Anda di halaman 1dari 8

APPENDIKSITIS

1. Konsep Medik
1.1. Pengertian
Appendiksitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk
cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996).
Appendiksitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer dkk, 2000).
Appendiksitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007).
Appendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).

1.2. Etiologi
Appendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses
radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang
menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.
Namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,
diantaranya:
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan
limfoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65%
pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis
akut dengan ruptur.
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman
anaerob sebesar 96% dan aerob<10 span="">
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa
kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai risiko lebih tinggi dari
Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya
terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi
serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke
pola makan rendah serat, memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.
e. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza
dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena
penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan
appendiksitis.

1.3 Patofisiologi
Patologi appendiksitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke
seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan
mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus
dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin
bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen.
Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan
timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus (Mansjoer 2005).
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan
mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut (Price, 2006).
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding
apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini
pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi (Price, 2006).

1.4. Manifestasi klinis


Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Tiga anamnesa penting yakni:
1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri
punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:
a. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, Demam bisa
mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat
berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan
menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-
muntah saja.
b. Penyakit Radang Usus Buntu kronik
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana
terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang
hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah,
kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang
khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara
umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu
sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing
ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin
ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul
pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain,
rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008).

1.5. Pemeriksaan diagnostik


1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat.
2. Pemeriksaan darah
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama
pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
3. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran
kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendisitis.
4. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
6. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
7. Barium Enema
Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada
jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
8. Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptik yang dimasukkan dalam
abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung. Tekhnik ini dilakukan
di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini
didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendiksitis.

1.6. Komplikasi
Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut :
a. Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
b. Abses hati
c. Septikemia
1.7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
b. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan
c. Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
d. Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
e. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan
insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode
terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi
dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu
juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami
setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam,
gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini
penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan
dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

1.8 Prognosis
Prognosis pada semua fase apendisitis sangat baik, tingkat mortalitas kurang
dari 1%. Hal ini dikarekan diagnosis awal dan tata laksana yang di lakukan dengan
baik.

2. Konsep Keperawatan
2.1 Pengkajian
1. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan
yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d. Aktivitas/istirahat : Malaise.
e. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak
ada bising usus.
g. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
h. Demam lebih dari 38oC.
i. Data psikologis klien nampak gelisah.
j. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
l. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan
udara di sekum atau ileum).
b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
c. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
e. Pada enema barium apendiks tidak terisi.
f. Ultrasound : fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
2.2 Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan untuk mencerna nutrisi.
3. Resiko infeksi b/d pertahanan primer tidak adekuat
4. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan
2.3 Intervensi keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut b/d agen cedera Kontrol nyeri Manajemen nyeri
biologis. Setelah dilakukan tinfakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan selama 3x24 komprehensif termasuk lokasi,
jam Pasien tidak mengalami karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri, dengan kriteria hasil: kualitas dan faktor presipitasi
a. Mampu mengontrol 2. Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu 3. Kontrol lingkungan yang dapat
menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu
nonfarmakologi untuk ruangan, pencahayaan dan
mengurangi nyeri, kebisingan
mencari bantuan) 4. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
b. Melaporkan bahwa nyeri 5. Ajarkan tentang teknik non
berkurang dengan farmakologi: napas dala, relaksasi,
menggunakan distraksi, kompres hangat/ dingin.
manajemen nyeri 6. Berikan analgetik untuk mengurangi
c. Mampu mengenali nyeri nyeri.
(skala, intensitas, 7. Tingkatkan istirahat
frekuensi dan tanda 8. Monitor vital sign sebelum dan
nyeri) sesudah pemberian analgesik
d. Tanda vital dalam pertama kali
rentang normal
e. Tidak mengalami
gangguan tidur
2. Ketidakseimbangan nutrisi Status nutrisi : adekuat Manajemen nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan.
b/d ketidakmampuan untuk keperawatan selama 3x24 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
mencerna nutrisi. jam ketidakseimbangan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
nutrisi kurang dari yang dibutuhkan pasien
kebutuhan tubuh teratasi 3. Yakinkan diet yang dimakan
dengan kriteria hasil: mengandung tinggi serat untuk
a. Tidak ada tanda mencegah konstipasi.
malnutrisi 4. Monitor adanya penurunan BB
b. Adanya peningkatan BB 5. Monitor lingkungan selama makan
sesuai dengan tujuan 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
c. Mampu mengidentifikasi tidak selama jam makan
kebutuhan nutrisi. 7. Monitor mual dan muntah
8. Monitor intake nuntrisi
9. Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan
yang adekuat dapat dipertahankan.
10. Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
11. Pertahankan terapi IV line
3. Resiko infeksi b/d pertahanan Kontrol resiko Kontrol infeksi
primer tidak adekuat Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif
keperawatan selama 3x24 2. Cuci tangan setiap sebelum dan
jam pasien tidak mengalami sesudah tindakan keperawatan
infeksi dengan kriteria hasil: 3. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
a. Klien bebas dari tanda alat pelindung
dan gejala infeksi 4. Ganti letak IV perifer dan dressing
b. Menunjukkan sesuai dengan petunjuk umum
kemampuan untuk
5. Tingkatkan intake nutrisi
mencegah timbulnya
infeksi
6. Berikan terapi antibiotik
c. Jumlah leukosit dalam 7. Monitor tanda dan gejala infeksi
batas normal sistemik dan lokal
d. Status imun dalam batas 8. Inspeksi kulit dan membran mukosa
normal terhadap kemerahan, panas, drainase
9. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
10. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
4. Kecemasan b/d perubahan Kontrol cemas Penurunan kecemasan
status kesehatan Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang
keperawatan selama 3x24 menenangkan
jam cemas klien teratasi 2. Nyatakan dengan jelas harapan
dengan kriteria hasil : terhadap pelaku pasien
a. Memiliki informasi 3. Jelaskan semua prosedur dan apa
untuk mengurangi takut yang dirasakan selama prosedur
b. Menggunakan tehnik 4. Temani pasien untuk memberikan
relaksasiMempertahanka keamanan dan mengurangi takut
n hubungan sosial dan 5. Berikan informasi faktual mengenai
fungsi peran diagnosis, tindakan prognosis
c. Mengontrol respon takut 6. Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
7. Instruksikan pada pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi.

Anda mungkin juga menyukai