Oleh:
Febrianty
NH0117038
Cl Lahan Cl Institusi
(.......................) (.......................)
NIP/NIDN NIP/NIDN
DEMAM TIFOID
B. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah
bakteri Gram-negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O)
yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polisakarida.Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks
yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin.Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R
yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic (Nurarif
& Kusuma, 2015).
C. Patofisiologi
Penularan salmonella typhi dapat ditularkan melalui
berbagai cara, yaitu dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Finger
(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Kuman salmonella masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus yang melepaskan zat pirogen dan menimbulkan
infeksi. Infeksi ini bisa merangsang pusat mual dan muntah di medulla
oblongata dan akan menskresi asam lambung berlebih sehingga
mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan berkurang. Apabila
nafsu makan berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak adekuat dan
terjadi perubahan nutrisi. Selain itu juga kuman yang masih hidup
akan masuk kejaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili
usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia
primer) dan menuju sel-sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-
organ lainnya. [ CITATION DrH17 \l 1033 ].
D. Manifestasi klinis
1. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
2. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak
bertentangan akan menyebakan syok, stupor dan koma
3. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
4. Nyeri kepala, nyeri perut
5. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
6. Pusing, bradikardi, nyeri otot
7. Batuk
Lidak yang berselaput (kotor ditengah, tepian ujung merah serta
tremor) (Nurarif & Kusuma, 2015).
E. Pentalaksanaan Medik
1. Non farmakologi
a. Bed rest
b. Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan
kahirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet
berupa makanan rendah serat.
2. Farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau IV selama 14 hari.
b. Bila ada kontraindikasi kloamfenikol diberikan ampisilin
dengan dosis 200mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian intarvena saat belum dapat minum obat selama 21
hari atau amokcisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 3-4 hari. Pemberian oral/intravena selama 21 hari
kontrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-
3 kali pemberian oral selama 14 hari.
c. Pada kasus berat dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80
mg/kgBB/hari, sekali sehari, intarvena selama 5-7 hari.
d. Pada kasus yang diduga megalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan
fluoroquinolon.
F. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Illeus paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan
sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan
syndrome uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis,
kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis, dan
perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis,
spondilitis dn arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : dellirium, meningiusmus,
menigitis, polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan
sindroma katatinia.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar
leukosit normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan uji widal
Ujia widal dilakukan untuk mendeteksi danya antibodi terhadap
bakteri salmonella typhi.Ujia widal dimaksudkan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita demam
tifoid.Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita
membuat antibodi (aglutinin).
3. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering menignkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak
memerlukan penanganan khusus.
4. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urin : bisa postif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bila positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti Salmonela typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut salmonella typhi karena antibodi IgM muncul pada hari ke 3
dan 4 terjadinya demam.
H. Prognosis
Prognosis demam tifoid pada anak baik asal pasien cepat
berobat.Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6%.Prognosis
menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti
demam tinggi (hiperpireksia), febris kontinu, kesadaran sangat
menurun (sopor, koma atau delirium), terdapat komplikasi yang berat
misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi.
B. Diagnosa keperawatan
1. Hipertemi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
C. Intervensi
Apriadi E,& Sarwili Indri. 2018. Perilaku Hygiene Seseorang dengan Kejadian
Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia.