Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN POST STROKE

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer,
2002).
Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan
fungsi cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau
cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak
secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau
total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di
satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke menginterupsi
atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan
serius atau nekrosis di jaringan otak (Williams, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan
sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada
pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti
artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral
sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang menyebabkan
terjadinya infark. Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non
Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau
embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Dari beberapa pengertian stroke diatas, disimpulkan stroke non
hemoragik adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan
oleh sumbatnya pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti
aterosklerosis, arteritis, trombus dan embolus.
2. Etiologi
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan
aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan
menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan
otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah
otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik.
c. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.

3. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai
faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat
aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin,
2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-
elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah
lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam
dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).

4. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) stroke menyebabkan berbagai
defisit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi
akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan
stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan
hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi kandung kemih

5. Penatalaksanaan Medik
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti: jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi
dan sirkulasi. Reperfusi dengan trombolitik atau vasodilation: Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
2) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
3) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
4) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
b. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial

6. Prognosa
  Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit
neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis
yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan,
kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1
bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar
35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai
dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan
perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000
orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak
28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan
sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan
sistem persarafan sehubungan dengan cidera kepala tergantung pada
bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan
darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
b. Primary Survey (Pengkajian Primer)
1) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila,
fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift”
atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas,
harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi
atau rotasi dari leher.
2) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi: fungsi yang baik dari paru, dinding
dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan
detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan
hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.

b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil, GCS, adanya nyeri.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas,
pemeriksaan suhu, lokasi luka.
c. Pengkajian Sekunder
Secondary survey ini merupakan  pemeriksaan secara lengkap
yang dilakukan secara head to  toe, dari depan hingga belakang.
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil,
dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai
membaik. Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis
riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian
pasien.Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah
kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan
sistem. Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh
langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan
cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan
anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat
kejadian. 
Tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut Emergency Nurses
Association:
Nilai
Komponen Keterangan
normal
Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan rectal.
Untuk mengukur suhu inti menggunakan kateter
arteri pulmonal, kateter urin, esophageal probe,
Suhu 36,5-37,5 atau monitor tekanan intracranial dengan
pengukur suhu. Suhu dipengaruhi oleh aktivitas,
pengaruh lingkungan, kondisi penyakit, infeksi
dan injury.
60- Dalam pemeriksaan nadi perlu dievaluais irama
Nadi
100x/menit jantung, frekuensi, kualitas dan kesamaan.
Evaluasi dari repirasi meliputi frekuensi, auskultasi
suara nafas, dan inspeksi dari usaha bernafas.

12- Tanda dari peningkatan usah abernafas adalah


Respirasi
20x/menit adanya pernafasan cuping hidung, retraksi

interkostal, tidak mampu mengucapkan 1 kalimat


penuh.
Saturasi >95% Saturasi oksigen di monitor melalui oksimetri nadi,
oksigen
dan hal ini penting bagi pasien dengan gangguan
respirasi, penurunan kesadaran, penyakit serius
dan tanda vital yang abnormal. Pengukurna dapat
dilakukan di jari tangan atau kaki.
Tekanan darah mewakili dari gambaran
kontraktilitas jantung, frekuensi jantung, volume
sirkulasi, dan tahanan vaskuler perifer. Tekanan
Tekanan 120/80
sistolik menunjukkan cardiac output, seberapa
darah mmHg
besar dan seberapa kuat darah itu dipompakan.
Tekanan diastolic menunjukkan fungsi tahanan
vaskuler perifer.
Berat badan penting diketahui di UGD karena
berhubungan dengan keakuratan dosis atau
Berat badan ukuran. Misalnya dalam pemberian antikoagulan,
vasopressor, dan medikasi lain yang tergantung
dengan berat badan.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit kepala
Sering terjadi pada penderita yang datang dengan cidera ringan,
tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang
kepala penderita. Inspeksi dan palpasi adanya pigmentasi,
laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam,
perdarahan, nyeri tekan serta adanya  sakit kepala.
2) Wajah
Inspeksi kesimterisan kanan dan kiri. Apabila terdapat cidera di
sekitar mata  jangan lalai memeriksa mata, karena pembengkakan
mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi
sulit.

3) Mata :
Periksa kornea ada cidera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor
atau unisokor, bagaimana  reflex cahaya, apakah pupil miosis atau
midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata, konjungtivanya anemis,
rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival
perdarahan.
4) Hidung :
Perdarahan,nyeri, penyumbatan penciuman, apabila ada
deformitas (pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
5) Telinga :
Periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan /
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter keutuhan
membrane timpani / adanya hemotimpanum.
6) Rahang
Rahang atas: periksa stabilitas rahang atas
Rahang bawah: periksa akan adanya fraktur
7) Mulut  dan faring :
Inspeksi mucos,  tekstur, warna, kelembaba, lesi, amati lidah,
pegang dan tekan daerah pipi, rasakan apa ada massa/ tumor
pembengkakkan dan nyeri, amati  adanya tonsil meradang atau
tidak (tonsillitis), palpasi adanya respon nyeri.
8) Vertebra servikalis dan leher
Periksa adanya  deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam,
lesi, dan massa, kaji keluhan disfagia (kesulitan menelan), suara
serak, cidera tumpul atau tajam, deviasi trakea.
9) Toraks
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang,
adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss,
bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kesimetrisan
expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan
ekspansi toraks bilateral, frekuensi  dan irama denyut jantung.
Palpasi: adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri
tekan, krepitasi. Perkusi: untuk mengetahui kemungkinan
hipersonor dan keredupan. Auskultasi: suara nafas tambahan
(ronki, wheezing), bunyi jantung (desah, gallop).
10) Abdomen
Cidera intra-abdomen kadang luput terdiagnosis misalnya pada
keadaan cidera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur
vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri
perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada).
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, adanya trauma
tajam, tumpul adanya perdarahan internal adakah distensi
abdomen,  asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, ecchymosis,
bekas luka. Auskultasi bising usus. Perkusi abdomen, untuk
mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk
mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler, nyeri lepas yang jelas
atau uterus yang hamil.
11) Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Diperiksa adanya  luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau kontusio,
hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur dilakukan sebelum
memasang kateter uretra. Diteliti kemungkinan adanya darah dari
rectum, prostat, fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus
musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat
menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika
terdapat perdarahan vagina dicatat karakter dan jumlah kehilangan
darah dilaporkan lakukan tes kehamilan pada semua wanita usia
subur. Pasien dengan keluhan kemih ditanya rasa sakit atau
terbakar dengan buang air kecil. frekuensi, hematuria kencing
berkurang sampel urin dianalisis.
12) Ektremitas
Pemeriksaan look-feel-move. Inspeksi, memeriksa adanya luka
dekat daerah fraktur (fraktur terbuka). Pelapasi, memeriksa denyut
nadi distal dari fraktur punggung. Perdarahan, lecet, luka,
hematoma, ecchymosis, edema, nyeri pada kolumna vertebra
periksa adanya  deformitas.
13) Neurologis
Pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
pemeriksaan motorik dan sendorik, GCS, paralisis dapat
disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer,
Imobilisasi penderita dengan kolar servikal, imobilisasi dilakukan
samapai terbukti tidak ada fraktur servikal, inspeksi adanya kejang,
twitching, parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan
pergerakan), distaksia (kesukaran mengkoordinasi otot), vertigo
dan respon sensori. Nervus cranialis dapat terganggu bila cidera
kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau
perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
2. Penyimpangan KDM Fraktur Basis CraniI

Ruda paksa akibat fraktur maksilofacial,


ruda paksa dari arah lateral cranial dan
dari arah kubah cranial atau karena
beban inersia oleh kepala Penatalaksanaan
Fraktur Basis Cranii

Jaringan otak rusak Cidera medula oblongata Cidera otak Penurunan sirkulasi CSS Ekstra dan intra kranial
(kontusio laserasi)

Depresi pada pusat napas di Gangguan autoregulasi Peningkatan TIK Ekstra kranial:Terputusnya
Jaringan otak rusak otak
(kontusio laserasi) kontinuitas jaringan kulit,
otot, dan vaskuler. Intra
Aliran darah ke otak Messenfalon tertekan
Kerusakan pola pernafasan kranial: Jaringan otak
menurun
Peningkatan TIK di medula oblongata rusak
Gangguan kesadaran
Penurunan kesadaran Kerusakan neuromuscular Penurunan O2
control mekanisme ventilasi
Penurunan kekuatan otot,
Usaha penderita untuk Gangguan metabolisme program pembatasan gerak Risiko infeksi
Keletihan otot pernapasan
bernapas
(otot sternokleidomastoid)
Asam laktat meningkat Imobilisasi
Lidah mengalami prolaktus Komplikasi pada paru-paru.
ke belakang Invasi bakteri
Kerusakan jaringan otak Kerusakan mobilitas fisik
Ketidakefektifan pola Proteksi kurang
Orofaring tertutup napas
Penurunan kapasitas
adaptif intrakranial
Tindakan invasif dan non
Obstruksi jalan napas:
invasif
materi asing dalam jalan
napas

Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas: materi asing dalam jalan napas.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan cidera medula oblongata;
keletihan otot pernapasan.
c. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan cidera otak.
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
program pembatasan gerak.
e. Risiko infeksi

4. Tujuan/Rencana Tindakan Keperawatan (NOC/NIC)


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Ketidakefektifan NOC NIC


bersihan jalan napas  Respiratory status: Airway suction
Definisi : Ventilation - Monitor status
Ketidakmampuan untuk  Respiratory status: oksigen pasien
membersihkan sekresi Airway patency - Pastikan kebutuhan
atau obstruksi dan saluran oral/tracheal suctioning
pernafasan untuk Kriteria Hasil : - Auskultasi suara
mempertahankan nafas sebelum dan
kebersihan jalan nafas. - Mendemonstrasi sesudah suctioning.
kan batuk efektif - Minta klien nafas
Batasan Karakteristik : dan suara nafas dalam sebelum suction
yang bersih, tidak dilakukan.
- Tidak ada batuk ada sianosis dan - Gunakan alat yang
- Suara napas dyspneu (mampu steril setiap melakukan
tambahan mengeluarkan tindakan
- Perubahan sputum, mampu - Berikan O2 dengan
frekwensi napas bernafas dengan menggunakan nasal
- Perubahan irama mudah, tidak ada untuk memfasilitasi
napas pursed lips) suksion nasotrakeal
- Sianosis - Menunjukkan - Hentikan suksion
- Kesulitan berbicara jalan nafas yang dan berikan oksigen
atau mengeluarkan paten (klien tidak apabila pasien
suara merasa tercekik, menunjukkan
- Penurunan bunyi irama nafas, bradikardi, peningkatan
napas frekuensi saturasi O2, dan lain-
- Dipsneu pernafasan dalam lain.
- Sputum dalam rentang normal, - Informasikan pada
jumlah yang berlebihan tidak ada suara klien dan keluarga
- Batuk yang tidak nafas abnormal) tentang suctioning
efektif - Mampu - Anjurkan pasien
- Orthopneu mengidentifikasikan untuk istirahat dan
- Gelisah dan mencegah napas dalam setelah
- Mata terbuka lebar faktor yang dapat kateter dikeluarkan dan
menghambat jalan nasotrakeal
Faktor Yang nafas - Ajarkan keluarga
Berhubungan : bagaimana cara
Lingkungan melakukan suksion
Airway Management
- Perokok pasif
- Mengisap asap - Monitor respirasi dan
- Merokok status O2
- Identifikasi pasien
Obstruksi jalan nafas perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
- Spasme jalan - Auskultasi suara nafas,
nafas catat adanya suara
- Mokus dalam tambahan
jumlah berlebihan - Buka jalan nafas,
- Eksudat dalam guanakan teknik chin lift
jalan alveoli atau jaw thrust bila
- Maten asing dalan perlu
jalan napas - Posisikan pasien untuk
- Adanya jalan memaksimalkan
napas buatan ventilasi
- Sekresi - Pasang mayo bila perlu
bertahan/sisa sekresi - Lakukan fisioterapi
- Sekresi dalam dada jika perlu
bronki - Keluarkan sekret
Fisiologis : dengan batuk atau
suction
- Jalan napas alergik - Berikan pelembab
- Asma udara Kassa basah
- Penyakit paru NaCI Lembab
obstruktif kronik - Lakukan suction pada
- Hiperplasi dinding mayo
bronkial - Berikan bronkodilator
- Infeksi bila perlu
- Disfungsi - Atur intake untuk cairan
neuromuskular mengoptimalkan
keseimbangan.

b. Ketidakefektifan pola napas

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Ketidakefektifan pola NOC NIC


napas Airway Management
Definisi : Inspirasi dan  Respiratory
atau ekspirasi yang tidak status : Ventilation - Monitor respirasi dan
memberi ventilasi  Respiratory status O2
status : Airway - Identifikasi pasien
Batasan Karakteristik : patency perlunya pemasangan
 Vital sign Status alat jalan nafas buatan
 Perubahan - Auskultasi suara nafas,
kedalaman pernapasan catat adanya suara
 Perubahan Kriteria Hasil : tambahan
ekskursi dada - Buka jalan nafas,
 Mengambil posisi  Mendemonstrasi guanakan teknik chin lift
tiga titik kan batuk efektif dan atau jaw thrust bila
 Bradipneu suara nafas yang perlu
 Penurunan bersih, tidak ada - Posisikan pasien untuk
tekanan ekspirasi sianosis dan dyspneu memaksimalkan
 Penurunan (mampu ventilasi
ventilasi semenit mengeluarkan - Pasang mayo bila perlu
 Penurunan sputum, mampu - Lakukan fisioterapi
kapasitas vital bernafas dengan dada jika perlu
 Dipneu mudah, tidak ada - Keluarkan sekret
 Peningkatan pursed lips) dengan batuk atau
diameter anterior-  Menunjukkan suction
posterior jalan nafas yang - Berikan pelembab
 Pernapasan cuping paten (klien tidak udara Kassa basah
hidung merasa tercekik, NaCI Lembab
 Ortopneu irama nafas frekuensi - Lakukan suction pada
 Fase ekspirasi pernafasan dalam mayo
memenjang rentang normal, tidak - Berikan bronkodilator
 Pernapasan bibir ada suara nafas bila perlu
 Takipneu abnormal) - Atur intake untuk cairan
 Penggunaan otot  Tanda Tanda mengoptimalkan
aksesorius untuk vital dalam rentang keseimbangan.
bernapas normal (tekanan
darah, nadi, Oxygen Therapy
Faktor Yang pernafasan)
Berhubungan :  Observasi adanya
 Ansietas tanda tanda hipoventilasi
 Posisi tubuh  Monitor aliran
 Deformitas tulang oksigen
 Deformitas dinding  Monitor adanya
dada kecemasan pasien
 Keletihan terhadap oksigenasi
 Hiperventilasi  Bersihkan mulut,
 Sindrom hidung dan secret trakea
hipoventilasi  Atur peralatan
 Gangguan oksigenasi
muskuloskeletal  Pertahankan jalan
 Kerusakan nafas yang paten
neurologis  Pertahankan posisi
 Imaturitas pasien
neurologis
 Disfungsi Vital sign Monitoring
neuromuskular
 Monitor Tekanan
 Obesitas
Darah, nadi, suhu, dan
 Nyeri
RR
 Keletihan otot
 Catat adanya
pernapasan cedera
fluktuasi tekanan darah
medula spinalis
 Monitor Vital Sign
saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi Tekanan
Darah pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas
dari nadi
 Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan kelembaban
kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi
penyebab dan
perubahan vital sign

c. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Penurunan kapasitas NOC NIC


adaptif intrakranial Intrakranial Pressure
Definisi : Mekanisme  Circulation (ICP) Monitoring
status (monitor tekanan
dinamika cairan
 Tissue intracranial) :
intrakranial yang
normalnya melakukan Prefusion : Cerebral
 Monitor tekanan
kompensasi untuk intracranial dan respon
meningkatkan volume Kriteria Hasil:
neurology terhadap
intrakranial mengalami Mendemonstrasikan
aktivitas
gangguan, yang status sirkulasi yang
 Catat respon
menyebabkan ditandai dengan :
pasien terhadap stimulasi
peningkatan tekanan  Monitor jumlah
intrakranial (TIK) secara  Tekanan systole
drainage cairan
tidak merata dan berespon dan diastole dalam
cerebrospinal
terhadap berbagai stimuli rentang yang
 Monitor intake dan
yang berbahaya dan tidak diharapkan 120/80
output cairan
berbahaya. mmHg
 Monitor tekanan
 Tidak ada
perfusi serebral
Batasan Karakteristik : ortostatik hipertensi
 Monitor suhu dan
 Tidak ada
angka WBC
 Tekanan tanda-tanda
 Berikan informasi
intrakranial (TIK) dasar peningkatan
kepada keluarga
≥ 10 mmHg tekanan intrakranial
 Posisikan pasien
 Peningkatan TIK (tidak lebih dari 15
pada posisi semi fowler
tidak merata setelah mmHg)
 Kolaborasi
terjadi stimulus
pemberian antibiotik
 Kenaikan bentuk Mendemonstrasikan
gelombang P2 TIK kemampuan kognitif
Peripheral sensation
 Peningkatan TIK > yang ditandai dengan
management
10 mmHg secara (manajemen sensasi
berulang selama lebih : perifer) :
dari 5 menit setelah
adanya berbagai  Berkomunikasi  Monitor adanya
stimuli eksternal dengan jelas dan daerah tertentu yang
 Uji respons sesuai dengan hanya peka terhadap
tekanan volume yang kemampuan panas atau dingin, tajam
beragam (volume,  Menunjukkan atau tumpul
rasio tekanan 2, indeks perhatian,  Monitor danya
volume tekanan < 10) konsentrasi dan paretese
 Bentuk gelombang orientasi  Monitor
TIK menunjukkan  Memproses kemampuan BAB
amplitudo yang tinggi informasi  Monitor adanya
 Membuka tromboplebitis
Faktor Yang keputusan dengan
Berhubungan : benar  Batasi gerakan
pada kepala, leher dan
 Cedera otak Menunjukkan sensori punggung
 Penurunan perfusi motorik cranial yang  Gunakan sarung
serebral ≤ 50-60 utuh : tangan untuk proteksi
mmHg  Instruksikan
 Peningkatan TIK  Tingkat keluarga untuk
secara kontinu 10-15 kesadaran membaik mengobservasi kulit
mmHg  Tidak ad jika ada isi atau
 Hipertensi sistemik gerakan involunter laserasi
disertai hipertensi  Kolaborasi
intrakranial pemberian analgesik

d. Kerusakan mobilitas fisik

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Hambatan mobilitas fisik NOC NIC


 Joint Movement : Exercise therapy :
Definisi : Keterbatasan Active ambulation
pada pergerakan fisik  Mobility level
tubuh atau satu atau lebih  Self care : ADLs  Monitoring vital sign
ekstremitas secara mandiri  Transfer sebelum/sesudah latihan
dan terarah. performance dan lihat respon pasien
saat latihan
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil:
 Kaji kemampuan pasien
 Penurunan waktu  Klien meningkat
reaksi dalam mobilisasi
dalam aktivitas
 Kesulitan fisik  Bantu klien untuk
membolak-balik posisi  Mengerti tujuan menggunakan tongkat
 Melakukan aktivitas dan peningkatan saat berjalan dan cegah
lain sebagai pengganti mobilitas terhadap cidera
pergerakan  Memverbalisasikan  Dampingi dan Bantu
(mis.,meningkatkan perasaan dalam pasien saat mobilisasi
perhatian pada aktivitas meningkatkan dan bantu penuhi
orang lain, kekuatan dan kebutuhan ADLs pasien.
mengendalikan kemampuan  Berikan alat bantu jika
perilaku, focus pada berpindah klien memerlukan.
ketunadayaan/aktivitas  Memperagakan  Latih pasien dalam
sebelum sakit) penggunaan alat pemenuhan kebutuhan
 Dispnea setelah  Bantu untuk ADLs secara mandiri
beraktivitas mobilisasi (walker) sesuai kemampuan
 Perubahan cara  Ajarkan pasien atau
berjalan tenaga kesehatan lain
 Gerakan bergetar tentang teknik ambulasi
 Keterbatasan  Ajarkan pasien
kemampuan melakukan bagaimana merubah
keterampilan motorik posisi dan berikan
halus bantuan jika diperlukan.
 Keterbatasan
 Konsultasikan dengan
kemampuan melakukan
terapi fisik tentang
keterampilan motorik
rencana ambulasi sesuai
kasar
dengan kebutuhan
 Keterbatasan
rentang pergerakan
sendi
 Tremor akibat
pergerakan
 Ketidakstabilan
postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak
terkoordinasi

Faktor Yang Berhubungan:

 Intoleransi aktivitas
 Perubahan
metabolisme selular
 Ansietas
 Indeks masa tubuh
diatas perentil ke 75
sesuai usia
 Gangguan kognitif
 Konstraktur
 Kepercayaan
budaya tentang
aktivitas sesuai usia
 Fisik tidak bugar
 Penurunan
ketahanan tubuh
 Penurunan kendali
otot
 Penurunan massa
otot
 Malnutrisi
 Gangguan
muskuloskeletal
 Gangguan
neuromuskular, Nyeri
 Agens obat
 Penurunan
kekuatan otot
 Kurang
pengetahuan tentang
aktvitas fisik
 Keadaan mood
depresif
 Keterlambatan
perkembangan
 Ketidaknyamanan
 Disuse, Kaku sendi
 Kurang dukungan
Iingkungan (mis, fisik
atau sosiaI)
 Keterbatasan
ketahanan
kardiovaskular
 Kerusakan
integritas struktur
tulang
 Program
pembatasan gerak
 Keengganan
memulai pergerakan
 Gaya hidup
monoton
 Gangguan sensori
perseptual

e. Risiko infeksi

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Resiko Infeksi NOC NIC


Definisi : Mengalami  Immune Status Infection Control (Kontrol
peningkatan resiko  Knowledge : infeksi)
terserang organisme  Bersihkan lingkungan
Infection control
patogenik
 Risk control setelah dipakai pasien
Faktor Resiko : lain.
Penyakit kronis. Kriteria Hasil:  Pertahankan teknik
 Klien bebas dari isolasi
 Diabetes melitus
tanda dan gejala  Batasi pengunjung
 Obesitas
infeksi  Gunakan sabun
Pengetahuan yang tidak
 Mendeskripsikan antimikrobia untuk cuci
cukup untuk
proses penularan tangan
menghindari pemanjanan
penyakit, faktor yang  Cuci tangan setiap
patogen.
mempengaruhi sebelum dan sesudah
Pertahanan tubuh primer
penularan serta tindakan keperawatan
yang tidak adekuat.
penatalaksanaannya  Gunakan baju, sarung
 Gangguan peritalsis  Menunjukkan tangan sebagai alat
 Kerusakan integritas kemampuan untuk pelindung
kulit (pemasangan mencegah timbulnya  Pertahankan lingkungan
kateter intravena, infeksi aseptik selama
prosedur invasif)  Jumlah leukosit pemasangan alat
 Perubahan sekresi dalam batas normal  Ganti letak IV perifer dan
pH  Menunjukkan line central dan dressing
 Penurunan kerja perilaku hidup sehat sesuai dengan petunjuk
siliaris umum
 Pecah ketuban dini  Gunakan kateter
 Pecah ketuban lama intermiten untuk
 Merokok menurunkan infeksi
 Stasis cairan tubuh kandung kencing
 Trauma jaringan  Tingkatkan intake nutrisi
(mis, trauma destruksi  Berikan terapi antibiotik
jaringan) bila perlu

Ketidakadekuatan Infection Protection


pertahanan sekunder (proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Penurunan  Monitor hitung granulosit,
hemoglobin WBC
 Imunosupresi (mis,
 Monitor kerentanan
imunitas didapat tidak
terhadap infeksi
adekuat, agen
 Inspeksi kulit dan
farmaseutikal termasuk
membran mukosa
imunosupresan,
terhadap kemerahan,
steroid, antibodi
panas, drainase
monoklonal,
 Inspeksi kondisi luka /
imunomudulator)
insisi bedah
 Supresi respon
 Sering pengunjung
inflamasi
terhadap penyakit
menular
Vaksinasi tidak adekuat
Pemajanan terhadap  Pertahankan teknik
patogen lingkungan aspesis pada pasien
meningkat yang beresiko
 Wabah  Pertahankan teknik
isolasi k/p
Prosedur invasif  Berikan perawatan kulit
Malnutrisi pada area epidema
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif
 Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung
meninggalkan pasien
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep

Anda mungkin juga menyukai