor- fakto yang mempengaruhinya, dapat berasal dari faktor medis
seperti selera makan rendah, gangguan gigi geligi, disfagia, gangguan
fungsi indra penghidu dan pengecap, gangguan pernafasan, pencernaan,
neurologis, infeksi, cacad f sik atau penyakit lain Faktor lain yang juga
berkontribusi adalah kurangnya pengetahuan menganai asupan
makanan yang baik, depresi karena terpisah dari keluarga, kecemasan dan
demensia.

2.5 Penilaian Terhadap Afektif Lansia

Pengkajian status kognitif/afektif merupakaan pemeriksaan status mental


sehingga dapat memberikan gambaran perilaku dan kemampuan mental dan
fungsi intelektual. Pengkajian status mental ditekankan pada pengkajian tingkat
kesadaran, perhatian, keterampilan berbahasa, ingatan interpretasi bahasa,
ketrampilan menghitung dan menulis, serta kemampuan kontruksional.
Pengkajian status mental bisa digunakan untuk klien yang beresiko delirium.
Pengkajian ini meliputi Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ),
Mini-Mental State Exam (MMSE), Inventaris Depresi Beck (IDB), Skala Depresi

8
Geriatrik Yesavage. Berikut akan diuraikan secara singkat aspek pengkajian
tersebut.

a. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)


Pengkajian ini digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan
intelektual, instrumen SPMSQ terdiri dari 10 pertanyaan tentang orientasi,
riwayat pribadi, memori dalam hubungannya dengan kemampuan
perawatan diri, memori jauh dan kemampuan matematis. Penilaian dalam
pengkajian SPMSQ adalah nilai 1 jika rusak/salah dan nilai 0 tidak
rusak/benar.

Short Portable Mental Status Questionnaire


(SPMSQ)

Benar Salah Nomor Pertanyaan


1. Tanggal berapa hari ini ?
2. Hari apa sekarang ?
3. Apa nama tempat ini ?
4. Dimana alamat tempat anda ?
5. Berapa anak anda ?
6. Kapan anda lahir ?
7. Siapakah presiden indonesia saat ini ?
8. Siapakah presiden indonesia sebelumnya ?
9. Siapakah nama ibu anda ?
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru semua secara menurun.
Jumlah

Interpretasi

Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh

Salah 4-5 : fungsi intelektual kerusakan ringan

Salah 6-8 : fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9-10 : fungsi intelektual kerusakan berat

b. Mini-Mental State Exam (MMSE)

9
Mini-Mental State Exam (MMSE) digunakan untuk menguji aspek
kognitif dari fungsi mental: orientasi, registrasi, perhatian, kulkulasi,
mengingat kembali, dan bahasa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
melengkapi dan menilai, tetapi tidak dapat digunakan untuk tujuan
diagnostik, namun berguna untuk mengkaji kemajuan klien.

Mini-Mental State Exam (MMSE)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Klien
1. Orientasi 3 Menyebutkan
 Tahun
 Musim
 Tanggal
 Hari
 Bulan
2. Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada ?
 Negara
 Provinsi
 Kabupaten
Registrasi 3 Sebutkan 3 nama objek (kursi,
meja, kertas), kemudian
ditanyakan kepada klien,
menjawab :
1. Kursi
2. Meja
3. Kertas
3. Perhatian dan 5 Meminta klien berhitung mulai
kalkulasi dari 100, kemudian dikurangi 7
sampai 5 tingkat
1. 100,92, ..., ..., ...
4. Mengingat 3 Meminta klien untuk
menyebutkan objek pada point 3.
5. Bahasa 9 Menanyakan kepada klien
tentang benda (sambil menunjuk
benda tersebut).
1. Jendela

10
2. Jam dinding
3.

Meminta klien untuk mengulang


kata berikut
“tanpa,jika,dan,atau,tetapi”.
Klien menjawab ..., dan, atau,
tetapi.

Meminta klien untuk mengikuti


perintah berikut yang terdiri dari
3 langkah.
Ambil pulpen di tangan anda,
ambil kertas, menulis “saya mau
tidur”.
1. Ambil pulpen
2. Ambil kertas
3. ....

Perintahkan klien untuk hal


berikut (bila aktivitas sesuai
perintah nilai 1 poin):
1. Klien menutup mata

Perintah pada klien untuk


menulis satu kalimat dan
menyalin gambar (2 buah segi 5).
Total 30

Skor:

24-30 : normal

17-33 : probable gangguan kognitif

0.16 : definitif gangguan kognitif

11
c. Inventaris depresi back (IDB)
Inventaris depresi back (IDB) merupakan alat pengukur status afektif yang
digunakan untuk membedakan jenis depresi yang memengaruhi suasana
hati. Instrumen ini berisikan 21 karakteristik: alam perasaan, pesimisme,
rasa kegagalan, kepuasan, rasa bersalah, rasa terhukum, kekecewaan
terhadap seseorang, kekerasan terhadap diri sendiri, keinginan untuk
menghukum diri sendiri, keinginan untuk menangis, mudah tersinggung,
menarik diri, ketidakmampuan membuat keputusan, gambaran tubuh,
gangguan tidur, kelelahan, gangguan selera makan, kehilangan berat
badan. Selain itu, juga berisikan 13 hal tentang gejala dan sikap yang
berhubungan dengan depresi.
Inventaris depresi back (IDB)

Skor Uraian
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih/ tidak bahagia dimana saya tidak dapat menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya.
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa sedih
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan adalah si-sia dan sesuatu tidak dapat
membaik
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang ke depan
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan
C. Rasa kegagalan
3 Saya merasa benar-benar gagal sebagai orang tua
2 Bila melihat kehidupan ke belakang, semua yang dapat saya lihat hanya
kegagalan
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya.
0 Saya tidak merasa gagal.
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas
E. Rasa bersalah
3 Saya merasa seolah-olah sangat buruk atau tak berharga

12
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk/ tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak menyukai diri sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri
G. Membahayakan diri sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasaa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri
sendiri
H. Menarik diri dari sosial
3 Saya telah hilangkan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli
pada mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan memunyai
sedikit perasaan pada mereka.
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali


2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha membuat keputusan
0 Saya membuat keputusan dengan baik

3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan


2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanen dalam
penampilan saya dan ini membuat saya tidak menarik
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua dan tak menark
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari pada sebelumnya

3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali


2 Saya telah mendorong diri saya untuk melakukan sesuatu
1 Saya memerlukan upayakan tambahan untuk mulai melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya

3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu


2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya

13
0 Saya tidak merasa lelah lebih dari biasanya

3 Saya tidak alagi mempunyai nafsu makan sama sekali


2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Naafsu makan saya tidak buruk dari yang sebelumnya

0-4 Depresi tidak ada atau minimal


5-7 Depresi ringan
8-16 Depresi sedang
16> Depresi berat

d. Skala Depresi Geriatrik Yesavage


Skala Depresi Geriatrik Yasavage atau biasa disebut dengan Geriatric
Depression Scale (GDS) merupakan insrumen yang disusun secara khusus
untuk memeriksa depresi. Instrumen ini terdiri atas 30 atau 15 pertanyaan
debngan jawaban YA atau TIDAK. GDS ini diuji telah diuji kesahihan dan
keandalannya. Beberapa nomor jawaban YA dicetsk tibsl, dan beberapa
nomor yang lain jawaban TIDAK dicetak tebal. Jawaban yang dicetak
tebal mempunyai nilai 1 apabila dipilih. Intrumen GDS dengan 30 item
pertanyaan i ni dikatakan juga dengan GDS Long Version, sedangkan yang
menggunakan 15 item pertanyaan biasa disebut GDS Short Version.

Skala Depresi Geristrik Yesavage GDS Long Version

No Pertanyaan Jawaban Skor


1. Apakah pada dasarnya anda puas dengan Ya/Tidak
kehidupan anda ?
2. Apakah anda sudah meninggalkan Ya/Tidak
banyak kegiataan dan minat/kesenangan
anda ?
3. Apakah anda merasa hidup anda hampa ? Ya/Tidak
4. Apakah anda sering merasa bosan ? Ya/Tidak
5. Apakah anda penuh pengharapan akan Ya/Tidak
masa depan ?
6. Apakah anda diganggu oleh Ya/Tidak

14
pikiranpikiran yang tidak dapat anda
kelurkan/ungkapkan ?
7. Apakah anda mempunyai semangat baik Ya/Tidak
sepanjang waktu ?
8. Apakah anda takut sesuatu yang buruk Ya/Tidak
akan terjadi pada anda ?
9. Apakah anda merasa bahagia pada Ya/Tidak
sebagian bersar waktu anda?
10. Apakah anda sering merasa tidak berdaya Ya/Tidak
?
11. Apakah anda sering merasa gelisah dan Ya/Tidak
resah/gugup ?
12. Apakah anda lebih senang tinggal Ya/Tidak
dirumah dari pada pergi keluar dan
mengerjakan sesuatu hal yang baru?
13. Apakah anda sering kali khawatir akan Ya/Tidak
masa depan ?
14. Apakah anda mersa mempunyai banyak Ya/Tidak
masalah dengan daya ingat anda
dibandingkan kebanyakan orang?
15. Apakah anda pikir hidup anda sekarang Ya/Tidak
ini menyenangkan ?
16. Apakah anda mersa murung dan sedih ? Ya/Tidak
17. Apakah anda merasa tidak berharga Ya/Tidak
seperti perasaan anda saat ini ?
18. Apakah anda sangat khuwatir tentang Ya/Tidak
kejadian-kejadian masa lalu ?
19. Apakah anda merasakan bahwa Ya/Tidak
kehidupan ini sangat
menyengkan/menarik?
20. Apakah anda merasa berat untuk Ya/Tidak
memulai proyek atau pekerjan baru ?
21. Apakah anda merasa penuh semangat ? Ya/Tidak
22. Apakah anda merasa bahwa keadaan Ya/Tidak
anda tidak ada harapan ?

15
23. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih Ya/Tidak
baik keadaannya dari pada anda ?
24. Apakah anda sering kali kesal terhadap Ya/Tidak
hal-hal sepele ?
25. Apakah anda sering kali mersa ingin Ya/Tidak
menangis ?
26. Apakah anda mempunyai kesulitan dalam Ya/Tidak
berkonsentrasi ?
27. Apakah anda senang bangun dipagi hari ? Ya/Tidak
28. Apakah anda lebih senang menghindari Ya/Tidak
kegiatan sosial ?
29. Apakah mudah bagi anda untuk Ya/Tidak
mengambil keputusan ?
30. Apahak pikiran anda jernih seperti Ya/Tidak
biasanya ?
Total

Intepretasi :
Skor 0-9 :Not depressed ( tidak depresi/normal )
Skor 10-19 : mild depression (depresi ringan )
Skor 20-30 : severe depression (depresi sedang/bert)

Skala Depresi Geriatrik Yesevage (GDS) Short Version

No Pernyataan Jawaban Skor


1. Apakah anda sebenatrnya puas dengan Ya/Tidak
kehidupan anda ?
2. Apakah anda telah meninggalkan banyak Ya/Tidak
kegiatan dan minat atau kesenangan anda
?
3. Apakah anda merasa kehidupan anda Ya/Tidak
kosong ?
4. Apakah anda sering merasa bosan Ya/Tidak
5. Apakah anda mempunyai semangat yang Ya/Tidak
baik setiap saat ?
6. Apakah anda takut bahwa sesuatu yang Ya/Tidak
buruk akan terjadi pada anda ?

16
7. Apakah anda merasa bahagia untuk Ya/Tidak
sebagian besar hidup anda ?
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya Ya/Tidak
?
9. Apakah anda lebih senang tinggal Ya/Tidak
dirumah daripada keluar dan
mengerjakan sesuatu yang baru ?
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak Ya/Tidak
masalah dengan daya ingat anda
dibandingkan kebanyakan orang ?
11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda Ya/Tidak
sekarang ini menyenangkan ?
12. Apakah anda merasa tidak berharga Ya/Tidak
seperti perasaan anda saat ini ?
13. Apakah anda merasa anda penuh Ya/Tidak
semangat ?
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan Ya/Tidak
anda tidak ada harapan ?
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih Ya/Tidak
baik keadaanya daripada anda ?

Interprestasi :
Skor 0-4 : Not depressed (tidak depresi/normal)
Skor 5-9 : Mild Depression (depresi ringan)
Skor 10-15: Severe Depression (depresi sedang/berat) (Sunaryo dkk ,
2015)

2.6 Penatalaksanaan Gangguan Afektif dan Sosial

Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) adalah suatu upaya


memfasilitasikemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan
sosial, yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok
secara bertahap . TAKS membantu lansia untuk melakukan sosialisasi dengan

17
individu yang ada disekitarnya. Pemberian TAKS pada lansia yang mengalami
kesepian di PSLU diharapkan dapat meningkatkan kemampuan interaksi
sosialnya . (Elok Pambudi, Ikhtiarini Dewi, & Sulistyorini, 2017)

Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi yang bertujuan
meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah
perilaku. TAKS merupakan salah satu upaya dengan cara memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial, yang
bertujuan meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap.

TAKS ini memliki beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pemberian TAKS pada lansia kesepian dapat melatih lansia untuk


melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan
lansia untuk membangun hubungan interpersonal. Setelah mengikuti
TAKS, lansia akan mendapatkan keterampilan untuk berinteraksi sosial
dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan interaksi social lansia
2. Pemberian TAKS memungkinkan klien saling mendukung, belajar
menjalin hubungan interpersonal, merasakan kebersamaan dan dapat
memberikan masukan terhadap pengalaman masing-masing klien,
sehingga akan meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain
yang ada disekitarnya
Farmakologik
a. Benzodiazepin
Digunakan dan tetap merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia
baik primer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan
cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin, precursor protein seperti l-
triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat
digunakan.
b. Triazolam
Tidak menyebabkan gangguan respirasi pada pasien COPD ringan-sedang
yang mengalami insomnia. Neuroleptik dapat digunakan untuk insomnia
sekunder terhadap delirium pada lansia. Dosis rendah-sedang

18
benzodiazepin seperti lorazepam digunakan untuk memperkuat efek
neuroleptik terhadap tidur
c. Antidepresan
Bersifat sedatif seperti trazodone dapat diberikan bersamaan dengan
benzodiazepin pada awal malam. Antidepresan kadang-kadang dapat
memperburuk gangguan gerakan terkait tidur (RLS)
d. Mirtazapine
Merupakan antidepresan baru golongan noradrenergic and specific
serotonin antidepressant (NaSSA).
Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1 berkurang, dan
meningkatkan dalamnya tidur. Latensi REM, total waktu tidur, kontinuitas
tidur, serta efisiensi tidur meningkat pada pemberian mirtazapine. Obat ini
efektif untuk penderita depresi dengan insomnia tidur
e. Khloralhidrat dan barbiturat
Jarang digunakan karena cenderung menekan pernafasan. Antihistamin
dan difenhidramin bermanfaat untuk beberapa pasien tapi penggunaannya
harus hati-hati karena dapat menginduksi delirium
f. Melatonin
Merupakan hormon yang disekresikan oleh glandula pineal. Ia berperan
mengatur siklus tidur. Efek
hipnotiknya terlihat pada pasien gangguan tidur primer. Ia juga
memperbaiki tidur pada penderita depresi mayor13,14. Melatonin juga
dapat memperbaiki tidur, tanpa efek samping, pada lansia dengan
insomnia15. Melatonin dapat ditambahkan ke dalam makanan.
Non-Farmakologi
a. Higene tidur
Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur
merupakan syarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadual tidur-bangun dan
latihan fisik sehari-hari yang teratur perlu dipertahankan. Kamar tidur
dijauhkan dari suasana tidak nyaman. Penderita diminta menghindari
latihan fisik berat sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat
untuk menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan

19
lingkungan ini efektif untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang higene
tidur merupakan intervensi efektif yang tidak memerlukan biaya.
b. Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan
dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu
mengurangi faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan pada
insomnia. Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita
insomnia:
 Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk
 Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur
 Jangan menonton tv, membaca, makan dan telpon di tempat tidur
 Jangan berbaring-baring ditepat tidur karena bisa bertambah
frustasi jika tidak bisa tidur
 Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi
ke ruang lain, kerjakan sesuatu yang tidak membuat terjaga,
masuk kamar tidur setelah kantuk datang kembali.
 Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan
waktu tidur, total tidur, atau hari (misalnya hari minggu)
 Menghindari tidur di siang hari.
 Jangan meggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-6 jam
sebelum tidur.
3. Sleep Restriction Therapy
Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan
tidur . Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur
tanpa bisa tertidur. Misalnya,
bila pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur lima jam dari delapan jam
waktu yang dihabiskannya di tempat tidur, waktu di tempat tidurnya harus
dikurangi. Tidur di siang hari harus
dihindari. Lansia dibolehkan tidur sejenak di siang hari yaitu sekitar 30
menit. Bila efisiensi tidur pasien mencapai 85% (rata-rata setelah lima
hari), waktu di tempat tidurnya boleh ditambah 15 menit. Terapi
pembatasan tidur, secara berangsurangsur, dapat mengurangi frekuensi
dan durasi terbangun di malam hari

20
4. Terapi relaksasi dan biofeedback
Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri
sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi
keadaan relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien
membutuhkan latihan yang cukup dan serius. Biofeedback yaitu
memberikan umpan-balik perubahan fisiologik yang terjadi setelah
relaksasi. ( Amir, 2007)

2.7 Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Afektif dan Sosial pada Lansia

a. Pengkajian

Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi massalah keperawatan


meliputi aspek

 Fisik : Wawancara dan Pemeriksaan fisik: Head to


Toe dan system tubuh

 Psikologis :

Pemeriksaan psikologis dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan Status


Mental.Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berpikir
(proses pikir), merasakan dan bertingkah laku selama pemeriksaan.
Keadaan umum penderita adalah termasuk penampilan, aktivitas
psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktifitas bicara.

Gangguan motorik, antara lain gaya berjalan menyeret, posisi tubuh


membungkuk, gerakan jari seperti memilin pil, tremor dan asimetri tubuh
perlu dicatat (Kaplan et al, 1997). Banyak penderita depresi mungkin
lambat dalam bicara dan gerakannya. Wajah seperti topeng terdapat pada
penderita penyakit Parkinson (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).

Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan.


Keluar air mata dan menangis ditemukan pada gangguan depresi dan
gangguan kognitif, terutama jika penderita merasa frustasi karena tidak

21
mampu menjawab pertanyaan pemeriksa (Weinberg, 1995; Kaplan et al,
1997; Hamilton, 1985). Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa
penderita menderita gangguan pendegaran, misalnya selalu minta
pertanyaan diulang, harus dicatat (Gunadi, 1984).

Sikap penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama, curiga, bertahan dan


tak berterima kasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya
reaksi transferensi. Penderita lanjut usia dapat bereaksi pada dokter muda
seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih tua, tidak peduli,
terhadap adanya perbedaan usia (Weinberg, 1995; Laitman, 1990).

1. Gangguan Persepsi.

Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang


disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus
mencatat apakah penderita mengalami kebingungan terhadap waktu
atau tempat selama periode halusinasi. Adanya kebingungan
menyatakan suatu kindisi organic. Halusinasi dapat disebabkan oleh
tumor otak dan patologi fokal yang lain. Pemeriksaan yang lebih lanjut
siperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti (Hamilton, 1985).

2. Fungsi Visuospasial.

Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan


lanjutnya usia. Meminta penderita untuk mencontoh gambar atau
menggambar mungkin membantu dalam penilaian. Pemeriksaan
neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat
terganggu (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).

3. Proses Berpikir.

Gangguan pada progesi pikiran adalah neologisme, gado-gado kata,


sirkumstansialitas, asosiasi longgar, asosiasi bunyi, flight of ideas, dan

22
retardasi. Hilangnya kemampuan untuk dapat mengerti pikiran abstrak
mungkin merupakan tanda awal dementia.

4. Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi, preokupasi somatic,


kompulsi atau waham.

Gagasan tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari. Pemeriksa


harus menetukan apakah terdapat waham dan bagaimana waham
tersebut mempengaruhi kehidupan penderita. Waham mungkin
merupakan alas an untuk dirawat. Pasien yang sulit mendengar
mungkin secara keliru diklasifikasikan sebagai paranoid atau
pencuriga (Weinberg, 1995; Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985;
Laitman, 1990).

5. Sensorium dan Kognisi.

Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan


kognisi mempermasalahkan informasi dan intelektual (Hamilton,
1985; Weinberg, 1995).

6. Kesadaran.

Indicator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan


kesadaran , adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik.
Pada keadaan yang berat penderita dalam keadaan somnolen atau
stupor (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985).

7. Orientasi.

Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan


dengan gangguan kognisi. Gangguan orientasi sering ditemukan pada
gangguan kognitif, gangguan kecemasan,. Gangguan buatan,
gangguan konversi dan gangguan kepribadian, terutama selama
periode stress fisik atau lingkungan yang tidak mendukung (Kaplan et
al, 1997; Hamilton, 1985). Pemeriksa harus menguji orientasi terhadap

23
tempat dengan meminta penderita menggambar lokasi saat ini.
Orientasi terhadap orang mungkin dinilai dengan dua cara: apakah
penderita, mengenali namanya sendiri, dan apakah juga mengenali
perawat dan dokter. Orientasi waktu diuji dengan menanyakan tanggal,
tahun, bulan dan hari.

8. Daya Ingat.

Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan
segera. Tes yang siberikan pada penderita dengan memberikan angka
enam digit dan penderita diminta untuk mengulangi maju dan mundur.
Penderita dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat
mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat
jangka panjang diuji dengan menanyakan tempat dan tanggal lahir,
nama dan hari ulang tahun anak-anak penderita. Daya ingat jangka
pendek dapat diperiksa dengan beberapa cara, misalnya menyebut tiga
benda pada awal wawancara dan meminta penderita mengingat
kembali benda tersebut diakhir wawancara. Atau dengan mengulangi
cerita tadi secara tepat/persis (Hamilton, 1985).

9. Fungsi Intelektual, Konsentrasi, Informasi dan Kecerdasan.

Sejumlah fungsi intelektual mungkin diajukan untuk menilai


pengetahuan umum dan fungsi intelektual. Menghitung dapat diujikan
dengan meminta penderita untuk mengurangi 7 angka dari 100 dan
mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya samapi dicapai
angka 2. Pemeriksa mencatat respons sebagai dasar untuk pengujian
selanjutnya. Pemeriksa juga dapat meminta penderita untuk
menghitung mundur dari 20 ke 1, dan mencatat waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan pemeriksaan tersebut (Kaplan et al, 1997;
Hamilton, 1985).

10. Pengetahuan umum adalah yang berhubungan dengan kecerdasan.

24
Penderita ditanya nama presiden Indonesia, nama kota besar di
Indonesia. Pemeriksa harus memperhitungkan tingkat pendidikan
penderitam status social ekonomi dan pengalaman hidup penderita
dalam menilai hasil dari beberapa pengujian tersebut.

11. Membaca dan Menulis.

Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan


menulis dan menetukan apakah penderita mempunyai deficit bicara
khusus. Pemeriksa dapat meminta penderita membaca kisah singkat
dengan suara keras atau menulis pada penderita. Apakah menulis
dengan tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat. (Hamilton, 1985).

12. Pertimbangan.

Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai


dengan berbagai situasi. Apakah penderita menunjukkan gangguan
pertimbangan, apa yang akan dilakukan oleh penderita, misalnya jika
ia menemukan surat tertutup, berperangko dan ada alamatnya di jalan
anu? Apa yang akan dilakukan oleh penderita bila ia mencium bau
asap di sebuah gedung bioskop? Apakah penderita mampu
mengadakan pembedaan? Apakah penderita mampu membedakan
antara seorang kerdil dan seorang anak? Mengapa seorang
memerlukan KTP atau surat kawin? Dan seterusnya.

 Spiritual :

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya


(Maslow, 1970) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal
ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner, 1970). Perawat harus bias memberikan ketenangan dan kepuasan
batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutinya
dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan

25
pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian,
DR. Tony Styobuhi mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah
rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti
ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan
kegelisahan ngumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberika
reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara menghadapi
hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan
keluarga perawat harus dapat menyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun
keluarga tadi di tinggalkan, masih ada orang lain yang mengurus mereka.
Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia. Umumny
pada waktu kematian akan dating agama atau kepercayaan seseorang
merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran
seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya
terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi
klien lanjut usia melalui agama mereka.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Isolasi sosial berhubungan dengan menarik diri

Tujuan :

Pasien mampu mengekspresikan perasaannya

Pasien mampu kembali bersosialisasi dengan lingkungan

Intervensi :

 Bina hubungan saling percaya

 Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan


interpersonal.

26
 Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang
positf / adaptif dan memberikan kepuasan timbal balik :

 Libatkan dalam kegiatan ruangan.

 Ciptakan lingkungan terapeutik

 Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi

Masalah klien.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep diri


dan depresi

Tujuan :

Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya

Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya

Intervensi :

 Bicara secara langsung dengan klien, hargai individu dan ruang


pribadinya jika tepat

 Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan


perawatan

 Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap


perawatan dirinya

 Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh :


minta pasien memilih apakah mau mandi, sikat gigi atau
gunting kuku.

 Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk


mencapai tujuan. Contoh : Jika pasien memilih mandi, bantu

27
pasien untuk menetapkan aktifitas untuk mandi (bawa sabun,
handuk, pakaian bersih)

 Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.

 Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.

 Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.

 Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan


pasien saat ini

 Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap


kemampuan yang masih dimiliki pasien.

 Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan


sesuai kemampuan yang dimiliki.

 Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan


kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas

Tujuan :

Pasien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur

Pasien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur

Intervensi :

 Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola


yang biasanya

 Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur

 Kurangi tidur pada siang hari

 Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur

28
 Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola

 Mandi air hangat sebelum tidur

 Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur

 Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan


kebutuhannya)

 Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk


memenuhi kebutuhan tidurnya

 Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang


untuk memfasilitasi agar pasien dapat tidur.

4. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan perasaan tidak


berharga dan putusasa

Tujuan :

Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri

Pasien mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang


konstruktif

Intervensi :

 Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri

 Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab


timbulnya ide bunuh diri.

 Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang


konstruktif.

 Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk


menyelesaikan masalah secara konstruktif.

29
 Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan
tepat.

 Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada


di lingkungannya

 Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri

 Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah


dimiliki klien dalam menyelesaikan masalah

5. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif

sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.

Tujuan :

Klien merasa harga dirinya naik.

Klien mengunakan koping yang adaptif.

Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi :

 Bina hubungan saling percaya dan keterbukaan.

 Maksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.

 Bantu klien menerima perasaan dan pikirannya.

 Bantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya


dengan orang lain melalui keterbukaan.

 Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk


berubah ada pada klien.

 Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap


masalahnya.

30
 Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.

 Bantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk


merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping
yang adaptif.

 Identifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap


kenyataan.

 Berikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan


perasaannya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Seiring bertambahnya usia penuaan tidak dapat dihindarkan dan
terjadi perubahan fisik, selain itu para lansia mulai kehilangan pekerjaan,
kehilangan tujuan hidup kehilangan teman, risiko terkena penyakit,
terisolasi dari lingkungan, dan kesepian. Hal tersebut dapat memicu
terjadinya gangguan mental. Oleh karena itu, selain perubahan keadaan
fiik dan keadaa mental yang makin rentan. (Irawan, 2013)
3.2 Kritik dan Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari banyak terdapat
kekurngan dan kejanggalan, itu semua dikarenakan keterbatasan penulis
dan dangkalnya pengalaman. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak yang membaca makalah ini.

31
32

Anda mungkin juga menyukai