Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN APENDIKSITIS

I.

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001). Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

B. Anatomi dan fisiologi Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen (Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010). Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh

organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna (Nasution,2010).

C. Klasifikasi 1. Apendisitis akut Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa : 1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks. 2. Fekalit 3. Benda asing 4. Tumor. Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks. 2. Apendisitis kronik Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen. 3. Apendissitis rekurens Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.

Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut. 4. Mukokel Apendiks Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi. 5. Tumor Apendiks Adenokarsinoma apendiks Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi. 6. Karsinoid Apendiks Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas. Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan. 7. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri

lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

D. Etiologi Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan. Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)

E. Manifestasi Klinik Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni: 1. Anoreksia biasanya tanda pertama. 2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka. 3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi. Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya; 1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak) Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja 2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul.

Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan). Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)

F. Patofisiologi Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena : a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak. b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks. c. Adanya benda asing seperti biji bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll. d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus f. Laki laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut. g. Tergantung pada bentuk appendiks h. Appendik yang terlalu panjang. i. Messo appendiks yang pendek. j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks. k. Kelainan katup di pangkal appendiks. Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna, meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).

G. Penatalaksanaan Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.

H. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang taktertangani yakni: 1. Perforasi dengan pembentukan abses. 2. Peritonitis generalisata. 3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

G. Pemeriksaan Penunjang Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology: Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah). Pemeriksaan radiologi Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anakanak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.

I. Pathways apendisitis Pertumbuhan lumen disebabkan oleh benda asing, neoplasma Mucus >> Peningkatan tekanan intralumen Obstruksi lumen Suplai aliran darah menurun Mukosa terkikis Perforasi Abses Peritonitis Peradangan pada apendiks Distensi Abdomen Idiopatik, makan tidak teratur, kerja fisik yang keras Masa keras feses / fekalit

Nyeri pada perut (titik McBurney) Apendiktomy MK : Intoleransi aktifitas MK : Kurang Pengetahuan MK : Ansietas Demam ringan MK : Nyeri Akut Anoreksia MK : Resti Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Menekan gaster Peningkatan prod. HCL Mual, muntah MK : Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh

Insisi Bedah MK : Nyeri akut

Pembatasan intake output MK : Resti Infeksi

DAFTAR PUSTAKA

L. Ludeman.2002.The pathology of diverticular disease (online)(linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1521691802902970 diakses pada 28 Nov 2010 pukul 19.30) _____,2009. Colonic Diverticular Disease. (online)(www.clevelandclinicmeded.com/.../diseasemanagement/.../colonic-diverticulardisease/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 19.35) Nuzulul,2011. ASKEP APENDISITIS . (online)(http:// artikel_detail-35840-Kep PencernaanAskep Apendisitis.html diakses pada 1 April 2012 pukul 19.46) Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,-edisi 8,-volume 2, Jakarta : EGC. Engram, Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta : EGC. RadenFahmi,2010. Divertikulosis. (online) (http://community.um.ac.id/showthread.php?55616diakses pada 29 Nov 2010 pukul 20.03) Harnawatiaj,2008. Askep Apendisitis. (online) (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-apendisitis/ diakses pada 1
April 2012 pukul 19.46)

Putri,2010.Askep Apendisitis (online)(http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askepapendisitis-usus-buntu/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 13.50) Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2, Jakarta : EGC.

Asuhan Keperawatan Apendiksitis A. Pengkajian 1. Wawancara Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
o

Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.

Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.

o o

Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat. Kebiasaan eliminasi.

2. Pemeriksaan Fisik
o o o o o o

Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Sirkulasi : Takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.

Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

o o o o

Demam lebih dari 380C. Data psikologis klien nampak gelisah. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.

Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

3. Pemeriksaan Penunjang
o

Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).

o o o o o

Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil. Pada enema barium apendiks tidak terisi. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.

B. Pre Operatif 1. Persiapan umum operasi a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan). 1. Mengukur tanda-tanda vital. 2. Mengukur berat badan dan tinggi badan. 3. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa, Urinalisa). 4. Wawancara. 5. Persiapan klien malam sebelum operasi 2. Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :

a. Persiapan kulit b. Persiapan saluran cerna Persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk : 1. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi 2. Mengurangi kemungkinan obbstruksi usus 3. Mencegah infeksi fases saat operasi

Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan : 1. Puasa dan pembatasan makan dan minum. 2. Pemberian enema jika perlu. 3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu. 4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester. 5. Persiapan untuk anastesi 6. Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi. c. Meningkatkan istirahat dan tidur d. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obatobatan pre operasi : 1. Mencatat tanda-tanda vital 2. Cek gelang identitas klien 3. Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik 4. Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus 5. Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir 6. Anjurkan klien untuk buang air kecil 7. Perawatan mulut jika perlu 8. Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala 9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia

Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA antara lain : 1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia. Intervensi Keperawatan Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit. Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil :

Nyeri berkurang Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah Kegelisahan atau keteganganotot Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi

Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya.

Observasi ketidaknyamanan non verbal. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.

Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.

Anjurkan pasien untuk istirahat. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat. Kriteria Hasil :

Mempertahankan berat badan.

Toleransi terhadap diet yang dianjurkan. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi. Turgor kulit baik.

Intervensi

Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah. pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

D. Intra Operatif a. Persiapan alat 1. Depper klem/Desinfectan klem 2. Doek klem 3. Tangkai Pisau/Scapel/Hand vat mes 4. Pincet: - Anatomis - Chirurgis 5. Gunting: - Preparasi (Besar bengkok) - Metzenboum (Bengkok kecil) - Benang 6. Klem: - Pean lurus - Pean bengkok - Kocher - Allis 7. Naldvoeder/Pemegang Jarum : 1 buah : 6 buah : 2 buah (No 3&4) : 2 buah : 2 buah : 1 buah : 1 buah : 2 buah : 6 buah : 6 buah : 4 buah : 2 buah : 2 buah

8. Wound Haag/Pengait luka: - Bergigi 4 tajam - Bergigi 4 tumpul - Langenbeck 9. Tempat Jarum + Jarum 10. Pipa pengisap + Canule 11. Mangkok/Kom/Cucing b. Persiapan Lingkungan

: 1 pasang : 1 pasang : 1 pasang : 1 set : 1 set : 2 buah

Keamanan klien diatur dengan adanya pengikat klien dan pengunci meja operasi c. Persiapan Pasien - Pasien dilakukan anastesi - Pasien diposisikan terlentang d. Tindakan Operasi 1. Anestesi spinal atau umum. 2. Asepsis antisepsis. 3. Lokalisasi daerah insisi. 4. Insisi mendatar atau sejajar ligamentum inguinale sepanjang 5 cm di titik McBurney hingga lapisan lemak subkutis. 5. Lebarkan lapang operasi dengan retraktor, hak, atau klem. 6. Buka tumpul selaput dengan jari atau klem bengkok hingga nampak fascia Scarpa berwarna putih mengilap. 7. Sayat fascia Scarpa sedikit sejajar ligamentum inguinale, masukkan pinset untuk melindungi jaringan di bawahnya, lebarkan fascia dengan gunting. 8. Buka tumpul otot lapis demi lapis dengan pinset dan preparil hingga menemukan peritoneum, lebarkan lapang operasi. 9. Cubit angkat peritoneum dengan dua pinset, gunting hingga muncul usus, lebarkan lapangan operasi.

10. Cari caecum, tarik keluar dengan balutan kassa NaCl lembab, temukan appendiks, jepit dengan klem Ellis. 11. Tusuk mesoappendiks di pangkalnya dengan klem lurus pertama, jepit appendiks dengan klem lurus kedua dempet dengan yang pertama, urut isi appendiks ke arah distal hingga berjarak maksimal setengah sentimeter dari klem lurus pertama, kunci klem. 12. Oleskan betadine di daerah appendiks yang akan disayat dan sekitarnya (langkah ini hanya satu kali dilakukan, dari beberapa kali operasi. Sepertinya tidak terlalu penting) , tahan jaringan di bawahnya dengan kassa lembab atau betadine untuk mencegah jaringan tersayat. 13. Sayat appendiks dengan skalpel menghadap ke atas di antara kedua klem, beri ' betadine. 14. Ikat pangkal appendiks di ujung caecum dengan benang chromic catgut 3.0, satu ujungnya digunting, lainnya disisakan agak panjang dan diklem. 15. Jelujur sekeliling pangkal appendiks dengan silk 3.0, invert the stump dengan ujung klem oleh asisten, operator mengikat ujung-ujung benang jelujur hingga ujung potongan appendiks mengarah ke rongga caecum (Tabac sac). 16. Jepit mesoappendiks di dekat appendiks dan caecum dengan klem, sayat atau gunting hingga lepas. 17. Ikat ujung mesoappendiks seperti mengikat stump appendiks. 18. Jepit peritoneum dengan empat kocher atau klem, cuci rongga abdomen dengan NaCl hangat, suction. Atau dengan kassa panjang lembab menggunakan pinset. 19. Tutup dan jahit peritoneum dengan teknik interlocking jarang menggunakan chromic catgut 3.0. 20. Jahit otot dengan teknik interrupted jarang menggunakan chromic catgut 3.0. 21. Jahit fascia Scarpa dengan teknik interrupted ketat menggunakan silk 2.0. 22. Jahit jaringan subkutis dengan teknik interrupted jarang menggunakan chromic catgut 3.0. 23. Tutup kulit dengan teknik subkutikuler menggunakan chromic catgut 3.0 atau interrupted menggunakan silk 3.0. Pastikan tepi-tepi sayatan bertemu, tidak ada jaringan kulit yang melipat ke dalam. 24. Oleskan betadine, tutup dengan kassa dan hypafix.

Dx.Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka/sayatan operasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil :

Luka tidak kemerahan

Luka insisi bersih dan tidak ada tanda-tanda infeksi

Intervensi Keperawatan

Pertahankan area steril Lakukan pembedahan dengan prinsipo aseptic Lakukan penutup luka dengan prinsip steril a. Luka dibersihkan dan dikeringkan b. Jahit dengan benang yang sesuai c. Tutup luka/jahitan dengan kasa dan povidon iodine 10% dan hipavik

E. Post Operasi Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil :

Nyeri berkurang Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi

Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan. Observasi ketidaknyamanan non verbal Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.

Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.

Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat. Kriteria Hasil :

Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab. Tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Intervensi

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat. Monitor vital sign dan status hidrasi. Monitor status nutrisi Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan. Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi. Atur kemungkinan transfusi darah.

Daftar Pustaka Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC .Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC .Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc. Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC .Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC .Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC ____, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses tanggal 1 Juni 2008.

Anda mungkin juga menyukai