Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEPERAWATAN SISTEM PERSYARAFAN


ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

Nama Mahasiwa : Nabila Alfaisha


NIM : 2018720029
Tempat Praktik : Ruang 7B RS PON
Tanggal Praktik : 06 Juni 2022-10 Juni 2022
Mata Kuliah : Keperawatan Neurovaskuler
Semester/Th Akademik : Semester 8

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) karena
kematian jaringan otak ( infrak serebral ) penyebabnya adalah berkurangnya aliran
darah dan oksigen ke otak dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau
pecahnya pembuluh darah. Bila terkena stroke, dapat mengalami gangguan seperti
hilangnya kesadaran, kelumpuhan serta tidak berfungsi panca indra/nafas berhenti
berakibat fatal yaitu penderita akan meninggal (Pudiastuti, 2011) .
Stroke atau Cerebro Vaskuler Ascident adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak disebabkan karena
adanya thrombus atau emboli (Oktavianus, 2014). Stroke adalah gangguan fungsi
otak karena penyumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah menuju
otak.
Stroke merupakan gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologik mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik sirkulasi saraf otak.
(Arif, 2014).
2. Manifestasi Klinis
Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologic, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesoris)Kehilangan
motoric : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sesi otak yang
berlawanan ; hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh
a. Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia
( bicara defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya)
b. Gangguan persepsi : disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual –
spasial, kehilangan sensori
c. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
d. Disfungsi kandung kemih
3. Etiologi
Penyebab stroke dibedakan dalam dua jenis stroke, yaitu: stroke iskemik dan
stroke hemoragik.
a. Stroke iskemik (hemoragik)
Stroke iskemik adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti, 80% stroke
iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1) Stroke trombotit: proses terbentuknya tombus yang membuat
penggumpalan;
2) Stroke embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah;
3) Hipoperfusion sistemik: berkurangnya aliran darah keseluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
b. Stroke hemoragik
Stroke hemoragic adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis yaitu:
1) hemoragik intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan
otak
2) hemoragik subraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yanag menutupi otak).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:


1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana
diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang
mengalir ke otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke
otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lama
kelamaan jaringan otak akan mati.
2) Penyakit Jantung
Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan
mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi
terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran darah
itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap.
3) Diabetes Melitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melitus umumnya lebih kaku
atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau
penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat
menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam
darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya
plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini lamakelamaan akan
menganggu aliran darah, termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas
Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah. Pada
orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (Low-Density
Lipoprotein) lebih tinggi dibanding kadar HDL (High-Density
Lipoprotein).
6) Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang
merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena
pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan
gangguan aliran darah.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
stroke antara lain adalah:
a. Angiografi
Angiografi adalah tehnik pemberian zat kontras.Sedangkan angiografi
koroner adalah prosedur diagnostik dengan tehnik pemberian zat kontras
ke arteri koroner yang dilakukan untuk mendapatkan hasil / kelainan dari
pembuluh darah arteri koroner baik itu presentase, letak lumen, jumlah
kondisi dari penyempitan lumen, besar kecilnya pembuluh darah, ada
tidaknya kolateral dan fungsi ventrikel kiri.
b. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
c. EEG (Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di
daerah yang mengalami gangguan.
d. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
e. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

5. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan- latihan
gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
f. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan.
g. Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asctazolamid, papaverin intra
arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
h. Pengobatan Pembedahan yang bertujuan utama adalah memperbaiki aliran
darah serebral :
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Uga
5) di arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
Stroke Non hemoragik biasanya mengalami perubahan tingkat kesadaran,
mual muntah, kelemahan reflek, afasia (gangguan komunikasi), difasia
(memahami kata), kesemutan, nyeri kepala, kejang sampai tidak sadar.
Kemudian pada stroke hemoragik biasanya memiliki keluhan perubahan
tingkat kesadaran, sakit kepala berat, mual muntah, menggigil/berkeringat,
peningkatan intrakranial, afasia, hipertensi hebat, distress pernafasan dan
koma (Rosjidi, H.C dan Nurhidayat S, 2014).
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan yang dirasakan pada pasien stroke saat ini seperti anggota badan
yang lemas sampai-sampai tidak dapat digerakan sama sekali, penampilan
tidak rapi dan bicara pelo sampai tidak bisa bicara sama sekali (Mutaqin
Arif, 2008).
3) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung dalam hal ini adalah apakah sebelumnya
pasien pernah menderita stroke, adanya riwayat berupa hipertensi, riwayat
penyakit jantung sebelumnya, diabetes mellitus, penggunaan oral
kontrasepsi, alkohol, dan hiperkolesterolemia atau kolesterol tinggi
(Kandou Manado, 2013).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam hal ini kaji penyakit penyerta yang pernah diderita keluarga pasien
seperti diabetes mellitus dan obesitas, adakah keluarga pasien yang
menderita penyakit stroke sebelumnya seperti penyakit keturunan yang
diperoleh dari beberapa mekanisme yaitu faktor genetik, faktor kepekaan
genetik, faktor lingkungan, dan gaya hidup (AHA, 2006 dalam Jurnal
Tumewah dkk, 2015).
5) Riwayat psikosoial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya tersebut dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien sulit melakukan
aktivitas dan komunikasi. Rasa cemas dan takut dalam menghadapi
gangguan citra tubuh. Rasa cemas pada klien mengakibatkan kegelisahan,
kegelisahan tersebut mengakibatkan gangguan dalam melakukan
pelaksanaan tindakan dalam pemenuhan kebutuhan deficit perawatan diri
pasien (Hidayat, 2010).
6) Pola Fungsi Kesehatan
- Pola nutrisi cairan/metabolism
Nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan
sensasi (rasa kecap, cabai, garam, cuka) pada lidah, tenggorokan, pipi,
disfagia ditandai dengan kien kesulitan dalam menelan.
- Pola eliminasi
Pada eliminasi alvi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. Sedangkan pada eliminasi urine terjadi infeksi
perkemihan, retensi urine, batu ginjal (Roy & Andrew 1999 dalam
jurnal Irawaty, 2012).
- Pola tidur dan istirahat
Pada pola ini dilakukan pengkajian yang meliputi pola tidur, kebiasaan
sebelum tidur dan masalah dalam tidur seperti terdapat nyeri, sering
terbangun karena mimpi buruk, sulit tidur, tidak merasa segar setelah
bangun.
- Pola aktivitas dan personal hygiene
Dalam beraktivitas klien mengalami kesulitan melakukan gerakan
karena pada pasien hemiplegia akan mengalami kelumpuhan pada
salah satu anggota gerak sedangkan pada pasien hemiparesis rentang
dalam bergerak karena salah satu tangan, kaki atau wajah mengalami
kelumpuhan (Hello sehat, 2018).
- Pola seksualitas/ reproduksi
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui siklus haid, usia menarche,
haid terakhir, masalah dalam menstruasi, penggunaan kontrasepsi
sebelumnya, pemeriksaan payudara mandiri dan masalah seksual klien
yang berhubungan dengan penyakit.
b. Pemeriksaan Fisik
a) Kesadaran
Pada pasien stroke biasanya mengalami tingkat kesadaran somnolen
dengan GCS 10-12 pada awal terserang stroke (Tarwoto, 2013).
b) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah biasanya pada pasien stroke yang memiliki riwayat tekanan
darah tinggi yaitu sistole >140 dan diastole >80. Nadi, nadi biasanya
normal. Pernafasan pada pasien stroke biasanya mengalami gangguan pada
bersihan jalan nafas. Suhu pada pasien stroke biasanya tidak terdapat
masalah.
c) Rambut
Biasanya kepala kotor, berketombe, penyebaran rambut tidak merata.
d) Wajah
Biasanya wajah nyeri pada satu sisi, wajah terlihat miring, dan wajah
pucat. Pada pemeriksaan nervus V (Trigeminal): biasanya pasien dapat
menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea
dengan kapas halus maka klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan
pada Nervus VII (facialis): biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat
alis, mengerutkan dahi, mengerutkan hidung, menggembangkan pipi, saat
pasien stroke menggembungkan pipi makan terlihat tidak simetris kiri dan
kanan tergantung lokasi kelemahan dan saat diminta mengunyah pasien
akan mengalami kesulitan dalam mengunyah.
e) Mata
Biasanya pada pasien stroke konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak terdapat edema. Pada pemeriksaan nervus
II (optikus): biasanya luas pandang baik 900. Pada nervus III
(okulomotorius): biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor
dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat nilai jika pasien tersebut
membuka mata. Nervus IV (troklear): biasanya pasien dapat mengikuti
arah tangan perawat ke atas dan ke bawah. Nervus VI (abdusen): biasanya
hasilnya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.
f) Hidung
Pada pasien stroke biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen,
dan tidak ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I
(olfaktorius): terkadang pasien tidak bisa menyebutkan bau yang diberikan
perawat namun juga ada yang bisa, dan biasanya ketajaman penciuman
pasien antara kiri dan kanan berbeda.
g) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien stroke akan mengalami masalah pada bau mulut,
gigi kotor, mukosa bibir kering, peradangan pada gusi. Pada pemeriksaan
nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan,
bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeal): biasanya ovula yang terangkat simetris, mencong kearah
bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa pahit dan asam.
Pada nervus XII (hipoglasus): pada pasien stroke biasanya dapat
menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun
artikulasi kurang jelas saat bicara.
h) Telinga
Biasanya daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus
VIII (Auditori): biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari
dari perawat hal tersebut tergantung dengan lokasi kelemahan dan pasien
hanya dapat mendengarkan jika suara keras dan dengan artikulasi yang
jelas.
i) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus): biasanya pasien stroke hemoragik
mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk biasanya
positif dan bludzensky 1 positif.
j) Thorak
 Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya vocal fremitus sama antara kiri dan kiri
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler)
 Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
k) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Auskultasi : biasanya bising usung pasien tidak terdengar.
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar, pada pemeriksaan reflek
dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak
merasakan apa-apa.
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
l) Ekstremitas
 Atas
Pada pasien stroke terpasang infus bagian dextra/sinistra. CRT
(Cathode Ray Tube) pada pasien biasanya normal yaitu < 3 detik. Pada
pemeriksaan nervus XI (aksesorius): pasien stroke hemoragik tidak
dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak terdapat respon
apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep negative).
Respon tersebut terjadi karena adanya hemiplegia. Hemiplegia adalah
keadaan dimana klien tidak mampu untuk menggerakkan maupun
memberikan respon dan cenderung mengalami kelumpuhan pada salah
satu anggota ekstremitas atas dan pada saat pemeriksaan trisep respon
tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bisep negative). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang
ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer positif). Hal tersebut karena
pada stroke mengalami hemiparesis yang menyebabkan salah satu
tangan terjadi kelemahan atau penurunan kekuatan otot.
 Bawah
Saat pemeriksaan reflek pada penderita stroke, biasanya saat
pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi (bluedzensky positif).
Saat pemeriksaan telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky positif). Pada saat pemeriksaan dorsum pedis digores
biasanya jari kaki tidak berespon (reflek caddok positif) hal tersebut
karena pasien mengalami stroke hemiplegia, yang biasanya salah satu
anggota gerak kaki tidak bisa digerakkan. Lalu pada saat tulang kering
digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi (reflek openheim positif) dan saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak dapat merasakan apa-apa (reflek gordon positif).
Dan pada saat dilakukan reflek patella biasanya fremur tidak bereaksi
saat di ketukan (reflek patella positif). Sedangkan pada pasien stroke
hemiparesis didapatkan salah satunya kaki menjadi lemah tetapi tidak
2. Patofisiologi
4 Intervensi Keperawatan

Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


Diagnosa
Keperawatan Indonesia (SIKI)
Keperawatan
No (SLKI)
1 Gangguan perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
serebral tidak Keperawatan 3x 24 jam Observasi
efektif b/d diharapkan perfusi 1. Identikasi penyebab peningkatan TIK
hipertensi jaringan serebral pasien 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
menjadi efektif dengan 3. Monitor MAP, CVP, PAWP, PAP, ICP, dan
kriteria hasil :
CPP, jika perlu
a) Tingkat kesadaran
4. Monitor gelombang ICP
kognitif meningkat
5. Monitor status pernapasan
b) Gelisah menurun
6. Monitor intake dan output cairan
c) Tekanan intrakranial
7. Monitor cairan serebro-spinal
menurun
Terapeutik
d) Kesadaran membaik
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver Valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
7. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
2. 2. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja
Pemantauan Neurologis Observasi :
1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktifitas pupil.
2. Monitor tingkat kesadaran
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor status pernapasan : analisa gas darah, oksimetri nadi, kedalaman napas, pola napas,
dan usaha napas
5. Monitor refleks kornea
6. Monitor kesimetrisan wajah
7. Monitor respons babinski
8. Monitor respons terhadap pengobatan.
Terapeutik
1. Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis, jika perlu
2. Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
3. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
4. Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan.
2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik Tindakan asuhan Observasi
b/d gangguan keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
neuromuskuler diharapkan 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
dan kelemahan mobilitas fisik tidak 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
anggota gerak terganggu dengan kriteria 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
hasil : Terapeutik
1. Pergerakan 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu( mis; duduk diatas tempat tidur
ekstremitas meningkat 2. Fasilitasi melakukan pergerakan
2. Kekuatan otot 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
meningkat Edukasi
3. Rentang gerak( ROM) 1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
meningkat
Kelemahan fisik menurun 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk diatas tempat tidur)

Pemantauan Neurologis Observasi :


1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktifitas pupil.
2. Monitor tingkat kesadaran
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor status pernapasan : analisa gas darah, oksimetri nadi, kedalaman napas, pola napas,
dan usaha napas
5. Monitor refleks kornea
6. Monitor kesimetrisan wajah
7. Monitor respons babinski
8. Monitor respons terhadap pengobatan.
Terapeutik
1. Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis, jika perlu
2. Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
3. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
4. Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Fuji. P. (2017). Efektifitas Pemberian Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap Peningkatan
Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke di IGD Rumah Sakit Pusat Otak Nasional.
Universitas Muhammadiyah. Jakarta.
Hasan, dkk. (2018). Studi Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan Penurunan
Kesadaran Pada Klien Stroke Hemoragik Setelah Diberikan Posisi Kepala Elevasi 30
Derajat. Poltekkes Kemenkes Pangkal Pinang
Hermawati. (2017). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Stroke Dengan
Intervensi Pemberian Posisi Elevasi Kepala Untuk Meningkatkan Nilai Saturasi Oksigen
Di Ruang Unit Stroke RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2017. Stikes
Muhammadiyah Samarinda : (https://dspace.umtk.ac.id) diakses pada 4 Oktober 2018.
Rasyid. (2007). Unit Stroke Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta: EGC.
Rosjid, C. H., & Nurhidayat, S. (2014). Buku Ajar Peningkatan Intrakranial & Gangguan
Peredaran Darah Otak. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Soeharto, I. (2015). Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya Dengan Lemak dan Kolestrol.
jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sumirah, dkk. 2019. Pengaruh Elevasi Kepala 30
Derajat Terhadap Saturasi Oksigen dan Kualitas Tidur Pasien Stroke. Poltekkes
Kemenkes Malang : http://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP di akses pada 2
Desember 2019.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai