Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Stroke Non Hemoragic (SNH)


Di Ruangan IGD RSU Adhyaksa

Oleh:

NANTIKA DWI SOFITRI

NIP: 19950308 201902 2 007

RUMAH SAKIT UMUM ADHYAKSA KEJAKSAAN RI


JAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C.
Suzanne, 2014).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2011)
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian
yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik
(Arif Mansjoer, 2010)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).
2. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain
itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran
serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran
darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang
berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari
trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium
4) Infarksio kordis akut
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti
penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial,
ataupun dari right-sided circulation (emboli paradoksikal).
Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular
seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal
jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke
emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya
terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada
pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan
pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah
titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi
dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi
plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia,
anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari
arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat
gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri
serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik
(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
3. Manifistasi klinik`
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C
Diane.dkk,2010):
1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan
disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan
berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan
visual, spesial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang
berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin
simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia
urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah
otak yang terkena:
1. Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa
tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan
sensasi, gangguan penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan
bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat
berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
· Mengalami hemiparese kanan · Hemiparese sebelah kiri tubuh
· Perilaku lambat dan hati-hati · Penilaian buruk
· Kelainan lapan pandang kanan · Mempunyai kerentanan terhadap
· Disfagia global sisi kontralateral sehingga
· Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi
· Mudah frustasi yang berlawanan tersebut

4. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi
komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasiinfeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otakepilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
5. Patofisiologi dan pathway
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak.Luasnya bergantung pada factor-faktor seperti besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral pada daerah yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah keotak dapat
berubah (makin lambat/makin cepat) pada gangguan local (thrombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).Arterosklerosis
sering sebagai penyebab infark pada otak.Thrombus dapat berasal dari
plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat
aliran darah mengalami perlambatan atau turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah.Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan
otak yang disuplai pembuluh darah yang bersangkutan, edema dan
kongesti disekitar area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang
lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang
dalam beberapa jam atau berkurang beberapa hari. Berkurangnya
edema klien menunjukkan perbaikan oleh karena thrombosis biasanya
tidak fatal.
Perdarahan pada otak juga dapat disebabkan oleh rupture
arterosklerosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas sering menyebabkan kematian karena
peredaran darah tersebut dapat terjadi destruksi masa otak, peningkatan
tekanan intracranial dan herniasi otak pada falk serebri.Jika sirkulasi
serebral terhambat, maka terjadi anosia serebral.Anoksia serebral
mengakibatkan adanya perubahan irreversible. (NANDA, 2015)
6. Penatalaksanaan

Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital


dengan melakukan tindakan sebagai berikut:

a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan


pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien,
termasuk untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK: Dengan
meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan.
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuanutamaadalahmemperbaikialirandarahserebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada strokeakut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

B. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
Pengkajian Fokus:
Pengkajian primer
a. Airway
Pada penderita stroke yang mengalami penurunan kesadaran umumnya
mengalami hambatan jalan napas,sekret berbuih
b. Breathing
1) Inspeksi : Terdapat retraksi otot pernapasan, pernapasan lebih dari 20
x/menit kesulitan bernapas, sesak napas atau apnea kemungkinan
pernapasan cheynestokes
2) Palpasi : Focal fremitus umumnya tidak seimbang antara kanan dan
kiri selama ada penumpukan sekret
3) Perkusi: Terdapat bunyi hipersonor jika terdapat sekret dalam lapang
paru
c. Auskultasi : Terdapat suara napas tambahan ronkhi, wheezing jika pasien
stroke mengalami penurunan kesadaran Circulation
1) Tekanan darah : Dapat ditemukan tekanan darah tinggi/hipertensi
dengan tekanaan darah >200 mmHg
2) Nadi : Frekuensi nadi dapat bervariasi
3) Suhu : Hipertermia
4) Capilary Refill Time : Kapileri refill time > 1-2 detik
5) Sianosis/pucat : Pada pasien stroke non hemorargik yang mengalami
perfusi serebral tidak efektif menyebabkan kadar PaO2 < 95% sehingga
menyebabkan sianosis
6) Akral : Pada pasien stroke non hemorargik mengalami diaforesis
sehingga dapat ditemukan akral dingin
7) Kelembapan: Pada pasien stroke non hemorargik mengalami diaforesis
dan akral dingin sehingga mengalami kelembapan pada kulitnya
d. Disability
1) GCS/AVPU : ada tiga hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif
kesadaran yang menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale);
Respon membuka mata (eyes)

Nilai 4: Mata membuka spontan, misalnya sesudah disentuh

Dapat membuka mata jika diajak bicara, dipanggil nama atau


Nilai 3: diperintahkan untuk membuka mata

Nilai 2: Mata membuka hanya kalau dirangsang kuat/ nyeri

Nilai 1: Tidak membuka mata walaupun diberikan rangsang nyeri

Respon bicara (verbal)

Pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara.


Orientasi waktu, tempat, orang, siapa dirinya, berada di mana,
Nilai 5: tanggal dan hari

Nilai 4: Pasien konfusi atau tidak orientasi penuh

Bisa bicara, kata-kata yang diucapkan jelas dan baik, tetapi


Nilai 3: tidak menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan

Mampu bersuara namun tidak dapat ditangkap secara jelas apa


artinya/ “ngrenyem”, suara tidak mampu dikenali makna
Nilai 2: katanya

Nilai 1: Tidak bersuara apapun walau diberi rangsangan nyeri

Respon motorik

Dapat menirukan perintah sederhana yang telah pemeriksa


anjurkan seperti: mengangkat tangan, dapat menunjuk
Nilai 6: jumlah jari-jari, serta mampu melepaskan genggaman.

Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang


diberikan seperti tekanan pada sternum, cubitan pada
Nilai 5: muskulus trapizius
Gerakan fleksi menjauhi dari rangsangan nyeri yang
diberikan, tetapi tidak mampu menunjuk dengan tangan
Nilai 4: dimana lokasi atau tempat rangsang nyeri yang diberikan

Bila diberi rangsangan nyeri bahu mengalami fleksi


abnormal, bahu mengalami abduksi, fleksi dan pronasi
Nilai 3: lengan bawah, fleksi pada pergelangan tangan dan mengepal

Bila diberi rangsang nyeri bahu mengalami ekstensi


abnormal. Bahu abduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan
Nilai 2: bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal,

Nilai 1: Sama sekali tidak ada respons

Skor penilaian GCS :

GCS 14-15: Compos Mentis


GCS 12-13: Apatis
GCS 11-10: Delirium
GCS 7-9: Somnolen
GCS 8-10: Stupor
GCS <5: Koma
Pada klien yang mengalami stroke non hemorargik akan mengalami gangguan
tingkat kesadaran jika terjadi ketidakseimbangan perfusi ventilasi (Bararah &
Jauhar, 2013, hal. 71)
2) Pupil : Pupil kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena
3) Gangguan motorik : Hemiplegia, hemiparesis, flasiditas (tidak adanya
tonus otot), spastisitas (peningkatan tonus otot)
4) Gangguan sensorik : Defisit dalam penglihatan, pendengaran, rasa dan
indra penciuman
e. Exposure/Enviromental/Event
Pada pasien stroke non hemorargik biasanya akan terjadi ketika selama
tidur atau segera setelah bangun tidur sehingga jarang adanya trauma
Pemgkajian Sekunder
AMPLE
1. Alergi : Ada tidak alergi pada pasien misalkan alergi obat, makanan,dll
2. Medikasi : Apakah pasien melakukan pengobatan ataukah tidak
3. Past Illness : Apakah pasien memiliki sakit atau kah tidak sebelumnya
4. Last meal : Apakah makanan terakhir yang dikonsumsi pasien
5. Environment : Bagaimanaa linggkungan tinggal ssekitarpasien yang
mendukung dengaan penyakit pasien saat ini.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaranPola nafas tidak
efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Monitorang neurologis


Perfusi jaringan keperawatan diharapkan
serebral b.d suplai aliran darah keotak 1. Monitor ukuran, kesimetrisan,
aliran darah ke lancar dengan kriteria reaksi dan bentuk pupil
otak terhambat. hasil: 2. Monitor tingkat kesadaran
klien
1. Nyeri kepala / vertigo 3. Monitir tanda-tanda vital
berkurang sampai de- 4. Monitor keluhan nyeri kepala,
ngan hilang mual, muntah
2. Berfungsinya saraf 5. Monitor respon klien terhadap
dengan baik pengobatan
3. Tanda-tanda vital 6. Hindari aktivitas jika TIK
stabil meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien

Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari
sekret
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen dan sistem humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-
ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur

2 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1.1.Libatkan keluarga untuk


komunikasi keperawatan, diharapkan membantu memahami /
verbal b.d klien mampu untuk memahamkan informasi dari / ke
penurunan berkomunikasi lagi dengan klien
sirkulasi ke otak kriteria hasil: 1.2. Dengarkan setiap ucapan klien
dengan penuh perhatian
1. dapat menjawab 1.3.Gunakan kata-kata sederhana
pertanyaan yang dan pendek dalam komunikasi
diajukan perawat dengan klien
2. dapat mengerti dan 1.4.Dorong klien untuk mengulang
memahami pesan-pesan kata-kata
melalui gambar 1.5.Berikan arahan / perintah yang
3. dapat mengekspresikan sederhana setiap interaksi
perasaannya secara dengan klien
verbal maupun 1.6.Programkan speech-language
nonverbal teraphy
1.7.Lakukan speech-language
teraphy setiap interaksi dengan
klien

3 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kamampuan klien untuk


diri; keperawatan, diharapkan perawatan diri
mandi,berpakaian kebutuhan mandiri klien 2. Pantau kebutuhan klien untuk
, makan, terpenuhi, dengan kriteria alat-alat bantu dalam makan,
hasil: mandi, berpakaian dan toileting
3. Berikan bantuan pada klien
1. Klien dapat makan hingga klien sepenuhnya bisa
dengan bantuan orang mandiri
lain / mandir. 4. Berikan dukungan pada klien
2. Klien dapat mandi de- untuk menunjukkan aktivitas
ngan bantuan orang lain normal sesuai kemampuannya
3. Klien dapat memakai 5. Libatkan keluarga dalam
pakaian dengan bantuan pemenuhan kebutuhan
orang lain / mandiri 6. perawatan diri klien
4. Klien dapat toileting
dengan bantuan alat

4 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan klien untuk latihan


mobilitas fisik b.d keperawatan selama, rentang gerak aktif pada sisi
kerusakan diharapkan klien dapat ekstrimitas yang sehat
neurovas-kuler melakukan pergerakan 2. Ajarkan rentang gerak pasif
fisik dengan kriteria hasil : pada sisi ekstrimitas yang
parese / plegi dalam toleransi
1. Tidak terjadi kontraktur nyeri
otot dan footdrop 3. Topang ekstrimitas dengan
2. Pasien berpartisipasi bantal untuk mencegah atau
dalam program latihan mangurangi bengkak
3. Pasien mencapai 4. Ajarkan ambulasi sesuai
keseimbangan saat dengan tahapan dan
duduk kemampuan klien
4. Pasien mampu 5. Motivasi klien untuk
menggunakan sisi tubuh melakukan latihan sendi seperti
yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya yang disarankan
fungsi pada sisi yang 6. Libatkan keluarga untuk
parese/plegi membantu klien latihan sendi

5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1 Beri penjelasan pada klien


integritas kulit b.d perawatan selama, tentang: resiko adanya
immobilisasi fisik diharapkan pasien mampu luka tekan, tanda dan
mengetahui dan gejala luka tekan,
mengontrol resiko dengan tindakan pencegahan agar
kriteria hasil : tidak terjadi luka tekan)
2 Berikan masase sederhana
1. Klien mampu menge- 3. Ciptakan lingkungan yang
nali tanda dan gejala nyaman
adanya resiko luka 4. Gunakan lotion, minyak
tekan atau bedak untuk pelicin
2. Klien mampu 5. Lakukan masase secara
berpartisi-pasi dalam teratur
pencegahan resiko 6. Anjurkan klien untuk
luka tekan (masase rileks selama masase
sederhana, alih baring, 7. Jangan masase pada area
manajemen nutrisi, kemerahan utk
manajemen tekanan). menghindari kerusakan
kapiler
8. Evaluasi respon klien
terhadap masase

3 Lakukan alih baring


9. Ubah posisi klien setiap
30 menit- 2 jam
10. Pertahankan tempat
tidur sedatar mungkin
untuk mengurangi
kekuatan geseran
11. Batasi posisi semi
fowler hanya 30 menit
12. Observasi area yang
tertekan (telinga, mata
kaki, sakrum, skrotum,
siku, ischium, skapula)
4 Berikan manajemen
nutrisi
13. Kolaborasi dengan ahli
gizi
14. Monitor intake nutrisi
15. Tingkatkan masukan
protein dan karbohidrat
untuk memelihara ke-
seimbangan nitrogen
positif
5 Berikan manajemen
tekanan
16. Monitor kulit adanya
kemerahan dan pecah-
pecah
17. Beri pelembab pada
kulit yang kering dan
pecah-pecah
18. Jaga sprei dalam
keadaan bersih dan kering
19. Monitor aktivitas dan
mobilitas klien
20. Beri bedak atau
kamper spritus pada area
yang tertekan

8 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Respiratori Status


efektif perawatan, diharapkan Management
berhubungan pola nafas pasien efektif 2. Pertahankan jalan nafas
dengan penurunan dengan kriteria hasil : yang paten
kesadaran 3. Observasi tanda-tanda
1. Menujukkan jalan hipoventilasi
nafas paten ( tidak 4. Berikan terapi O2
merasa tercekik, 5. Dengarkan adanya
irama nafas normal, kelainan suara tambahan
frekuensi nafas 6. Monitor vital sign
normal,tidak ada
suara nafas tambahan
2. Tanda-tanda vital
dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA

Mc Closkey, C.J., et all. 2010. Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Price, A. Sylvia.2011 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, dkk. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC
Gloria M. Bulechek et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). St
Louis, Missouri. Mosby
John Wiley & Sons. 2014. Nursing Diagnosis: Definitions and Classification
2015-2017. UK Wiley Blackwell.
Sue Moorhead et al . 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) :
Measurement of Health Outcomes. St Louis, Missouri. Mosby.

Anda mungkin juga menyukai