Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.J DENGAN STROKE DI


RUANG RAWAT INAP (AMETHYS 8)
RUMAH SAKIT PERMATA KUNINGAN

Disusun oleh:

INTAN PUJI LESTARI


CKR0190143

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

TAHUN 2022/2023
A. Konsep Penyakit
I. Definisi Penyakit
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Hendro Susilo, 2000).
Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi
akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang
mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan
pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan
terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.
II. Etiologi

Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di


akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa
ke otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan
kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik
sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma
(endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh
darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin
karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika
intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa
mengecilnya pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju ke otak.

3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan
stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit
lumen pembuluh darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat
parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal
dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan
infark cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai
usia di atas 35 tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka
panjang dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah,
tekanan darah, merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan
stroke.

III. Manifestasi Klinis


Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak
berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi Kandung Kemih
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011)
antara lain :
1. Hipertensi
2. Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
3. Gangguan sensorik
4. Gangguan visual
5. Gangguan keseimbangan
6. Nyeri kepala (migran, vertigo)
7. Muntah
8. Disatria (kesulitan berbicara)
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2096/1/KTI
%20NUSATIRIN.pdf
IV. Patofisologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area
tertentu di otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis
sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan
iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya
edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika
aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang
anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia
serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan
ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung (Muttaqin, 2008).

V. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke
dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena
serebral berkurang
b. Post phase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial
VI. Komplikasi

Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:


1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri
pada daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
VII. Diagnosa Banding
1. Stroke ulang beda sisi ec infark ke sisi korotis kiri chf fc 3

Diagnosis banding utama stroke adalah jenis stroke lainnya karena


penatalaksanaan yang jauh berbeda antara stroke iskemik dan stroke hemorrhagik.
Sebuah meta analisis menunjukkan bahwa koma, kaku leher, kejang dengan
defisit neurologis, diastolik >110 mmHg, muntah, dan sakit kepala meningkatkan
kemungkinan stroke hemorrhagik.[20]
Stroke mimics adalah kondisi nonvaskular yang memiliki kemiripan tanda dan
gejala, diakibatkan oleh beberapa penyakit, seperti migraine, hipoglikemia,
dan atypical posterior reversible encephalopathy syndrome. [21] Transient
ischemic attack (TIA) merupakan kelainan neurologis yang dapat kembali normal
dalam waktu kurang dari 24 jam, tetapi tidak melibatkan infark pada otak. TIA
biasanya selesai dalam 60 menit. Penyebab TIA dapat sama dengan stroke
iskemik, akan tetapi hal ini tidak sampai merusak komponen otak.[4-6]
Kondisi lain yang menyebabkan gejala seperti stroke dapat dibedakan antara
kondisi defisit neurologis fokal dan global.
Defisit Neurologis Fokal
Kondisi yang menyebabkan defisit neurologis fokal di antaranya adalah:
 Tumor otak
 Kelainan pembuluh darah otak (malformasi vaskular)
 Cerebral palsy
 Penyakit saraf degeneratif, seperti multiple sclerosis
 Infeksi otak, seperti meningitis atau ensefalitis
 Cedera otak traumatik
 Vertigo posisional
 Bell’s palsy. Bell’s palsy yang merupakan lesi pada lower motor neuron perlu
dibedakan dengan facial droop akibat gangguan pada upper motor
neuron melalui pemeriksaan nervus fasialis
 Migrain yang berat
Defisit Neurologis Global
Kondisi yang menyebabkan penurunan kesadaran secara global yang dapat
menjadi diagnosis banding stroke di antaranya adalah:
 Epilepsi. Pada epilepsi atau gangguan kejang lainnya, setelah kejang dapat terjadi
Todd’s paresis, yaitu kelemahan transien pada area yang mengalami kejang fokal
 Infeksi sistemik
 Hiponatremia & hipoglikemia
 Kelainan konversi
 Hipertensi emergensi
 Koma akibat hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
 Hematoma subdural[21-25]
https://www.alomedika.com/penyakit/neurologi/stroke/diagnosis

B. Pengkajian
I. Wawancara
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes


melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.
1) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk pemantauan pemberian asuhan.
2) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

3) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

4) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.

5) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi
yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah
hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

g. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
h. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
II. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-


keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.

1. B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi


sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).

3. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.

4. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.

5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.

6. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh
karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

III. Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskular.

b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid
atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.

d.   MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan
gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
IV. Analisa Data

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun


2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan
sentral bicara
D. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
Perfusi jaringan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)
cerebral tidak efektif Gangguan perfusi jaringan 1. Peningkatan tekanan darah
b.d O2 otak menurun dapat tercapai secara 1. Pantau TTV tiap jam dan sistemik yang diikuti dengan
optimal catat hasilnya penurunan tekanan
2. Kaji respon motorik darah diastolik merupakan
Kriteria hasil :
 Mampu mempertahankan terhadap perintah tanda peningkatan TIK. Napas
tingkat kesadaran sederhana tidak teratur menunjukkan
 Fungsi sensori dan motorik 3. Pantau status neurologis adanya peningkatan TIK
1
membaik secara teratur 2. Mampu mengetahui tingkat
4. Dorong latihan kaki aktif/ respon motorik pasien
pasif 3. Mencegah/menurunkan
5. Kolaborasi pemberian atelektasis
obat sesuai indikasi 4. Menurunkan statis vena
5. Menurunkan resiko terjadinya
komplikasi
2 Ketidakseimbangan Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
nutrisi: kurang dari 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan 1. Motivasi klien
kebutuhan tubuh b.d 2. Asupan makanan makanan mempengaruhi dalam
ketidakmampuan
3. Cairan dan zat gizi 2. Pengelulaan nutrisi perubahan nutrisi
untuk mengabsorpsi
nutrien Kritria evaluasi: 3. Bantuan menaikkan 2. Makanan kesukaan klien
1. Menjelaskan komponen BB untuk mempermudah
kedekatan diet pemberian nutrisi
Aktivitas keperawatan :
3. Merujuk kedokter untuk
2. Nilai laboratorium 1. Tentukan motivasi
mengetahui perubahan klien
(mis,trnsferin,albumin,dan klien untuk mengubah
serta untuk proses
eletrolit) kebiasaan makan
penyembuhan
3. Melaporkan 2. Ketahui makanan
4. Membantu makan untuk
keadekuatan tingkat giji kesukaan klien
mengetahui perubahan
4. Nilai laboratorium 3. Rujuk kedokter untuk
nutrisi serta untuk
(mis:trasferin,albomen menentukan penyebab
pengkajian
dan eletrolit perubahan nutrisi
5. Menciptakan lingkungan
5. Toleransi terhadap gizi 4. Bantu makan sesuai
untuk kenyamanan istirahat
yang dianjurkan. dengan kebutuhan
klien serta utk ketenangan
klien
dalam ruangan/kamar.
5. Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan
untuk makan
3 Hambatan mobilitas Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :
fisik b.d penurunan Klien diminta menunjukkan  Terapi aktivitas, ambulasi 1. Mengajarkan klien tentang dan
kekuatan otot tingkat mobilitas, ditandai  Terapi aktivitas, mobilitas pantau penggunaan alat bantu
dengan indikator berikut sendi.
(sebutkan nilainya 1 - 5 : mobilitas klien lebih mudah.
 Perubahan posisi
ketergantungan (tidak 2. Membantu klien dalam proses
Aktivitas Keperawatan :
berpartisipasi) membutuhkan
1. Ajarkan klien tentang dan perpindahan akan membantu klien
bantuan orang lain atau alat
membutuhkan bantuan orang pantau penggunaan alat latihan dengan cara tersebut.
lain, mandiri dengan bantu mobilitas. 3. Pemberian penguatan positif
pertolongan alat bantu atau
2. Ajarkan dan bantu klien selama aktivitas akan mem-bantu
mandiri penuh).
Kriteria Evaluasi : dalam proses perpindahan. klien semangat dalam latihan.
1. Menunjukkan penggunaan 3. Berikan penguatan positif 4. Mempercepat klien dalam
alat bantu secara benar selama beraktivitas. mobilisasi dan mengkendorkan
dengan pengawasan. 4. Dukung teknik latihan ROM otot-otot
2. Meminta bantuan untuk 5. Kolaborasi dengan tim 5. Mengetahui perkembngan
beraktivitas mobilisasi jika medis tentang mobilitas mobilisasi klien sesudah latihan
diperlukan. klien ROM
3. Menyangga BAB
4. Menggunakan kursi roda
secara efektif.

4 Risiko kerusakan Tujuan (NOC) : 1) Anjurkan pasien untuk 1. Kulit bisa lembap dan
integritas kulit b.d factor Tissue Integrity : Skin and menggunakan pakaian mungkin merasa tidak dapat
risiko : lembap Mucous Membranes yang longgar beristirahat atau perlu untuk
Kriteria Hasil : 2) Hindari kerutan pada bergerak
 Integritas kulit yang
tempat tidur 2. Menurunkan terjadinya
baik bisa dipertahankan
3) Jaga kebersihan kulit risiko infeksi pada bagian
(sensasi, elastisitas,
agar tetap bersih dan kulit
temperatur, hidrasi,
kering 3. Cara pertama untuk
pigmentasi)
4) Mobilisasi pasien (ubah mencegah terjadinya infeksi
 Tidak ada luka/lesi pada
posisi pasien) setiap 4. Mencegah terjadinya
kulit
dua jam sekali komplikasi selanjutnya
 Menunjukkan
5) Monitor kulit akan 5. Mengetahui perkembangan
pemahaman dalam
adanya kemerahan terhadap terjadinya infeksi
proses perbaikan kulit
6) Oleskan lotion atau kulit
dan mencegah
minyak/baby oil pada 6. Menurunkan pemajanan
terjadinya sedera
derah yang tertekan terhadap kuman infeksi pada
berulang
7) Kolaborasi pemberian kulit
 Mampu melindungi
antibiotic sesuai 7. Menurunkan risiko
kulit dan
indikasi terjadinya infeksi
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
5 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :
komunikasi verbal 1. Lakukan komunikasi 1. Mencek komunikasi klien
b.d. kerusakan Komunikasi dapat berjalan
dengan wajar, bahasa apakah benar-benar tidak
neuromuscular, dengan baik
jelas, sederhana dan bisa melakukan komunikasi
kerusakan sentral
bicara Kriteria hasil : bila perlu diulang 2. Mengetahui bagaimana
2. Dengarkan dengan kemampuan komunikasi
 Klien dapat
mengekspresikan tekun jika pasien mulai klien tsb
perasaan berbicara 3. Mengetahui derajat
 Memahami maksud dan /tingkatan kemampuan
3. Berdiri di dalam lapang
pembicaraan orang lain
pandang pasien pada berkomunikasi klien
 Pembicaraan pasien
dapat dipahami saat bicara 4. Menurunkan terjadinya
4. Latih otot bicara secara komplikasi lanjutan
optimal 5. Keluarga mengetahui &
5. Libatkan keluarga mampu mendemonstrasikan
dalam melatih cara melatih komunikasi
komunikasi verbal pada verbalpd klien tanpa bantuan
pasien perawat
6. Kolaborasi dengan ahli 6. Mengetahui perkembangan
terapi wicara komunikasi verbal klien
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Penerbit Buku


Kedokteran (EGC). Jakarta

Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2 Penerbit


Jakarta: EGC

http://adf.ly/4282932/banner/http://zallien.blogspot.com/2012/08/askep-stroke-non-
hemoragik-snh.html

Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan keperawatan:


pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. 2000.
Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai