1.1.2 Etiologi
Menurut Smeltzer (2002), penyebab stroke hemoragik dapat disebabkan oleh
tekanan darah tinggi yang menekan dinding arteri sampai pecah.
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menyebabkan oedema dan
kongesti disekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur karena terjadi penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Beberapa dibawah ini
yang dapat menimbulkan thrombosis :
a. Atherosklerosis. Keadaan mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia. Darah bertambah kental, peningakatan
viskositas / hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10 – 30 detik. Beberapa dibawah ini yang dapat
menimbulkan emboli :
a. Katup – katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
b. Myokard infark
c. Fibrilasi
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri meyebabkan terjadinya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.
3. Haemoraghi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarahnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena hipertensi akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenki otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, dan oedema.
4. Hypoksia umum
5. Hypoksia setempat
1.1.3 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak
terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan
tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah
otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluh
darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding
pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status
aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat
bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak
(Price, 2006)
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah
mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin,
2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6
menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,
2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi
otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang
terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
1.1.5 Komplikasi
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi utama pada hemoragik subarakhnoid
yang disebabkan oleh stroke, kelainan bentuk pembuluh darah atau aneurisme adalah:
Vasospasme
Hidrosephalus
Disritmia
Perdarahan ulang
Peningkatan tekanan intrakranial
1.1.6 Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit
neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang
terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari
80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan
tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari
periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen,
sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia,
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau
berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan (Yayasan Stroke Indonesia, 2011).
1.1.7. Pemeriksaan diagnostik
1.1.8. Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
a. Phase Akut :
1. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
2. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
3. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik.
5. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
b. Post phase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial