BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai
dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri
sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. Seseorang yang mengalami masalah ini
harus diberikan rencana dan tindakan yang sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat
diubah menjadi bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesuai, yaitu ekspresi kemarahan
langsung kepada sumber kemarahan dengan tetap menghargai orang yang menjadi sumber
kemarahan tersebut.
Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit
Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh
sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku Kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat
rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh
keluarga. Penanganan oleh keluarga belum memadai, keluarga seharusnya mendapat pendidikan
kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan)
B. Tujuan
Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui dan dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien Perilaku
Kekerasan
Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mengetahui konsep dasar Perilaku Kekerasan
2. Agar mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan Perilaku Kekerasan
3. Agar mahasiswa mengetahui diagnosa keperawatan Perilaku Kekerasan
4. Agar mahasiswa mengetahui intervensi Perilaku Kekerasan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini
maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik
(Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih
menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan
perasaan marah (Berkowitz, 1993)
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996)
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang
menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah
sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat
dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk
mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons
kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
(Stuart dan Sundeen, 1995).
2.Penyebab
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas,
tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak
terpenuhi.
Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk
dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa
rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.Kebutuhan
akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara
yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan
lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
8. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap
sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan
perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik
perhatian orang lain.
Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
B. Konsep dasar asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi
dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam
pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis,
bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.
Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan masalah
atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
.Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks
cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca
indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses
intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering
merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata
kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif
meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan
sebagai berikut :
Aspek fisik
terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman,
dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif
dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan
data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau
pemeriksaan langsung oleh perawat.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi
klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek
dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3.Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4.Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6.Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7.Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8.Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9.Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan
lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar
untuk intervensi selanjutnya.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan
masalah yang konstruktif.
3. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan
menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
4. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang
konstruktif pula.
5. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
6. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
7. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
8. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
8. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
9. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
10. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
11. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
12. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a.Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
b.Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan
manajemen perilaku kekerasan.
d.Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi
kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
13. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
14. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
15. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
16. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
17. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
18. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
19. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku
klien.
20. Jelaskan cara-cara merawat klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
21. Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.
22. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
23. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
24. Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol,
Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
25. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
Tindakan keperawatan :
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang
menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah
sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat
dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk
mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons
kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
(Stuart dan Sundeen, 1995).
B.Saran
1.Semoga makalah ini dapat menjadi acuan dalam membuat asuhan keperawatan
2.Semoga makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran dibangku kuliah
3.Semoga makalah ini dapat menjadi pengetahuan bagi kalangan kesehatan dan umum
DAFTAR PUSTAKA
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000,
Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC :
Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, CV.
Agung Seto; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran
EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ;
Jakarta.
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-perilaku-kekerasan/
A. DEFINISI
Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat dan menimbulkan
disorganisasi personal yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan
realitas sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap
akan menuju kearah kronisitas, Menurut Kaplan dan Sadock (1998), skzizofrenia merupakan
gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan manifestasi klonis
yang amat luas variasinya. Penyesuaian premorbid, gejala dan perjalanan penyakit yang amat
bervariasi sesungguhnya skizofrenia merupakan satu kelompok gangguan yang heterogen. Pasien
dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) karena hebatnya, gejala, ketidakmampuan pasien untuk
merawat dirinya sendiri, tiada daya tilik diri dan keruntuhan social yang lambat laun terjadi serta
menjauhnya pasien dari lingkungannya.
B. ETIOLOGI
Penyebab gangguan jiwa skozofrenia belum diketahui secara pasti. Model yang diajukan
para peneliti adalah “stress-diathesis”. Pada model tersebut dikemukakan bahwa seseorang
sebelumnya mempunyai diathesis lebih dahulu yang apabila mendapatkan pengaruh lingkungan
yang sangat menekan akan munculnya tanda-tanda dan gejala skizofrenia (Kaplan dan Sadock,
1997). Para peneliti menyatakan etiologi gangguan skizofrenia adalah sebagai berikut :
1. Genetik yang mendasarkan tingginya insiden skizofrenia pada keluarga dekat pasien.
2. Pengaruh keluarga, teori psikodinamika yang melibatkan pengaruh keluarga pengaruh ini
berujud komunikasi antar keluarga yang tidak sempurna atau kadang-kadang kontradiktif.
3. Pengaruh-pengaruh masyarakat seperti :
a) kepadatan penduduk
b) tingkat sosio ekonomi
c) industrialisasi.
1. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
Adalah pengalaman sensori yang terjadi tanpa stimulus dari luas.
Menurut Moller dan Murphy dalam Stuart dan Sundeen (1997) tingkatan halusinasi dibagi
menjadi 4 tingkatan yaitu :
1) Tahap 1 : Comforting
Tingkat cemas sedang, halusinasi secara umum adalah sesuatu yang menyenangkan.
Pengalaman halusinasi karena emosi yang meningkat seperti cemas, kesepian, rasa bersalah,
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang nyaman untuk melepaskan cemas.
Individu mengenal bahwa pikiran dan pengalaman sensori dalam kontrol kesadaran jika cemas
dapat dikelola. Nonpsykotik.
Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Meringis atau tertawa pada tempat yang tidak tepat.
b) Menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara.
c) Pergerakan mata yang cepat.
d) Respon verbal pelan seperti jika sedang asyik.
e) Diam dan tampak asyik.
2) Tahap II
Pengalaman sensori dari beberapa identifikasi indera terhadap hal yang menjijikkan dan
menakutkan. Halusinator mulai kehilangan control dan ada usaha untuk menjauhkan diri dari
sumber stimulus yang diterima . Individu mungkin merasa malu dengan adanya pengalaman
sensori dan menarik diri dari orang lain. Non psychotic. Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Meningkatnya system syaraf otonom, tanda dan gejala dari cemas seperti meningkatnya nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
b) Lapang perhatian menjadi sempit
c) Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi atau realitas.
3) Tahap III
Controlling tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori menjadi hal yang menguasai.
Halusinator mencoba memberi perintah , isi halusinasi mungkin menjadi sangat menarik bagi
individu. Individu mungkin mengalami kesepian , jika sensori yang diberikan berhenti.
Psychotic. Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Perintah langsung oleh halusinasi dapat diikuti.
b) Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
c) Lapang perhatian hanya beberapa detik aau menit.
d) Gejala fisik dan cemas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti perintah.
4) Tahap IV
Conquering, tingkat cemas, panik, umumnya halusinasi menjadi terperinci dan khayalan tampak
seperti kenyataan. Pengalaman sensori mungkin mengancam jika individu tidak mengikuti
perintah. Halusinasi mungkin memburuk dalam 4 jam atau sehari atau sehari jika tidak ada
intervensi terapeutik.
Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a) Teror keras pada tingkah laku seperti panic.
b) Potensial kuat untuk bunuh diri.
c) Aktivitas fisik yang menggambarkan isi dai halusinasi seperti kekerasan, agitasi, menarik diri
atau katatonia.
d) Tidak dapat berespon pada perintah yang kompleks.
e) Tidak dapat berespon pada lebih satu orang.
b. Delusi
Adalah gejala yang merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus luar yang cukup dan
mempunyai cirri-ciri realistic, tidak logis, menetap, egosentris, diyakini kebenarannya oleh
pasien sebagai hal yang nyata, pasien hidup dalam wahamnya, keadaan atau hal yang diyakini itu
bukan merupakan bagian dari sosiokultural setempat. Maam-macam waham :
1) Waham rendah pikir, pasien percaya bahwa pikirannya, perasaannya, ingkah lakunya
dikendalikan dari luar.
2) Waham kebesaran, suatu kepercayaan bahwa penderita adalah orang yang penting dan
berpengaruh dan mungkin mempunyai kelebihan kekuatan yan terpendam atau benar-benar
merakanfiur orang kuat sepanjang sejarah.
3) Waham diancam, suatu keyakinan bahwa dirinya selalu diancam, diikti atau ada sekelompok
orang yang memenuhinya.
4) Waham tersangkut, adana kepercayaan bahwa seala sesatu yang terjadi di sekelilngnya mempai
hubungan pribadi seperti perinah atau pesan khusus.
5) Waham bizarre, pasien sering memperlihakan adanya waham soatik msalnya pasien percaya
adanya benda ang begerak-gerak di dalam ususnya. Yang termasuk waham ini adalah waham
sedot pikir, waham sisip pikir, waham siar pikir, waham kendali pikir.
c. Paranoid dimanifestasikan dengan interpretasi yang menetap bahwa tindakan orang lain sebagai
suatu ancaman atau ejekan.
d. Ilusi adalah kesalahan dalam menginterpretasikan stimulus dari luar yang nyata.
a. Flight of idea, serangkaian pikiran yang diucapkan secara cepat disertai perpindahan materi
pembicaraan yang menddak tanpa alas an logic yang nyata.
b. Retardation, adalah lambatnya aktifitas mental sebagai contoh pasien mengatakan saya tidak
dapat berpikir apa-apa.
c. Blocking, putusnya pikiran ang ditandai dengan putusnya secara sementara atau terhentinya
pembicaraan.
d. Autisme, pikiran yang timbul dari fantasi.
e. Ambivalensi adalah keinginan yang sangat pada dua hal yang berbeda pada waktu yang sama
dan orang yang sama.
f. Kehilangan asosiasiidak adanya hubungan pola pikir, ide dan topik yang normal, tiba-tiba beralih
tanpa menunjukkan hubungan dengan topic sebelumnya.
3. Gangguan Kesadaran
4. Gangguan Afek
a. Afek yang tidak tepat, suatu keadaan disharmoni afek yang tidak sesuai dengan tingkah laku
pasien.
b. Afek tumpul, ketidakmampuan membangkitkan emosi dan berespon trhadap berita duka.
c. Afek datar, ketidakmampuan membangkitkan respon terhadap berbagai respon.
d. Afek labil, kondisi emosi yang cepat berubah.
e. Apatis, warna emosi yang tumpul disertai keacuhan atau ketidakpedulian.
f. Euforia, gembira berlebihan, aa peningkatan perasaan dari biasanya selalu merasa optimis,
senang dan percaya diri, bersikap meyakinkan.
D. KOMPLIKASI
Menurut Keliat (1996), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1. Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan diri, penampila
dan sosialisasi.
2. Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari teman-teman dan
keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap lingkungan kehidupan yang
kaku dan stimulus yang kurang.
3. Sumber koping
Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi pada klien,
menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk menghadapi stress.
4. Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya, tidak ingin melakukan
sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak berani mencapai sukses.
5. Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan pernah digunakan
klien pada waktu yang lalu.
6. Motivasi
Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.
7. Kebutuhan terapi yang lama
Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu periode selama 6 bulan
terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah sakit dalam 1 tahun.
E. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Klorpromazine
1) Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan mulut secara
teratur.
2) Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman penglihatan.
3) Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4) Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
5) Hipoensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk.
b. Haloperidol
1) Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan mulut secara
teratur.
2) Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman penglihatan.
3) Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4) Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
5) Hipotensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan & Sadock, 1997, Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi 7
Jilid 2, Binarupa Aksara. Jakarta
2. Stuart & Sudeen, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3 EGC, Jakarta
3. Keliat, B, Herawati, 1999, Proses Keperawatan Jiwa, EGC Jakarta
4. Johnson Marion, dkk, 2000, Nursing Outcome Classification (NOC), Mosby
5. Nanda, 2005, Diagnosis Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi, Nursing Intervention.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan zaman adalah hal yang tidak dapat terelakan dalam kehidupan. Perkembangan
zaman kian hari kian pesat. Mempunyai dampak secara menyeluruh dalam kehidupan. Banyak orang
berpikir perkembangan yang sangat pesat ini membawa banyak hal positif kepada umat manusia. Tetapi
tidak menutup kemungkinan hal yang positif ini berjajar dengan hal yang negatif juga. Fenomena ini bisa
kita tilik dengan sudut pandang dunia kesehatan.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering
tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota
keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga
dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan
yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga
mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen,
1995)
1.2 Rumusan Masalah
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen,
1995).
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang
ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun
psikologis (Berkowitz, 2000).
Suatu keadaan di mana seorang individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik
terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998).
Sedangkan menurut Maramis (2004), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana klien
mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan
barang-barang.
a. Teori Biologik
1. Faktor neurologis, beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinaps, neurotransmitter, dendrit,
axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang
akan memengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respon agresif.
2. Faktor genetik, adanya faktor gen yang diturunkan melalu orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat potensi agresif yang sedang
tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penilitian genetik tipe karyo-type
XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut
hukum akibat perilaku agresif.
3. Irama sirkadian tubuh, memegang peranan pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam
tertentu manusia mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang
masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang
lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
5. Brain Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik, tumor
otak, trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif
dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1. Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life span
hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak
tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakbedayaannya dan rendahnya harga diri pelaku
tindak kekerasan.
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolelir
kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan
untuk menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif (makin keras pukulannya akan
diberi coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
3. Learning theory
Dalan budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau di
keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut
memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan
menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi, film-film
kekerasan, mistik, tahayul dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi.
d. Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan dorongan dan bisikan syetan
yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan
adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan organ vital manusia lain yang dituruti
manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi
tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego).
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan :
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser,
penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk
memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu
mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan,
atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
2.4 Tanda dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan :
1. Fisik
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
g) Pandangan tajam
i) Mengepalkan tangan
j) Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a) Bicara kasar
e) Suara keras
f) Ketus
3. Perilaku
e) Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan
orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Sosial
8. Perhatian
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan individu
karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat
menimbulkan kemarahan yang
berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti
tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan.
Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena merasa tidak kuat.
Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian
akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri (Depkes,
2000).
BAB III
Sdr. T (19 tahun) datang ke RSJ karena di rumah ia sering menyendiri, marah-marah dan sering
memukul-mukul diri ke tembok. Di awal pengkajian Sdr. T mengatakan “aku ini sangat bodoh dan sangat
memalukan. Kepandaianku sebanding dengan kebodohan seekor keledai”. 2 minggu sebelum MRS Sdr T
suka menyendiri dikamar, tak mau berinteraksi dengan orang lain, tak mau makan minum dan mandi. Hal
ini terjadi sejak ia mendapat kabar buruk tentang dirinya. T yang pandai dalam semua bidang pelajaran
menerima hasil UJIAN NASIONAL yang menyatakan bahwa dirinya TIDAK LULUS ujian yang sangat
membuatnya malu dan merasa sangat bodoh dan membuatnya syok. T mengatakan “mengapa ini terjadi
padaku? Tuhan tidak adil. T selalu memukul orang yang menayakan tentang ketidaklulusannya.
3.2 Asuhan Keperawatan
3.2.1 Pengkajian
1. Data demografi
a. Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang nama
perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang
akan dibicarakan.
b. Usia dan nomor rekam medik
c. Perawat menuliskan sumber data yang didapat
2. Alasan masuk
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya?
3. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data signifikan tentang:
5. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan lelalitas perilaku bunuh diri klien
a. Tujuan klien (misal, agar terlepas dari stress solusi masalah yang sulit)
b. Rencana bunuh diri, termasuk apakah klien memiliki rencana tersebut
c. Keadaan jiwa klien (misal, adanya gangguan pikiran, tingkat kegelisahan, keparahan gangguan mood)
d. Sistem pendukung yang ada
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik maupun medik),
kehilangan yang baru dialami, dan riwayat penyalahgunaan zat.
6. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar klien atau keluarga tentang gejala,
medikasi, dan rekomendasi pengobatan, gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan serta tindakan
perawatan sendiri.
3.2.2 Analisa Data
DS: klien merasa tidak berguna, Gangguan konsep diri: harga diri rendah
merasa kosong
Berduka
disfungsional
Isolasi
Sosial
Core
Problem
Perilaku
kekerasan
3.2.4 Intervensi
1 Resiko TUM:
mencederai diri
Klien tidak mencederai
b.d perilaku
diri sendiri
kekerasan Klien mau membalas salam Beri salam atau anggil nama
TUK: KLien mau menjabat tangan Sebutkan nama perawat sambil
Klien mau menyebutkan nama jabat tangan
Klien dapat membina
Klien mau tersenyum Jelaskan maksud hubungan
hubungan saling percaya
Klien mau kontak mata interaksi
Klien mau mengetahui nama Jelaskan tentang kontrak yang
perawat akan dibuat
Beri rasa aman dan sikap
empati
Lakukan kontak singkat tapi
sering
2. Klien dapat 2.1 Klien mengungkapkan 2.1.1 Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi perasaannya mengungkapkan perasaannya
penyebab perilaku
2.2 Klien dapat 2.1.2 Bantu klien
kekerasan
mengungkapkan perasaan mengungkapkan penyebab
jengkel ataupun kesal perasaan jengkel atau kesal
10. Klien dapat mengikuti 10.1 Klien mengikuti TAK : 10.1.1 Anjurkan klien untuk
TAK : stimulasi persepsi stimulasi persepsi pencegahan mengikuti TAK : stimulasi
pencegahan perilaku perilaku kekerasan persepsi pencegahan perilaku
kekerasan kekerasan
10.2 Klien mempunyai jadwal
TAK : stimulasi persepsi 10.1.2 Klien mengikuti TAK :
pencegahan perilaku stimulasi persepsi pencegahan
kekerasan perilaku kekerasan (kegiatan
tersendiri)
10.3 Klien melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan TAK
10.1.3 Diskusikan dengan klien
tentang kegiatan selama TAK
3.2.5 Evaluasi
BAB IV
Factor pencetus perilaku kekerasan dapat bersumber dari klien maupun lingkungan itu sendiri.
Klien berupa : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri. Lingkungan
berupa : kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik inetraksi social.
Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengarhi oleh dua insting. Yaitu insting hidup yang
di ekspresikan dengan seksualitas dan insting kematian yang di ekpresikan dengan agresivitas.
Frustation-agression theory : teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal dari asumsi,
bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang
atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai
riwayat perilaku agresif
Dari contoh kasus di atas terlihat bahwa saudara T melakukan perilaku kekerasan yang
mencederai diri sendiri dengan memukul-mukul diri ke tembok hal ini terjadi berhubungan dengan
faktor psikologis yaitu berupa kegagalan yang di alami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. karena kopingnya yang tidak efektif dalam menerima hasil ujiannya yang
menyatakan dirinya tidak lulus sedangkan kesehariannya dia pandai dalam semua bidang.
Hal ini menyebabkab saudara T begitu frustasi sehingga melampiaskan kemarahannya dengan
perilaku kekerasan mencederai diri sendiri.
Oleh karena itu, klien perlu disadarkan tentang cara marah yang baik serta bagaimana
berkomunikasi merupakan cara yang efektif untuk mencegah terjadinya perilaku kekerasan.
Bahwa marah bukan suatu yang benar atau salah, harus di sadari oleh klien. Sehingga klien dapat
di berikan pemahaman untuk mencegah terjadinya perilaku kekerasan berupa :
Dengan diberikannya pemahaman ini di harapkan tindakan perilaku kekerasan dapat teratasi,
dukungan keluarga juga sangat di butuhkan dalam hal ini.
4.2 SKENARIO
Suster : “Selamat pagi mas? Perkenalkan nama saya ners Gabby nur inayah, biasa dipanggil ners Gabby,
kalo boleh tau mas namanya siapa?suka di panggil apa?”
Suster : “Mas, perkenalkan nama saya ners Gabby, mas namanya siapa?”
Suster : “Ooh.. mas Tarmin, mas Tarmin hari ini kabarnya bagaimana?”
Pasien: (diam)
Pasien : (Diam)
Suster : “Kenapa mas Tarmin? Lagi tidak enak badan ta? Kok diam saja?”
Pasien : (Diam)
Suster : “yaudah kalo mas Tarmin tidak mau berbicara sekarang, 10 menit lagi suster kembali, suster
harap mas Tarmin sudah mau bicara”
10 menit kemudian
Suster : “Loh(muka kaget) mas Tarmin kok kepalanya dibentur2in, jangan dong mas..”
Pasien: (sambil membentak suster) “Biarin, Percuma saya hidup, saya ini orang yang gak berguna, orang
bodoh”
Suster : (Berusaha menarik pasien dari tembok) “Siapa yang bilang mas Tarmin ini tidak berguna?”
Suster : “Di dunia ini tidak ada yang tidak berguna mas Tarmin, semua yang di ciptakan oleh Tuhan pasti
ada manfaatnya. Apalagi mas Tarmin masih mempunyai tubuh yang lengkap”.
Pasien: (tertunduk)
Suster :”Begini saja mari suster ajak mas Tarmin jalan-jalan ke taman, bagaimana?”
Pasien: “ngapain?”
Di Taman
Suster: mas gimana uda bisa merasa tenang belum perasaannya sekarang?
Pasien: (termenung)
Suster: mas kalau boleh suster tau sebenarnya ada apa kok mas mengatakan bahwa mas itu tidak
berguna?
Pasien: saya merasa malu dan tidak berguna sus sebab saya tidak lulus UAN..bodoh soal begitu saja saya
tidak lulus..
Suster: mas kegagalan itu bukan akhir segalanya tapi kegagalan itu adalah keberhasilan yang tertunda.
Pasien: tapikan tetep aja gagal. (lalu mengepalkan tangan dan seolah ingin memukul tanah)
Pasien : saya kesal kalau ada yang tanya-tanya sama saya tentang ketidaklulusan saya. Rasanya ingin saya
pukul saja mereka.
Suster : ooh, begitu. Mas Tamin ini kesal kalau ada yang menanyakan tentang ketidaklulusan itu ya.
sekarang coba dipikirkan, memukul seseorang yang tidak bersalah itu perilaku yang baik atau tidak?
Suster : yaa bagus. Itu perilaku yang tidak baik. Itu kan bisa melukai orang itu. Selain itu, tangan Mas
Tamin kan bisa jadi sakit atau luka. Bagaimana menurut Tamin?
Pasien : iya ya sus. Tidak ada gunanya juga memukul orang lain. Malah membuat tangan saya pegal
pegal.
Suster : baiklah, kalau begitu.. mari suster ajarkan cara untuk mencegah Mas Tamin melakukan
kekerasan. Kalau timbul rasa kesal pada diri Mas Tamin, sesegera mungkin tarik napas dalam.
Instruksikan diri Mas Tamin untuk tenang. Ayo sekarang dicoba ¡
Suster : Kalau Tamin masih kesal, cobalah untuk mengekspresikannya ke benda yang tidak
bahaya. Memukul bantal misalnya. Ayo sekarang dicoba !
Suster : naaah.. bagus. Begitu kan lebih baik. Tamin bisa mempraktekkan 2 cara tadi kalau Tamin sedang
kesal. Apakah Tamin sudah mengerti?
Suster : Oke. ¡ suster yakin Tamin bisa mengendalikan emosi dengan baik. Kalau begitu, sesuai kontrak
tadi bahwa kita mengobrol 10 menit saja. Sekarang sudah 10 menit, suster melanjutkan pekerjaan suster
ya. Tamin bisa mencari kesibukan yang lain.
Suster : besok suster akan menemui Tamin lagi untuk menanyakan 2 cara yang tadi sudah suster ajarkan
sudah Tamin kerjakan atau belum. Tamin mau kita bertemu kapan dan di mana?
---
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan
dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan
perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.
4.Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
5.2 Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah perilaku
kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku kekerasan meliputi
keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh
intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah
dengan mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat meredam
kemarahannya.
DAFTAR PUSTAKA
- Nafas pendek Tanda Tanda vital dalam rentang Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
normal (tekanan darah, nadi,
DO: pernafasan) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
- Penurunan pertukaran udara per menit Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
- Menggunakan otot pernafasan tambahan
Ajarkan bagaimana batuk efektif
- Orthopnea
Monitor pola nafas
- Pernafasan pursed-lip
Berhubungan dengan : Respiratory Status : Gas exchange Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
ketidakseimbangan perfusi ventilasi Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Pasang mayo bila perlu
perubahan membran kapiler-alveolar Respiratory Status : ventilation Lakukan fisioterapi dada jika perlu
DS: Vital Sign Status Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
sakit kepala ketika bangun Setelah dilakukan tindakan Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
keperawatan selama …. Gangguan
Dyspnoe pertukaran pasien teratasi dengan Berikan bronkodilator ;
kriteria hasi:
Gangguan penglihatan
-………………….
Mendemonstrasikan peningkatan
DO: ventilasi dan oksigenasi yang adekuat -………………….
Penurunan CO2 Memelihara kebersihan paru paru dan Barikan pelembab udara
bebas dari tanda tanda distress
Takikardi
pernafasan Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Hiperkapnia
Mendemonstrasikan batuk efektif dan Monitor respirasi dan status O2
suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
Keletihan mengeluarkan sputum, mampu tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
bernafas dengan mudah, tidak ada
Iritabilitas pursed lips) Monitor suara nafas, seperti dengkur
Hypoxia Tanda tanda vital dalam rentang normal Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
kebingungan AGD dalam batas normal
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
sianosis Status neurologis dalam batas normal ventilasi dan suara tambahan
warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
Hipoksemia
Observasi sianosis khususnya membran mukosa
hiperkarbia
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
AGD abnormal tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
pH arteri abnormal
Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
frekuensi dan kedalaman nafas abnormal
Berhubungan dengan : keterbatasan Kowlwdge : disease process Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
kognitif, interpretasi terhadap informasi
yang salah, kurangnya keinginan untuk Kowledge : health Behavior Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
mencari informasi, tidak mengetahui berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara
sumber-sumber informasi. Setelah dilakukan tindakan yang tepat.
keperawatan selama …. pasien
menunjukkan pengetahuan tentang Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
proses penyakit dengan kriteria hasil: penyakit, dengan cara yang tepat
DS: Menyatakan secara verbal adanya Pasien dan keluarga menyatakan Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
masalah pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai Pasien dan keluarga mampu Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan
melaksanakan prosedur yang cara yang tepat
dijelaskan secara benar
Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien
Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang tepat
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
lainnya
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kolaborasi
DO: Respiratory Status : Ventilation Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan
menelan
Peningkatan tekanan dalam lambung Aspiration control
Monitor status paru
elevasi tubuh bagian atas Swallowing Status
Pelihara jalan nafas
penurunan tingkat kesadaran Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama…. pasien tidak Lakukan suction jika diperlukan
peningkatan residu lambung mengalami aspirasi dengan kriteria:
Cek nasogastrik sebelum makan
menurunnya fungsi sfingter esofagus Klien dapat bernafas dengan mudah,
tidak irama, frekuensi pernafasan Hindari makan kalau residu masih banyak
gangguan menelan normal
Potong makanan kecil kecil
NGT Pasien mampu menelan, mengunyah Haluskan obat sebelumpemberian
tanpa terjadi aspirasi, dan
Penekanan reflek batuk dan gangguan
mampumelakukan oral hygiene Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
reflek
Jalan nafas paten, mudah bernafas,
Penurunan motilitas gastrointestinal
tidak merasa tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal
dehidrasi Suhu tubuh dalam batas normal Monitor WBC, Hb, dan Hct
dengan kreiteria hasil:
Monitor intake dan output
DO/DS: Suhu 36 – 37C
Berikan anti piretik:
kenaikan suhu tubuh diatas rentang Nadi dan RR dalam rentang normal
Kelola Antibiotik:………………………..
normal
Tidak ada perubahan warna kulit
Selimuti pasien
serangan atau konvulsi (kejang) dan tidak ada pusing, merasa
nyaman Berikan cairan intravena
kulit kemerahan
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
pertambahan RR
Tingkatkan sirkulasi udara
takikardi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Kulit teraba panas/ hangat
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Diare Total iron binding capacity Monitor mual dan muntah
- Rontok rambut yang berlebih Jumlah limfosit Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
- Kurang nafsu makan
Monitor intake nuntrisi
- Bising usus berlebih
Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
- Konjungtiva pucat
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
- Denyut nadi lemah
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
Berhubungan dengan: Fluid balance Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Kehilangan volume cairan secara aktif Hydration Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi
Nutritional Status : Food and Fluid adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
- Kegagalan mekanisme pengaturan
Intake
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN ,
Setelah dilakukan tindakan Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
DS : keperawatan selama….. defisit volume
cairan teratasi dengan kriteria hasil: Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
- Haus
Mempertahankan urine output sesuai Kolaborasi pemberian cairan IV
DO: dengan usia dan BB, BJ urine normal,
- Penurunan turgor kulit/lidah Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam Monitor status nutrisi
batas normal
- Membran mukosa/kulit kering Berikan cairan oral
Tidak ada tanda tanda dehidrasi,
- Peningkatan denyut nadi, penurunan Elastisitas turgor kulit baik, membran Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 –
tekanan darah, penurunan mukosa lembab, tidak ada rasa haus 100cc/jam)
volume/tekanan nadi yang berlebihan
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Pengisian vena menurun Orientasi terhadap waktu dan tempat
baik
- Perubahan status mental Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
- Temperatur tubuh meningkat Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal Persiapan untuk tranfusi
- Kehilangan berat badan secara tiba-tiba pH urin dalam batas normal
Pasang kateter jika perlu
- Kelemahan
Berhubungan dengan : Electrolit and acid base balance Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Perubahan pada pola nafas, Terbebas dari distensi vena jugularis,
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara Monitor masukan makanan / cairan
pleural effusion tekanan kapiler paru, output jantung Monitor status nutrisi
dan vital sign DBN
Oliguria, azotemia Berikan diuretik sesuai interuksi
Terbebas dari kelelahan, kecemasan
Perubahan status mental, kegelisahan, atau bingung
Kolaborasi pemberian obat:
kecemasan
....................................
- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
kulit, trauma jaringan, gangguan panas, drainase
peristaltik)
Monitor adanya luka
Berhubungan dengan : Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas
Tirah Baring atau imobilisasi Toleransi aktivitas
Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Kelemahan menyeluruh Konservasi eneergi
Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Ketidakseimbangan antara suplei oksigen Setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kebutuhan selama …. Pasien bertoleransi terhadap Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
aktivitas dengan Kriteria Hasil : secara berlebihan
Gaya hidup yang dipertahankan.
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi,
DS: disertai peningkatan tekanan darah, nadi disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan
dan RR hemodinamik)
Melaporkan secara verbal adanya
kelelahan atau kelemahan. Mampu melakukan aktivitas sehari hari Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
(ADLs) secara mandiri
Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
saat beraktivitas. Keseimbangan aktivitas dan istirahat dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
Respon abnormal dari tekanan darah Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
atau nadi terhadap aktifitas dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
Perubahan ECG : aritmia, iskemia Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
DO:
Faktor keturunan, Krisis situasional, Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Stress, perubahan status kesehatan,
ancaman kematian, perubahan konsep Koping Gunakan pendekatan yang menenangkan
diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi
Setelah dilakukan asuhan selama Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
……………klien kecemasan teratasi
dgn kriteria hasil: Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
DO/DS:
prosedur
- Insomnia Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
- Diare, mual, kelelahan Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
- Gangguan tidur
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
- Gemetar persepsi
- Anoreksia, mulut kering Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Bingung
DS : Peningkatan ketegangan,panik, Setelah dilakukan tindakan Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit
penurunan kepercayaan diri, cemas keperawatan selama......takut klien
teratasi dengan kriteria hasil : Jelaskan semua tes dan pengobatan pada pasien dan
DO : keluarga
Memiliki informasi untuk
Penurunan produktivitas, kemampuan belajar, mengurangi takut Sediakan reninforcement positif ketika pasien melakukan
kemampuan menyelesaikan masalah, perilaku untuk mengurangi takut
mengidentifikasi obyek ketakutan, Menggunakan tehnik relaksasi
peningkatan kewaspadaan, anoreksia, mulut Sediakan perawatan yang berkesinambungan
kering, diare, mual, pucat, muntah, perubahan Mempertahankan hubungan sosial
dan fungsi peran Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat menyebabkan
tanda-tanda vital
misinterprestasi
Mengontrol respon takut
Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan, persepsi
dan rasa takutnya
- Nafas pendek/ sesak nafas Tidak ada penurunan kesadaran Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Perubahan warna kulit AGD dalam batas normal Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Batuk, bunyi jantung S3/S4 Tidak ada distensi vena leher Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
- Kecemasan Warna kulit normal Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
Nyeri dada tidak ada Tingkatkan istirahat (batasi pengunjung, kontrol stimulasi
lingkungan)
Kelelahan yang ekstrim tidak ada
Tissue Prefusion : cerebral Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala
- Perubahan reaksi pupil Tidak ada ortostatikhipertensi Monitor status cairan
- Kelemahan atau paralisis ekstrermitas Menunjukkan konsentrasi dan orientasi Tinggikan kepala 0-45 tergantung pada konsisi pasien dan
o
order medis
- Abnormalitas bicara Pupil seimbang dan reaktif
- Nyeri Hidration Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
(membran mukosa kering, sianosis, jaundice)
- perut Tissue perfusion :abdominal organs
Kelola pemberian suplemen elektrolit sesuai order
- Mual Setelah dilakukan asuhan
selama………ketidakefektifan perfusi Kolaborasi dengan ahli gizi jumlah kalori dan jumlah zat gizi
DO jaringan gastrointestinal teratasi yang dibutuhkan
dengan kriteria hasil:
- Distensi abdominal Pasang NGT jika perlu
Jumlah, warna, konsistensi dan bau
- Bising usus turun/ tidak ada feses dalam batas normal Monitor output gaster
Na, K, Cl, Ca, Mg, BUN, Creat dan Timbang BB sebelum dan sesudah prosedur
Biknat dalam batas normal
Kaji status mental
Tidak ada distensi vena leher
Monitor CT
Tidak ada bunyi paru tambahan
Pasien Peritoneal Dialisis:
Intake output seimbang
Kaji temperatur, TD, denyut perifer, RR dan BB
Tidak ada oedem perifer dan asites
Kaji BUN, Creat pH, HMT, elektrolit selama prosedur
Tdak ada rasa haus yang abnormal
Monitor adanya respiratory distress
Membran mukosa lembab
Monitor banyaknya dan penampakan cairan
Hematokrit dbn
Monitor tanda-tanda infeksi
Warna dan bau urin dalam batas normal
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Berhubungan dengan : penurunan atau Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Self Care assistane : ADLs
kurangnya motivasi, hambatan
lingkungan, kerusakan muskuloskeletal, Setelah dilakukan tindakan Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
kerusakan neuromuskular, nyeri, keperawatan selama …. Defisit
kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, perawatan diri teratas dengan kriteria Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
kelemahan dan kelelahan. hasil: diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
Klien terbebas dari bau badan Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
DO :
Menyatakan kenyamanan terhadap
kemampuan untuk melakukan ADLs Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
ketidakmampuan untuk mandi,
sesuai kemampuan yang dimiliki.
ketidakmampuan untuk berpakaian,
Dapat melakukan ADLS dengan
ketidakmampuan untuk makan, Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan
bantuan
ketidakmampuan untuk toileting ketika klien tidak mampu melakukannya.
- Tissue Integrity : Skin and Mucous Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Faktor-faktor risiko: Membranes
Hindari kerutan padaa tempat tidur
- Status Nutrisi
Eksternal : - Tissue Perfusion:perifer Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Hipertermia atau hipotermia - Dialiysis Access Integrity Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Melaporkan adanya gangguan sensasi Gunakan pengkajian risiko untuk memonitor faktor risiko
Radiasi
atau nyeri pada daerah kulit yang pasien (Braden Scale, Skala Norton)
mengalami gangguan
Usia yang ekstrim
Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjol dan
Menunjukkan pemahaman dalam titik-titik tekanan ketika merubah posisi pasien.
Kelembaban kulit
proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang Jaga kebersihan alat tenun
Obat-obatan
Mampu melindungi kulit dan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian tinggi protein,
Ekskresi dan sekresi
mempertahankan kelembaban kulit mineral dan vitamin
dan perawatan alami
Internal : Monitor serum albumin dan transferin
Status nutrisi adekuat
Perubahan status metabolik
Psikogenik
BB 20 % di atas ideal untuk tinggi dan Memodifikasi diet dalam waktu yang Dorong pasien untuk merubah kebiasaan makan
kerangka tubuh ideal lama untuk mengontrol berat badan
Perkirakan BB badan ideal pasien
Makan dengan respon eksternal Penurunan berat badan 1-2 pounds/mgg
(misalnya : situasi sosial, sepanjang hari)
Menggunakan energy untuk aktivitas Nutrition Management
Dilaporkan atau diobservasi adanya sehari hari
Kaji adanya alergi makanan
disfungsi pola makan (misal :
memasangkan makanan dengan aktivitas
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
yang lain)
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Konsentrasi intake makanan pada
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
menjelang malam
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
psikologis), kerusakan jaringan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
pain control, presipitasi
- Respon simpatis (suhu dingin, perubahan Tidak ada tegangan otot
posisi tubuh , hipersensitif, perubahan
berat badan)
- Gangguan metabolisme sel Mobility Level Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
- Keterlembatan perkembangan Self care : ADLs Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
- Pengobatan Transfer performance
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
- Kurang support lingkungan Setelah dilakukan tindakan terhadap cedera
keperawatan selama….gangguan
- Keterbatasan ketahan kardiovaskuler mobilitas fisik teratasi dengan kriteria Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
hasil: ambulasi
- Kehilangan integritas struktur tulang
Klien meningkat dalam aktivitas fisik Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Terapi pembatasan gerak
Mengerti tujuan dari peningkatan Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
- Kurang pengetahuan tentang kegunaan mobilitas sesuai kemampuan
pergerakan fisik
Memverbalisasikan perasaan dalam Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
- Indeks massa tubuh diatas 75 tahun meningkatkan kekuatan dan kebutuhan ADLs ps.
percentil sesuai dengan usia kemampuan berpindah
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
- Kerusakan persepsi sensori Memperagakan penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi (walker) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
- Tidak nyaman, nyeri jika diperlukan
DO:
Membatasi pengunjung
- Bentuk darah abnormal, contoh : Mampu mengenali perubahan status Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
leukositosis/leukopenia kesehatan pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
- Perubahan faktor pembekuan,
- Trombositopeni
- Thalassemia,
- Pengobatan: iritasi gaster, distensi gaster, Comfort level Fluid Management
obat kemoterapi, toksin
Hidrasil Pencatatan intake output secara akurat
- Biofisika: gangguan biokimia (KAD,
Uremia), nyeri jantung, tumor intra Nutritional Status Monitor status nutrisi
abdominal, penyakit oesofagus /
Setelah dilakukan tindakan Monitor status hidrasi (Kelembaban membran mukosa, vital
pankreas.
keperawatan selama …. mual pasien sign adekuat)
- Situasional: faktor psikologis seperti nyeri, teratasi dengan kriteria hasil:
takut, cemas. Anjurkan untuk makan pelan-pelan
Melaporkan bebas dari mual
Jelaskan untuk menggunakan napas dalam untuk menekan
Mengidentifikasi hal-hal yang reflek mual
DS: mengurangi mual
Batasi minum 1 jam sebelum, 1 jam sesudah dan selama
Hipersalivasi Nutrisi adekuat makan
Penigkatan reflek menelan Status hidrasi: hidrasi kulit membran
Instruksikan untuk menghindari bau makanan yang
mukosa baik, tidak ada rasa haus
Menyatakan mual / sakit perut
menyengat
yang abnormal, panas, urin output
normal, TD, HCT normal Berikan terapi IV kalau perlu
psikologis: stress dan cemas tinggi Bowl Elimination Diare Management
Situasional:
efek dari medikasi, Fluid Balance Kelola pemeriksaan kultur sensitivitas feses
kontaminasi, penyalah gunaan laksatif,
penyalah gunaan alkohol, radiasi, toksin, Hidration Evaluasi pengobatan yang berefek samping gastrointestinal
Nyeri perut tidak ada Ajarkan pada pasien tehnik pengurangan stress jika perlu
Urgensi
Pola BAB normal Kolaburasi jika tanda dan gejala diare menetap
Kejang perut
- Anoreksia
- Mual
DO:
- Muntah
- Psikologis : usia tua, kecemasan, agen Anxiety Control Sleep Enhancement
biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas, depresi,
kelelahan, takut, kesendirian. Comfort Level Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
- Lingkungan : kelembaban, kurangnya Pain Level Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
privacy/kontrol tidur, pencahayaan, medikasi
Rest : Extent and Pattern Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur
(depresan, stimulan),kebisingan.
(membaca)
Sleep : Extent ang Pattern
Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
Setelah dilakukan tindakan
DS:
keperawatan selama …. gangguan Kolaburasi pemberian obat tidur
Bangun lebih awal/lebih lambat
pola tidur pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
Secara verbal menyatakan tidak fresh
Jumlah jam tidur dalam batas
sesudah tidur
normal
DO :
Pola tidur,kualitas dalam batas
Penurunan kemempuan fungsi normal
Distensi bladder Tidak ada residu urine >100-200 cc Sediakan privacy untuk eliminasi
Terdapat urine residu Intake cairan dalam rentang normal Stimulasi reflek bladder dengan kompres dingin pada
abdomen.
Inkontinensia tipe luapan Bebas dari ISK
Urin output sedikit/tidak ada Tidak ada spasme bladder Kateterisaai jika perlu
Balance cairan seimbang Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan
bau dan konsistensi urine)
berhubungan dengan: Tissue integrity : skin and mucous Pressure ulcer prevention
membranes
Gangguan sirkulasi, iritasi kimia (ekskresi Wound care
dan sekresi tubuh, medikasi), defisit Wound healing : primary and secondary
cairan, kerusakan mobilitas fisik, intention Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
keterbatasan pengetahuan, faktor
mekanik (tekanan, gesekan),kurangnya Setelah dilakukan tindakan Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
DO : pasien teratasi dengan kriteria hasil: Monitor kulit akan adanya kemerahan
Kerusakan jaringan (membran mukosa, Perfusi jaringan normal Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang
integumen, subkutan) tertekan
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Ketebalan dan tekstur jaringan normal
Monitor status nutrisi pasien
Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan mencegah Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
terjadinya cidera berulang
Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-
tanda infeksi lokal, formasi traktus
Perubahan aktual struktur dan fungsi tubuh Mendiskripsikan secara faktual
perubahan fungsi tubuh
Kehilangan bagian tubuh
Mempertahankan interaksi sosial
Bagian tubuh tidak berfungsi
Pernyataan keluarga dan pasien tidak Mampu mencegah perilaku yang Hargai lingkungan fisik dan sosial pasien
mendukung/ tidak mengurangi faktor risiko berisiko
perkembangan penyakit atau skuelle Sediakan informasi tentang penyakit, komplikasi dan
Menyadari dan mencatat tanda- pengobatan yang direkomendasikan
DO : tanda perubahan status kesehatan
Dukung motivasi pasien untuk melanjutkan pengobatan yang
Percepatan gejala-gejala penyakit berkesinambungan
psikologis:
kecemasan, gaya hidup yang Activity Tollerance Energy Management
membosankan, depresi, stress
Energy Conservation - Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktivitas (takikardi,
Lingkungan: kelembaban, cahaya, disritmia, dispneu, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik
kebisingan, suhu Nutritional Status: Energy dan jumlah respirasi)
Situasi: Kejadian hidup yang negatif, Setelah dilakukan tindakan - Monitor dan catat pola dan jumlah tidur pasien
keperawatan selama …. kelelahan
Psikologis: Anemia, status penyakit, pasien teratasi dengan kriteria - Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama bergerak
malnutrisi, kondisi fisik yang buruk, gangguan hasil: dan aktivitas
tidur.
Kemampuan aktivitas adekuat - Monitor intake nutrisi
DS:
Mempertahankan nutrisi adekuat - Monitor pemberian dan efek samping obat depresi
Gangguan konsentrasi
Keseimbangan aktivitas dan - Instruksikan pada pasien untuk mencatat tanda-tanda dan
Tidak tertarik pada lingkungan
istirahat gejala kelelahan
Menggunakan tehnik energi
Meningkatnya komplain fisik - Ajarkan tehnik dan manajemen aktivitas untuk mencegah
konservasi
kelelahan
Kelelahan
Mempertahankan interaksi sosial
- Jelaskan pada pasien hubungan kelelahan dengan proses
Secara verbal menyatakan kurang energi penyakit
Mengidentifikasi faktor-faktor fisik
dan psikologis yang menyebabkan
DO: - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan intake
kelelahan
makanan tinggi energi
- Penurunan kemampuan
Mempertahankan kemampuan
- Dorong pasien dan keluarga mengekspresikan perasaannya
- Ketidakmampuan mempertahankan rutinitas untuk konsentrasi
- Catat aktivitas yang dapat meningkatkan kelelahan
- Ketidakmampuan mendapatkan energi
sesudah tidur - Anjurkan pasien melakukan yang meningkatkan relaksasi
(membaca, mendengarkan musik)
- Kurang energi
2. NUTRISI
a. Dx: Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual
dan muntah.
Intervensi :
· Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.
· Timbang berat badan klien.
· Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
· Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi).
· Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
· Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien
b. Dx: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan (resiko) berhubungan dengan masukan
nutrient yang tidak adekuat, Outcome yang diharapkan.
Intervensi :
· Catat adanya keluhan mual/muntah, anoreksia
· Anjurkan klien untuk modifikasi diit (porsi sedikit demi sedikit tapi sering)
· Rencanakan pengaturan diit dengan libatkan klien dan ahli gizi (kebutuhan kalori, variasi menu)
· Pantau intake nutrisi klien
· berikan obat-obatan bila ada indikasi sesuai program
c. Dx: Nutrisi,kurang dari kebutuhan tubuh
Intervensi :
· Identifikasi factor yang menimbulkan mual/muntah
· berikan makanan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan/atau makanan yang
menarik untuk pasien.
d. Dx: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status
hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Intervensi :
· Pertahankan tirah baring selama fase akut/pasca terapi
· Bantu perawatan kebersihan rongga mulut (oral hygiene).
· Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk yang sesuai perkembangan kesehatan klien (lunak,
bubur kasar, nasi biasa)
· Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (roborantia)
· Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi parenteral.
e. Dx: Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
Intervensi :
· Observasi frekuensi peristaltic usus secara periodic
· Observasi respon klien terhadap pemasukan nutrisi peroral, nasogastrik tube maupun parenteral
· Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
· Bantu dan berikan motivasi dan dukungan kepada klien dalam upaya memenuhi kebutuhan
nutrisinya
· Kolaborasi dengan dokter atau ahli gizi :
- Tentukan kebutuhan kalori diit perhari
- Pemberian nutrisi parenteral
- Pemberian obat-obatan
- Evaluasi hasil laboratorium atau radiologi
3. ELIMINASI
a. Dx: Diare
Intervensi :
· Bantu kebutuhan defekasi (bila tirah baring siapkan alat yang diperlukan dekat tempat tidur,
pasang tirai dan segera buang feses setelah defekasi).
· Tingkatkan/pertahankan asupan cairan per oral.
· Ajarkan tentang makanan-minuman yang dapat memperburuk/mencetus-kan diare.
· Observasi dan catat frekuensi defekasi, volume dan karakteristik feses.
· Observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas dan
kelesuan.
· Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program terapi (antibiotika, antikolinergik,
kortikosteroid).
b. Dx: gangguan eliminasi BAB, konstipasi sampai dengan nyeri rektand atau penrema
Intervensi :
· Anjurkan banyak minum dengan ambulasi dinikolab pemberian laksatip
Rasionalisasi :
- Banyak minum dapat mambantu melarutkan feses dengan ambulasi mengurangi kostipasi
- Melancarkan pembentukan feses yang lembek
c. Dx: Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada
usus dan rectum.
Intervensi :
· Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.
Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.
· Observasi adanya distensi perut.
· Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.
Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
· Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces
· Berikan obat pencahar sesuai pesanan.
Rasional: merangsang kerja usus
d. Dx: Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan drainase urin.
Intervensi :
· Kaji system drainase urin dengan segera.
· Kaji keadekuatan keluaran urin dan patensi system drainase.
· Gunakan prosedur asepsis dan pembasuhan tangan ketika memberikan perawatan serta tindakan.
· Pertahankan system drainase urin yang tertutup.
· Jika irigasi diperlukan dan diresepkan, lakukan tindakan ini secara hati-hati dengan
menggunakan larutan saline steril.
· Bantu pasien dalam mobilisasi
· Observasi warna, volume bau dan konsistensi urin.
· Kurangi trauma dan manipulasi kateter, system drainase serta uretra.
· Bersihkan kateter secara hati-hati.
· Pertahankan asupan cairan yang adekuat
e. Dx: gangguan eliminasi BAK sampai dengan trauma akibat p’ saluran
Intervensi :
· Observasi kandung kemih
· Anjurkan BAB teratur
· Berikan kompres hangat
· Lakukan kaperisasi
Rasionalisasi :
- Kandungan kemih menjaga kontraksi atau involusi uterus
- Urine tertahan mengakibatkan terjadinya infeksi
- Relaksasi spring ter urinenan
- Blass yang para mengakibatkan terganggunya kontraksi dengan akolasi uterus dimana uterus
tertekan oleh blass sehingga uterus terjepit dan mengakibatakan penanahan
f. Dx: Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
Intervensi :
· Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.
Rasional : mengetahui fungsi ginjal
· Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
· Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.
Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.
· Pasang dower kateter.
Rasional membantu proses pengeluaran urine
g. Dx: Konstipasi
Intervensi :
· Observasi bising usus secara periodic
· Anjurkan untuk meningkatkan asupan cairan sedikitnya 2 liter perhari bila tidak ada kontra
indikasi
· Tingkatkan aktivitas secara teratur
· Untuk pemberian terapi yang sesuai, pemeriksaan penunjang yang diperlukan
· Kolaborasi tim dietis untuk pemberian diit seimbang dan tinggi serat
4. OKSIGENASI
a. Dx : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
Intervensi :
· Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.
Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/
mempertahankan jalan nafas.
· Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.
Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan
mengurangi resiko infeksi pernapasan.
· Kaji fungsi pernapasan.
Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena
otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
· Auskultasi suara napas.
Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat
pneumonia.
· Observasi warna kulit.
Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera
· Kaji distensi perut dan spasme otot.
Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma
· Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.
Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
· Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan.
Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi
adanya kegagalan pernapasan.
· Pantau analisa gas darah.
Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh :
hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
· Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi
pernapasan.
· Lakukan fisioterapi nafas.
Rasional : mencegah sekret tertahan
b. Dx: Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan lokasi imsisi
Intervensi :
· Berikan preparat analgesic seperti yang diresepkan.
· Fiksasi luka insisi dengan kedua belah tangan atau bantal untuk membantu pasien saat batuk.
· Dorong penggunaan spirometer insentif jika terdapat indikasi
· Bantu dan dorong ambulasi dini.
· Bantu pasien untuk mengganti posisi dengan sering
c. Dx: Penurunan curah jantung
Intervensi :
· Observasi tanda-tanda vital, tingkat kesadaran pasien
· Pantau pengeluaran urine catat jumlah dan karakteristik urine
· Batasi aktivitas pasien melakukan hal-hal yang dapat menghindari kelelahan
· Pemberian terapi oksigen
· Pemberian obat diuretika, vasodilator, dihitalis, antikoagulan, pemberian cairan intravena
5. ISTIRAHAT/TIDUR
a. Dx: Ketidak keseimbangan istirahat/tidur
Intervensi :
· Menyediakan tempat/ waktu tidur yang nyaman
· Mengatur lingkungan yang adekuat
· Latihan fisik ringan memperlancar sirkulasi dan melenturkan otot
· Minum hangat sebelum tidur
b. Dx: Gangguan pola tidur
Intervensi :
· Identifikasi fktor penyebab gangguan tidur dan cara mengatasinya
· Ciptakan lingkungan yang tenang kurangi kebisingan
· batasi asupan cairan pada malam hari dan anjurkan berkemih sebelum tidur.
· batasi waktu tidur siang.
6. AKTIVITAS
a. Dx: Takikardia sebagai respons terhadap aktivitas
Intervensi :
· Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas,catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
· bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
b. Dx: Kelelahan umum ,penurunan kekuatan/ketahanan: mengalami keterbatasan aktivitas:
depresi.
Intervensi :
· tingkatkan tirah baring/duduk.berikan lingkungan tenang:batasi pegunjungan sesui keperluan.
· ubah posisi dengan sering,berikan perawatan kulit yang baik.
c. Dx : Kurang mampu merawat diri
Intervensi :
· Pastikan makanan yang tidak disukai
· ciptakan lingkungan nyaman
· observasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas keperawatan
· kekuatan dan daya tahan menurun
8. PSIKOSOSIAL
a. Dx: Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan berespon pada pikiran delusi dan halusinasi.
Intervensi :
· Pertahankan agar lingkungan klien pada tingkat stimulaus yang rendah (penyinaran rendah,
sedikit orang, dekorasi yang sederhana dan tingakat kebisingan yang rendah)
· Ciptakan lingkungan psikososial :
- sikap perawat yang bersahabat, penuh perhatian, lembuh dan hangat)
- Bina hubungan saling percaya (menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur, tepat
janji, empati dan menghargai.
- Tunjukkan perwat yang bertanggung jawab.
· Observasi secara ketat perilaku klien (setiap 15 menit)
· Kembangkan orientasi kenyataan :
- Bantu kien untuk mengenal persepsinya
- Beri umpan balik tentang perilaku klien tanpa menyokong atau membantah kondoisinya
- Beri kesempatan untuk mengungkapkan persepsi dan daya orientasi
· Lindungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi :
- Kaji halusinasi klien
- Lakukan tindakan pengawasan ketat, upayakan tidak melakukan pengikatan.
· Tingkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap perawatan dan jelaskan prinsip-prinsip tindakan
pada halusinasi.
· Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai dengan program terapi (pantau keefektifan dan efek
samping obat).
b. Dx: Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem pendukung yang
tidak adequat.
Intervensi :
· Ciptakan lingkungan terapeutik :
- bina hubungan saling percaya (menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur , tepat
janji, empati dan menghargai).
- tunjukkan perawat yang bertanggung jawab
- tingkatkan kontak klien dengan lingkungan sosial secara bertahap
· Perlihatkan penguatan positif pada klien.
Temani klien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin
merupakan hal yang sukar bagi klien.
· Orientasikan klien pada waktu, tempat dan orang.
· Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi.
c. Dx: Kurang pengetahuan tentang pelaksanaan diet dan proses penyakit berhubungan dengan
kurangnya informasi dan kesalahan interpretasi informasi .
Intervensi :
· Gali pengetahuan klien tentang diet dan proses penyakit
· Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet pasien
· Jelaskan tentang proses penyakit dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien
· Tanya pasein tentang hal yang telah dijelaskan petugas
d. Dx: Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap
amputasi
Intervensi :
· Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi
· Menggunakan pakaian.
· Berikan dukungan moral.
· Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri