Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA

Tn.B DENGAN DEKUBITUS DI BPSTW UNIT BUDI LUHUR


KASONGAN BANTUL YOGYAKARTA

Disusun oleh:
MUHAMMAD TEDDY NUGRAHA

1910206090

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘ASIYIYAH
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dekubitus merupakan masalah yang serius karena dapat mengakibatkan
meningkatnya biaya, lama perawatan, dan memperlambat program rehabilitas
pasien,dekubitus juga dapat menyebabkan nyeri berkepanjangan, rasa tidak
nyaman, dan komplikasi berat yang mengarah ke sepsis,infeksi kronis, selulitis,
osteomyelittis, dan meningkatkan prevalensi mortalitas pada klien lanjut usia.
Insiden dekubitus di Study International sebanyak 1.9%-63.6%, ASEAN (Jepang,
Korea, Cina) 2.1%-18%, dan diIndonesia cukup tinggi yaitu 33.3%. Surveiyang
dilakukan WHO terhadap 55 rumah sakit di 14 negara menunjukkan 8,7% dari
rumah sakit tersebut terdapat pasien dengan dekubitus dan 1,4 juta orang di seluruh
dunia menderita luka dekubitus akibat perawatan dirumah sakit. Kejadian dekubitus
secara umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi ditatanan perawatan acute care,
15-25% ditatanan perawat jangka panjang, dan 7-12%di tatanan perawatan rumah.
Frekuensi luka dekubitus cukup tinggi terjadi pada pasien-pasien neurologis karena
immobilisasi yang lama dan berkurangnya kemampuan sensorik. Upaya
pencegahan dekubitus perlu memperhatikan pengetahuan, sikap,motivasi, dan
perilaku perawat.
Hasil studi pendahuluan dari Nofiyanti (2017) dari salah satu rumah sakit di
yogyakarta didapatkan data kejadian dekubitus pada tahun 2016 sebanyak 32 kasus
dengan angka kejadian terbanyak di bangsal penyakit dalam yaitu 10 kasus.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami dekubitus.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit
dekubitus.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami dekubitus.
b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia dekubitus
yang mengalami hambatan mobilitas fisik
c. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia dekubitus
yang mengalami kerusakan integritas kulit.

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi masalah dekubitus dan hambatan mobilitas
fisik dengan perawatan luka, tirah baring, mengajarkan tehnik ROM sehingga
dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengembangkan kombinasi terapi
farmakologi dan non farmakologi agar dapat mengatasi semua keluhan penyakit
yang diderita lansia.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan
informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali cara mencegah keparahan
penyakit dekubitus dan hambatan mobilitas fisik pada lansia.
3. Bagi lansia
Dapat menjadikan tekik perawatan luka, tirah baring, ROM sebagai upaya
untuk melakukan pengobatan terhadap penyakit penyerta (dekubitus) pada lansia
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Dekubitus
Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan yang

disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan, pergeseran,

gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP, 2014). Dekubitus adalah

kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan dari luar yang

berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu

yang biasa, gangguan ini terjadi pada individu yang berada diatas kursi atau diatas

tempat tidur, seringkali pada inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang

mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran

(Potter & Perry, 2005). Sedangkan menurut Perry et al, (2012) dekubitus adalah luka

pada kulit dan atau jaringan dibawahnya, biasanya disebabkan oleh adanya

penonjolan tulang, sebagai akibat dari tekanan atau kombinasi tekanan dengan gaya

geser dan atau gesekan.

2. Gejala dekubitus

Ulkus dekubitus dapat muncul pada sejumlah area tubuh, tergantung bagian

tubuh mana yang tertekan dalam waktu lama. Pada pengguna kursi roda, biasanya

ulkus dekubitus akan muncul di area bokong, tulang ekor, tulang belakang, tulang

belikat, punggung lengan, serta kaki yang bersandar pada kursi roda. Pada orang yang

hanya berbaring di tempat tidur, biasanya akan terbentuk luka di belakang dan

samping kepala, tulang belikat, pinggul, tulang ekor atau punggung bagian bawah,

tumit, pergelangan kaki, dan bagian belakang lutut.

Berdasarkan tingkatan keparahannya, berikut ini merupakan karakteristik luka

yang muncul pada penderita ulkus dekubitus:


Tingkat 1: perubahan warna pada daerah kulit tertentu, misalnya menjadi kemerahan

atau kebiruan, disertai dengan rasa sakit atau gatal pada area kulit tersebut.

Tingkat 2: luka lecet atau luka terbuka di area yang terdampak.

Tingkat 3: luka terbuka hingga beberapa lapisan kulit yang lebih dalam.

Tingkat 4: luka terbuka yang sangat dalam hingga mencapai otot dan tulang.

3. Klasifikasi dekubitus
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) 2014 membagi derajat

dekubitus menjadi enam dengan karakteristik sebagai berikut :

1) Derajat I : Nonblanchable Erythema

Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh dengan tanda-tanda

akan terjadi luka. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak

salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih

hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), dan perubahan

sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih luka akan kelihatan sebagai

kemerahan yang menetap, sedangkan pada orang kulit gelap, luka akan kelihatan

sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. Cara untuk menentukan derajat I

adalah dengan menekan daerah kulit yang merah (erytema) dengan jari selama tiga

detik, apabila kulitnya tetap berwarna merah dan apabila jari diangkat juga kulitnya

tetap berwarna merah.

Gambar 2.1. Dekubitus derajat I (Sumber : NPUAP, 2014).


2) Derajat II : Partial Thickness Skin Loss

Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.

Cirinya adalah lukanya superfisial dengan warna dasar luka merah-pink, abrasi,

melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal. Derajat I dan II masih bersifat

refersibel.

Gambar 2.2. Dekubitus derajat II (Sumber : NPUAP, 2014)

3) Derajat III : Full Thickness Skin Loss

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari

jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fasia. Luka terlihat seperti

lubang yang dalam. Disebut sebagai “typical decubitus” yang ditunjukkan dengan

adanya kehilangan bagian dalam kulit hingga subkutan, namun tidak termasuk tendon

dan tulang. Slough mungkin tampak dan mungkin meliputi undermining dan

tunneling.

Gambar 2.3. Dekubitus derajat III (Sumber : NPUAP, 2014)

4) Derajat IV : Full Thickness Tissue Loss


Kehilangan jaringan secara penuh sampai dengan terkena tulang, tendon atau otot.

Slough atau jaringan mati (eschar) mungkin ditemukan pada beberapa bagian dasar

luka (wound bed) dan sering juga ada undermining dan tunneling. Kedalaman derajat

IV dekubitus bervariasi berdasarkan lokasi anatomi, rongga hidung, telinga, oksiput

dan malleolar tidak memiliki jaringan subkutan dan lukanya dangkal. Derajat IV dapat

meluas ke dalam otot dan atau struktur yang mendukung (misalnya pada fasia, tendon

atau sendi) dan memungkinkan terjadinya osteomyelitis. Tulang dan tendon yang

terkena bisa terlihat atau teraba langsung.

Gambar 2.4. Dekubitus derajat IV (Sumber : NPUAP, 2014)

5) Unstageable : Depth Unknown

Kehilangan jaringan secara penuh dimana dasar luka (wound bed) ditutupi oleh

slough dengan warna kuning, cokelat, abu-abu, hijau, dan atau jaringan mati (eschar)

yang berwarna coklat atau hitam didasar luka. slough dan atau eschar dihilangkan

sampai cukup untuk melihat (mengexpose) dasar luka, kedalaman luka yang benar,

dan oleh karena itu derajat ini tidak dapat ditentukan.


Gambar 2.5. Dekubitus unstageable / depth unknown (Sumber : NPUAP, 2014).

6) Suspected Deep Tissue Injury : Depth Unknown

Berubah warna menjadi ungu atau merah pada bagian yang terkena luka secara

terlokalisir atau kulit tetap utuh atau adanya blister (melepuh) yang berisi darah karena

kerusakan yang mendasari jaringan lunak dari tekanan dan atau adanya gaya geser.

Lokasi atau tempat luka mungkin didahului oleh jaringan yang terasa sakit, tegas,

lembek, berisi cairan, hangat atau lebih dingin dibandingkan dengan jaringan yang ada

di dekatnya. Cidera pada jaringan dalam mungkin sulit untuk di deteksi pada individu

dengan warna kulit gelap. Perkembangan dapat mencakup blister tipis diatas dasar

luka (wound bed) yang berkulit gelap. Luka mungkin terus berkembang tertutup oleh

eschar yang tipis. Dari derajat dekubitus diatas, dekubitus berkembang dari

permukaan luar kulit ke lapisan dalam (top-down), namun menurut hasil penelitian

saat ini, dekubitus juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia

dan otot walapun tanpa adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan

istilah injury jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena

jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada

permukaan kulit (Rijswijk & Braden, 1999).

Gambar 2.6. Dekubitus Suspected deep tissue injury : depth unknown (Sumber :

NPUAP, 2014).
4. Faktor-faktor terjadinya dekubitus
Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya dekubitus,

yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan

intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inaktifitas dan

penurunan persepsi sensori. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan

dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik

yaitu faktor yang berasal dari pasien, sedangkan yang dimaksud dengan faktor

ekstrinsik yaitu faktor-faktor yang berhubungan dari luar yang mempunyai efek

deteriorasi pada lapisan eksternal dari kulit (Braden dan Bergstorm, 2000).

Penjelasan dari masing-masing faktor yang mempengaruhi dekubitus diatas

adalah sebagai berikut :

1. Faktor Tekanan

a. Mobilitas dan Aktivitas

Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,

sedangkan aktifitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien dengan berbaring

terus- menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi

untuk terkena dekubitus. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam

kejadian dekubitus (Braden & Bergstorm, 2000). Sedangkan imobilitas pada

lansia merupakan ketidakmampuan untuk merubah posisi tubuh tanpa bantuan

yang disebabkan oleh depresi CNS (Jaul. 2010). Ada beberapa penelitian

prospektif maupun retrospektif yang mengidentifikasi faktor spesifik penyebab

imobilitas dan inaktifitas, diantaranya Spinal Cord Injury (SCI), stroke, multiple

sclerosis, trauma (misalnya patah tulang), obesitas, diabetes, kerusakan kognitif,

penggunaan obat (seperti sedatif, hipnotik, dan analgesik), serta tindakan


pembedahan (AWMA, 2012).

b. Penurunan Persepsi Sensori

Pasien dengan gangguan persepsi sensorik terdapat nyeri dan tekanan lebih

beresiko mengalami gangguan integritas kulit daripada pasien dengan sensasi

normal. Pasien dengan gangguan persepsi sensorik terdapat nyeri dan tekanan

adalah pasien yang tidak mampu merasakan kapan sensasi pada bagian tubuh

mereka meningkat, adanya tekanan yang lama, atau nyeri dan oleh karena itu

pasien tanpa kemampuan untuk merasakan bahwa terdapat nyeri atau tekanan

akan menyebabkan resiko berkembangnya dekubitus (Potter & Perry, 2010).

2. Faktor Toleransi Jaringan :

a. Faktor Intrinsik :

1) Nutrisi

Hipoalbumin, kehilangan berat badan dan malnutrisi umumnya diidentifikasi

sebagai faktor predisposisi terhadap terjadinya dekubitus, terutama pada lansia.

Derajat III dan IV dari dekubitus pada orang tua berhubungan dengan penurunan

berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak

mencukupi (Guenter, et al., 2000). Menurut Jaul (2010), ada korelasi yang kuat

antara status nutrisi yang buruk dengan peningkatan resiko

dekubitus. Keller, (2002) juga menyebutkan bahwa 75% dari pasien dengan

serum albumin dibawah 35 g/l beresiko terjadinya dekubitus dibandingkan

dengan 16 % pasien dengan level serum albumin yang lebih tinggi. Pasien yang

level serum albuminnya di bawah 3 g/100 ml lebih beresiko tinggi mengalami

luka daripada pasien yang level albumin tinggi (Potter & Perry, 2010).

2) Umur / Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko tinggi untuk terkena dekubitus karena

kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan proses penuaan (Sussman &

Jensen, 2007). 70% dekubitus terjadi pada orang yang berusia lebih dari

70 tahun. Seiring dengan meningkatnya usia akan berdampak pada perubahan

kulit yang di indikasikan dengan penghubung dermis-epidermis yang rata (flat),

penurunan jumlah sel, kehilangan elastisitas kulit, lapisan subkutan yang menipis,

pengurangan massa otot, dan penurunan perfusi dan oksigenasi vaskular

intradermal (Jaul, 2010) sedangkan menurut Potter & Perry, (2005) 60% - 90%

dekubitus dialami oleh pasien dengan usia 65 tahun keatas.

3) Tekanan arteriolar

Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap

tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu

mengakibatkan jaringan menjadi iskemia (Suriadi, et al., 2007). Studi yang

dilakukan oleh Bergstrom & Braden (1992) menemukan bahwa tekanan sistolik

dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan dekubitus

b. Faktor ekstrinsik :

1) Kelembaban

Adanya kelembaban dan durasi kelembaban pada kulit meningkatkan resiko

pembentukan kejadian dekubitus. Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase

luka, perspirasi yang berlebihan, serta inkontinensia fekal dan urine (Potter &

Perry, 2010). Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat

mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami

maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu, kelembaban juga

mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan pergeseran (shear).

Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka daripada


inkontinensia urine karena adanya bakteri dan enzim pada feses yang dapat

meningkatkan PH kulit sehingga dapat merusak permukaan kulit.

2) Gesekan

Gaya gesek (Friction) adalah tekanan pada dua permukaan bergerak melintasi

satu dan yang lainnya seperti tekanan mekanik yang digunakan saat kulit ditarik

melintasi permukaan kasar seperti seprei atau linen tempat tidur (WOCNS, 2003).

Cidera akibat gesekan memengaruhi epidermis atau lapisan kulit yang paling atas.

Kulit akan merah, nyeri dan terkadang disebut sebagai bagian yang terbakar.

Cidera akibat gaya gesek terjadi pada pasien yang gelisah, yang memiliki

pergerakan yang tidak terkontrol seperti keadaan spasme dan pada pasien yang

kulitnya ditarik bukan diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubahan

posisi (Potter & Perry, 2010). Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak

dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan

merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat pergantian

seprei pasien yang tidak berhati-hati (Dini, et al., 2006).

3) Pergeseran

Gaya geser adalah peningkatan tekanan yang sejajar pada kulit yang berasal

dari gaya gravitasi, yang menekan tubuh dan tahanan (gesekan) diantara pasien

dan permukaan (Potter & Perry, 2010). Contoh yang paling sering adalah ketika

pasien diposisikan pada posisi semi fowler yang melebihi 30°. Hal ini juga

didukung oleh pernyataan dari Jaul (2010) bahwa pada lansia akan cenderung

merosot kebawah ketika duduk pada kursi atau posisi berbaring dengan kepala

tempat tidur dinaikkan lebih dari 30°. Pada posisi ini pasien bisa merosot

kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya

masih tertinggal. Hal ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta
kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan

sedikit luka dipermukaan kulit.

5. Faktor-faktor terjadinya dekubitus

Pencegahan dekubitus merupakan prioritas dalam perawatan pasien dan

tidak terbatas pada pasien yang mengalami keterbatasan mobilisasi (Potter &

Perry, 2006). Untuk mengurangi kemungkinan perkembangan dekubitus pada

semua pasien, perawat harus melakukan berbagai macam tindakan pencegahan,

seperti perawat menjaga kebersihan kulit pasien, untuk mempertahankan

integritas kulit, mengajarkan pasien dan keluarga untuk pencegahan dan

memberikan asuhan keperawatan mengenai cara mencegah dekubitus (Kozier,

2010).

Berdasarkan National Pressure Ulcer Advisory Panel (2007), untuk

mencegah kejadian terhadap dekubitus ada 5 (lima) point yang bisa digunakan

untuk menilai faktor resiko dekubitus, antara lain sebagai berikut :

1) Mengkaji faktor resiko

Pengkajian resiko dekubitus seharusnya dilakukan pada saat pasien masuk

Rumah Sakit dan diulang dengan pola yang teratur atau ketika ada perubahan

yang signifikan pada pasien, seperti pembedahan atau penurunan status kesehatan

(Potter & Perry, 2010). Berdasarkan National Pressure Ulcer Advisory Panel

(NPUAP, 2014) mempertimbangkan semua pasien yang berbaring ditempat tidur

dan dikursi roda, atau pasien yang kemampuannya terganggu untuk

memposisikan dirinya, dengan menggunakan metode yang tepat dan valid yang

dapat diandalkan untuk menilai pasien yang beresiko terhadap kejadian

dekubitus, mengidentifikasi semua faktor resiko setiap pasien (penurunan status

mental , paparan kelembaban, inkontinensia, yang berkaitan dengan tekanan,


gesekan, geser, imobilitas, tidak aktif, defisit gizi) sebagai panduan pencegahan

terhadap pasien yang beresiko, serta memodifikasi perawatan yang sesuai dengan

faktor resiko setiap pasien.

2) Perawatan pada kulit

Perawatan kulit yang dimaksud disini adalah dengan cara menjaga

kebersihan kulit dan kelembaban kulit dengan memberikan lotion atau creams.

Mengontrol kelembaban terhadap urine, feses, keringat, saliva, cairan luka, atau

tumpahan air atau makanan, melakukan inspeksi setiap hari terhadap kulit. Kaji

adanya tanda-tanda kerusakan integritas kulit (Carville, 2007). Penelitian yang

dilakukan oleh Handayani, et al (2011) pemberian Virgin Coconut Oil (VCO)

dengan massage efektif untuk digunakan dalam pencegahan dekubitus derajat I

pada pasien yang berisiko mengalami dekubitus. Penelitian yang dilakukan oleh

Utomo, et al (2014) Nigella Sativa Oil efektif untuk mencegah terjadinya ulkus

dekubitus pada pasien tirah baring lama.

3) Memperbaiki status nutrisi

Australian Wound Management Association (AWMA, 2012) memberikan

rekomendasi untuk standar pemberian makanan untuk pasien dengan dekubitus

antara lain intake energi/kalori 30 – 35 kal/kg per kgBB/hari, 1 – 1,5 g protein/kg

per kg BB/hari dan 30 ml cairan/kg per kg BB/hari.

4) Support surface

Support surface yang bertujuan untuk mengurangi tekanan (pressure),

gesekan (friction) dan pergeseran (shear) (Carville, 2007). Support surface ini
terdiri dari tempat tidur, dan matras meja operasi, termasuk pelengkap tempat

tidur dan bantal (AWMA, 2012).

5) Memberikan edukasi

Pendidikan kesehatan kepada keluarga dilakukan secara terprogram dan

komprehensif sehingga keluarga diharapkan berperan serta secara aktif dalam

perawatan pasien, topik pendidikan kesehatan yang dianjurkan adalah sebagai

berikut : etiologi dan faktor resiko dekubitus, aplikasi penggunaan tool pengkajian

resiko, pengkajian kulit, memilih dan atau gunakan dukungan permukaan,

perawatan kulit individual, demonstrasi posisi yang tepat untuk mengurangi

resiko dekubitus, dokumentasi yang akurat dari data yang berhubungan,

demonstrasi posisi untuk mengurangi resiko kerusakan jaringan, dan sertakan

mekanisme untuk mengevaluasi.

6. Komplikasi Ulkus Dekubitus

Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul jika ulkus dekubitus tidak segera

ditangani, yaitu:

a. Selulitis, akibat infeksi pada kulit dan jaringan lunak. Kondisi ini dapat

menyebabkan kemerahan dan peradangan pada area sekitar luka.

b. Infeksi tulang dan sendi, akibat penyebaran infeksi dari kulit dan jaringan lunak.

c. Sepsis, yaitu kondisi di mana infeksi menyebar ke aliran darah dan menimbulkan

reaksi sistem imun di seluruh tubuh.

d. Kanker, akibat luka yang tak kunjung sembuh (ulkus Marjolin)

7. Pengobatan dekubitus

Tahap awal dari pengobatan ulkus dekubitus adalah mengurangi tekanan dan

gesekan pada luka. Setelah itu, dokter akan melanjutkan dengan perawatan luka dan
pengangkatan jaringan yang rusak. Berikut ini adalah rangkaian pengobatan untuk

mengatasi ulkus decubitus:

a. Mengubah posisi tubuh

Posisi tubuh penderita perlu diubah secara berkala. Apabila menggunakan

kursi roda, pindahkan tumpuan berat badan ke sisi yang lain setiap 15 menit atau

ganti posisi setiap jam. Jika penderita berada di tempat tidur, gantilah posisi setiap

2 jam. Dokter juga akan menyarankan penggunaan kasur antidekubitus. Kasur ini

dapat mengurangi tekanan pada area kulit tertentu, dan menjaga aliran udara ke

area tersebut tetap baik. Meski begitu, posisi penderita tetap perlu diubah secara

berkala.

b. Perawatan luka dekubitus

Jika luka tidak terbuka, bersihkan area kulit dengan sabun yang tidak

mengandung alkohol dan pewangi, kemudian langsung keringkan. Jika sudah

muncul luka terbuka, ulkus dekubitus perlu ditutup dengan perban, agar luka tidak

terinfeksi dan kulit di sekitarnya tetap kering. Ganti perban secara berkala, dan

bersihkan luka dengan air garam fisiologis (cairan infus saline) setiap mengganti

perban.

c. Operasi untuk mengangkat jaringan mati

Supaya luka dekubitus cepat sembuh, koreng dan jaringan yang sudah mati

perlu diangkat melalui operasi minor (tanpa bius total). Tindakan ini bertujuan

untuk merangsang pertumbuhan kulit baru yang sehat. Bila diperlukan, dokter

bedah akan menggunakan jaringan kulit dari bagian tubuh lainnya untuk menutup

ulkus dekubitus.

d. Terapi tekanan negatif


Terapi tekanan negatif juga dikenal dengan nama vacuum assisted closure

(VAC). Metode ini dilakukan dengan menggunakan alat khusus untuk

membersihkan luka.

e. Obat-obatan

Pada perawatan luka dekubitus, dokter juga biasanya memberikan obat-

obatan, seperti: Ibuprofen atau diclofenac untuk meredakan rasa sakit, terutama

ketika penderita sedang dirawat lukanya atau perlu diubah posisinya. Antibiotik

minum atau salep untuk melawan infeksi bakteri, jika ulkus dekubitus sudah

mengakibatkan infeksi pada penderita.

Selain beberapa metode pengobatan di atas, penderita juga perlu memenuhi

asupan nutrisi dan mengonsumsi air putih yang cukup untuk mempercepat proses

penyembuhan kulit. Minum air putih yang cukup dapat membantu mencegah

dehidrasi yang dapat memperlambat proses penyembuhan luka.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. B
Alamat : Imogiri, Yogyakarta
Usia : 70 Th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : STM
Agama : Islam
Status : Duda, istri sudah meninggal
II. STATUS KESEHATAN SAAT INI
Tn. B mengatakan ada riwayat tumor di tulang belakang sehingga mempengaruhi syaraf
pada ekstremitas bawah akibatnya kaki Tn.B lemas, kaku dan tidak bisa digerakan. Tn.B
memerlukan bantuan untuk beraktifitas. Tn. B menggunakan kursi roda. Pada saat
pemeriksaan, terdapat luka lecet di punggung akibat penekanan terus menerus karena
susah berpindah posisi di tempat tidur dan dikursi roda. Luka berwarna merah,
kedalaman luka ke epidermis dan dermis, membentuk lubang yang dangkal.
III. PENYAKIT SAAT INI
Klien memiliki riwayat penyakit tumor di tulang belakang.

IV. PENYAKIT MASA LALU


a. Penyakit : masa kanak-kanak pasien hanya mengalami demam biasa, batuk pilek.
b. Pasien tidak mengalami alergi pada makanan udara atau pun yang lainnya.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Tidak ada riwayat kesehatan didalam keluarga.

VI. PENGKAJIAN SISTEM


(dijelaskan mengikuti sistem Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
a. Keadaan umum :Keadaan klien Compomentis, GCS : 456, pasien mengatakan
pusing tidak bisa mobilisasi dengan baik karena kaki terasa lemas, kaku dan tidak
bisa digerakan.
b. Integumen : Kulit sawo matang, kulit tampak keriput, elastisitas kulit berkurang.
c. Kepala : Bentuk kepala bulat, keadaan rambut rapi, tidak ada benjolan, warna
putih.
d. Mata :tidak ada tanda-tanda anemia sclera tidak ikterik, pengelihatan jarak dekat
agak kabur.
e. Telinga : Tampak bersih, pendengaran kurang baik (+), Telinga simetris.
f. Mulut dan tenggorokan : Mulut bersih.
g. Leher : Tidak ada lesi, tidak ada teraba pembesaran getah bening.
h. Payudara : Bentuk dada pasien datar dan terlihat simetris, tidak ditemukan adanya
retraksi dinding dada, iktus kordis maupun luka, vokal fremitus teraba, tidak teraba
adanya ketinggalan gerak, maupun masa yang teraba.
i. Sistem Pernafasan : RR: 24 x/mnt, tidak tampak retraksi intercosta, auskultasi
terdengar vesikuler
j. Sistem Kardiovaskuler: Tidak ada riwayat penyakit jantung, TD 130/90 mmHg,
irama jantung terdengar normal.
k. Sistem Gastrointestinal : Tidak ada lesi dan tidak ada benjolan, bising usus 8x/m,
tidak ada benjolan di perut, tidak ada riwayat penyakit gastritis.
l. Sistem Perkemihan: ± 3x Pipis tidak merasa sakit dan lancar, menggunakan
pampers.
m. Sistem Musculoskeletal: Tampak adanya scoliosis, kekuatan otot menurun,
pergerakan tangan dan kaki baik tidak ada fraktur.
n. Sistem Endokrin: Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening, tidak ada
riwayat penyakit gula
o. Sistem Persarafan : ada masalah terkait benjolan tumor yang menghimpit syaraf
pada tulang belakang sehingga ekstremitas awah tidak bisa digerakan.
p. Sistem Hemopiatik :Tidak ada tanda-tanda anemia

VII. MASALAH KHSUSUS LANSIA (FISIK PSIKOSOSIAL, PSYCHIATRIC DAN


MENTAL HEALTH)
a. Nyeri : Pasien mengatakan nyeri terasa pada luka dekubitus terutama pada saat
perawatan luka, dan sering keram karena keterbatasan pergerakan ditempat tidur
maupun di kursi roda.
b. Pengkajian Inkontinensia Urin akut :
Pasien masih bisa menahan BAK dan tidak pernah beser atau mengompol.

c. Pengkajian Inkontinensia urin persisten:


Pasien tidak pernah mengompol, pasien tidak mengalami ganguan perkemihan,
pengeluaran urin lancar, urin tidak pekat, dan tidak terasa sakit saat berkemih,
pasien memakai popok.
d. Psikososial:
Kemampuan untuk bersosialisasi pasien cukup baik, harapan dalam melakukan
sosialisasi. Pasien merasa senang dan lebih mudah untuk berbaur dengan siapapun.
e. Identifikasi masalah emosional:
Pasien mengalami kesulitan tidur karna kepala terasa pusing dan merasa terganggu
dengan lingkungan sekitar
f. Fungsional :
BARTEL INDEKS
No Kriteria Dengan Mandiri Keterangan
. Bantuan
1. Makan 5 10 Frekuensi :
3 kali sehari
Jumlah : 1 piring nasi, satu
mangkuk sayur sekali makan.
Jenis : nasi, sayur, lauk pauk

2. Minum 5 10 Frekuensi:±8 kali sehari


Jumlah : 1 gelas sekali
minum
Jenis : air putih

3. Berpindah dari kursi roda 5 15 menggunakan kursi roda.


ke tempat tidur, sebaliknya
4. Personal toilet (cuci muka, 0 5 Frekuensi :
menyisir rambut, gosok ±2 kali dalam sehari, personal
gigi) toilt dibantu semua.
5. Keluar masuk toilet 5 7 Semua kegiatan keluar
(mencuci pakaian, masuktoilet dibantu.
menyeka tubuh, mandi)
6. Mandi 5 15 Mandi dengan bantuan
7. Jalan dipermukaan datar 0 5 Klien tidak mampu berjalan
dipermukaan datar.

8. Naik turun tangga 5 10 Klien tidak mampu buat turun


naik tangga .
9. Mengenakan pakaian 5 10 Klien tidak mampu mengenakan
pakaian secara mandiri.
10. Kontrol bowel (BAB) 5 10 Frekuensi : ± 2 kali sehari
Konsistensi:Padat
11. Kontrol bladder (BAK) 5 10 Frekuensi : ± 4 kali sehari,
klien menggunakan pampers
Warna : Bening
12. Olah raga/latihan 5 10 Frekuensi : tidak pernah olah
raga
Jenis : tidak mampu buat senam
13. Rekreasi/pemanfaatan 5 10 Jenis : tidakpernah refrensitirah
waktu luang baring
Frekuensi :

SKORING 65 (ketergantungan sebagian )

Keterangan :
a. >130 : Mandiri
b. 60 – 125 : Ketergantungan sebagian
c. <60 : Ketergantungan total
g. Kognitif :
Menggunakan SPAMQ: Pasien mampu menyebutkan hari dan tanggal berapa
sekarang, tahu tanggal lahirnya, tahu nama presiden sebelumnya, pasien dapat
menyebutkan nama tempat tinggal yg di tempati saat ini, alamat, usia, nama ibunya,
pasien lancar dalam berhitung.
SPMQ
BENAR SALAH NO PERTANYAAN
Benar 01 Tanggal berapa hari ini ? Tn.B mengatakan ini
tanggal 26
Benar 02 Hari apa sekarang ini ? Tn.B mengatakan
sekarang hari selasa.
Benar 03 Apa nama tempat ini ? Tn.B mengatakan berada di
BPSTW Budi Luhur
Benar 04 Dimana alamat anda? Tn.B mengatakan
alamatnya di Imogiri.
Benar 05 Berapa umur anda ? Tn.B mengatakan berumur
70 tahun
Benar 06 Kapan anda lahir ? ( minimal tahun terakhir)
Benar 07 Siapa presiden Indonesia sekarang ? Tn.B
mengatakan presiden indonesia sekarang adalah
Jokowi.
Benar 08 Siapa Presiden Indonesia sebelumnya ? Tn.B
mengatakan presiden Indonesia sebelumnya
adalah SBY.
Benar 09 Siapa nama Ibu anda ? Ibunya bernama
Sumariyati
Jumlah Jumlah 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3dari
setiap angka baru, semua secara menurun

Interpretasi hasil :
a. Salah 0 – 3 = Fungsi intelektual tubuh baik
b. Salah 4 – 5 = Kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6 – 8 = Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9 – 10 = Kerusakan intelektual berat
h. Depresi:
Pasien tidak merasakan kesedihan, tidak merasa pesimis dan gagal, merasa
bersyukur dengan apa yang di dapatkan setiap harinya, tidak merasa bersalah,
menerima diri sendiri, tidak pernah ingi membahayakan diri sendiri, sesalu
bersosialisasi dengan siapa saja, selalu mengambil sikap dan keputusan yang baik,
tidak merasa lebih buruk.
i. Resiko Jatuh
The Timed Up and Go (TUG) Test
Lansia melakukan hal sebagai berikut :
 Lansia hanya bisa berpindah dari tempat tidur ke kursi roda maupun berpindah
posisi pada saat di bantu.
 Ukur waktu dalam detik
- <10 detik : mobilitas bebas
- < 20 detik : mostly independent
- 20 – 29 : variable mobility
- > 30 : gangguan mobilitas
j. Gangguan Tidur:
Pasien mengatakan tidur jam 22.00 wib – 04.00 wib. Dalam keadaan pulas.
k. Resiko decubitus:
Persepsi 1 2 3 4
sensori Terbatas penuh Sangat Agak Tidak
terbatas terbatas terbatas
Kelembaban Lembab konstan Sangat Kadang Jarang
lembab lembab lembab
Aktivitas Di tempat tidur Di kursi Kadang Jalan
jalan keluar
Mobilisasi Imobil penuh Sangat Kadang Tidak
terbatas terbatas terbatas
Nutrisi Sangat jelek Tidak Adekuat Sempurna
adekuat
Gesekan/ Masalah Masalah Tidak ada Sempurna
cubitan resiko masalah
Total skor 12

Pengkajian Braden : Skoring 12


Pasien yang total nilai : < 16 tidak mempunyai resiko terjadi decubitus
15/16 resiko rendah, 13/14 resiko sedang, < 13 resiko tinggi.

Pengkajian Braden
l. Kualitas hidup:
Kondisi kesehatan saat ini baik dibandingkan dengan tahun lalu kondisi saat ini
pasien merasa semakin tua, ekstremitas bawah tidak bisa digerakan karena ada
masalah di syaraf tulang belakang.

B. ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Problem
1. DS: Penurunan Hambatan
Tn. B mengatakan ada riwayat tumor di kekuatan otot mobilitas fisik
tulang belakang sehingga mempengaruhi ekstremitas bawah
syaraf pada ekstremitas bawah akibatnya kaki
Tn.B lemas, kaku dan tidak bisa digerakan
DO:
Tn.B susah berpindah posisi di tempat tidur
dan terlihat menggunakan dikursi roda untuk
aktifitas diluar.
2 DS : Kerusakan jaringan Kerusakan
Tn. B mengatakan ada riwayat tumor di sekunder akibat integritas kulit
tulang belakang sehingga mempengaruhi penekanan.
syaraf pada ekstremitas bawah akibatnya kaki
Tn.B lemas, kaku dan tidak bisa digerakan.
Pada saat pemeriksaan, terdapat luka lecet di
punggung akibat penekanan terus menerus
karena susah berpindah posisi di tempat tidur
dan dikursi roda.
DO :
Klien tampak lemas, kaki terasa kaku dan
tidak bisa digerakan, terdapat luka lecet di
punggung akibat adanya tekanan terus-
menerus dan imobilisasi. Luka berwarna
merah, kedalaman luka ke epidermis dan
dermis, membentuk lubang yang dangkal.
TD: 130/90 mmHg, Nadi: 85x/menit, RR :
23x/menit.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah
2. Kerusakan integritas kulit b.d kerusakan jaringan sekunder akibat penekanan

1. NURSING CARE PLAN

No Diagnosa NOC NIC


1 1. Hambatan Setelah dilakukan tindakan Environmental management:
mobilitas asuhan keperawatan selama 3x8 1. Menyediakan kondisi lingkungan
fisik b.d jam diharapkan klien dapat yang nyaman bagi klien
penurunan mengoptimalkan keseimbangan 2. Mengkaji kemampuan klien dalam
kekuatan tubuh dan kekuatan otot dalam mobilisasi
otot melakukan pergerakan dengan Excercise teraphy
ekstremitas kriteria hasil: 1. Berikan latihan ROM pasif
bawah 2. Monitor TTV
a. Klien mampu
3. Melatih ketahanan dengan
berpindah posisi
merubah posisi
miring kanan dan kiri
4. Memotivasi klien untuk latihan
b. Melakukan gerakan
gerak mandiri
ROM pasif

2 1. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka


integritas asuhan keperawatan selama 3x8 1. Lakukan perawatan luka dengan teknik
kulit b.d jam terjadi perbaikan kerusakan aseptik.
kerusakan jaringan dengan kriteria hasil: Manajemen tekanan
jaringan 1. Monior mobilitas dan aktifitas klien
a. Terjadi
sekunder 2. Beri bantal di area yang menonjol agar
perbaikan/kesembuhan pada
akibat mengurangi tertekan
luka punggung skala 2
penekanan b. Ukuran luka berkurang skala Pencegahan luka tekan
2 1. Ubah posisi klien setiap 2 jam sekali
2. Inspeksi kulit pada area yang menonjol
setelah merubah posisi
Pengecekan kulit
1. Evaluasi keadaan luka ( ukuran, warna,
kedalaman, daerah sekitar luka).

2. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No Diagnosa Hari/ Jam Implementasi Evaluasi


Tgl
1 Hambatan Kamis, 10.00 Environmental 10.30 wib
mobilitas 28 management: S : klien mengatakan bahwa latihan
fisik b.d Novem 1. Menyediakan merubah posisi dan ROM masih perlu
penurunan er 2019 kondisi didampingi.
kekuatan lingkungan O : klien kooperatif saat diajarkan
otot yang nyaman latihan gerak dan ROM, klien terlihat
ekstremitas bagi klien kesulitan merubah posisi di tempat
bawah 2. Mengkaji tidur, klien terlihat masih dalam posisi
kemampuan yang sama
klien dalam A: masalah hambatan mobilitas fisik
mobilisasi belum teratasi
Excercise teraphy P : Lanjutkan intervensi
1. Bantu klien Bantu klien dalam merubah posisi
dalam setiap 2 jam sekali
merubah Bantu dalam melakukan mobilisasi
posisi setiap 2 Latihan ROM
jam sekali Motivasi untuk latihan gerak mandiri.
2. Berikan
latihan ROM
pasif
3. Monitor TTV
4. Membantu
klien dalam
mobilisasi dari
tempat tidur
kekursi roda.
5. Memotivasi
klien untuk
latihan gerak
mandiri
2 2. Kerusakan Kamis, 11.00 Perawatan luka Jam 11.30 WIB
integritas 28 1. Melakukan
kulit b.d Novem perawatan S: Klien mengatakan keadaan lebih
kerusakan er 2019 luka dengan nyaman setelah dilakukan
jaringan teknik aseptik. perawatan luka.
sekunder Manajemen tekanan O: Klien tampak lukanya sudah
akibat 1. Memonior dibersihkan, luas luka mengecil,
penekanan mobilitas dan sudah diberikan perawatan luka.
aktifitas klien A: Masalah kerusakan integritas kulit
2. Memberi teratasi sebagian
bantal di area P: lakukan perawatan luka setiap hari,
yang
menonjol agar
mengurangi Muhammad Teddy Nugraha
tertekan
Pencegahan luka
tekan
1. Mengubah
posisi klien
setiap 2 jam
sekali
2. Melakukan
nspeksi kulit
pada area
yang
menonjol
setelah
merubah
posisi
Pengecekan kulit
1. Mengevaluasi
keadaan luka (
ukuran,
warna,
kedalaman,
daerah sekitar
luka).
3 Hambatan Jum’at, 10.00 Environmental 10.30 wib
mobilitas 29 management: S : klien mengatakan bahwa latihan
fisik b.d Novem 1. Menyediakan merubah posisi dan ROM masih perlu
penurunan er 2019 kondisi didampingi.
kekuatan lingkungan O : klien kooperatif saat diajarkan
otot yang nyaman latihan gerak dan ROM, klien terlihat
ekstremitas bagi klien kesulitan merubah posisi di tempat
bawah 2. Mengkaji tidur, klien terlihat masih dalam posisi
kemampuan yang sama
klien dalam A: masalah hambatan mobilitas fisik
mobilisasi belum teratasi
Excercise teraphy P : Lanjutkan intervensi
1. Bantu klien Bantu klien dalam merubah posisi
dalam setiap 2 jam sekali
merubah Bantu dalam melakukan mobilisasi
posisi setiap 2 Latihan ROM
jam sekali Motivasi untuk latihan gerak mandiri.
2. Berikan
latihan ROM
pasif
3. Monitor TTV
4. Membantu
klien dalam
mobilisasi dari
tempat tidur
kekursi roda.
5. Memotivasi
klien untuk
latihan gerak
mandiri
4 Kerusakan Jum’at, 10.00 Perawatan luka Jam 10.30 WIB
integritas 29 wib 1. Melakukan
kulit b.d Novem perawatan S: Klien mengatakan keadaan lebih
kerusakan ber luka dengan nyaman setelah dilakukan
jaringan 2019 teknik aseptik. perawatan luka.
sekunder Manajemen tekanan O: Klien tampak lukanya sudah
akibat 1. Memonior dibersihkan, luas luka mengecil,
penekanan mobilitas dan sudah diberikan perawatan luka.
aktifitas klien A: Masalah kerusakan integritas kulit
2. Memberi teratasi sebagian
bantal di area P: lakukan perawatan luka setiap hari,
yang
menonjol agar
mengurangi Muhammad Teddy Nugraha
tertekan
Pencegahan luka
tekan
1. Mengubah
posisi klien
setiap 2 jam
sekali
2. Melakukan
nspeksi kulit
pada area yang
menonjol
setelah
merubah posisi
Pengecekan kulit
1. Mengevaluasi
keadaan luka (
ukuran,
warna,
kedalaman,
daerah sekitar
luka).

5 Hambatan Sabtu, 10.00 Environmental 10.30 wib


mobilitas 28 management: S : klien mengatakan bahwa latihan
fisik b.d Novem 1. Menyediakan merubah posisi dan ROM masih perlu
penurunan er 2019 kondisi didampingi.
kekuatan lingkungan O : klien kooperatif saat diajarkan
otot yang nyaman latihan gerak dan ROM, klien terlihat
ekstremitas bagi klien kesulitan merubah posisi di tempat
bawah 2. Mengkaji tidur, klien terlihat masih dalam posisi
kemampuan yang sama
klien dalam A: masalah hambatan mobilitas fisik
mobilisasi belum teratasi
Excercise teraphy P : Lanjutkan intervensi
1. Bantu klien Bantu klien dalam merubah posisi
dalam setiap 2 jam sekali
merubah Bantu dalam melakukan mobilisasi
posisi setiap 2 Latihan ROM
jam sekali Motivasi untuk latihan gerak mandiri.
2. Berikan
latihan ROM
pasif
3. Monitor TTV
4. Membantu
klien dalam
mobilisasi dari
tempat tidur
kekursi roda.
5. Memotivasi
klien untuk
latihan gerak
mandiri
5 Kerusakan Sabtu, 11.00 Perawatan luka Jam 11.30 WIB
integritas 30 1. Melakukan
kulit b.d Novem perawatan luka S: Klien mengatakan keadaan lebih
kerusakan ber dengan teknik nyaman setelah dilakukan
jaringan 2019 aseptik. perawatan luka.
sekunder Manajemen tekanan O: Klien tampak lukanya sudah
akibat 1. Memonior dibersihkan, luas luka mengecil,
penekanan mobilitas dan sudah diberikan perawatan luka.
aktifitas klien A: Masalah kerusakan integritas kulit
2. Memberi bantal teratasi sebagian
di area yang P: lakukan perawatan luka setiap hari,
menonjol agar
mengurangi
tertekan Muhammad Teddy Nugraha
Pencegahan luka
tekan
1. Mengubah posisi
klien setiap 2 jam
sekali
2. Melakukan
nspeksi kulit
pada area yang
menonjol setelah
merubah posisi
Pengecekan kulit
1. Mengevaluasi
keadaan luka
( ukuran, warna,
kedalaman,
daerah sekitar
luka).
BAB IV

PEMBAHASAN

Brunner & Suddart (2010) dekubitus didahului kulit tampak kemerahan yang tidak

hilang setelah tekanan diadakan pada tahap dini ini tidak terlihat nekrosis sebab permukaan

kulit masih utuh iskhemi dan nekrosis sudah terjadi pada lapisan dalam tetapi baru terlihat

setelah beberapa hari dan berapa kulit yang kemerahan dan mengelupas sedikit nekrosis kulit

dan batasnya menjadi jelas. Biasanya nekrosis ini mencapai hilang atau fascia di dasarnya.

Akibat tekanan terutama diatas tulang menonjol, mengganggu fungsi sirkulasi normal dan

menyebabkan paling paling banyak sakit tekanan (dekubitus). Salah satu tindakan untuk

menurunkan angka kejadian dekubitus tersebut adalah dengan pemberian posisi miring.

Alasan pemberian posisi miring dikarenakan posisi tersebut sudah mampu mencegah kulit

dari pergesekan dan perobekan jaringan sehingga mengurangi kejadian dekubitus.

Dalam proses perwatan luka, terdapat dua metode pembersihan luka secara mekanik,

irigasi dan menyikat langsung dengan bola kapas atau kasa. Kesulitan dari irigasi adalah

bagaimana caranya untuk memakai larutan pembersih dengan tekanan yang cukup sehingga

dapat meluruskan debris tanpa merusak jaringan yang ada dibawahnya. Pada keadaan dimana

terdapat resiko tinggi infeksi luka, maka keadaan tersebut merupakan indikasi untuk

penggunaan larutan antiseptik (Morison, 2015).

Prinsip perawatan luka dekubitus yaitu: mengatasi perdarahan (homeostasis),

mengeluarkan benda asing, melepaskan jaringan yang menegalami devitalisasi, pus,

menyediakan kelembaban dan pH yang optimal untuk sel berperan dalam proses

penyembuhan, meningkatkan pembentukan jaringan granulasi, melindungi luka dari trauma

serta masuknya mikroorganisme patogen.


Adapun beberapa metode non farmakologi dalam pemberian terapi dekubitus terkait

kondisi pasien yang mempunyai hambatan mobilitas fisik salah satunya bisa dikombinasikan

dengan melakukan perubahan posisi kanan dan kiri.

Darliana (2014) bahwa tujuan pemberian posisi miring pada pasien yang mengalami

hambatan mobilitas fisik yaitu mempertahankan body aligement atau keseimbangan tubuh,

mengurangi komplikasi akibat immobilisasi dan meningkatkan rasa nyaman. Tujuan posisi

miring selanjutnya yaitu mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat

posisi yang menetap sehingga menyebabkan luka tekan atau sering disebut dengan dekubitus.

Mempertahankan kondisi dan posisi pasien hambatan mobilitas fisik di tempat tidur

agar menghindarkan terjadinya luka dekubitus, perawat dan keluarga pasien dianjurkan untuk

melakukan tindakan posisi alih baring dengan memposisikan pasien dengan terlentang dan

miring kanan-kiri dalam waktu 2 jam sekali guna menghindari terjadinya kerusakan syaraf

dan pembuluh darah, serta mempertahankan tonus otot dan refleks. Pemberian posisi alih

baring juga bisa meningkatkan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, karena

kurun waktu 2 jam sekali perawat/keluarga menemui pasien untuk melakukan perubahan

posisi (Suwarjo,2011).
BAB V

PEMBAHASAN

A. Kesimpulan
Dalam proses perwatan luka dekubitus, terdapat dua metode pembersihan luka

secara mekanik, irigasi dan menyikat langsung dengan bola kapas atau kasa. Adapun

prinsip dengan teknik aseptik yaitu membuang jaringan mati, perawatan luka yang

terinfeksi, perawatan luka dengan banyak eksudat, perawatan luka dalam yang berisi

eksudat, perawatan luka superfisial yang bersih dengan sedikit eksudat. Dan yang

terpenting adalaah menjaga luka agar tetap steril dan tidak terinfeksi.

Perawat dan keluarga pasien juga berperan dalam melakukan tindakan posisi

alih baring dengan memposisikan pasien dengan terlentang dan miring kanan-kiri

dalam waktu 2 jam sekali guna menghindari terjadinya kerusakan syaraf dan

pembuluh darah, serta mempertahankan tonus otot dan refleks. Pemberian posisi alih

baring juga bisa meningkatkan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien,

karena kurun waktu 2 jam sekali perawat/keluarga menemui pasien untuk melakukan

perubahan posisi.

B. Saran

Bagi perawat akan pentingnya memberikan perawatan luka, perubahan posisi,

melakukan ROM kepada lansia yang memiliki masalah dekubitus dan hambatan

mobilitas fisik sebagai terapi farmakologi dan non farmakologis. Pemberian

perawatan dan beberapa latihan ini dapat dilakukan setiap harinya sebagai bagian dari

intervensi kepada klien.


DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/131/jtptunimus-gdl-nanangsuli-6515-3-babii.pdf

https://www.academia.edu/14480282/SKRIPSI_DEKUBITUS?auto=download

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/8527/8.BAB%20IV.pdf?

sequence=8&isAllowed=y

http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/752/1/143210060%20Eka%20Novitasari%20Skripsi.pdf

https://www.researchgate.net/publication/325016187_GAMBARAN_PERAN_PERAWAT_DALAM_PE

NCEGAHAN_DEKUBITUS_DI_BANGSAL_PENYAKIT_DALAM_RUMAH_SAKIT_DI_YOGYAKARTA

Anda mungkin juga menyukai