DISUSUN OLEH :
2. Etiologi/Faktor Resiko
Beberapa penyabab stroke infark adalah:
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yan dapat menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya.
Trombosis serebri disebabkan karena adanya:
1) Ateroklerosis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas
hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah serebral
3) Arteritis: radanga pada asteri
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Biasanya emboli berasal dari trombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan yang dapat menimbulkan
emboli:
1) Penyakit jantung, reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia: dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli serebri
4) Endokarditis: menyebabkan gangguan pada endokardium
c. Pengurangan perfusi sistemik umum
Pengurangan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemik. Pengurangan perfusi
ini dapat disebabkan karena:
1) Kegagalam pompa jantung
2) Proses perdarahan yang masif
3) Hipovolemik
d. Faktor resiko terjadinya stroke
1) Hipertensi
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasala dari jantung
3) Kolestrol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematokrit
6) Diabetes mellitus
7) Merokok
(Muttaqin, 2008: 235)
3. Manifestasi Klinik
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis/hemiplegia)
b. Ganggaun sensibilitas pada atu anggota badan (gangguan hemisensorik)
c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, latergi, stupor atau
koma)
d. Asfaksia (tidak lancar berbicara)
e. Distraksia (bicara pelo atau cedal)
f. Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak pada sasaran)
g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala)
h. Gangguan penglihatan
i. Gangguan fungsi otak
(Batticaca, F. B, 2008)
4. Patofisiologi/Pathway
Faktor penyebab:
Kulaitas pembuluh darah tidak baik
Trombosis pembuluh darah (trombosis serebri)
Emboli a.l dari jantung (emboli serebri)
Arteritis sebagai akibat lues/arteritis temporalis
7. Resiko injury
8. Gangguan nutrisi (kurang Kematian sell otak
dari kebutuhan tubuh)
9. Inkontinensia urin
10. Inkontinensia alfi Kerusakan sistem motorik dan sensorik
11. Resiko kerusakan integritas
kulit (Deficit Neurologis)
12. Jerusakan komunikasi
- Kelimpuhan/hemiplagia
verbal
- Kelemanan/paralyse
13. Inefektif bersihan jalan
nafas
- Penurunan kesadaran dan dysphagia
(Sumber: Susan C. dewit, Essental of Medical Surgical Nursing, W.B Sounders Company,
1998, hal.350 dan 363) dalam (Padila, 2012)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarhan
yang masif, kecil biasanya wara likuor masih normal (tenrokromr)
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah: terjadi hiperglikemia, gula darah dapat mencapai 250
mg didalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah it sendiri
b. CT-Scan: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematuria, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak.
c. Angiografi serebral: membantu menemukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
d. MRI (Magnetic Imaging Resinance): hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG: untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
f. USG populer: mengidentifikasi adanya penyakit ateriovera (masalah sistem karotis)
(Batticaca, F. B, 2018)
6. Komplikasi
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian
2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama
2) Infark miokard
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke
4) Stroke rekuren: dapat terjadi setiap saat
c. Komplikasi jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain: penyakit jantung perifer
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke infark dapat dilakukan dalam 3 penatalaksaan (Muttaqin A,
2012), antara lain:
a. Penatalaksaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan: resiko terjadinya dehidrasi karena penurunan kesadaran atau
disfagia. The American Heart Associationsudah menganjurkan normal saline
50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah
hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KA-EN
3B/KA-EN 3A.
b) Terapi oksigen: pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan
ventilator (tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil analisis gas darah)
c) Penatalaksanaan peningkatan TIK: penggunaan manitol dapat dilakukan untuk
mengureangi edema, kontrol atau pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernafasan: analisa gas darah
e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit
g) Kontrol kejang jika ada pemberian antikonvulsan dan cegah resiko jatuh
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makan
i) Cegah emboli paru dan tombosit dengan antikoagulan
j) Monitor tanda-tanda neurologi: tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi
sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks
2) Pada fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program management bladder dan bowel
c) Pertahankan keseimbangan tubuh dan ROM
d) Pertahankan integrasi kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
b. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih
dari 50 ml untuk dikompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila
ada hidrosefalus obstruktif akut
c. Terapi obat-obatan
1) Stroke iskemia
a) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-Plasminogen)
b) Pemberian obat-obatan jantung seperti digoxin pada aritmia jantung atau alfa
beta, kaptopril, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No pain Moderate pain Warst possible pain
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut (Muttaqin A, 2012)
a. Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara
yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan
darah meningkat dan denyut nadi bervariasi.
1) Penilaian GCS:
No Pemeriksaan Nilai Keterangan
1 Eye 4 - Spontan atau membuka mata dengan
sendirinya tanpa dirangsang
3 - Dengan rangsang suara
2 - Dengan rangsang nyeri
1 - Tidak ada respon
2 Verbal 5 - Orientasi baik, bicara jelas
4 - Bingung, berbicara mengacau (berulang-
ulang)
3 - Mengucapkan kata-kata yang tidak jelas
2 - Suara tanpa arti
1 - Tidak ada respon
3 Motorik 6 - Mengikuti perintah
5 - Melokalisir nyeri, menjangkau dan
menjauhkan stimulus
4 - Withdraws, menghindar atau menjauhi
stimulus
3 - Fleksi abnormal, salah satu tangan menekuk
2 - Ekstensi abnormal, tangan bergerak lurus
disisi tubuh
1 - Tidak ada respon
1) Tingkat kesadaran
a) Composmentis (conscius)
Kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
b) Apatis
Keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
c) Delirium
Gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berkhayal.
d) Somnolen (letargi)
Kesadaran menurun, respon sikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
e) Sopor (stupor)
Keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
f) Coma (comatose)
Tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak
ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
b. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan oto bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke
dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
c. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasnaya terjadi peningkatan
dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah > 200 mmHg).
d. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tdak adekuat,
dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
1) Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor dan semikoma. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
2) Pengkajian saraf kranial:
N. I (nervus olfaktorius) Biasnaya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
N. II (nervus optikus) Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)
sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
N. III (nervus okulomotor) Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada
N. IV (nervus troklearis) satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
N. VI (nervus abdusen) kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
N. V (nervus trigeminus) Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan
satu sisi otot pteridoideus internus dan eksternus
N. VII (nervus fasialis) Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi
yang sehat.
N. VIII (nervus Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
vestibulokoklear) persepsis.
N. IX (nervus Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
glosofaringeal) membuka mulut
N. X (nervus vagus)
N. XI (nervus aksesoris) Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezeus.
N. XII (nervus hipoglosus) Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indera pengecapan normal.
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Diagnostik
a. Hitung darah lengkap e. CT-Scan
b. Kimia klinik f. Angiografi serebral
c. Masa protombin g. EEG
d. Urinalisis h. Pungsi lumbal
i. MRI
j. X-Ray tengkorak
Arif Muttaqin, 2012, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta, Penerbit Salemba Medika
Arif Nurul Hidayati, Akbar Aldika M.I, Alfian Nur Rosyid, 2018, Gawat Darurat Medis dan
Bedah, Perpustakaan Nasional RI, Data Katalog Dalam Terbitan
Dr. Moch. Bahrudin, Sp. S, Neurologi Klinis, Universitas Muhammadiyah Malang
Fransisca B. Batticaca, 2008, Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta; Salemba Medika
Marliynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Murr, 2014, Nursing Care Plans,
Guidelines for Individualizing Client Care Across the Life Span, Edition 9,
Philadelphia, Davis Company
SDKI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: PPNI
SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : PPNI
SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : PPNI
Subhan, 2003, Asuhan Keperawatan Pasien dengan CVA Iskemik di ICU GBPT RSUD Dr.
Soetomo Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga Surabaya.