Anda di halaman 1dari 24

Askan Kiste Bartholin

Kelompok 4
YAYAN SURYANTO
ADITYA RUSDIYANTO
ANG KIM HO
FATIMAH BR PANE
HINA NIKOLAS MITA
KADEK DAMIARTA
MUHAMMAD NATSIR
PARAMITA
MARTEN LORI
SANIPARTA
SYAHDAN MULYADI
Muhammad Asma
Muhammad Zulfahri Sitompul
Arlin Azis Ahmad

FAKULTAS KESEHATAN
PRODI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM B
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2021
Tinjauan Teori
 Definisi

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di
dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena
berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka
saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar
ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista
menjadi terinfeksi

kelenjar bartholini dan kista bartholini :

 Etiologi

Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Belum diketahui secara
pasti penyebab tersumbatnya saluran kalenjar bartholin. Namun luka, cedera, iritasi yang berulang dan menjalani operasi pada
vagina dapat menyebabkan meningkatnya risiko tersumbatnya kalenjar batholin. Selain itu, Suatu abses terjadi bila kista
menjadi terinfeksi yang dikaitakan dengan sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular
seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli.
Tanda dan Gejala
Jika kista duktus Bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi, penyakit ini bisa menjadi asimptomatik atau tidak

menunjukan gejala. Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.

Tanda dan gejala kista bartholini tidak terinfeksi antara lain:

1. Benjolan kecil yang tidak terasa sakit pada salah satu sisi bibir vagina

2. Kemerahan dan bengkak disekitar sisi bibir vagina

3. Rasa tidak nyaman ketika berjalan, duduk dan berhubungan seksual

Tanda gejala kista bartholin terinfeksi antara lain:

4. Benjolan lunak

5. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.

6. Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual

atau ditandai dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal.

7. Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.

8. Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan, terutama jika infeksi yang disebabkan oleh

bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual.

9. Dapat terjadi ruptur spontan.

10. Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras
Diagnosis
Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti :

 Panas

 Gatal

 Sudah berapa lama gejala berlangsung

 Kapan mulai muncul

 Faktor yang memperberat gejala

 Apakah pernah berganti pasangan seks

 Keluhan saat berhubungan

 Riwayat penyakit menular seks sebelumnya

 Riwayat penyakit kulit dalam keluarga

 Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin

 Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi

 Riwayat pengobatan sebelumnya

 Kista atau abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada

pemeriksaan fisis dengan posisi litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang
Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan

Tujuan penanganan kista bartholini adalah memelihara dan mengembalikan fungsi darikelenjar bartholini. Metode

penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter untuk kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialization untuk

kista kelenjar bartholini. Terapiantibiotic spectrum luas diberikan apabila kista atau abses kelenjar bartholini disertai dengan

adanya selulitis. Biopsy eksisional dilakukan untuk pengangkatan adenokarsinoma pada wanitamenopause atau

perimenopause yang irregular dan massa kelenjar Bartholini yang nodular.

Penatalaksaan tindakan yang dilakukan pada kiste barthoilini antara lain:

Insisi dan drainage abses

 Tindakan ini dilakukan bila terjadi symptomatic Bartholin's gland abscesses . Sering terjadi rekurensi

 Cara:

 Disinfeksi abses dengan betadine

 Dilakukan anastesi lokal( khlor etil)

 Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi

 Dilakukan penjahitan

Gambar Insisi abses


 Definitive drainage menggunakan Word catheter.

Word catheter biasanya digunakan ada penyembuhan kista duktus bartholin dan abses

bartholin. Panjang tangkai catheter 1 inch dan mempunyai diameter seperti foley catheter

no 10. Balon Catheter hanya bias menampung 3 ml normal saline. Gambar Definitive Drainage

Cara:

 Disinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan betadine.

 Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %

 Fiksasi abses dengan menggunakan forsep kecil sebelum dilakukan tindakan insisi.

 Insisi diatas abses dengan menggunakan mass no 11

 Insisi dilakukan vertikal di dalam introitus eksternal terletak bagian luar ring himen. Jika

insisi terlalu lebar, word catheter akan kembali keluar.

 Selipkan word kateter ke dalam lubang insisi

 Pompa balon word kateter dengan injeksi normal salin sebanyak 2-3 cc

 Ujung Word kateter diletakkan pada vagina.

 Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word catheter akan

dilepas setelah 4-6mgg,meskipun epithelisasa bias terbentuk pada 3-4 minggu. Bedrest

selama 2-3 hari mempercepat penyembuhan. Meskipun dapat menimbulkan terjadinya

selulitis, antibiotic tidak diperlukan. Antibiotik diberikan bila terjadi selulitis (jarang).
Marsupialisasi

Marsupialisasi adalah suatu tehnik membuat muara saluran kelenjar bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari pemasangan word

kateter. Komplikasi berupa dispareuni, hematoma, infeksi.

Cara:
Disinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine.
Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %.
Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisi sampai diantara jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan

sejajar dengan dasar selaput himen.


Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4 sisi, sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista

diirigasi dengan cairan salin.


Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin(masuk 2

jari tangan), dan dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan dalam waktu 4 minggu muara baru akan

mempunyai ukuran sama dengan muara saluran kelenjar bartholin sesungguhnya.

Gambar tindakan Marsupialisasi :


Penggunaan antibiotik
Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari
hasil pengecatan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin

PERAWATAN DI RUMAH
     Perendaman setiap hari dalam air hangat, beberapa kali sehari, mungkin
cukup untuk menyelesaikan kista Bartholin's yang terinfeksi atau abses.
Setelah prosedur pembedahan untuk mengobati kista atau abses yang
terinfeksi, perendaman dalam air hangat sangat penting. Mandi Sitz
membantu menjaga kebersihan area, mengurangi ketidaknyamanan dan
meningkatkan drainase kista secara efektif. Penghilang nyeri juga dapat
membantu.
PERTIMBANGAN ANESTESI
Definisi Anestesi

 Anestesi berarti “hilangnya rasa atau sensasi”. Istilah yang

digunakan para ahli saraf dengan maksud untuk menyatakan bahwa

terjadi kehilangan rasa secara patologis pada bagian tubuh tertentu,

atau bagian tubuh yang dikehendaki (Boulton, 2012).

Jenis Anestesi

 General Anestesi

General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakitsecara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan

general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukanadalah general anestesi denggan teknik intravena anestesi

dangeneral anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkupmuka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan

endotrechealtube atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena (Latief, 2007).


Regional Anestesi

 Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat

sebagai analgesik. Anestesi regional hanya menghilangkan nyeri tetapi

pasien tetap dalam keadaan sadar. Oleh sebab itu, teknik ini tidak

memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan persepsi nyeri

saja (Pramono, 2017)

Jenis Anestesi Regional menurut Pramono (2017) digolongkan

sebagai berikut :

 Anestesi Spinal

 Anestesi Epidural

 Anestesi Kaudal

Teknik anestesi yang dipilih

 Pada tindakan kiste bartolin teknik anestesi yang diplih bisa general maupun regional tergantung ukuran kiste dan jenis

tindakan. General anestesi dengan teknik TIVA atau Sungkup muka ditambah dengan lokal anestesi merupakan pilihan yang

cukup tepat mengingat pasien adalah pasien ODS yang harus segera pulang.
 Rumatan Anestesi
◦ Regional anestesi
 Oksigen nasal 2l/m
 Obat anakgetik
 Obat hiptonik sedative
 Obat merangsang kontrasi uterus
◦ General anestesi
 Pramedikasi
 Sedatif (diazepam, diphenhodramin, promethazine. Midazolam)
 Analgetik opiate (pethidine, morphine, fentanyl, analgetik non opiate)
 Anti kolinergik (atropine sulfat)
 Antiemetic (ondansentron, metoclopramide)
 Profilaksis aspirasi (cimetidine, ranitidine, antasida)
 Obat anestesi intravena (ketamine, tiopenton, propofol, diazepam, midazolam, pethidine, morphine, dan fentanyl)
 Obat anetesi inhalasi (N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan dedfluran)
 Resiko
1. Gangguan kardiovaskuler: penurunan curah jantung
2. Gangguan respirasi: pola nafas tidak efektif
3. Gagguan termogulasi: hipotermi
4. Gastrointenstinal: rasa mual dan muntah
5. Resiko infeksi: luka insisi post operasi
6. Nyeri: proses kontranksi terputusnya kontinuitas jaringan kuit
7. Resiko jatuh: efek obat anastesi, block pada saraf motorik
8. Ansietas: ketakutan pada tindakan pembedahan
Tinjauan Teori Askan Pembedahan Kista Bartholin

Pengkajian

 Data Subjektif

 Pasien mengatakan nyeri pada benjolan di daerah vagina

 Pasien mengatakan tidak nyaman

 Pasien mengatakan baru pertama operasi

 Pasien mengatakan cemas

 Pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi

 Data objektif

 Kesadaran Composmentis

 Pasien tampak lemas dan gelisah

 Skala nyeri sedang samapi berat

 Terdapat benjolan dilabia mayora

 Benjolan terlihat memerah dan berisi cairan

 TTV dibawah normal


Masalah Kesehatan Anestesi
Pre Anestesi :
1. Nyeri
2. Risiko cedera anestesi
3. Cemas/ansietas

Intra Anestesi :
4. Risiko cedera trauma pembedahan
5. RK disfungsi respirasi
6. RK disfungsi kardiovaskuler
 
Post Anestesi :
7. Risikojatuh
8. Nyeri pasca operasi
9. RK Disfungsi gastrointestinal mual muntah
10.  Resiko Infeksi
RENCANA INTERVENSI
Pre-anestesi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penyakit yang diderita) dan hemophilia
berat
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan nyeri tertasi
Kriteria hasil:
 Pasien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
 Pasien tampak rileks
 TTV dalam batas normal ( TD : 100-120/60-80 mmHg, RR : 16-20 x/m, Nadi : 60-100x/m, Sat :
97-100 %)
Intervensi:
 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif (PQRST) dan faktor presipitasinya.
 Observasi ketidaknyamanan non verbal.
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, nafas dalam, berikan
perawatan yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan nyeri.
 Anjurkan pasien untuk tidak banyak bergerak atau ajarkan teknik relaksasi.
 Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada pasien.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik.
Lanjutan Intervensi Pre Anestesi…

2. Risiko Cedera Anestesi

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi cederaanestesi.

Kriteria Hasil:

Pasiensiapuntukdilakukantindakananestesi

Pemilihanteknikanestesiyangtepatsesuaikondisipasien

Rencana Intervensi:

Lakukan persiapan sebelum pembedahan

Kaji status nutrisi pasien (menimbang BB)

Anjurkan pasien untuk berpuasa

Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum operasi

Lakukan balance cairan

Lepaskan aksesoris

Lakukan latihan pra anestesi

Pantau penyulit yang akan terjadi

Tetapkan kriteria mallampati

Tentukan status fisik menurut ASA

Kolaborasi dalam pemberian obat premedikasi

Kolaborasi penetapan teknik anestesi

Lakukan informed consent

 
3. Cemas/Ansietas
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan ansietas (kecemasan)
teratasi
 Kriteria Hasil:
 Pasien bersedia menjalanioperasi
 Pasien tampak tenang dan tidak gelisah
 TTV dalam batas normal(TD:100-120/70-80mmHg,N:60-100 x/mntR:16-24x/mnt,S:36,5-
37,5oC)
 Recana Intervensi:
 Lakukan kunjungan praoperasi
 Bantu pasien mengekspresikan perasaan
 Berikan dukungan pada pasien
 Jelaskan tentang prosedur , komplikasi, resiko dan keuntungan pembedahan dan anestesi
 Jelaskan tentang Latihan aktivitas pasca operasi
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian premedikasi
Intra Anestesi :

1. Risiko Cedera TraumaPembedahan

◦Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi cedera trauma pembedahan.

◦Kriteria Hasil:

Tidak ada tanda-tanda trauma pembedahan

Pasien tampak rileks selama operasi berlangsung

TTV dalam batas normal (TD:100-120/70-80mmHg,N:60-100 x/mntR:16-24x/mnt,S:36,5-37,5 oC)

Saturasi oksigen>95%

Pasien telah teranestesi, dan tidak menunjukkan respon nyeri

Tidak adanya komplikasi anestesi selama operasi berlangsung

◦Rencana Intervensi:

Siapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan teknik anestesi

Bantu pemasanganalat monitoring noninvasif

Bantu pelaksanaan anestesi sesuai dengan program kolaboratif spesialis anestesi

Monitoring perianestesi

Atasi penyulit yangt imbul

Lakukan pemeliharaan jalan napas

Lakukan pemasangan alat ventilaasi mekanik

Lakukan pengakhiran tindakan anestesi


2. RK Disfungsi Respirasi

◦ Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi disfungsi respirasi.

◦ Kriteria Hasil:
 Pasien dapat bernapas dengan rileks
 Tidak ada sumbatan jalan nafas
 RR normal:16-20x/menit

 SaO2 normal :95-100%

◦ Rencana Intervensi:
 Monitoring TTV
 Monitoring saturasi oksigen

 Atur posisi pasien

 Lakukan suctioning dan pasang gudel

 Berikan oksigen
 Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemasangan alat ventilasi mekanik bila diperlukan

  
3. RK Disfungsi Kardiovaskuler

◦ Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi disfungsi kardiovaskuler.

◦ Kriteria Hasil
 TTVdalambatasnormal(TD:100-120/70-80mmHg,N:60-100 x/mntR:16-24x/mnt,S:36,5-37,5 oC)
 CM =CK
 Tidak terjadiedema/asites
 Tidak terjadisianosis
 Tidak ada edemaparu

◦ Rencana Intervensi
 Observasi TTV
 Observasi kesadaran
 Monitoring cairan masuk dan cairan keluar
 Monitoring efek obat anestesi
 Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam tindakan perioperative
 maintenance cairan intravena dan vasopressor
Post Anestesi :

1. Nyeri Pasca Anestesi

◦ Tujuan : Setelah dilakukannya tindakan keperawatan anestes idiharapkan nyeri pasca operasi teratasi.

◦ Kriteri Hasil:

 TTV dalam batas normal (TD:100-120/70-80mmHg,N:60-100 x/mntR:16-24x/mnt,S:36,5-37,5 oC)

 Skala nyeri berkurang 0-3

 Pasien tampak tenang

◦ Rencana Intervensi:

 ObservasiTTV

 Lakukan pengkajian PQRST

 Anjurkan pasien mengatur napas dalam

 Ajarkan teknik distraksi relaksasi

 Kolaborasi dalam pemberian analgetic


2. Risiko Jatuh

◦ Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan pasien aman setelah pembedahan.

◦ Kriteria Hasil:

• TTVdalambatasnormal(TD:100-120/70-80mmHg,N:60-100 x/mntR:16-24x/mnt,S:36,5-37,5 oC)

• Aldrete score<10

• PADSS : 10

• Pasien mengatakan mampu mobilisasi

• Pasien tampak tidak lemah

◦ Rencana Intervensi:

 MonitoringTTV

 Lakukan penilaian aldrete score

 Lakukan penilaian PADSS

 Berikanpengamanp ada tempat tidur pasien

 Berikan gelang resiko jatuh

 Latih angkat atau gerakkanekstremitas bawah

 Pastikan sebelum pulang pasien mampu mobilisasi dengan baik

  
3. PK Disfungsi gastrointestinal mual muntah
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan mual, muntah teratasi
Kriteria hasil:
Pasien melaporkan tidak mual/muntah lagi
Intake output seimbang
Pasien tampak tenang
TTV dalam batas normal

Intervensi:
Observasi TTV pasien
Kaji mual, muntah pasien
Kaji intake output
Berikan oxigenasi
Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemberian antiemetic
Anjurkan makan porsi kecil tapi sering setelah nanti diperbolehkan makan dan pada saat
dirumah
4. PK Resiko Infeksi

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan resiko infeksi teratasi

Kriteria hasil:
Tidak terjadi peningkatan leukosit
Pasien melaporkan tidak ada demam
TTV dalam batas normal

Intervensi:
Observasi TTV

Beri tahu klien dan keluarga cara menjaga luka pasca operasi untuk menghindari resiko infeksi
Kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainnya dalam pemberian antibiotik.
Ajarkan cara perawatan dirumah

Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan masalah kesehatan dan ditemukan dan rencana intervensi yang ditetapkan

Evaluasi

Evaluasi Merupakan tahapan terakhir dari proses asuhan kepenataan anestesi, tahap evaluasi ini bertujuan untuk menilai atau menentukan efektifitas

dari asuhan kepenataan anestesi yang sudah diberikan, dalam tahap ini juga dilakukan penentuan apakah telah terjadi perbaikan dari kondisi atau

kesejahteraan pasien.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai